Berapa lama vaksin covid mulai bekerja

Berapa Lama Booster Vaksin Covid-19 Bekerja pada Tubuh?

Tetapi sama seperti dua dosis lainnya, booster vaksin Covid-19 juga membutuhkan waktu untuk memberikan perlindungan terbaik.

Ni Luh Anggela - Solopos.com
Jumat, 17 Desember 2021 - 21:35 WIB

Apa itu ‘kekebalan kelompok’?‘ Kekebalan kelompok’ [herd immunity], yang juga dikenal sebagai ‘kekebalan populasi’, adalah konsep yang digunakan untuk imunisasi, di mana suatu populasi dapat terlindung dari virus tertentu jika suatu ambang cakupan imunisasi tertentu tercapai.Kekebalan kelompok tercapai dengan cara melindungi orang dari virus, bukan dengan cara memaparkan orang terhadap virus tersebut.

Vaksin melatih sistem imun kita untuk menciptakan protein yang dapat melawan penyakit, yang disebut ‘antibodi’, seperti jika kita terpapar pada suatu penyakit, tetapi perbedaan pentingnya adalah bahwa vaksin bekerja tanpa membuat kita sakit. Orang yang telah diimunisasi terlindung dari penyakit yang bersangkutan dan tidak dapat menyebarkannya, sehingga memutus rantai penularan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi laman web kami tentang COVID-19 dan vaksin.

Dalam konsep kekebalan kelompok, sebagian besar penduduk diimunisasi, sehingga menurunkan jumlah keseluruhan virus yang dapat menyebar ke seluruh populasi. Alhasil, tidak semua orang perlu diimunisasi agar terlindungi. Hal ini membantu memastikan bahwa kelompok-kelompok rentan yang tidak dapat diimunisasi tetap aman.Persentase orang yang perlu memiliki antibodi untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap suatu penyakit berbeda-beda dari satu penyakit ke penyakit lain. Sebagai contoh, untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap campak, sekitar 95% populasi harus diimunisasi. 5% penduduk lain akan terlindungi karena campak tidak akan menyebar di antara orang-orang yang diimunisasi. Untuk polio, ambangnya adalah sekitar 80%.

Mencapai kekebalan kelompok dengan vaksin yang aman dan efektif membuat penyakit semakin jarang dan menyelamatkan nyawa. Pelajari lebih lanjut tentang pengetahuan mengenai kekebalan kelompok dengan menonton atau membaca wawancara ini dengan Peneliti Kepala WHO, Dr Soumya Swaminathan.


Bagaimana sikap WHO terhadap ‘kekebalan kelompok’ sebagai suatu cara melawan COVID-19?Upaya-upaya mencapai ‘kekebalan kelompok’ melalui tindakan memaparkan orang terhadap suatu virus merupakan tindakan yang dari sisi keilmuan bermasalah dan tidak etis. Membiarkan COVID-19 menyebar di tengah penduduk, terlepas dari usia atau status kesehatan akan mengakibatkan infeksi, penderitaan, dan kematian yang tidak seharusnya terjadi.Sebagian besar penduduk di kebanyakan negara tetap rentan terhadap virus ini. Survei seroprevalensi mengindikasikan bahwa di sebagian besar negara, penduduk yang telah terinfeksi COVID-19 masih berjumlah di bawah 10%.Kita masih mempelajari kekebalan terhadap COVID-19. Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami respons imun dalam beberapa minggu pertama setelah terjadinya infeksi, tetapi kita belum dapat memastikan seberapa kuat atau bertahan lama respons imun tersebut, atau perbedaan respons imun dari satu orang ke orang lain. Terdapat juga laporan orang-orang yang terinfeksi COVID-19 untuk kedua kalinya.Sebelum kita lebih memahami kekebalan COVID-19, tidak mungkin untuk kita mengetahui berapa banyak penduduk yang kebal dan seberapa lama kekebalan tersebut bertahan, apalagi memprediksi masa depan. Tantangan-tantangan ini seharusnya menutup kemungkinan rencana upaya meningkatkan kekebalan di suatu populasi dengan cara membiarkan orang terinfeksi.Meskipun orang lanjut usia dan orang yang memiliki gangguan-gangguan penyerta merupakan orang-orang yang paling berisiko mengalami penyakit parah dan kematian, mereka bukanlah satu-satunya kelompok yang berisiko.Terakhir, meskipun sebagian besar orang yang terinfeksi mengalami penyakit COVID-19 yang ringan atau sedang, banyak orang menjadi sakit serius dan harus dirawat di rumah sakit. Kita baru mulai memahami dampak kesehatan jangka panjang pada orang-orang yang telah mengalami COVID-19, termasuk apa yang dideskripsikan dengan ‘COVID berkepanjangan.’ WHO bekerja dengan tenaga-tenaga klinis dan pasien dari berbagai kelompok untuk lebih memahami efek jangka panjang COVID-19.

Rangkuman sikap WHO dapat dibaca di sambutan pembuka Direktur Jenderal di briefing COVID-19 12 Oktober.


Apa yang kita ketahui tentang kekebalan terhadap COVID-19?Sebagian besar orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami respons imun dalam beberapa minggu pertama setelah terjadinya infeksi.Seberapa kuatnya dan berapa lama bertahannya perlindungan tersebut masih diteliti. WHO juga mendalami apakah terdapat hubungan antara kekuatan dan lama respons imun dan jenis infeksi yang dialami seseorang: tanpa gejala [‘asimtomatik’], ringan, atau berat. Bahkan orang yang tidak mengalami gejala tampaknya mengalami respons imun.Data dari penelitian-penelitian seroprevalensi dari seluruh dunia mengindikasikan bahwa kurang dari 10% subjek penelitian pernah mengalami infeksi, yang berarti bahwa sebagian sangat besar penduduk dunia masih rentan terhadap virus ini.Dalam hal jenis coronavirus lain – seperti batuk pilek, SARS-CoV-1, dan Middle East Respiratory Syndrome [MERS] – kekebalan menurun dari waktu ke waktu, seperti penyakit-penyakit lain. Meskipun orang yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 mendapatkan antibodi dan kekebalan, kita masih belum tahu seberapa lama antibodi dan kekebalan tersebut bertahan.

Simak pembicaraan ini dengan Dr Mike Ryan dan Dr Maria Van Kerkhove untuk mendapatkan lebih banyak informasi mengenai kekebalan.


Bagaimana sikap WHO terhadap ‘karantina wilayah’ sebagai suatu cara melawan COVID-19?Langkah-langkah penjagaan jarak fisik dan pembatasan pergerakan berskala besar, yang sering disebut dengan ‘karantina wilayah’ [lockdown], dapat memperlambat penyebaran COVID-19 dengan cara membatasi kontak antara orang-orang.Namun, langkah-langkah ini memiliki dampak negatif yang besar pada individu, komunitas, dan masyarakat karena menghentikan hampir semua kegiatan sosial dan ekonomi. Langkah-langkah seperti ini dapat berdampak lebih besar pada kelompok-kelompok yang kurang beruntung, termasuk orang-orang yang berada dalam kemiskinan, migran, pengungsi, dan pengungsi dalam negeri, yang umumnya tinggal di tempat yang terlalu padat dan kekurangan sumber daya, serta menggantungkan nafkahnya pada pekerjaan kasar sehari-hari.WHO menyadari bahwa pada titik-titik tertentu, beberapa negara tidak memiliki pilihan selain mengeluarkan perintah untuk tetap di rumah dan langkah-langkah lain untuk mengulur waktu.Pemerintah-pemerintah harus memanfaatkan semaksimal mungkin waktu tambahan yang diberikan oleh langkah-langkah ‘karantina wilayah’ dengan cara melakukan segala sesuatu yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan kapasitas mendeteksi, mengisolasi, melakukan pengetesan, dan merawat semua kasus; melacak dan mengarantina semua kontak; melibatkan, memberdayakan, dan memampukan penduduk untuk mendorong respons masyarakat, dan lain-lain.

WHO berharap negara-negara akan menggunakan intervensi terarah di mana dan sewaktu dibutuhkan, berdasarkan situasi setempat.



Saat memasuki tubuh kita, patogen atau penyakit baru membawa antigen baru. Tubuh kita perlu membuat antibodi spesifik untuk setiap antigen baru yang dapat menempel pada antigen dan mengalahkan patogennya.


Sebagian vaksin memerlukan beberapa dosis yang diberikan dengan jarak mingguan atau bulanan. Terkadang waktu ini diperlukan untuk memungkinkan produksi antibodi yang bertahan lama dan perkembangan sel pengingat. Dengan demikian, tubuh dilatih untuk melawan organisme yang menyebabkan penyakit itu, sambil mengingat patogen tersebut untuk segera melawannya jika dan saat terpapar lagi di masa depan.

Saat seseorang divaksinasi, orang tersebut sangat mungkin terlindungi dari penyakit yang disasar. Tetapi tidak semua orang bisa divaksinasi. Orang-orang dengan kondisi kesehatan penyerta yang memperlemah sistem imun mereka [seperti kanker atau HIV] atau yang memiliki alergi parah terhadap beberapa komponen vaksin mungkin tidak bisa divaksinasi dengan vaksin-vaksin tertentu. Orang-orang ini masih dapat dilindungi jika mereka tinggal di tengah orang-orang yang divaksinasi. Saat banyak orang di dalam masyarakat divaksinasi, patogen akan sulit menyebar karena sebagian besar yang dijangkitinya sudah kebal. Jadi, semakin banyak orang yang divaksinasi, semakin kecil risiko orang yang tidak bisa dilindungi oleh vaksin terpapar patogen-patogen merugikan. Keadaan ini disebut kekebalan kelompok.

Kekebalan kelompok menjadi semakin penting bagi orang-orang yang selain tidak bisa divaksinasi juga lebih rentan terhadap penyakit-penyakit yang dicegah melalui vaksinasi. Tidak ada vaksin yang memberikan perlindungan 100%, dan kekebalan kelompok tidak memberikan perlindungan penuh bagi yang tidak bisa divaksinasi dengan aman. Namun, dengan kekebalan kelompok, orang-orang ini akan mendapat perlindungan yang cukup besar, karena orang-orang di sekitarnya sudah divaksinasi.

Vaksinasi tidak hanya melindungi diri Anda, tetapi juga melindungi orang-orang di masyarakat yang tidak bisa divaksinasi. Jika bisa divaksinasi, pastikan Anda divaksinasi.

Saat suatu masyarakat divaksinasi, semua orang terlindungi, termasuk orang-orang yang tidak dapat divaksinasi akibat kondisi kesehatan penyerta. Di sepanjang sejarah, manusia telah berhasil mengembangkan vaksin-vaksin untuk sejumlah penyakit yang mengancam nyawa, seperti meningitis, tetanus, campak, dan polio.

Pada awal 1900-an, polio merupakan suatu penyakit yang tersebar di seluruh dunia dan melumpuhkan ratusan ribu orang setiap tahunnya. Hingga tahun 1950, dua vaksin yang efektif terhadap penyakit ini berhasil dikembangkan. Namun, vaksinasi di beberapa belahan dunia masih belum cukup merata untuk menghentikan penyebaran polio, terutama di Afrika. Pada tahun 1980-an, suatu upaya bersama dunia untuk memberantas polio dari planet ini dimulai. Selama bertahun-tahun dan beberapa dasawarsa, imunisasi polio, melalui kunjungan imunisasi rutin dan kampanye imunisasi massal, dijalankan di semua benua. Jutaan orang, yang sebagian besar di antaranya adalah anak-anak, telah divaksinasi, dan pada bulan Agustus 2020, Benua Afrika ditetapkan bebas polio, bersama seluruh dunia kecuali Pakistan dan Afghanistan, di mana polio masih belum diberantas.

Baca rangkaian “Penjelasan Vaksin” kami

• Bagaimana cara kerja vaksin?

• Bagaimana cara vaksin dikembangkan?

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề