Apakah kita boleh menangisi orang yang sudah meninggal?

Hukum Menangis di Depan Orang yang Sudah Meninggal Dunia, Apakah Diperbolehkan dalam Ajaran Islam?

TRIBUNPALU - Dalam ajaran agama Islam, setiap perbuatan memiliki adabnya masing-masing.

Tak terkecuali tentang sebuah kematian.

Setiap yang bernyawa akan mengalami kematian.

Hal ini tertuang dalam QS Al-Ankabut ayat 57:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Artinya: "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan"

Tak bisa dipungkiri apabila terdapat keluarga atau orang terdekat yang meninggal dunia, maka kesedihan itu muncul seketika.

Bahkan kesedihan tersebut berujung pada tangisan lantaran tak percaya dengan apa yang tengah dihadapinya.

Baca juga: Cara Menjadi Menantu yang Hormat dengan Mertua atau Orang Tua dari Suami, Berikut Nasihat Buya Yahya

Baca juga: Penjelasan Buya Yahya terkait Surga dan Neraka yang Tidak Akan Pernah Padam

Lantas apakah hal tersebut diperbolehkan dalam Islam?

Halaman selanjutnya arrow_forward

Tags:

Diriwayatkan dalam lebih dari satu hadits dari Nabi SAW bahwa almarhum menderita karena ratap tangis keluarganya atas dirinya.

Misalnya, Muslim diriwayatkan dalam Shahihnya  dari Ibn ‘Umar bahwa Hafsah menangis untuk’ Umar, dan dia berkata, “Tenanglah, wahai anakku! Apakah kamu tidak tahu bahwa Rasulullah SAW berkata: ‘Orang yang meninggal menderita karena tangisan keluarganya atas dirinya’? “

Dan itu juga membuktikan bahwa Nabi SAW menangis untuk almarhum pada lebih dari satu kesempatan, seperti ketika ia menangis pada kematian putranya Ibraahim, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari dan Muslim dari hadits Anas Ra. Dia juga menangis pada kematian salah satu putrinya, ketika ia dikuburkan, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari, 1258 dari hadits Anas seperti manfaat menangis.

Dan dia menangis ketika salah satu cucunya meninggal, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhaari [1284] dan Muslim [923], dari hadits Usaamah ibn Zayd. Jika diminta, bagaimana kita bisa berdamai di antara hadits-hadits yang melarang orang yang sudah meninggal dan yang mengizinkannya?

Jawabannya adalah:

Nabi SAW menjelaskan bahwa dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhaari [7377] dan Muslim [923] dari Usaamah ibn Zayd, yang menurutnya Nabi SAW menangis untuk putra salah satu putrinya. Sa’d ibn ‘Ubaadah berkata: “Apa ini, wahai Rasulullah?” Dia berkata,

“Ini adalah welas asih yang Allah tempatkan di dalam hati para hamba-Nya. Allah menunjukkan belas kasihan kepada para hamba-Nya yang berbelas kasihan. ”

Al-Nawawi berkata: Apa artinya ini adalah bahwa Sa’d berpikir bahwa semua jenis tangisan adalah haram, dan bahwa air mata menetes adalah haram. Dia berpikir bahwa Nabi SAW telah melupakan itu, jadi dia mengingatkannya.

Tapi Nabi SAW menjelaskan bahwa menangis dan meneteskan air mata bukanlah haram atau makruh, melainkan welas asih dan sesuatu yang baik. Apa itu haram meratap dan meratap, dan tangisan yang disertai oleh satu atau kedua tindakan ini, sebagaimana Nabi SAW berkata: “Allah tidak menghukum untuk air mata yang ditumpahkan atau untuk dukacita di hati, bukan Dia menghukum atau menunjukkan belas kasihan karena ini “dan dia menunjuk lidahnya.

Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah diminta  seperti yang dikatakan di al- Fataawa, 24/380 apakah tangisan seorang ibu atau saudara laki-laki dan perempuan memiliki efek pada almarhum. Dia berkata: “Sebaliknya tidak ada dosa dalam air mata yang ditumpahkan oleh mata dan kesedihan di dalam hati, tetapi meratap dan meratap dilarang.”

 Berkenaan dengan tangisan bagi orang yang meninggal bahkan setelah beberapa waktu berlalu, tidak ada yang salah dengan itu, selama tidak disertai dengan ratapan, meratap atau merasa tidak senang dengan kehendak dan keputusan Allah seperti hukum lelaki membuat wanita menangis dalam islam.

Muslim meriwayatkan bahwa Abu Hurairah  berkata: Nabi SAW mengunjungi makam ibunya dan menangis, dan mereka yang ada di sekitarnya juga menangis. Dia berkata:

“Saya meminta izin kepada Tuhan saya untuk berdoa memohon pengampunan baginya, dan Dia tidak memberi saya izin; dan saya meminta izin kepada Dia untuk mengunjungi makamnya dan Dia memberi saya izin. Jadi kunjungi kuburan, karena mereka akan mengingatkan Anda tentang kematian. ” Dan Allaah tahu yang terbaik.

“Kami pasti akan menguji Anda melalui rasa takut dan lapar, dengan cara mengurangi harta benda, nyawa, dan hasil panen Anda. Berikan kabar gembira kepada mereka yang sabar. Ketika kejadian seperti itu menimpa mereka, mereka berkata: “Kita milik Tuhan dan kita pasti akan kembali ke hadirat-Nya.” Mereka adalah orang-orang yang memiliki dukungan dan kasih karunia yang konstan dari Guru mereka. Mereka adalah orang-orang yang berada di jalan yang benar. ” [Al-Baqarah 155-157]

Ini telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW:

“Aneh adalah cara orang percaya untuk ada kebaikan dalam setiap urusannya dan ini tidak terjadi pada orang lain kecuali dalam kasus orang percaya karena jika dia memiliki kesempatan untuk merasa senang, dia berterima kasih [Tuhan], sehingga ada kebaikan baginya di dalamnya, dan jika ia mendapat masalah dan menunjukkan pengunduran diri [dan bertahan dengan sabar], ada kebaikan baginya di dalamnya. ” [Referensi: Sahih Muslim 2999, Referensi dalam buku: Buku 55, Hadis 82, referensi: Buku 42, Hadis 7138]

Menangis atas peristiwa semacam itu tidak dilarang asalkan Anda tidak memberontak melawan Allah dan Anda menyerah pada perintah-Nya. Memang telah diceritakan tentang Nabi Muhammad SAW bahwa ia telah menangis untuk kematian anak-anak dan cucu-cucunya. Setelah pemakaman dan penguburan, keluarga terdekat akan berkumpul dan menerima pengunjung.

Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat untuk menyediakan makanan bagi keluarga selama beberapa hari pertama masa berkabung [biasanya tiga hari]. Umumnya, periode berkabung berlangsung selama 40 hari, tetapi tergantung pada tingkat keagamaan keluarga, periode berkabung mungkin jauh lebih singkat seperti hukum menangis saat puasa.

Menangis sudah mengacu pada air mata dari mata. Adapun ratapan, menurut para ulama ada hubungannya dengan kata-kata dan suara yang berasal dari wanita atau pria yang meratap.

Kata-kata yang dimaksud di sini adalah pujian, mencantumkan sifat-sifat baiknya, keingintahuan nyanyian wanita yang terkenal ketika mereka meratap dan meratapi, berteriak dan tindakan terkenal lainnya yang dilakukan oleh perempuan yang menangis. Beberapa fuqaha mengatakan bahwa ini berlaku jika ada juga yang menangis, dan yang lain mengatakan bahwa itu tidak harus disertai dengan menangis; melainkan terhubung dengan tindakan ratapan yang disebutkan di atas.

Semua yang bernyawa pasti akan mati. Karena hidup sesungguhnya, menunggu giliran kapan kita kembali kepada sang pencipta Allah Subhanahu wa ta’ala. Namun, ketika mendengar kematian , tak sedikit di antara kita yang menangisi kepergiannya. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Lantas, apakah menangisi jenazah atau orang yang meninggal diperbolehkan?

Baca juga: Menangislah Saat Berdoa!

Dalam kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab ‘Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin,’ yang digelar kanal dakwah Rodja, Ustadz Mubarak Bamualim Lc, MHI menjelaskan, menangisi mayit atau seseorang yang sudah meninggal itu diperbolehkan. Akan tetapi, hal yang tidak boleh kita lakukan adalah meratapinya . Masudnya, berlebihan dalam menangis, tak rela dengan keputusan Allah Subhanahu wa ta’ala.

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan,

أمَّا النِّيَاحَةُ فَحَرَامٌ، وَسَيَأتِي فِيهَا بَابٌ فِي كِتابِ النَّهْيِ، إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى.

“Adapun niyahah [meratapi mayat] dengan mengucapkan kalimat-kalimat ketika menangisi mayat itu, hukumnya adalah haram. Dan nanti akan dibahas satu bab tertentu dalam dalam kitab tentang kumpulan larangan-larangan, insyaAllahu Ta’ala.”

Baca juga: Doa Agar Bisa Menahan Amarah Selama Berpuasa

وَأمَّا البُكَاءُ فَجَاءتْ أحَادِيثُ بِالنَّهْيِ عَنْهُ، وَأنَّ المَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أهْلِهِ، وَهِيَ مُتَأَوَّلَةٌ ومَحْمُولَةٌ عَلَى مَنْ أوْصَى بِهِ، وَالنَّهْيُ إنَّمَا هُوَ عَن البُكَاءِ الَّذِي فِيهِ نَدْبٌ، أَوْ نِيَاحَةٌ،

“Adapun menangisi jenazah, banyak hadits yang datang dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam melarang menangis. Dan bahwasanya satu mayat diadzab lantaran tangisan keluarganya. Larangan tersebut tentu dibawa kepada makna seseorang mewasiatkan agar kalau dia meninggal supaya ditangisi. Sedangkan yang dimaksud dengan larangan di sini adalah larangan yang disertai dengan nadb atau niyahah.”

“Nadb yaitu seseorang menyebutkkan kebaikan-kebaikan dan kedudukan mayit ketika menangisi. Sedangkan niyahah yaitu menangisi mayat dengan mengungkapkan perasaan yang ada dalam diri seseorang dan dengan suara yang keras,”urai Ustadz Mubarak.

Baca juga: Lebih Dermawan di Bulan Ramadhan

Intinya adalah meratapi mayat hukumnya adalah haram. Tetapi seseorang menangis karena dia ditinggal mati oleh keluarganya, maka ini hal yang dibolehkan, dengan syarat tanpa mengeluarkan kalimat-kalimat yang menunjukkan tidak ridha kepada takdir Allah.

Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menangis tanpa ratapan ketika ada yang meninggal, ada sejumlah hadis dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya:

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pernah menjenguk Sa’ad bin Ubadah ketika sakit. Yang menyertai beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam ketika menjenguk di antaranya adalah Aburrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhum.

Baca juga: Gempa 4,6 SR, Warga Gunungkidul Sempat Kaget

Setelah sampai, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam pun menangis. Ketika yang hadir di situ melihat tangisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, maka mereka pun menangis. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun bersabda:

ألاَ تَسْمَعُونَ؟ إنَّ الله لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ العَينِ، وَلاَ بِحُزنِ القَلبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهذَا أَوْ يَرْحَمُ. وَأشَارَ إِلَى لِسَانِهِ.

“Dengarkan, sesungguhnya Allah tidak mengadzab orang yang meninggal itu lantaran tetesan air mata, dan Allah pun tidak mengadzab jenazah lantaran hati yang sedih, akan tetapi Allah mengadzab atau merahmati mayat tersebut lantaran ini [lisan].” Dan beliau memberi isyarat pada lisannya. [Muttafaqun ‘alaih]

Menurut Ustadz Mubarak, yang juga Ketua STAI Ali bin Abi Thalib Surabaya tersebut, hadis ini menjelaskan kepada kita tentang perilaku dan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, Sayyidul Mursalin, Imamul Muttaqin. Bagaimana belia sebagai seorang Rasul, seorang Nabi, seorang pemimpin kaum muslimin, beliau memberikan kepada kita contoh dengan menjenguk Sa’ad bin Ubadah, salah seorang sahabatnya yang mulia, ketika sakit.

Berdosakah menangisi orang yang sudah meninggal?

Menurut ulama ternama Sayyid Sabiq, ulama bersepakat bahwa menangisi jenazah diperbolehkan asal tak disertai jeritan dan ratapan. Ia menjelaskan, dalam sebuah hadis, Rasulullah mengatakan, sesungguhnya Allah SWT tidak menyiksa karena tetesan air mata dan bukan karena kesedihan hati.

Apakah orang meninggal boleh di tangisi?

Buya Yahya menjelaskan jika sesungguhnya menangis sedih karena ada anggota keluarga yang meninggal tidak dilarang. Hanya saja jika menangis karena menentang atau takdir Allah, hal itu yang bisa menimbulkan dosa.

Apakah mayat disiksa karena tangisan keluarga?

ia bersabda: seorang mayit akan disiksa dengan sebab tangisan orang yang masih hidup. [H.R al-Baihaqi No. 7416]. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[QS. 6:164] [QS. 17:15] [QS. 35:18] [QS. 39:7].

Kenapa orang yang sudah meninggal tidak boleh terkena air mata?

RADARBANGSA.COM - Ada sebuah kepercayaan mengenai air mata tangisan keluarga yang ditinggalkan tidak boleh mengenai jenazah karena tangisan tersebut akan menambah beban azab kubur almarhum/almarhumah di alam barzah.

Bài mới nhất

Chủ Đề