Berikut ini bentuk pemberian yang dilarang dalam islam adalah

RISYWAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Oleh: Dra. Hj. Muhayah, SH, MH

Secara terminologis Risywah [suap] artinya pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. Hal ini sudah menjadi fenomena yang lazim di negara kita.

Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:

وَتَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ  [المائدة[1

لَوْلا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ  [المائدة[2

Artinya: Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka [orang-orang Yahudi] bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. [QS. Al-Maidah : 62—63].

Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah [suap menyuap] identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT.

Dalam Surat Al-Baqarah: 188 Allah Saw berfirman :

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

” Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan [janganlah] kamu membawa [urusan] harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan [jalan berbuat] dosa, padahal kamu mengetahui”. [QS Al-Baqarah 188].

Dalam perspektif hukum Islam, wawasan masyarakat sangat terbatas mengenai masalah risywah dan hadiah. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa  risywah bukan sebuah kejahatan, tetapi hanya dosa kecil. Sebagian lain, walaupun mengetahui bahwa risywah adalah terlarang, namun mereka tidak peduli dengan larangan tersebut. Apalagi karena terpengaruh dengan imbalan yang dijanjikan.

Di sisi lain masyarakat menganggap risywah itu sebagai hadiah atau tanda terima kasih. Bahkan ada yang beranggapan sebagai uang jasa atas bantuan yang telah diberikan seseorang, sehingga mereka tidak merasakan hal itu sebagai sebuah kesalahan atau pelangaran apalagi kejahatan.

Dalam sebuah hadits disebuthkan : “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” [HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi].

Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Hal itu juga berlaku juga bagi mediator antara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa.

Macam-Macam Risywah :

Ibn Abidin, dengan menguti kitab al-Fath, mengemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu :

  1. Risywah yang haram  atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.
  2. Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu.
  3. Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudaratan dan mengambil manfaat. Risywah ini haram bagi yang mengambilnya saja. Sebagai alasan risywah ini dapat dianggap upah bagi orang yang berurusan dengan pemerintah. Pemberian tersebut digunakan untuk urusan seseorang, lalu dibagi-bagikan. Hal ini halal dari dua sisi seperti hadiah untuk menyenangkan orang. Akan tetapi dari satu sisi haram, karena substansinya adalah kazaliman. Oleh karena itu haram bagi yang mengambil saja, yaitu sebagai hadiah untuk menahan kezaliman dan sebagai upah dalam menyelesaikan perkara apabila disyaratkan. Namun bila tidak disyaratkan, sedangkan seseorang yakin bahwa pemberian itu adalah hadiah yang diberikan kepada penguasa, maka menurut ulama Hanafiyah tidak apa-apa [la ba`sa]. Kalau seseorang melaksanakan tugasnya tanpa disyaratkan, dan tidak pula karena ketama’annya, maka memberikan hadiah kepadanya adalah halal, namun makruh sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibn Mas’ud.
  4. Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi orang yang mengambil. Hal ini boleh dilakukan karena menolak kemudaratan dari orang muslim adalah wajib, namun tidak boleh mengambil harta untuk melakukan yang wajib.

Pandangan Ulama terhadap Risywah dan Hadiah

        Berdasarkan riwayat yang dikemukkan di atas, ada tiga komponen yang mendapat kecaman dari Rasulullah sehubungan dengan perlakuan risywah. Pertama, orang yang menyogok disebut dengan rasyi; kedua, orang yang menerima sogok disebut dengan murtasyi; dan ketiga, orang menjadi perantara dalam sogok menyogok yang disebut dengan ra`isy. Ketiga kelompok ini dikecam oleh rasul dengan kata laknat, baik laknat itu datang dari Rasul SAW maupun laknat itu datang dari Allah SWT. Kedua bentuk laknat ini ditemukan dalam lafaz hadits.

        Berdasarkan dalil-dalil yang ada ulama sepakat untuk melarang risywah. Bahkan Ibn Ruslan mengatakan bahwa suap itu haram dengan ijma’ ulama. Demikian juga pendapat Imam al-Mahdi dalam kitabnya  al-Bahr. Dengan arti kata tidak ada ulama yang membolehkannya. Larangan ini berlaku secara umum, baik sogok dalam dunia peradilan maupun dalam bidang yang lain.

Ketika menafsirkan QS 5:42 [آكلون السحت] al-Qurthubi mengutip beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dimaksud السحت  adalah risywah [suap]. Risywah tersebut bisa dalam bentuk pemberian [hadiah] pada hakim dalam memutuskan perkara atau pemberian yang diperoleh melalui pemanfaatan kekuasaan. Dalam hal ini lebih lanjut al-Qurthubi mengatakan tidak ada perbedaan pendapat ulama salaf tentang keharaman sogok.

Dalam riwayat dari Rasulllah ditemukan sogok itu dilarang dalam dunia peradilan sebagaimana riyawat Turmuzi yang diterima dari Abu Hurairah. Akan tetapi dalam dalam riwayat Turmuzi juga yang diterima dari Abdullah bin Amr dan Tsauban pelarangan sogok beralaku secara umum tanpa mengkhususkan dalam bidang peradilan. Kedua hadis ini harus dipakai sehingga pelarangan sogok berlaku di bidang apapun. Hanya saja sogok di dunia peradilan memiliki peluang yang sangat besar, karena dalam dunia peradilan perebutan hak bagi bagi orang-orang yang berperkara. Bila mana sogok dibolehkan maka hak jatuh ke tangan  orang yang bukan pemiliknya.

        Ada pendapat yang membolehkan sogok apabila berakaitan dengan penetapan hak. Pendapat ini dikemukkan oleh al-Mansur Billah, Abu Ja’far dan sebagian pengikut asy-Syafi’i. Namun asy-Syaukani membantahnya karena menurut keumuman hadis yang ada sogok dilarang. Kalaupun ada perbedaan pendapat dalam hal ini dianggap tidak sah, karena tidak mempengaruhi hukum yang telah ditetapkan. Mengkhususkan kebolehan sogok terhadap penetapan hak tidak ada dalil. Oleh karena itu harus berlaku keumuman hadis yang melarang sogok dalam bentuk apapun.

Selanjutnya asy-Syaukani mengemukakan argumen bahwa pada dasarnya harta seorang muslim itu haram sebagaimana terdapat dalam QS 2:188. Tidak halal menggunakan  harta seorang muslim kecuali apabila diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Harta dapat diperoleh secara tidak halal melalui dua kemungkinan. Pertama, diperoleh dengan cara yang benar, tetapi tidak halal. Kedua, dengan cara yang tidak benar dan tidak halal.  Sedangkan menyogok untuk mendapatkan hak walapun benar tetap tidak halal, karena sogok di samping memakan harta orang lain, dia juga menyulitkan dan memberatkan seseorang.

 

Oleh :

Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H.

Keempatnya syighar, mut'ah, meminang atas pinangan orang lain, dan nikah muhalil.

Ahad , 05 Apr 2020, 10:39 WIB

Dok Pri

Arya dan Jihan menuai pujian setelah memilih menunda resepsi pernikahan yang mengundang 1.000 orang.

Rep: Imas Damayanti Red: A.Syalaby

REPUBLIKA.CO.ID, Pernikahan merupakan bagian dari sunnah Nabi SAW. Tidak heran jika Islam mengatur prosesi yang menjadi awal pembentukan institusi terkecil pada peradaban manusia ini. Meski bagian dari sunnah, ada beberapa jenis pernikahan yang ternyata terlarang dalam Islam.

Ibnu Rusyd dalam kitabnya, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, menjabarkan, terdapat empat jenis pernikahan yang secara tegas dilarang oleh agama. Keempatnya adalah nikah syighar, nikah mut'ah, meminang atas pinangan orang lain, dan nikah muhalil.

