Bahasa apakah yang dipakai orang betawi sebelum bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan

JAKARTA memiliki keragaman bahasa. Yuk kita simak berbagai macam bahasa yang sempat digunakan masyarakat Jakarta dari masa ke masa.

Dilansir dari buku Ensiklopedia Jakarta, di masa sebelum Soempah Pemoeda [1928], masyarakat Jakarta tempo doeloe sudah menggunakan bahasa Melayu, seperti yang digunakan di Sumatera dan kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Baca Juga: Cerita-Cerita di Balik Asal Usul Kawasan Condet 

Karena perbedaan bahasa yang mereka gunakan tersebut, pada awalnya Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis atau suku bangsa yang berbeda dengan etnis Melayu dan menyebutnya sebagai orang Betawi [turunan dari kata Batavia].

Walaupun demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang tetap dipertahankan dalam bahasa asli atau bahasa daerahnya seperti Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng [yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan terakhir Cideng], dan lain-lain.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Jakarta adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.

Kendati bahasa daerah juga digunakan oleh penduduk pendatang yang berasal dari daerah lain, seperti bahasa Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, dan juga bahasa Tionghoa.

Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat bertemunya berbagai suku bangsa. Namun, untuk berkomunikasi antar suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

 

Masyarakat Jakarta, khususnya kalangan anak muda, kini banyak menggunakan bahasa gaul. Bahasa gaul adalah bahasa yang muncul spontan dan merupakan campuran dari beberapa bahasa. Sebagai contoh: Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh!

Baca Juga: Menguak Sejarah Little India di Sunter Jakarta Utara 

Ungkapan gaul ini tentu merupakan campuran dari kata-kata dalam bahasa Inggris dan dialek Betawi. Pemakaian bahasa Inggris dalam kehidupan masyarakat Jakarta hanya dipakai untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan urusan bisnis.

Ada juga bahasa Mandarin [Tionghoa] yang digunakan di kalangan pebisnis, terutama di daerah Glodok dan Pasar Pagi.

[fid]

  • #Sejarah Jakarta
  • #Serba-Serbi Jakarta

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Suku betawi terbentuk sekitar abad ke-17 yang merupakan hasil campuran beberapa suku bangsa seperti Bali, Sumatera, Cina, Arab dan Portugis.

Dari latar belakang yang berbeda, mereka mencari identitas bersama dalam bentuk lingua franca Bahasa Melayu yang akhirnya terbentuk homogen secara alamiah.

Nama ‘Betawi’ berasal dari kata ‘Batavia’, nama Jakarta yang diberikan oleh Belanda pada masa penjajahan dulu.[1]

Baca: Dilaporkan karena Diduga Melecehkan Bali, Lisa Marlina Mengaku Dirinya Typo

Orang Belanda menyebutnya Suku Betawi untuk membedakan dengan Suku Sunda.

Orang Betawi telah mendominasi wilayah Jakarta dan sering disebut orang pribumi Jakarta.

Karena banyak orang asing yang masuk ke daerah Jakarta, maka banyak orang Betawi yang melakukan kawin silang dengan orang-orang tersebut.[2]

Gambang kromong betawi [www.negerikuindonesia.com]

Suku Betawi menggunakan Bahasa Betawi dengan aksen Melayu.

Bahasa ini merupakan hasil dari asimilasi budaya asli Indonesia dan budaya asing yang masuk di kawasan ini.[3]

Bahasa Betawi mendapat serapan dari beberapa bahasa, satu di antaranya adalah penyerapan kata-kata asing ke dalam Bahasa Melayu.

Baca: 5 Makanan Khas Jawa dari Surabaya hingga Pati, Dijamin Menggoyang Lidah!

Karena banyaknya pendatang ke Ibu Kota, mengakibatkan pergeseran masyarakat Betawi.

Masyarakat Betawi asli yang pindah membawa bahasa asli Betawi, sedangkan masyarakat asli Betawi yang tetap tinggal di Jakarta mengubah bahasa karena percampuran berbagai budaya yang masuk.[4]

Percampuran budaya tersebut seperti masyarakat pendatang dan etnis [Sunda, Jawa, Bali, Ambon, dll].

Baca: Bedhaya Ketawang

Maka yang terjadi saat ini terdapat perbedaan Bahasa Betawi baik pengucapannya antara Betawi Jakarta dan Betawi Bekasi.

Pada umumnya masyarakat menyebut orang Betawi Bekasi dengan sebutan Betawi Pinggiran [Betawi Ora], sedangkan yang tinggal di Jakarta disebut Betawi Pusat.[5]

Menurut logat bahasa, budaya Betawi dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu Betawi Pesisir, Betawi Tengah/Kota, Betawi Pinggir dan Betawi Udik.[1]

Rumah adat Betawi ada beberapa jenis yaitu Rumah Joglo, Panggung, Rumah Gudang dan Kebaya.

Tetapi yang termasuk resmi hanyalah Rumah Kebaya.

Rumah Kebaya memiliki ciri khas rumah adat Jakarta baik dari segi pondasi, pendopo, dinding, dan atap.

Bagian atap Rumah Kebaya dibuat dari material gendeng tanah atau anyaman daun kirai.

Baca: Tari Beksan Wanara

Pondasinya menggunakan susunan batu alam yang dibentuk menyerupai umpak.

Konstruksi kuda-kuda dan gorden rumah adat terbuat dari material kayu kecapi dan kayu gowok.

Sedangkan untuk reng dan kaso untuk dudukan atap dibuat dari bambu tali.

Warna dinding yang terbuat dari material kayu biasanya menggunakan warna cerah seperti hijau dan kuning.

Dinding Rumah Kebaya bisa menggunakan anyaman bambu secara keseluruhan atau setengahnya.

Daun pintu bernama jalusi, dengan ukuran lebar sehingga udara dapat masuk secara maksimal.[6]

Rumah Kebaya dibadi menjadi tiga bagian dengan filosofinya masing-masing yaitu area umum [depan], area pribadi [tengah], serta area servis [belakang].

Lantai teras dari rumah Kebaya diberi nama Gejogan sebagai simbol penghormatan untuk tamu.

Bagi masyarakat Betawi, Gejogan dianggap keramat atau sakral karena berhubungan langsung dengan tangga masuk bernama Balaksuji yang merupakan penghubung rumah dengan area luar.

Balak artinya bencana sedangkan suji berarti penyejuk.

Balaksuji dapat diartikan sebagai penyejuk yang dapat menghalangi bencana masuk ke dalam rumah.

Area ini terbagi menjadi dua bagian, Pangkend dan ruang tidur.

Pada umumnya rumah kebaya memiliki ruang tidur berjumlah empat dan kamar tamu atau Paseban dengan desain ukiran yang indah.

tolong 2-10 plssssss​

Menjaga kebersihan lingkungan bersama dimasyarakat merupakan pengamalan dari Pancasila sila … A. pertamaB. keduaC. ketigaD. ke empat​

disajikan pernyataan tentang keberagaman sosial, siswa dapat menerapkan perilaku baik yang sesuai dengan keberagaman sosial dengan benarJAWABBB CEPETT … T PLISS JANGAN NGASALL BENTAR LAGI DIKUMPULLLLLL​

Tulislah 2 sikap mensyukuri keragaman di sekitar kita

Tulislah 2 sikap mensyukuri keragaman di sekitar kita!

bantu kak secepatnya......JANGAN NGASAL......​

barang yang ditawarkan dalam iklan tersebut adalah​

memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa merupakan perwujudan persatuan dan kesatuan di​

kebudayaan nasional berasal daria. kebudayaan asing yang telah lama masuk Indonesia b. kebudayaan asing yang disesuaikan dengan kepribadian bangsa Ind … onesia c. keragaman kebudayaan daerah yang ada di Indonesia d. kebudayaan Jawa kuno yang di bawa oleh para nenek moyang​

bekerjasama dengan kebetahan dan keamanan lingkungan merupakan contoh hidup rukun di lingkungan?​

Suku Betawi adalah kelompok masyarakat atau etnis yang umumnya bermukim di Jakarta, Bogor, dan sekitarnya. Suku ini terbentuk dari percampuran suku-suku yang tinggal di Batavia atau saat ini bernama Jakarta.

Suku-suku dari berbagai asal tinggal di Batavia pada masa pendudukan kolonial Belanda sejak abad ke-17. Etnis Betawi berasal dari percampuran antar suku, bahkan antar bangsa pada masa itu.

Batavia merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan dengan penduduk yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dari berbagai daerah di tanah air. Sehingga bisa dikatakan, etnis yang disebut Betawi adalah pendatang baru.

Pada umumnya, kelompok masyarakat Betawi berasal dari perpaduan etnis seperti Sunda, Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makassar, Tionghoa, Arab, Ambon, dan India. Mereka bermigrasi dan akhirnya menetap dan berkeluarga di Batavia karena beragam alasan.

Sejarah Suku Betawi

Menurut beberapa ahli, sejarah keberadaan manusia di daerah Betawi sangat panjang.Bahkan ada pendapat jika hal tersebut telah dimulai dari masa sebelum masehi.

Menurut sejarawan Sagiman MD, masyarakat Betawi sudah ada sejak jaman neolitikum atau batu baru. Secara arkeologis ada bukti penemuan berupa alat-alat sederhana seperti kapak, pacul, beliung, dan pahat yang telah dihaluskan dan menggunakan gagang kayu.

Alat-alat ini ditemukan di daerah yang sekarang merupakan Jakarta, dan beberapa wilayah yang dilewati aliran sungai, seperti Cisadane, Ciliwung, Kali Bekasi, dan Citarum.

Dari alat-alat yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa mereka telah mengenal pertanian dan peternakan. Bahkan diperkirakan mereka telah memiliki sistem kemasyarakatan yang teratur.

2. Setelah Masehi

Pada abad ke-2, wilayah Jakarta dan sekitarnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Salakanagara yang pusatnya berada di kaki Gunung Salak, Bogor. Rakyat Salakanagara adalah penduduk asli Betawi di masa itu. Kerajaan ini telah melakukan perdagangan dengan Cina, bahkan mereka pernah mengirim utusan ke Tiongkok di tahun 432 M.

Pada abad ke-5, Kerajaan Tarumanegara berdiri di sungai Citarum. Ada yang berpendapat kerajaan ini sama dengan Salakanagara, hanya saja berpindah dari kaki Gunung Salak ke sungai Citarum. Salah satu raja Tarumanegara merupakan ahli perairan. Sehingga saat itu dibuat sistem perairan yang baik. Rakyat Tarumanegara pun telah mengenal pertanian yang menetap.

Pada masa ini, kesenian juga sudah berkembang. Di saat panen tiba, petani merayakannya dengan bernyanyi. Para petani juga telah membuat orang-orangan sawah untuk mengusir burung yang dilengkapi baju dan topi. Orang-orangan ini bahkan masih digunakan sampai sekarang.

Sebagian masyarakatnya juga bekerja sebagai nelayan. Pada masa ini, masyarakat Betawi menggunakan bahasa Kawi dan memeluk agama Hindu.

Selanjutnya pada abad ke-7, Kerajaan Sriwijaya yang beragama Buddha berkuasa dan menaklukkan Tarumanegara. Pada masa ini, berdatangan orang Melayu dari Pulau Sumatera ke Betawi. Mereka kemudian menetap di daerah pesisir.

Perlahan-lahan, bahasa pergaulan pun bergeser dari bahasa Kawi ke Melayu. Bahasa Melayu awalnya hanya digunakan di pesisir, kemudian menyebar ke Gunung Salak dan Gunung Gede.

Dalam tatanan masyarakat masa ini, keluarga dianggap sangat penting dan setiap anggota keluarga harus menjaga martabat keluarga. Ayah disebut dengan baba, babe mba, abah, atau ani. Sedangkan ibu disebut sebagai mak, dan ada pula yang menyebutnya umi atau enya’.

3. Kolonisasi Eropa

Pada tahun 1512, terjadi perjanjian antara Kerajaan Pajajaran yang diwakili Raja Surawisesa dengan bangsa Portugis. Karena perjanjian ini, Portugis diperbolehkan membentuk komunitas di Sunda Kelapa.

baca juga:  Pulau Bawah Anambas - Tempat Liburan Kelas Atas

Selanjutnya terjadi pernikahan campuran antara bangsa Portugis dengan penduduk setempat. Dari komunitas ini, lahirlah seni musik yang dikenal dengan Keroncong Tugu.

VOC kemudian menjadikan Batavia sebagai pusat niaga. Mereka membutuhkan banyak tenaga kerja untuk pertanian agar roda ekonomi di Batavia berjalan dengan lancar. VOC pun membawa budak dari Pulau Bali, yang saat itu masih menggunakan sistem kasta. Ketika Batavia sudah terbangun dan menjadi kawasan yang nyaman bagi orang Eropa, banyak pedagang dari negara lain seperti Tionghoa, Arab, dan India yang datang ke Batavia dan menetap di daerah yang berbeda-beda.

Adanya percampuran budaya di Batavia dapat dilihat dari penamaan daerah yang menunjukkan pengelompokan wilayah berdasarkan asal etnis atau penduduknya. Daerah tersebut contohnya Kampung Ambon, Kampung Makassar, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Jawa, dan Kampung Bali. Nama-nama ini beberapa di antaranya masih digunakan sampai sekarang.

Pada masa ini, Belanda melakukan sensus penduduk dan masyarakat dibedakan menjadi golongan-golongan berdasarkan daerah asal dan suku bangsanya. Namun pada sensus tahun 1893, beberapa golongan etnis tidak disebutkan lagi. Misalnya orang Melayu, Bali, Jawa, Sunda, Sulawesi Selatan, Sumbawa, Ambon, dan Banda.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena Belanda menyatukan semua suku ini dalam 1 kategori, yaitu inlander atau pribumi. Selanjutnya muncul kategori baru yang sebelumnya tidak pernah ada, yaitu orang Betawi.

Kemudian pada tahun 1923, tokoh masyarakat Betawi, Husni Thamrin, mendirikan organisasi Pemoeda Kaoem Betawi. Karena organisasi inilah masyarakat Betawi menyadari bahwa mereka adalah satu golongan sehingga rasa persatuan semakin erat.

4. Masyarakat Betawi Setelah Kemerdekaan Indonesia

Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, kaum pendatang berbondong-bondong datang ke Jakarta dengan harapan mencari penghidupan yang lebih baik. Masyarakat Betawi justru menjadi terasing dan terpinggirkan. Orang Betawi bahkan menjadi kaum minoritas dan tergusur ke pinggiran Jakarta.

Hingga saat ini proses percampuran beragam etnis dan suku bangsa masih terjadi di Jakarta. Kelompok masyarakat inilah yang nantinya akan meneruskan kelompok masyarakat Betawi.

Bahasa Betawi

Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Betawi berbeda dari bahasa yang digunakan orang Jakarta pada umumnya. Meski hampir sama karena asalnya adalah bahasa Indonesia, namun bahasa Betawi memiliki dialek yang khas.

Dialek bahasa Betawi terkesan campur-campur dikarenakan perpaduan banyak budaya dan bahasa di masa lalu. Banyak kosakata yang berasal dari bahasa Melayu, Bali, Tionghoa, Arab, dan lain-lain. Bahasa ini kemudian dinamakan bahasa Betawi yang merupakan bahasa Indonesia dengan dialek Betawi.

Kepercayaan Suku Betawi

Mayoritas populasi Suku Betawi adalah pemeluk agama Islam. Namun ada juga yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik, meski jumlahnya sangat sedikit.

Mereka yang memeluk agama Kristen menyatakan bahwa mereka adalah keturunan bangsa Portugis dari abad ke-16 yang tinggal di Sunda Kelapa. Saat ini, kampung tempat bangsa Portugis dulu tinggal dinamakan dengan Kampung Tugu.

Karakteristik Orang Betawi

Orang Betawi dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi, walau terkadang agak berlebihan. Mereka juga dikenal memegang nilai-nilai agama, terutama masyarakat Betawi yang beragama Islam. Ajaran agama selalu diajarkan kepada anak-anak mereka.

Selain itu, masyarakat Betawi juga menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dari adanya hubungan yang baik antara Suku Betawi dengan kaum pendatang sejak berabad-abad lalu hingga sekarang.

Tak sedikit orang yang berasumsi bahwa masyarakat Betawi jarang yang berhasil dan hanya bertahan hidup dari warisan berupa tanah, tanpa bekerja. Walaupun ada sebagian yang hidup dari peninggalan orangtua, namun banyak orang Betawi yangdianggap sangat sukses. Misalnya Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, Fauzi Bowo, dan lain-lain.

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề