Disebut apakah orang yang tidak bisa menahan hawa nafsu terhadap harta

Oleh Prof. HM. Amien Rais

أَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?,” [QS. Al-Furqan/25: 43]

            Tujuan utama seorang muslim yang berpuasa yaitu agar bisa meraih ketakwaan. Adapun, al-Quran sendiri, sebagai kitab suci umat Islam juga menyebutkan bahwa al-Quran merupakan petunjuk, hidayah atau guidence of live bagi orang yang bertakwa [QS. Al-Baqarah/2: 2].

            Ciri-ciri orang bertakwa juga dijelaskan dalam surat yang sama, ayat ke-177. Ayat tersebut menggambarkan tipologi seorang yang bertakwa. Bahwa sejatinya, orang yang bertakwa atau orang yang mendapat kebajikan itu, ialah orang yang hanya percaya kepada Allah, hari akhir, para malaikat, kitab-kitab Allah, para nabi, juga menegakan salat, membayar zakat, menyantuni segenap hamba Allah: fukara, orang-orang miskin, ibnu sabil. Selanjutnya, memenuhi janji ketika berjanji/ tidak pernah ingkar janji, sabar dalam keadaan terhimpit keadaan [baik ekonomi, sosial, politik maupun yang lainnya], kegersangan hidup, dan adakalanya dalam kondisi peperangan.

            Demikianlah gambaran orang bertakwa. Adapun, salah satu ciri lain daripada orang yang bertakwa ialah menyerahkan seluruh kehidupannaya secara total hanya untuk Allah semata, menjadi ‘ibâdullâh/ ‘ibâdurrahmân [hamba Allah atau hanya menyembah Allah semata]. Namun, ternyata di samping ada orang yang menyembah hawa nafsunya, sebagaimana dalam QS. Al-Furqan/25: 43 di atas, ternyata masih banyak orang yang menyembah setan. Sehingga, disebutkan di dalam QS. Yasin/36: 60 [أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَٰبَنِى ءَادَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا ٱلشَّيْطَٰنَ ۖ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ] “Bukankah Aku [Allah] telah memerintahkan kepadamu wahai bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”.

            Begitupun ada yang bersekutu dengan jin bahkan juga menyembahnya, sebagaimana dalam QS. Saba/34: 41, [[قَالُوا سُبْحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم ۖ بَلْ كَانُوا۟ يَعْبُدُونَ ٱلْجِنَّ ۖ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. Sesungguhnya di dalam al-Quran, hanya ada dua pilihan: orang berjalan fisabilillah [di jalan Allah] atau berjuang fisabilithoghut [di jalan syaitan]; orang berjuang menjadi ‘ibâdullâh [menjadi hamba Allah] atau ibâdusyaithan/ ibâduljin [menjadi hamba syaitahan/ jin].

            Untuk itu, agar setiap muslim selamat dari penyimpangan-penyimpangan tersebut, dibutuhkan suatu cara yang efektif. Adapun, cara mengendalikan nafsu yang paling efektif dan ampuh ialah dengan berpuasa, di samping dengan melakukan zikir, salat, sedekah dan sebagainya. Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu berarti dapat memenangkan jihad al-akbar [jihad yang lebih besar].

            Hawa nafsu itulah yang menjadi indikator apakah seseorang itu baik ataukah jahat. Atau bisa juga menjadi ukuran menilai seseorang, apakah secara penampilan dan hakikat membela yang haq [benar] ataukah secara penampilan/ hakikat membela yang batil [salah]. Hawa nafsu memiliki banyak kategori, namun di antara nafsu yang lebih beresiko adalah nafsu syahwat kepada lawan jenis, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Ali ‘Imran/ 3: 14.

            Lukman al-Hakim, orang yang tidak asing lagi di kalangan umat Islam, namanya diabadikan menjadi nama sebuah surat dalam al-Quran, dalam satu riwayat ia merupakan seorang budak, dan sebaya dengan Nabi Daud AS. Nama Lukman menjadi sangat masyhur karena wisdom of live atau kebijakan hikmahnya. Dalam suatu kitab diceritakan bahwa Lukman pernah berpesan kepada anaknya,

“wahai anakku, jika perutmu penuh dengan makananan, maka pikiranmu akan tidur, dan anggota badanmu akan malas untuk beribadah”

            Biasanya perbandingan antara bangsa yang ‘makmur’ dengan realita moral hidupnya ini terbalik. Semakin yang dimakan tidak karuan, maka moralitas bangsa tersebut going down. Amerika Serikat misalnya, negara dengan tingkat obesitas tertinggi. Jika makan secukupnya dan tidak berlebihan, maka pikiran akan menjadi jernih. Namun, apabila urusan makan diunggulkan atau kesenangan makan dimanjakan, maka akibatnya akan cukup buruk. Dengan berpuasa itulah, harapannya menjadi ‘detoksi’ ruhani dan jasmani.

            Terakhir, perlu menjadi kewaspadaan bersama bahwa perbedaan antara penguasa dan rakyat biasa [dhuafa] dalam menghadapi hawa nafsu. Orang yang tidak memiliki jabatan apapun atau rakyat jelata tadi ketika datang nafsu untuk berkuasa, maka hanya sebatas angan-angan saja atau dreaming. Sementara, bagi para pejabat, penguasa yang timbul nafsu tersebut dan tergelincir di dalamnya, maka akibatnya akan sangat berbahaya, bahkan mampu membahayakan seluruh rakyat yang tinggal di dalamnya.

USTAD AGUS SUDARTONO

Setiap manusia tentu memiliki nafsu yang menjadi dasar atas segala urusan atau perbuatan yang dilakukannya, entah itu perbuatan baik atau perbuatan buruk seperti bahaya nafsu dalam islam. Nafsu seringkali diidentikkan dengan segala yang buruk seperti emosi atau hasrat yang berhubungan dengan seksual, sebenarnya nafsu itu sangatlah luas dan mencakup hal. Nah sobat, untuk memahaminya lebih lanjut, simak ulasan berikut mengenai Jenis Nafsu dalam Islam beserta penjelasannya.

Imam al-Ghazali berkata, dalam beribadah kepada Allah Swt, ‘abid [orang yang beribadah] disibukkan oleh penghalang-penghalang yang terdiri dari empat macam, yaitu dunia, makhluk, setan dan nafsu.

Ia menegaskan bahwa ‘abid wajib menghilangkan penghalang-penghalang itu dari dirinya dengan cara apa pun, supaya sampai kepada maksudnya.


           Antara metode yang diberikan al-Ghazali untuk menghilangkan penghalang tersebut adalah dengan cara zuhud pada dunia, mengasingkan diri dari makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu.

Namun al-Ghazali mengakui bahwa nafsu merupakan yang paling berat dan paling dahsyat dari yang lain.

Ia tidak mampu dikalahkan dengan satu kali saja.

Oleh karena itu, perlu ada trik khusus yang dapat mengalahkan nafsu dengan lebih mudah. Trik adalah akal muslihat yang menemui solusi baik untuk keluar dari permasalahan yang rumit dengan tidak rumit.

Menghadapi tantangan yang berat seperti nafsu memang harus menggunakan trik yang jitu. Nafsu itu bagaikan musuh dalam selimut, yang sangat sukar dihilangkan, karena ia berada dalam diri kita.

Berbeda dengan tiga penghalang yang lain, semuanya berada di luar diri kita. Karena itulah, al-Ghazali mengakui bahwa nafsu adalah yang paling dahsyat dari empat macam penghalang ibadah itu.

Namun sebelum menelusuri lebih jauh, harus jelas terlebih dulu mengenai hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini.

Hakikat nafsu yang dimaksudkan di sini adalah suatu unsur atau esensi yang ada pada manusia yang membawa kepada kuat marah dan kuat syahwat.

Dengan bahasa lain, sering disebut dengan istilah nafsu amarah. Nafsu dengan pengertian tersebut adalah tidak akan kembali dan menjauh dari Allah Swt, karena ia merupakan tentara setan.

Karakteristik nafsu

Ketahuilah, nafsu itu ada tujuh macam jika dilihat dari sisi karakteristiknya.

Namun dari sisi eksistensinya, nafsu itu tetap hanya satu saja.

Pertama, nafsu amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia kepada keburukan atau kemaksiatan.

Kedua, nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri.

Ketiga, nafsu mulhamah, yaitu nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran yang halus seperti riya, ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan lain-lain dari pada penyakit-penyakit batin, tapi ia belum bisa melepaskan diri dari kotoran-kotoran halus itu.

Keempat, nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang sudah bersih dari kotoran-kotoran halus dan telah berganti sifat-sifat tercelanya menjadi sifat-sifat terpuji, sudah berakhlak dengan akhlak Allah yang jamaliyah berupa kasih sayang, lemah lembut, kemuliaan, dan lain-lain.

Di sini awal mula seseorang sampai kepada Allah, tetapi ia masih belum bersih dari kotoran-kotoran yang halus sekali seperti syirik khafi dan cinta menjadi pemimpin.

Kelima, nafsu radhiyah yaitu nafsu yang telah sampai maqam fana, tetapi ia masih melihat diri telah fana sehinga dapat membawanya kepada riya.

Keenam, nafsu mardhiyyah yaitu nafsu yang telah fana dari fana dan sudah tenggelam dalam lautan tauhid.

Dan, ketujuh, nafsu kamilah, yaitu nafsu yang sudah sempurna [kamil].

Berdasarkan klasifikasi nafsu itu, nafsu yang harus dikalahkan adalah nafsu amarah, lawwamah, dan mulhamah.

Tiga nafsu tersebut tidak masuk dalam panggilan Allah Swt, “Hai jiwa muthmainnah [yang tenang]. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku.” QS. al-Fajr: 27-30.

Hal itu mengisyaratkan bahwa tiga nafsu itu masih jauh dengan Allah, sehingga belum mendapat panggilan-Nya.

Dalam ayat itu, Allah hanya memanggil nafsu muthmainnah, radhiyah, mardhiyyah, dan nafsu kamilah. Karena itu, tiga nafsu itu harus dikalahkan supaya mendapat panggilan Allah Swt dan menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.

Apalagi dalam bulan puasa, bulan yang penuh kelebihan dan keistimewaan dari Allah Swt

Bulan ini merupakan bulan ibadah yang berlipat ganda pahalanya bagi orang yang mengerjakan ibadah. Sebagaiman dimaklumi bahwa dalam bulan puasa itu setan dibelenggu, namun nafsu masih tetap dalam diri manusia.

Nafsu itulah yang membuat orang-orang yang berpuasa gagal atau tidak sempurna. Dengan demikian, kewajiban bagi orang yang berpuasa mengalahkan nafsu jahat tersebut agar ia bisa menjalani bulan puasa dengan baik.

Mengalahkan nafsu

Mengalahkan nafsu bukan perkara mudah seperti diungkapkan oleh Imam al-Ghazali.

Perlu ada trik khusus untuk mengalahkan nafsu tersebut, di mana trik itu sudah teruji pada orang-orang sufi dalam jihad mereka menguasai nafsu.

Antaranya trik yang telah digambarkan oleh Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam. Ibnu Athaillah adalah tergolong ulama yang produktif. Banyak karya yang telah dihasilkannya, dalam bidang tasawuf, tafsir, akidah, hadis, nahwu, dan usul fikih.

Adapun trik mengalahkan nafsu yang diberikan oleh Ibnu Athaillah dalam kitab al-Hikam adalah dengan cara mengenali nafsu lebih dulu.

Mengenali ajakan nafsu adalah dengan cara membedakan antara ajakan nafsu dengan ajakan Allah.

Ibnu Athaillah berkata, “Apabila ada dua hal yang tidak jelas bagimu, lihatlah mana di antara keduanya yang paling berat bagi nafsu, lalu ikutilah ia karena tidaklah terasa berat bagi nafsu kecuali sesuatu yang benar.”

Dari kalam hikmah itu terlihat perbedaan antara ajakan Allah dengan ajakan nafsu. Ajakan Allah adalah yang lebih berat dikerjakan, sedangkan ajakan nafsu lebih ringan dikerjakan.

Dalam aktivitas sehari-hari, kita selalu dililit oleh dua hal yang kabur bagi diri kita, apakah melakukannya atau meninggalkannya.

Contoh, mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu, dengan mengerjakan shalat sendiri pada akhir waktu.

Mengerjakan shalat berjamaah pada awal waktu sangat berat bagi nafsu, karena menggangu kesantaiannya, kelalaiannya dan kesenangan atau aktivitas duniawinya. Karena itu, ikutilah ajakan Allah dan palingkan dirimu dari ajakan nafsu itu dengan tegas.

Ajakan nafsu tidak hanya pada yang jelas berlawanan dengan syariat, tapi terkadang juga ada dalam ibadah yang sukar dikenali oleh umum manusia.

Dalam hal ini, Ibnu Athaillah berkata, “Di antara tanda mengikuti hawa nafsu adalah bergegas melakukan amalan sunah, namun malas menunaikan amalan wajib”.

Banyak orang malas dan berat melakukan amalan-amalan wajib karena umum manusia melakukannya, maka nafsu merasa tidak ada sesuatu yang lebih yang beda dengan yang lainnya untuk mendapat pujian.

Dengan demikian, trik mengalahkan nafsu adalah mengikuti yang lebih berat dikerjakan, dan berpaling dengan tegas dari yang lebih ringan dikerjakan.

Mendahulukan yang lebih kuat hukumnya dari yang lebih ringan hukumnya walaupun banyak kelebihannya. Maka mari dalam bulan puasa ini, kita menggunakan trik itu untuk mengalahkan nafsu, agar setelah puasa kita masuk dalam panggilan Allah Swt, sebagaimana disebutkan].

Dalam Al-Quran surat Al-Fajr ayat 27-30.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề