Cara apa yang tepat untuk menyebarkan agama islam di daerah pedalaman

Berada di lingkungan terpencil kadang bukan pilihan yang bisa diubah dengan mudah oleh warga di pedalaman. Semua konsekuensi jauh dari pusat modernitas dilebur dalam pola hidup gotong royong. Namun, tak dipungkiri haus akan ilmu menjerat keingintahuan mereka, khususnya ilmu agama.

Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang ada didaerah terpencil, daerah yang sama sekali belum terjamah oleh ajaran agama Islam yang sebenar-benarnya? Nah, dengan permasalahan tersebut kami Dompet Dhuafa Waspada membuat sebuah program Da’i Pedalaman untuk menyebarkan agama Islam ke pelosok daerah, khususnya di Sumatera Utara. Beberapa daerah yang sudah menjadi fokus syiar Dompet Dhuafa Waspada diantaranya Nias Utara, Tapanuli Utara, Samosir, Dairi dan Karo.

M. Syakban Da’I Dompet Dhuafa Waspada yang ditempatkan di Samosir  salah satunya, mengawali kiprahnya bersama Dompet Dhuafa sejak tahun 2016. Syakban kerap menggeluti kegiatan dakwah tampil di mimbar serta berdakwah berbagai tempat sejak ia kuliah. Perjalanan dakwahnya kemudian berlanjut bersama Dompet Dhuafa Waspada menempatkan dirinya sebagai Da’I yang mengemban amanah di Desa Tambun Sukkean, Kec. Onan Runggu Kab. Samosir. Beliau aktif melakukan kegiatan keagamaan seperti  perwiritan, serta pengajian di rumah warga kerap dilakukan serta menelusuri desa-desa di mana nantinya putra-putri daerah di desa-desa tersebut dapat meneruskan perjuangan dakwah.

“Alhamdulillah, semejak ada ustadz di sini walaupun tidak banyak namun pengetahuan agama kami yang disini yang kebanyakan para mualaf, jadi bertambah pelajaran ilmu agama kami. Seperti, sudah sering disini buat perwiritan serta pengajian,” ujar salah seorang warga Ibu Armauli. Selain Armauli, Adi Kurniawan Gultom juga mengungkapkan rasa senangnya.  “Saya senang belajar disini karena disini kami diajari cara berdoa, terus banyak teman-teman baik serta santun bicaranya,” ungkap Adi.

Program Dakwah Da’I Pedalaman dengan menempatkan Da’I terpilih diharapkan bisa memberikan cahaya di seluruh pelosok nusantara, bisa menciptakan kader yang dapat meneruskan perjuangan dakwah serta mennyiarkan ajaran islam melalui pendekatan kultural. Da’I yang dipilih memang pengetahuan agamanya luas, komunikasinya yang bagus serta yang paling penting adalah kita mempertimbangkan di daerah mana dia ditempatkan. Harapannya nantinya ia dapat mengenali karakter budaya serta kebiasaan masyarakat dimana dirinya ditempatkan.

Tentu bukan hal yang mudah, mengibarkan agama islam dilingkungan minoritas. Berbagai kendala dihadapi, namun tak menghentikan langkah Ustadz Syakban untuk mengemban amanah. Menurutnya, di pedalaman, da’i yang harus super aktif melakukan beragam upaya agar masyarakat terbina, karena memang kesadaran masyarakat sedang diupayakan melalui dakwah.

“Di pedalaman, dai harus siap mencari murid, mendatangi mereka satu-persatu untuk mengajar agama. Bukan hanya waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para dai, bahkan dana pribadipun siap dikeluarkan untuk berdakwah ke mereka. Minimal seperti biaya transportasi PP ke pedalaman pun biasanya memakai dana pribadi,” pungkasnya.

Perjalanan di atas tak akan sampai ke mereka tanpa dukungan sahabat semua. Terus dukung kami menyapa saudara kita di pedalaman.

Penyebaran agama islam di daerah pedalaman pulau Jawa lebih tepat dilakukan melalui?

  1. Pendirianpesantren-pesantren
  2. Pertunjukan seni wayang
  3. Pengiriman para santri di desa-desa
  4. Pendirian masjid-masjid di desa-desa
  5. Dakwah-dakwah dari para Ulama

Jawaban: B. Pertunjukan seni wayang

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, penyebaran agama islam di daerah pedalaman pulau jawa lebih tepat dilakukan melalui pertunjukan seni wayang.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Penyebaran agama islam melalui pendidikan dilakukan oleh? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Islamisasi di Indonesia berkembang melalui berbagai saluran penyebaran. Saluran penyebaran tersebut terdiri dari perdagangan, perkawinan, politik pemerintahan, tasawuf, kesenian, hingga dakwah. Saluran penyebaran melalui dakwah merupakan saluran yang paling efektif untuk menyasar daerah-daerah pedalaman atau daerah-daerah terpencil. Hal tersebut dikarenakan dalam dakwah terjadi komunikasi dua arah antara pendakwah dengan masyarakat umum.

Dengan demikian, jawaban yang benar adalah A. 

Senin , 20 Jun 2016, 11:00 WIB

Red:

Daerah-daerah terpencil di Indonesia masih banyak yang terpinggirkan. Tak hanya di sisi ekonomi dan sosial, para penduduknya juga tak mendapatkan pendidikan keagamaan yang kurang layak.

Ketua Ikatan Dai Indonesia [Ikadi] KH Ahmad Satori Ismail mengatakan, secara umum ada dua pembagian daerah terpencil jika dipandang dari sisi dakwah Islam. Ada daerah-daerah terpencil dengan penduduk mayoritas Muslim. Di daerah ini, upaya dakwah Islam lebih mudah dilakukan. Sudah banyak sekolah yang mengajarkan agama Islam, ada pula penduduk yang keluar dari daerah untuk menempuh pendidikan di pesantren. "Yang jadi masalah di [daerah] minoritas seperti pedalaman Papua, di Timor Leste. Di situ memang agak kurang kita," ujar Kiai Satori ketika dihubungi Republika, Rabu [15/6].

Saat ini telah ada beberapa lembaga yang mempunyai program pendidikan dai untuk dikirim ke daerah-daerah. Namun, jumlah dai yang ada masih jauh dari mencukupi. Dai bukan hanya dinilai sebagai orang-orang yang jago berceramah atau berpidato dengan tema agama. Lebih dari itu, dai adalah orang-orang yang mau mengajak masyarakat pada kebaikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Di kota saja jumlah dai masih dirasa kurang. Orang-orangyang mau mengabdikan diri untuk berdakwah, baik melalui kegiatan di masjid, di luar masjid, maupun di lingkungan sekitar masih sangat kurang.

Para mubaligh lebih menikmati kegiatan dakwah di kota-kota. Menebarkan Islam di tempat orang-orang berpendidikan, apalagi di kalangan santri dianggap lebih enak dan lebih mudah. Para dai yang terjun di daerah terpencil juga menghadapi banyak tantangan. Biaya sering kali menjadi kendala. Sebagai contoh, hingga saat ini Ikadi belum menetapkan subsidi bagi para dai yang bertugas di daerah terpencil. Dana dakwah masih diperoleh dari para donatur atau melalui kerja sama temporal dengan lembaga lain atau atase negara lain. Dengan kata lain, Ikadi masih mengandalkan bantuan dari para dermawan. "Karena itu, bagus kalau Kemenag menyiapkan dai yang disebar ke daerah. Apalagi, kalau bisa kasih subsidi atau tunjangan untuk dai di daerah itu," ujar Kiai Satori.

Dakwah di daerah terpencil, apalagi minoritas membutuhkan strategi tersendiri. Bagi Kiai Satori, prinsip terpenting dalam berdakwah di pedalaman ialah memperkenalkan agama yang membuat hidup masyarakat lebih mudah dan nyaman. Di kantong-kantong kemiskinan, para dai tak cukup hanya mendakwahkan teori-teori mengenai Islam. Pemberdayaan ekonomi, akses pendidikan, dan pelayanan kesehatan menjadi satu hal penting yang perlu dilakukan.

Melihat kebutuhan tersebut, pelatihan dai tak cukup hanya membekali mereka dengan kemampuan ceramah. Para dai perlu dilatih agar memiliki keterampilan dan keahlian yang akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat daerah terpencil. Mereka perlu memahami psikologi dan sosiologi masyarakat sekitar. Penguasaan bahasa daerah juga menjadi bekal yang sangat diperlukan. Selain itu, kemampuan yang ada perlu ditambah dengan keahlian tertentu, misal pengobatan, totok, urut, dan sebagainya. Keahlian dan keterampilan ini sangat diperlukan untuk memberikan akses kesehatan kepada masyarakat. "Kalau kepala suku merasa ditolong pasti berterima kasih dan bersikap terbuka dengan dakwah yang dilakukan," ujar dia.

Kisah perjuangan

Ustaz Mustafa adalah salah satu contoh dai Hidayatullah yang mendedikasikan dirinya berdakwah di daerah terpencil. Ia membina masyarakat Suku Mamuju dan Suku Mandar di Pulau Karampuang, Sulawesi Selatan. Penduduk di pulau ini hampir semua beragama Islam. Mereka mempunyai rasa kekeluargaan yang sangat kuat karena satu sama lain umumnya masih saudara. Ia telah berdakwah di daerah tersebut selama enam tahun. Sebelumnya, Ustaz Mustafa pernah berceramah di sekolah-sekolah ketika berdakwah di Manado. Cara ini dirasa kurang tepat. Anak-anak bosan dan bersikap acuh. Di Pulau Karampuang, ia kembali masuk melalui pendidikan formal di sebuah madrasah tsanawiyah [MTs].

Proses dakwah di sekolah ia kolaborasikan dengan dakwah di masyarakat. Selain mengajar anak-anak MTs, Ustaz Mustafa juga memberikan pelajaran agama bagi orang tua di sana. Dengan melibatkan para siswa di masyarakat, mereka lebih bersemangat dalam menerima dakwah Islam. Pulau Karampuang tak jauh dari tempat Ustaz Mustafa tinggal di Kota Mamuju. Perjalanan dengan kapal hanya memerlukan waktu 15 sampai 20 menit. Walau demikian, dakwah di Pulau Karampuang bukan tanpa duri. Di musim-musim tertentu, air laut pasang dan ombak sangat besar. Ustaz Mustafa sering kali tidak bisa menyeberang. Kalaupun berhasil menyeberang, ia masih harus menempuh perjalanan darat cukup jauh dengan berjalan kaki.

Pada bulan Ramadhan seperti ini, akses pendidikan agama Islam bagi masyarakat Pulau Karampuang semakin minim. Hingga tulisan ini diturunkan, Ustaz Mustafa mengaku belum mendatangi para binaan di kawasan tersebut. Di luar bulan Ramadhan saja, perjalanan laut dan darat, naik turun pegunungan, sangat menyita energi. Pengalaman lain dikisahkan oleh Dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia [DDII] Ustaz Marjoni yang mengabdi di daerah Karo, Sumatra Utara. Daerah yang terletak di lereng Gunung Sinabung ini dihuni oleh masyarakat Suku Batak Karo. Dari 400 lebih keluarga, hanya sekitar 150 KK beragama Islam. Perbedaan agama tak menghambat proses dakwah di wilayah ini.

Sistem marga di masyarakat Batak menjadikan hubungan mereka begitu erat, sehingga pergesekan jarang terjadi. Seperti daerah lainnya, kondisi geografis menjadi tantangan tersendiri. Ustaz Marjoni dan para dai lain pernah mengadakan acara buka bersama di masjid. Hingga waktu berbuka tiba, tak ada satu pun warga yang datang. Akhirnya, para dai mendatangi rumah mereka satu per satu sembari membagikan menu berbuka.

Dalam berdakwah, Ustaz Marjoni sering kali ditemani istrinya. Pulang dari masjid, mereka harus berpindah ke kampung lain untuk memimpin shalat Tarawih. Ia harus melewati dua kampung tak berpenghuni. Ketika itu pula, Gunung Sinabung meletus. Padahal, mereka tak membawa perlengkapan apa pun. Ustaz Marjoni dan istrinya yang sedang hamil akhirnya meneruskan perjalanan di tengah hujan yang lebat demi menemui warga binaan. Kondisi Gunung Sinabung yang tidak stabil juga menghambat aktivitas pengajian rutin bagi anak-anak. Di saat-saat tertentu, jumlah peserta pengajian menurun drastis. Anak-anak dilarang keluar rumah untuk menghindari abu vulkanis.

Adat yang dipegang erat oleh masyarakat Batak Karo, di satu sisi mengentalkan semangat persaudaraan dan kerukunan di wilayah ini. Di sisi lain, ada pula adat istiadat yang kurang sesuai dengan prinsip agama Islam. Misalnya, ketika ada orang meninggal, masyarakat Batak Karo meratapi kematian selama semalam sebelum menguburkan jenazah pada hari berikutnya. Para dai tak bosan mengingatkan mereka untuk menyegerakan mengubur jenazah.

Kegiatan dakwah tak cukup hanya menebar teori. Selain penguatan akidah, para dai tak lupa melakukan dakwah sosial. Ketika terjadi letusan Gunung Sinabung dua pekan lalu, para dai Dewan Dakwah mengirim sembakoyang dikemas di Kota Kabanjahe. Paket-paket bantuan ini dibagikan kepada 150 KK penduduk Muslim binaan Ustaz Marjoni. Kegiatan dakwah para dai di daerah tak lepas dari dukungan keluarga di daerah asal. Ustaz Marjoni mengaku keluarga besarnya mendukung syiar yang ia lakukan. Mereka juga tak henti mengingatkan untuk selalu menjaga keselamatan di tengah kondisi alam yang tidak stabil. n ed: hafidz muftisany

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề