Berikut ini adalah nama nama kerajaan Islam yang ada di Papua

ISLAMTODAY ID— Nusantara dari ujung barat hingga timur pada masa lalu terdiri atas kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan Islam membentang di setiap pulau-pulau seluruh Nusantara, termasuk di Papua.

Islamisasi Pulau Papua ini erat kaitannya dengan berdirinya empat kesultanan di Kepulauan Maluku, Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Para penguasa muslim di Papua rata-rata adalah raja bawahan dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Bacan.

Masjid Wertuer, Salah satu masjid bersejarah di Papua. Foto: variety-indonesia.blogspot.com

Ivan Taniputera dalam Ensiklopedi Kerajaan-kerajaan Nusantara membagi kerajaan-kerajaan Islam di Papua dalam tiga kawasan, Raja Ampat, Fak-fak dan Kaimana.

“Berbagai kerajaan tersebut merupakan wujud proses alkuturasi antara Kebudayaan Maluku dan Papua yang telah berlangsung selama berabad-abad,” ungkap Ivan.

Para penguasa muslim di Papua adalah orang-orang yang ditunjuk oleh Sultan Tidore. Mereka bertugas untuk mengawasi jalannya perniagaan dan penarikan upeti.

Pengaruh kesultanan Islam di Maluku ini berlangsung hingga akhir abad ke-19. Runtuhnya kekuasaan di Tidore membuat Papua berada di bawah kekuasaan Belanda.

Berikut ini deretan kerajaan-kerajaan Islam di Papua:

Kepulauan Raja Ampat

Pengaruh Islam di tanah Papua diperkirakan dimulai sejak abad ke-14 M. Saat itu Raja Ampat dibawah pengaruh Kesultanan Bacan dibawah kepemimpinan Sultan Muhammad Bakir.

Islamisasi juga terjadi pada masa kekuasaan Sultan Al-Mansyur dari Tidore. Para raja di Kepulauan Raja Ampat bergelar korano, sementara di Maluku kolano.

Kerajaan-kerajaan Islam di Kepulauan Raja Ampat terdiri atas Salawati, Sailolof, Misool Lilinta, Waigama dan Waigeo.

  1. Kerajaan Salawati beribukota di Samate, yang kini menjadi sebuah desa di Kecamatan Salawati Utara, Kab. Raja Ampat. Raja pertamanya bernama Fun Malaban.
  2. Kerajaan Sailolof beribukota di Sailolof, Salawati Selatan. Wilayah kekuasaannya meliputi Semenanjung Kepala Burung.
  3. Kerajaan Misool Lilinta dengan pusat pemerintahannya di Lilinta, didirikan oleh Fun Bis. Kerajaan ini sempat mengalami perpecahan, raja terakhirnya bernama Usman [1904-1945].
  4. Kerajaan Misool Waigama ini berpusat di Waigama. Raja terakhir di Waigama adalah Samsuddin Tafalas yang berkuasa dari tahun 1916 sampai tahun 1953.
  5. Kerajaan Waigeo, kerajaan yang berpusat di Wewayai, Pulau Waigeo. Raja terakhirnya bernama Ganyum yang berkuasa antara tahun 1901 sampai tahun 1918.

Semenanjung Onin dan Kaimana

Kerajaan di Semenanjung Onin dan Kaimana sering kali disebut dengan petuanan. Setiap petuanan memiliki adat istiadat yang berbeda-beda.

  1. Kerajaan Arguni tidak banyak nformasi tentang Arguni. Salah satu catatan tentang kerajaan ini ialah pada tahun 1932, raja Arguni menerima upah dari kolonialis Belnada.
  2. Kerajaan Ati-ati, catatan dan informasi tentang kerajaan ini juga amat terbatas. Salah satunya Regeering Al-Manak menyebutkan Haji Haruna disahkan sebagai raja Ati-ati pada April 1899.
  3. Kerajaan Fatagar, raja pertamanya adalah Tewar yang memerintah pada tahun 1724. Pusat pemerintahannya pindah dari Rumbati ke Tubirseram.

Agama Islam masuk ke wilayah Fatagar pada abad ke-16. Salah satu catatan kolonial mengungkapkan                 tentang Raja Mafa ditetapkan oleh pemerintah kolonial.

  1. Kerajaan Komisi, cikal bakal berdirinya berawal dari sebuah kerajaan Islam di Pulau Adi pada abad ke-15. Kerajaan Islam tersebut bernama Eraam Moon, nama ini diambil dari bahasa setempat yang berarti Tanah Haram. Islam sampai di sini berkat jasa Syekh Syarif Muaz atau Syekh Jubah Biru. Kerajaan ini masih eksis hingga saat ini, rajanya bernama Abdul Hakim Achmad Aiturauw.
  1. Kerajaan Namatota, dalam catatan Belanda, Regeerings Alamanak rajanya bernama Muhamamd Tahir. Sumber Belanda lainnya edisi tahun 1932 menjelaskan jika Raja Namatota yang menerima upah dari Belanda bernama Mooi Boeserau.
  2. Kerajaan Fatippi, menurut catatan Regeerings Alamanak rajanya bernama Abdul Rahim. Selanjutnya digantikan oleh Raja Achmad yang dilantik pada Mei 1903.
  3. Kerajaan Rumbati, catatan tertua tentang kerajaan ini berasal dari abad ke-17. Regeerings Alamanak milik Belanda menyebut nama Raja Muhammad dilantik Belanda pada 19 Desember 1902. Ada juga catatan Belanda tahun 1932 menyebut nama Raja Aboebakar yang dibayar oleh Belanda. Mengingat masih dibawah umum pemerintahan dijalankan oleh Mohammad Sedik.
  1. Kerajaan Sekar, salah seorang rajanya bernama Raja Weker. Nama-nama raja yang pernah berkuasa di Sekar diantaranya adalah Pipi [1911-1915, Singgaraja [1915-1936], Abdul Karim Baraweri [1936-1942], Singgaraja [1942-1945], Abdul Karim [1945-1946]. Salah satu rajanya bernama Machmud Singgirei Rumagesan. Pada masa Jepang ia dipercaya untuk memimpin Papua.
  1. Kerajaan Ugar, salah satu rajanya bernama Rabana. Pada masa pemerintahannya di abad ke-16, Islam sampai di sana. Makamnya beserta para ulama saat itu memperlihatkan karakteristik Islam.
  2. Kerajaan Wetuar, raja ke-7nya, Lakate dilantik oleh Sultan Muhammad Tahir dari Tidore. Salah satu bangunan monumental karyanya ialah masjid kerajaan di Kampung Patimburak, yang dibangun tahun 1870 M.

Penulis: Kukuh Subekti

Tags: Jejak Islamisasi PapuaKesultanan TidoreSejarah Islam di Papua

Banyak petunjuk baik dokumentasi maupun lisan yang membuktikan bahwa Islam bukan agama baru di Papua. Menurut catatan Rosmaida Sinaga dalam buku Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962, pada abad ke-16, sultan-sultan Maluku telah menanamkan pengaruh di wilayah barat Pulau Nieuw Gueina, yaitu di Kepulauan Raja Ampat yang meliputi Pulau Waigeo, Salawati, Misool, dan Waigama.

Raja Waigama dan Raja Misool di bawah kekuasaan Sultan Bacan, sedangkan Pulau Waiego dan Pulau Salawati menjadi rebutan Sultan Ternate dan Tidore. Persaingan antara kedua kesultanan itu berdampak pada perluasan kedua kesultanan tersebut.

"Sultan Ternate melebarkan kekuasaannya ke Sulawesi dan pulau-pulau di sebelah barat Halmahera, sedangkan Tidore melebarkan kekuasaannya hingga ke Seran Timur, Nieuw Guiena bagian barat dan semua pulau di antara Nieuw Guiena dan Halmahera," jelas Rosmaida.

Menurut catatan, ada sembilan kerajaan Islam di Papua, Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati, Kerajaan Sailolof, Kerjaan Fatagar, Kerajaan Rumbati, Kerajaan Kowiai, Kerajaan Aiduma, Kerajaan Kaimana. Menurut sejarawan, kesembilan kerajaan ini tidak lepas dari tiga kerajaan, Islam di Maluku, yaitu Ternate, Tidore, dan Bacan yang kesemuanya merupakan kerajaan yang berpengaruh di nusantara.

Namun, hingga kini belum ada satu kesepakatan di antara para sejarawan tentang kapan dan bagaimana pastinya Islam masuk ke tanah Papua. Secara umum, sejarawan sepakat bahwa Islam lebih dahulu datang ke tanah Papua daripada agama Kristen.

Kepulauan Raja Ampat merupakan mata rantai penting dalam pelayaran-niaga antara Kesultanan Tidore dan Papua. Sumber daya utama daerah ini adalah sagu yang didatangkan ke Tidore bila penduduk kurang sagu. Produk-produk penting secara ekonomi dari daerah ini adalah teripang dan penyu.

Banyaknya permintaan atas teripang dan penyu menyebabkan kepulauan ini sering dikunjungi oleh pedagang dari Seram Timur, Tidore dan Ternate. Para pedagang tersebut melakukan barter dengan penduduk lokal kepulauan Raja Ampat. Barang dagangan yang dipertukarkan adalah gelang besi putih, aneka piring dan guci dari porselen dan kain Timor yang ditukar dengan teripang, penyu dan sagu.

"Karena pedagang tersebut menetap lama, selama tinggal di daerah tersebut kadang kala ada juga di antara mereka yang menikah dengan penduduk lokal. Percampuran tersebut juga menyebabkan banyak dari penduduk lokal yang menganut agama Islam," ungkap Rosmaida.

Peninggalan Jejak Islam di Tanah Papua

Letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat maupun para pedagang lokal Nusantara sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah, sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang.

Menurut catatan Ambary Hasan, sejarah masuknya Islam di Sorong, dan Fakfak terjadi melalui dua jalur. Salah satu bukti autentik keberadaan Islam di tanah Papua yang masih terpelihara rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak.

Masjid Patimburak di Fakfak Papua | Foto: Indonesia-Tourism.com

Selain bukti-bukti masjid seperti, Masjid Patimburak, Masjid Tunasgain di Pulau Tunasgain, Masjid Tubirseram di Pulau Tubirseram. Selain bukti masjid-masjid tersebut, di Desa Darembang kampung lama juga terdapat peninggalan arkeologis berupa tiang-tiang kayu yang dicat.

Melihat ukiran dan bentuknya, tiang ini diyakini sebagai sokoguru sebuah masjid yang sudah keropos. Terdapat juga bukti lain berupa naskah kuno. Di kota Fakfak, masih tersimpan lima buah manuskrip berumur 800 tahun berbentuk kitab dengan berbagai ukuran yang diamanahkan kepada Raja Patipi XVI. Manuskrip ini berupa mushaf Al-Qur'an yang berukuran 50 cm x 40 cm.

Di daerah monokrawi terdapat bukti-bukti peninggalan penyebaran Islam, di antaranya selain manuskrip yang berbahasa Tidore dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Selain itu masu ada teks khotbah berhuruf Arab berbahasa Melayu, bertarikh 28 Rajab tahun 1319 M

Selain bukti fisik, dapat pula diketahui pola corak Islami atau kehidupan sosio-kultural di beberapa wilayah tanah Papua. Seperti pesta perkawinan, kelahiran, sunatan, pembangunan rumah baru dan memasuki rumah baru. Semuanya diawali dengan membaca kitab berzanzi. Hal ini berarti bahwa agama Islam telah amat lama berkembang dan hidup di tengah-tengah masyarakat setempat.*

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề