Bagaimana kehidupan sosial budaya penduduk di daerah pantai?

Kebudayaan Masyarakat Nelayan

Oleh: Kusnadi

Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir secara keseluruhan [Ginkel, 2007]. Baik nelayan, petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan kelompok-kelompok sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan.

Dalam tulisan ini, saya memahami konstruksi masyarakat nelayan dengan mengacu pada  konteks pemikiran di atas, yaitu suatu konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya dipengaruhi secara signifikan oleh eksistensi kelompok –kelompok sosial yang kelangsungan hidupnya bergantung pada usaha pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir.  Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial, masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan, dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan.

Bagi masyarakat  nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa  yang terjadi di lingkungannya [Keesing, 1989:68-69]. Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival masyarakat atau penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati secara sosial [Kluckhon, 1984:85, 91].

Perspektif antropologis untuk memahami eksistensi suatu masyarakat bertitik tolak dan berorientasi pada hasil hubungan dialektika antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Karena itu, dalam beragam lingkungan yang melingkupi kehidupan manusia,  satuan sosial yang terbentuk melalui proses demikian akan menmpilkan karakteristik budaya yang berbeda-beda.  Dengan demikian, sebagai upaya memahami masyarakat nelayan, khususnya di Provinsi Jawa Tengah, berikut ini akan dideskripsikan beberapa aspek antropologis yang dipandang penting sebagai pembangun identitas kebudayaan masyarakat nelayan, seperti sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola eksploitasi sumber daya perikanan, dan kepemimpinan sosial.

Selengkapnya download file pdf berikut ini: Budaya_Masyarakat_Nelayan-Kusnadi

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 12 are not shown in this preview.

Indonesia dikenal sebagai bangsa maritim yang memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai lebih 81.000 km. dari 67.439 desa di Indonesia, kurang lebih 9.261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Di samping sebagai Negara Maritim Indonesia juga merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau. Hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat tinggal dan menempati daerah sekitar wilayah pesisir dan menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Sedangkan potensi lestari sumber daya perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,40 juta ton per tahun. Dari potensi tersebut, jumlah tangkap yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari potensi lestari. Masyarakat nelayan haraus menggali dan mengembangkan berbagai potensi sosial budaya yang dimiliki dan berakar kuat dalam struktur sosial mereka, seperti pranata-pranata atau kelembagaan yang ada, jaringan sosial, dan sebagainya, sehingga masyarakat nelayan bisa keluar dari kemiskinan struktural. Penelitian ini bertujuan [1] Untuk mengetahui kondisi kehidupan ekonomi [kerja, pemasaran, pinjaman modal, pendapatan] masyarakat nelayan di Desa Pangerungan Besar Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep, [2] Untuk mengetahui pola sosial budaya masyarakat nelayan [interaksi sosial, fenomena sosial, kepercayaan atau adat yang di yakini, persepsi masyarakat tentang budaya yang ada].Penelitian ini dilakukan di Desa Pangerungan Besar Kecamatan Sapeken Kabupaten Sumenep Madura. Motede penentuan daerah ini di lakukan secara sengaja [purposive] Motede yang digunakana dalam penelitian ini yaitu dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pola kerja masyarakat nelayan Desa Pangerungan Besar di dalam melaut atau mencari ikan bervariasi, ada yang mencari ikan atau melaut hanya satu hari, satu minggu dan satu bulan. Namun para nelayan yang melaut kebanyakan satu minggu. Para nelayan umumnya turun kelaut sekitar jam 6 pagi. Nelayan Pangerungan Besar di dalam menangkap ikan meng gunakan tiga macam alat tangkap yang masih di anggap ekonomis oleh para nelaya. Ketiga alat tangkap itu terdiri dari pancing, jaring dan rawe. Ketiga alat tangkap ini di pergunakan sesuai dengan spesialis ikan akan di tangkap. Jenis ikan yang diperoleh oleh para nelayan antara lain, layang, kakap, kerapu dan hiu yang di ambil siripnya. Harga ikan untuk kakap Rp. 40.000/kg, kerapu Rp. 45.000/kg sirip hiu Rp. 150.000/kg dan ikan layang yang untuk konsumsi masyarakat sekitar Rp. 2500/kg. Pendapatan Bersih para nelayan sekitar Rp. 50.000 sampai Rp. 70.000 per minggu. Nelayan di dalam memasarkan ikannya tidak menggunakan perantara tengkulak, mereka kebanyakan langsung menjual sendiri ke gudang yang telah lama menjadi mitra kerja para nelayan. Gudang yang menampung ikan hasil tangkapan para nelayan Pangerungan Besar juga bermitra dengan PT. Larosso dan PT. Mitra Jaya yang ada di Surabaya dan Banyuwangi. Kedua PT. ini nanti yang mengekspor ikan tersebut ke Thailand dan Singapura. Gudang yang ada di Pangerungan Besar mengirim ikan ke pada dua PT mitranya rata-rata 2 sampai 2,5 ton/ satu kali kirim atau berlayar.Modal merupakan salah satu hal penting di dalam melakukan aktifitas usaha. Modal pinjaman dari pihak swasta yang selama ini masih kurang dan jumlahnya juga sedikit. Sedangkan modal pinjaman dari pihak pemerintah daerah maupun pusat belum ada sama sekali. Pinjaman modal yang di peroleh nelayan dari pihak swasta tidak di kenai bunga, dengan sistim setoran cicilan sebesar Rp. 500.000/bulan.

Kondisi sosial dan budaya masyarakat Desa Pangerungan Besar saat ini sudah berjalan dengan baik. Walaupun ada dua suku yang menjadi penduduk Desa Pangerungan Besar yaitu suku Mandar yang berasal dari Sulawesi dan Suku Bajo? yang artinya Laut namum mereka sudah bisa hidup rukun. Interaksi kedua suku ini sudah sejak tahun 1975 sudah berjalan dengan baik. Perbedaan suku bukan masalah lagi bagi masyarakat di dalam membina kerukukan dan melakukan aktifitas sosial masyarakat.Kepercayaan atau adat yang masih berkembang di tengah masyarakat Pangerungan Besar yaitu, melepas makanan ke tengan laut beserta parahu kecil setiap ada penduduk yang kerasupan jin, selain itu yaitu adat sundrang di mana seorang laki-laki membeli seorang wanita pada saat pernikahan dengan harga yang sudah di sepakati kedua belah pihak. Kedua adat atau kepercayaan ini masih tetap di lestarikan dan tetap di jaga serta antosias masyarakat juga cukup besar.

Keyword : Kehidupan sosial; budaya; ekonomi; nelayan

Link terkait : //skripsi.umm.ac.id/files/disk1/47/jiptummpp-gdl-s1-2005-zainifajri-2308-Pendahul-n.pdf

Page 2

Penulis / NIM

HERMANTO SULEMAN / 121410091

Program Studi

S1 - PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Pembimbing 1 / NIDN

Dr ABDUL HAMID ISA, M.Pd / 0012056006

Pembimbing 2 / NIDN

Dr. H. RUSDIN DJIBU, M.Pd / 0027046409

Abstrak

Hermanto Suleman. 2012. Deskripsi Kehidupan Sosial Budaya Nelayan Pesisir Pantai di Desa Tontayuo Kabupaten Gorontalo. Skripsi Jurusan PLS Universitas Negeri Gorontalo, dibimbing oleh Dr. H. Abd. Hamid Isa, M.Pd dan Dr. H. Rusdin Djibu, M.Pd Penelitian ini bertolak dari permasalahan yang dihadapi oleh nelayan pesisir di Desa Tontayuo Kecamatan Batudaa Pantai. berkaitan dengan aspek sosial dan budaya yang berlaku di dalam masyarakat. Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan kehidupan sosial budaya nelayan pesisir pantai.di Desa Tontayuo Kecamatan Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo. Metode penelitian adalah deskriptif, dan jenis penelitian adalah kualitatif. Dalam mengumpulkan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan teknik dokumentasi. Informan penelitian terdiri dari nelayan pesisir, tokoh masyarakat dan kepala desa Tontayuo Kecamatan Batudaa Pantai Kabupaten Gorontalo. Hasil penelitian dan pembahasan temuan menunjukkan bahwa kehidupan sosial budaya masyarakat nelayan pesisir di Desa Tontayuo Kecamatan Batudaa Pantai berlangsung dengan baik dan normal seperti masyarakat pada umumnya. Kehidupan sosial budaya tersebut tampak dari berbagai aspek sosial budaya, meliputi: suasana kehidupan bermasyarakat, tingkat pendidikan masyarakat, pemahaman nelayan pesisir pantai tentang kesehatan dan gizi, serta keluarga berencana, upaya nelayan pesisir pantai melestarikan bahasa dan seni yang selama ini berlaku di masyarakat, serta suasana kehidupan beragama dari nelayan pesisir. Kiranya hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi untuk menambah wawasan pembaca tentang kehidupan sosial budaya nelayan pesisir pantai di Desa Tontayuo Kabupaten Gorontalo. Kata kunci: Kehidupan sosial budaya, nelayan

Download berkas

  • Abstrak
  • Bab I : Pendahuluan
  • Bab V : Kesimpulan, Saran dan Daftar Pustaka
  • Video yang berhubungan

    Bài mới nhất

    Chủ Đề