Para ulama mazhab sepakat bahwa nikah syighar maksudnya nikahnya wali yang menikahkan gadis yang harusnya dinikahi kepada seorang pria tanpa mahar. Dengan bahasa mudahnya, nikah syighar adalah nikahnya seorang wali dengan seorang wanita yang berada dalam perwaliannya.

Nikah jenis ini dilarang dalam agama. Para ulama mazhab menyandarkan argumentasi tersebut berdasarkan hadits sahih. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang artinya sebagai berikut: "Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah SAW melarang nikah syighar."

Meski demikian, para ulama tersebut berselisih pendapat mengenai hal lain yang berkaitan dengan perkara ini. Misalnya, apabila terjadi pernikahan syighar, apakah pernikahan tersebut dapat disahkan dengan memberikan mahar mitsil atau tidak? Para ulama kalangan mazhab Malik berpendapat, hukum pernikahan tersebut tetap tidak bisa dan harus dibatalkan, baik sesudah maupun sebelum dukhul [berhubungan intim].

Sementara itu, ulama dari kalangan mazhab Syafi'i berpendapat serupa. Meski demikian, menurut pandangan ulama-ulama garis ini, jika salah seorang pengantin atau keduanya sekaligus disebutkan ada maskawin, pernikahannya dianggap sah dengan mahar mitsil.

Adapun ulama kalangan mazhab Imam Abu Hanifah berpendapat, nikah syighar sah dengan memberikan mahar mitsil. Silang pendapat ini karena adanya persoalan apakah larangan yang terkait dengan masalah itu dapat dijelaskan alasannya karena tidak adanya ganti atau tidak.

Sementara itu, nikah mut'ah alias nikah kontrak juga mendapat porsi hukum yang sama di kalangan ulama mazhab. Mereka sepakat bahwa nikah kontrak dilarang dalam agama.

Perihal nikah mut'ah, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa seluruh ulama mazhab mengharamkannya. Ada beberapa hadits mutawatir dari Rasulullah SAW yang mengharamkannya. Meski demikian, hal itu diperselisihkan tentang waktu keluarnya larangan. Disebutkan dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW melarang praktik nikah mut'ah ini dalam peristiwa penaklukan Kota Makkah.

Dalam faktanya, nikah mut'ah hingga kini masih kerap dipraktikan oleh kalangan tertentu. Sayangnya, praktik nikah mut'ah itu kerap membawa-bawa nama agama Islam sebagai rujukan dasar hukum adanya pernikahan tersebut.

Padahal, jika ditelisik lebih jauh, hadirnya nikah mut'ah ini secara tegas dan meyakinkan telah dilarang Rasulullah SAW. Tak hanya itu, ulama-ulama mazhab pun sepakat menghukuminya sebagai pernikahan yang dilarang. Semoga Allah menjauhkan kita dari praktik pernikahan semacam itu.

Pernikahan selanjutnya yang diharamkan dalam agama adalah pernikahan atas pinangan orang lain. Dalam kasus ini, para ulama membaginya ke dalam tiga aspek hukum. Pertama, pernikahan tersebut batal. Kedua, pernikahannya tidak batal. Ketiga, dibedakan apakah pinangan yang kedua dilakukan sesudah adanya kecenderungan dan mendekati pemufakatan atau tidak. Aspek ketiga ini merupakan penjabaran dari pandangan Imam Malik.

Pernikahan lain yang diharamkan adalah nikah muhalil atau nikah untuk menghalalkan mantan istri yang telah ditalak bain. Menurut pendapat ulama mazhab Imam Malik, nikah semacam ini hukumnya batal.

Resepsi pernikahan [ilustrasi] - [Reiny Dwinanda/Republika]

Sementara itu, menurut mazhab Imam Abu Hanifah dan mazhab Imam Syafi'i, nikah ini sah. Meski demikian, ulama mazhab Syafi'i meletakkan syarat dalam bolehnya nikah tersebut. Perselisihan pendapat para ulama ini disebabkan adanya perselisihan pemaknaan hadits Rasulullah SAW. 

  • pernikahan
  • pernikahan terlarang

sumber : Dialog Jumat

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề