Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatasi hiperinflasi pada awal kemerdekaan?

Bagikan

Kondisi ekonomi yang ditandai oleh naiknya harga barang dengan cepat dan menurunnya daya beli; hal itu mengancam stabilitas ekonomi dan kemampuan untuk membayar kembali utang luar negeri; istilah ini sering dipakai jika harga barang konsumsi naik lebih dari 50% per bulan, terutama di negara berkembang [hyperinflaflorr runaway inflation].

Otoritas Jasa Keuangan

Hiperinflasi, dalam ilmu ekonomi, adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis. Secara formal, hiperinflasi terjadi jika tingkat inflasi lebih dari 50% dalam satu bulan.

Wikipedia

Hiperinflasi adalah inflasi yang tidak terkendali, dimana terjadi lonjakan harga yang terjadi secara cepat dan tiba-tiba, tanpa adanya kenaikan pendapatan secara umum, sehingga jumlah uang yang beredar terlalu banyak, namun nilai mata uang turun secara drastis. Kondisi hiperinflasi terjadi apabila tingkat inflasi lebih dari 50%, bahkan mencapai 100% dalam sebulan.

  • Perang – Negara yang sedang berperang menghabiskan dana yang sangat besar, untuk pengadaan senjata dan alat-alat pertempuran, serta kompensasi terhadap jasa para pejuang. Pemerintah juga cenderung kurang fokus pada perekonomian negara, dan produktivitas akan menurun. Hal tersebut berdampak pada pendapatan nasional yang juga akan menurun.
  • Kondisi Sosial Politik yang Memanas – Memanasnya kondisi sosial politik yang berlangsung berkepanjangan akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi, karena proses produksi tidak maksimal sehingga tingkat atau volume produksi menurun. Hal tersebut berdampak pada rendahnya pendapatan nasional.
  • Depresi Ekonomi – Defisit anggaran pemerintah yang diatasi oleh pemerintah dengan mencetak uang baru akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat semakin banyak sehingga memicu terjadinya hiperinflasi. Tingkat harga mengalami kenaikan, namun nilai uang mengalami penurunan. Masyarakat memiliki banyak uang, tetapi justru daya belinya menurun, sebab nilai uang yang dimiliki tak sesuai dengan tingkat harga komoditas yang ada di negara tersebut.

Hiperinflasi terjadi di Indonesia pada akhir masa Orde Lama di tahun 1963-1965. Presiden RI Soekarno yang memiliki proyek pembangunan mencetak Rupiah untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah hingga inflasi mencapai 600%. Pendapatan per kapita Indonesia menurun secara signifikan [terutama pada tahun 1962-1963]. Sehingga tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan pemotongan nilai rupiah [Sanering] dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah. 

di Keadaan Indonesia di awal kemerdekaan bisa dibilang sangat kurang dan jauh dari kata mapan. Pasalnya, kerusuhan dan berbagai insiden peperangan serta baku tembak masih sering terjadi. Hal ini dikarenakan masih ada kekuatan asing yang tidak ingin melihat Indonesia merdeka.

Adapun sektor yang fokus diperbaiki oleh pemerintah untuk menstabilkan keadaan Republik Indonesia di awal kemerdekaan adalah bidang politik dan bidang ekonomi. Dimana, banyak permasalahan di bidang politik dan ekonomi yang menghambat keadaan Indonesia menjadi lebih baik di awal kemerdekaan, sehingga pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menstabilkan keadaan NKRI.

Kehidupan Politik

Kehidupan politik pada masa awal proklamasi ditandai dengan pembentukan berbagai badan/lembaga kelengkapan negara seperti BPUKI yang didirikan pada 28 Mei 1945 dengan diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat. BPUPKI sendiri berhasil menyelenggarakan 2 kali sidang, dimana sidang pertama pada 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 yang berhasil menyusun keputusan akhir mengenai dasar negara Indonesia merdeka.

Sidang kedua, pada 22 Juni 1945 dan berhasil menyusun piagam Jakarta [Pancasila]. Kemudian mengadakan sidang kembali pada 10-11 Juli 1945 dan menghasilkan persetujuan atas isi preambule [pembukaan UUD 1945] yang diambil dari Piagam Jakarta.

Pada 7 Agustus 1945 BUPKI dibubarkan dan digantikan oleh PPKI, dimana tugas utamanya adalah pembentukan BKNIP yang bertugas membantu presiden. Kondisi politik Indonesia mulai mengalami perubahan ketika BKNIP mengajukan usul kepada Presiden, dimana Menteri bertanggung jawab kepada BKNIP bukan kepada Presiden maka lahirlah sistem parlementer dengan cabinet syahrir sebagai cabinet pertama.

[Baca juga: Mengintip Kehidupan Bangsa Indonesia Pada Awal Kemerdekaan]

Perubahan ini kemudian memicu lahirnya partai politik yang memiliki berbagai landasan. Misalnya PNI berhaluan nasionalis, PKI beraliran komunis, partai Murba, Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi. Munculnya multipartai mengakibatkan cabinet di Indonesia pada masa awal demokrasi mengalami kondisi labil dimana 1 kabinet hanya dapat bertahan antara 1-2 tahun.

Kehidupan Ekonomi

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa awal proklamasi mengalami kekacauan yang mengakibatkan perekonomian nasional tidak stabil. Padahal perekonomian merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada berbagai permasalahan yang menghantui perekonomian Indonesia yaitu hiperinflasi, blokade ekonomi, dan kekosongan kas negara.

Ketika Indonesia mengalami blokade ekonomi oleh belanda, pemerintah berusaha menembus blokade tersebut dengan berbagai cara seperti diplomasi beras ke India dan mengadakan hubungan dagang langsung ke luar negeri. Selain berusaha menembus blokade ekonomi, pemerintah juga berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dialami dengan berbagai cara, misalnya :

  • Memberlakukan Oeang Republik Indonesia [ORI] mulai tahun 1946 menggantikan mata uang Jepang yang telah dipakai sejak tahun 1942.
  • Mendirikan Bank Negara Indonesia [BNI 46] sebagai Bank Sirkulasi pada 1 November 1946.
  • Melakukan pinjaman lunak sebesar Rp.1.000.000.000 atas persetujuan BP-KNIP yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman.
  • Membuka Indonesia Office [Indoff] di Singapura sejak tahun 1947 sebagai perwakilan dagang resmi di Singapura.
  • Mengadakan hubungan dagang dengan pengusaha Amerika Serikat yang dirintis oleh Badan Semi Pemerintah di bawah Dr, Soemitro Djojohadikusumo.

Sayangnya, langkah-langkah tersebut belum cukup membuahkan hasil untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. hingga pada Februari 1946 pemerintah melaksanakan konfrensi ekonomi yang membahas mengenai peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan, masalah sandang, dan penataan administrasi perkebunan milik asing. Selain konfrensi ekonomi, di masa awal kemerdekaan pemerintah juga meluncurkan berbagai kebijakan seperti :

  • Kasimo Plan, merupakan usulan dari J Kasimo [Menteri Persediaan Makanan Rakyat] yang berisi anjuran kepada masyarakat untuk memperbanyaak kebun bibit dan padi unggul, penyembelihan hewan pertanian dicegah, serta tanah ksoong harus ditanami.
  • Planning Board [Badan Perencana Ekonomi] yang didirikan 19 Januari 1947 atas usulan dr. A. K.Gani [Menteri Kemakmuran] yang bertugas menyusun rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2-3 tahun yang akhirnya disepakati sebagai Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
  • Pinjaman Nasional, merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Surachman [Menteri Keuangan] dengan persetujuan BP-KNIP untuk penyaluran pinjaman nasional guna menarik kepercayaan masyarakat.
  • Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang [Rera], merupakan program yang bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi selain meningkatkan efisiensi.
  • Persatuan Tenaga Ekonomi [PTE] merupakan organisasi yang dipimpin oleh BR.Motik dan bertujuan untuk menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta agar perusahaan swasta dapat memperkuat ekonomi nasional dan melenyapkan individualisasi di kalangan organisasi pedagang sehingga dapat memperkokoh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia.

Faktor penyebab hiperinflasi saat ini kemungkinan besar karena depresi ekonomi.

Selasa , 26 Oct 2021, 08:26 WIB

dok. Pribadi

Murniati Mukhlisin, Rektor Institut Agama Islam Tazkia/Pendiri Sakinah Finance

Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Murniati Mukhlisin, Rektor Institut Agama Islam Tazkia/Pendiri Sakinah Finance

Ratih, Alumni Sakinah Finance pagi-pagi mengajak diskusi tentang hiperinflasi. Entahlah mengapa tiba-tiba dia memikirkan topik itu tapi yang jelas topik ini makin hangat di media dikarenakan mencuitnya berita bahwa Amerika Serikat dan seluruh dunia akan segera mengalami hiperinflasi.

Apa itu hiperinflasi? 

Hiperinflasi adalah inflasi yang tidak terkendali, kondisi ketika harga-harga naik begitu cepat dan nilai uang menurun drastis karena tidak dibarengi dengan naiknya pendapatan. Hal ini terjadi kadang di luar kendali yang  dalam perekonomian suatu negara. Tanda pertama terjadinya hiperinflasi adalah jika tingkat inflasi lebih dari 50 persen dalam satu bulan bahkan bisa sampai dengan 100 persen lebih. 

Faktor penyebab hiperinflasi saat ini kemungkinan besar karena depresi ekonomi yang disulut dari pertumbuhan ekonomi negatif saat pandemi. Di mana - mana ketika inflasi atau hiperinflasi terjadi baik rendah maupun tinggi, rakyat kecil yang akan merasakannya terlebih dahulu karena daya beli mereka tambah lemah. Biasanya dimulai dengan biaya transportasi naik, disusul oleh harga barang lokal termasuk barang impor naik.

Solusinya?

Solusi mengatasi hiperinflasi adalah dengan cara bekerjasama antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah melalui kebijakan fiskal misalnya dengan menurunkan belanja negara. Dari sisi non-moneter dan no-fiskal, pemerintah juga dapat memberikan stimulus kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah [UMKM] di negeri ini untuk meningkatkan hasil produksi, menyesuaikan Upah Minimum Regional [UMR], serta melakukan pengawasan harga dan peredaran barang di masyarakat.

Tugas rakyat sebagai pelaku UMKM adalah pertama: menggunakan barang baku dari dalam negeri, memperkerja penduduk lokal serta meningkatkan kualitas produksi sehingga dapat lebih diterima oleh masyarakat sendiri. Promosi produk halal dengan mencantumkan sertifikasi halal juga sangat bermanfaat bagi para pelaku UMKM. Hal ini untuk mengurangi belanja barang impor yang sehingga uang hanya beredar di dalam negeri.

Kedua: karena faktor lain adalah  rendahnya nilai mata uang disusul dengan kenaikan pendapatan yang tidak seimbang, maka rakyat juga perlu membuat pengaturan belanja rumah tangga yang lebih baik. Memilih dan memilah apa yang diperlukan [kebutuhan, primer, didahulukan] dan apa yang diinginkan [impian, sekunder atau tersier, dibelakangkan]. Ketiga: melejitnya “cryptocurrency” dengan hasil menambang mungkin dapat memicu hiperinflasi sehingga rakyat perlu mengkaji tentang batas kenormalan serta nilai - nilai syariah dalam praktiknya.

Apakah Indonesia akan mengalami hiperinflasi?

Badan Pusat Statistik [BPS] melaporkan bahwa tingkat inflasi Januari–Mei 2021 adalah sebesar 0,90 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun [Mei 2021 terhadap Mei 2020] adalah sebesar 1,68 persen.

Hal tersebut bukan merupakan ciri hiperinflasi. Menteri Keuangan juga mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ketiga 2021 ini mengalami kenaikan menjadi positif 4,3 persen yang berarti Indonesia sudah keluar dari depresi ekonomi 2020-2021.

Namun, dengan berita yang disinyalir akan adanya hiperinflasi di Amerika Serikat, Indonesia bisa saja mengalami imbasnya [imported hyperinflation]. Hal ini karena hubungan bilateral termasuk perjanjian perdagangan di kedua negara. 

Tentu saja kita harapkan pemerintah dan rakyat dapat bekerjasama dalam mengatasinya juga belajar dari pengalaman dahulu. Pengalaman hiperinflasi bagi Indonesia adalah ketika  di awal kemerdekaan sebesar 100 persen karena diberlakukannya blokade dagang Belanda. Selanjutnya tahun 1966 sebesar 635 persen yang disebabkan oleh kekacauan politik di masa itu.

Bagaimana perspektif Islam dalam penentuan harga?

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menjawab tentang penentuan harga yang dijawab oleh beliau:  “Allah adalah Dzat yang mencabut dan memberi sesuatu, Dzat yang memberi rezeki dan penentu harga” [HR. Abu Daud]. Menurut Effendi [2021], dapat disimpulkan bahwa pada waktu terjadi kenaikan harga Rasulullah SAW meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat.

Oleh sebab itu, sesuatu yang bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Di lain pihak Rasul juga meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama [sifat darurat]. Ternyata hadits ini yang menginsipirasi Adam Smith dengan teorinya “Invisible Hand” di dalam buku yang ditulisnya dengan judul “The Wealth of Nations” dipublikasikan tahun 1776. Adam Smith dikenal sebagai tokoh filsafat dan ekonomi termasuk politik yang hari ini patungnya diabadikan di dalam pelataran kampus University of Glasgow, Skotlandia, UK. 

Kita tentu saja bisa belajar dari Yahya bin Umar yang bicara soal harga pasar dalam kitabnya Ahkam al-Suq. Yahya bin Umar hidup di abad 3 hijriyah bermazhab Maliki dengan nama lengkap Abu Bakar Yahya bin Umar Yusuf Al-kannani Al-andalusi, besar di Kordova Spanyol. Kitab beliau yang satu ini mengurai pembahasan masalah ekonomi yaitu tentang hukum-hukum pasar, contohnya tentang ta’sir [penetapan harga]. Menarik bukan? Mari kita belajar lagi. 

Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề