Barang tambang Apa saja yang terdapat di provinsi Jawa Timur

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pulau Jawa adalah pulau yang kepadatan penduduknya paling tinggi. Salah satunya di provinsi yang saya tinggali, Jawa Timur, provinsi dengan kepadatan penduduk terbesar kedua di Indonesia, 782 orang per km2. Jika kita lihat sekilas, tidak banyak Perusahan Tambang yang beroperasi disini. Bisa dimaklumi dengan kepadatan penduduk yang besar tentu lahannya lebih banyak difungsikan sebagai tempat tinggal daripada lahan pertambangan. Mungkin selama ini kita berpikir Raja-nya Tambang di Indonesia itu Papua, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau dll, bukan Jawa. Melalui artikel ini saya coba menguak potensi besar mineral di Jawa Timur beserta realita-realita yang ada di lapangan, tentunya dengan sumber informasi yang valid, yaitu: wawancara langsung ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur [Jafar S.H. , staff bidang Pertambangan Umum dan Energi], Buku Cetakan PemProv JaTim “Pertambangan Mineral dan Batubara Provinsi Jawa Timur”, dan data-data pendukung lain yang saya dapat dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur.

Mari kita awali dengan mengupas potensi mineral-mineral yang ada. Sumatera dan Kalimantan boleh bangga dengan batubara nya, Pulau Bangka-Belitung dengan timah nya, Papua dan Nusa Tenggara dengan emas-perak-tembaga nya, Maluku dengan nikel nya. Akan tetapi Jawa Timur patut bangga dengan potensi tambangnya sendiri, sebagai berikut:

1.Anda tahu PT Semen Gresik? Ini adalah BUMN yang bergerak di Industri Penghasil Semen. Perusahan ini sedang berekspansi ke luar negeri dan sedang menjalani tahap finalisasi untuk mengakuisisi perusahaan masing-masing di Myanmar dan Vietnam akhir tahun 2012 ini dengan perkiraan investasi US$ 300 juta. Darimana mineral bahan mentah semen produksi BUMN ini? Batu Gamping sebagai bahan mentah semen diambil dari daerah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Gresik, dengan cadangan total 1.259.438.298 m3.

2.Emas-Perak-Tembaga ternyata juga ada di Jawa Timur. Berdasarkan hasil kerjasama eksplorasi Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang pada tahun 2003, ditemukan potensi yang layak diperhitungkan di daerah Pacitan, Malang, Lumajang, dan Banyuwangi. Bahkan khusus di Banyuwangi cadangannya sekitar 500 ton emas.

3.Pasir Besi. Jawa Timur punya kota Lumajang dengan Cadangan Pasir Besi terluas di Indonesia dengan luas 60 ribu hektar. Kadar besi nya berkisar antara 30-40 %. WOW, besar sekali bukan?

4.Jawa Timur juga tidak perlu khawatir dalam pemenuhan kebutuhan bahan bangunan. Selain semen dan pasir besi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada:

·Ball Clay, digunakan sebagai bahan keramik, yang bisa ditemukan di Pacitan, Trenggalek, Blitar, Tuban, dan Lamongan, dengan cadangan total sebesar 31.519.886 m3

·Andesit, digunakan sebagai fondasi bangunan atau juga bisa hiasan, bisa ditemukan di Magetan, Ngawi, Madiun, Ponorogo, Pacitan, Nganjuk, Tulungagung, Mojokerto, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Situbondo, dan Banyuwangi, dengan cadangan total 99.265.267 m3

·Marmer, digunakan sebagai ornamen bangunan, bisa ditemukan di Pacitan, Tulungagung, Probolinggo, Lumajang, dan Bojonegoro, dengan cadangan total 65.959.750 m3

5.Selain yang sudah dijabarkan diatas masih ada juga mineral-mineral yang patut diperhitungkan meskipun belum secara jelas besar cadangannya, seperti mangan, iodium dan belerang.

Pak Jafar S.H. bilang bahwa banyak warga di sekitar area pertambangan yang menjadi pekerja disana. Hubungannya juga mayoritas cukup baik, ada timbal balik lah antara perusahaan, warga sekitar area pertambangan, dan pihak pemerintah sendiri. Dengan potensi tambang yang sebesar itu, bukan berarti tidak memunculkan permasalahan. Memang idealnya, disitu ada aktivitas pertambangan berarti menyerap tenaga kerja di daerah tersebut, kesimpulan idealnya semua warga disekitarnya sejahtera. Akan tetapi kenyataannya tidak begitu, Pak Jafar S.H. melanjutkan bahwa di Tuban pernah ada protes warga ke PT Semen Gresik gara-gara mereka merasa dirugikan karena akses jalan di tempat tinggal mereka rusak. Di Jombang juga pernah ada penambang di Sungai Brantas yang kapalnya dibakar gara-gara warga merasa aktivitas pertambangan di sungai itu membahayakan bangunan di sekitar sungai.

Permasalahan seperti diatas sebenarnya bisa dihindari lebih dini. Sebelum dilakukan operasi produksi, Pemerintah harus menginisiasi MoU [nota kesepahaman] antara warga sekitar dan perusahaan yang lebih detail mengenai pertanggungjawaban atas masalah yang terjadi saat penambangan berlangsung. Misal jalan rusak, jika memang itu murni dikarenakan aktivitas penambangan ya harus jadi tanggungjawab perusahaan, tetapi jika jalan yang rusak itu juga dikarenakan oleh aktivitas publik, pemerintah juga harus ikut bertanggung jawab. Tidak hanya untuk jalan, infrastruktur-infrastruktur yang lain pun juga begitu.

Pak Jafar SH juga menceritakan masalah lain, yaitu penambang liar di wilayah Perhutani. “Ini yang susah, itu sudah bukan wewenang dan hak kami mengusir mereka”, cetus beliau. Saya mendengarnya pun cukup prihatin, kenapa pihak Perhutani sampai kecolongan padahal aktivitas pertambangan tidak singkat waktunya, lama bahkan bertahun-tahun, seharusnya Perhutani tahu kalau ada penambangan liar. Seharusnya ada koordinasi antara Perhutani, Polisi Hutan, Dinas ESDM wilayah, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian. Penambangan liar sudah saatnya ditindak tegas karena akan sangat merugikan.

Masalah lain yang sebelumya timbul sejak lama adalah telalu banyaknya mineral atau bahan galian yang diekspor ke luar negeri. Sampai kadang dibilang kita menjual tanah-air sendiri. Bagaimana tidak, pasir besi di Jawa Timur contohnya, banyak diekspor ke luar negeri, disana diolah jadi perabotan logam, harga perabotan logamnya berkali-kali lipat harga pasir besi yang diekspor. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU No4 Tahun 2009, yang melarang ekspor bahan galian mentah mulai tahun 2014. Harapan pemerintah dengan dikeluarkannya UU ini, lapangan pekerjaan bertambah pada sektor pengolahan bahan galian bisa juga di Industri Material.Di Jawa Timur misalnya, kata Pak Jafar sudah ada smelter di Gresik, dan itu cukup membuka lapangan kerja. Smelter ini milik PT Smelter, perusahan pemurnian bongkahan emas-perak-tembaga kiriman dari PT Freeport di Papua dan PT Newmont di NTB.

Namun, permasalahan lain muncul akibat diberlakukannya UU No 4 Tahun 2009. Perusahaan Pertambangan justru menggenjot produksi sekaligus meningkatkan ekspornya hingga 500-800%, bijih besi contohnya ekspornya menjadi 700%. Inilah yang melatarbelakangi keluarnya Permen ESDM No 7 Tahun 2012.Permen ESDM ini berisi ketentuan kewajiban pemilik usaha pertambangan agar melakukan pengolahan terhadap 14 bahan galian yang akan diekspor ke luar negeri. Bahan galian yang dilarang ekspor dalam bentuk bahan mentah itu adalah, tembaga, emas, perak, timah, timbal, kronium, molybdenum, platinum, bauksit, bijih besi, pasir besi, nikel, mangan, dan antimon.

Permen Nomor 7 Tahun 2012 itu, selain sebagai pendukung UU Nomor 4 Tahun 2009, juga dimaksudkan untuk menjamin pasokan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian mineral-mineral di dalam negeri, dan mencegah efek buruk terhadap lingkungan akibat over eksploitatif. Pak Jafar S.H. , staff bidang Pertambangan Umum dan Energi sangat setuju dan mendukung Permen ini, beliau menilai memang sudah saatnya kita tidak ekspor-ekspor saja, mending diolah dulu, kan lumayan, nambah-nambah lapangan kerja.

Saya sendiri punya sudut pandang tersendiri terhadap Permen ESDM No 7 Tahun 2012. Permen ini memang bagus untuk menyokong UU no 4 tahun 2009, dengan harapan kekayaan Alam akan terpelihara dengan baik, tidak ada eksploitasi berlebihan, terbuka banyak lapangan kerja baru di sektor pengolahan/pemurnian bahan galian, dan pendapatan dari ekspor bertambah karena nilai barang yang diekspor tidak lagi sekedar tanah bermineral.

Namun, kebijakan ini masih menyisakan masalah menurut saya. Dengan berlakunya aturan ini memang ada lapangan kerja baru yang tersedia, tetapi jika kita telusuri lebih jauh. Begini, jika ekspor bongkahan diberhentikan, berarti aktivitas bongkar muat ekspor bongkahan akan turun drastis bahkan tidak ada. Masalah baru pun muncul, pekerja yang biasanya hidup di sektor ini tentunya akan terancam terkena PHK besar-besaran. Disinilah tantangan buat pemerintah, menurut saya solusi yang cocok adalah pemerintah menginisiasi pengalihan para pekerja dari bongkar muat di perusahaan ekspor bongkahan ke bongkar muat ekspor bahan logam olahan atau industri logam. Artinya lapangan kerja baru tetap mengakomodasi pekerja-pekerja lama dengan disamping merekrut tenaga kerja baru

Kemudian menurut saya, pemerintah boleh berkoar-koar tidak diperbolehkan ekspor bahan mentah. Itu artinya komoditas ekspor Indonesia bukan lagi barang lama yang sudah menjadi “langganan” China, India, Jepang, dll. Tentunya negara-negara yang barusan disebutkan tidak akan semudah itu menerima komoditas baru, boleh jadi mereka mencari bahan galian mentah dari luar Indonesia. Bisa dipastikan Pemerintah dituntut bekerja keras mencari pasar dagang baru di luar sana. Jika gagal mendapatkan Pasar yang baru, maka neraca perdagangan Indonesia akan defisit.

Kalau hanya diberi dua pilihan antara setuju atau tidak, saya cenderung setuju dengan Permen ESDM No 7 Tahun 2012 untuk menyokong UU No 4 tahun 2009. Namun banyak catatan yang masih harus dicermati oleh pemerintah jika ingin membuat potensi alam benar-benar mensejahterakan rakyat Indonesia. Potensi sudah tersedia, tidak hanya di Jawa Timur, Jawa lainnya, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan pulau lainnya juga ada. Sekarang tinggal bagaimana Pemerintah dengan dukungan penuh rakyatnya mengoptimalkan potensi sekaligus meredam masalah-masalah yang ada. Jika itu terlaksana, Pasal 33 ayat 3 UUD 45 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” bukanlah isapan jempol belaka.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề