Generasi muda yang kebanyakan masih apatis terhadap kondisi negara merupakan sasaran dari

     Sebagai negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, Indonesia tentu sulit memiliki kendala tersendiri dalam mendengarkan aspirasi masyarakatnya. Wilayah yang begitu luas membuat beberapa daerah di Indonesia, khususnya daerah pelosok, jadi sulit dijangkau. Alhasil, masyarakat yang jauh dari ibukota pun justru jadi bersikap apatis terhadap pemerintahan dan isu-isu politik yang ada.

     Apatisme adalah suatu sikap di mana tidak adanya simpati dan antusiasme terhadap sebuah objek. Apatis juga bisa diartikan sebagai sikap cuek atau tidak peduli. Jadi dapat dikatakan bahwa apatisme politik adalah rendahnya simpati dan antusiasme terhadap perkembangan politik yang berujung pada sikap tidak peduli.

     Apatisme memang bukan barang baru dalam panggung perpolitikan Indonesia. Apatisme politik sudah ada sejak dulu namun baru mulai dibahas ketika masa reformasi dimulai. Hingga kini apatisme politik tetap menjadi suatu hal yang masih layak untuk dibahas. Apalagi saat ini merupakan era informasi di mana setiap orang bebas mengakses informasi dan bebas menyuarakan pendapat di media sosial.

     Meskipun sekarang adalah eranya keterbukaan informasi, tapi masih banyak orang Indonesia yang tidak paham dengan situasi politik di Indonesia. Lebih parahnya lagi, bukan hanya orang awam saja yang tidak paham dengan politik tapi bahkan kalangan terpelajar seperti mahasiswa pun kadang tidak paham dengan perpolitikan di Indonesia.

     Saat menghadapi pesta pemilu saja, banyak anak muda yang memutuskan untuk golput. Hal itu berarti mereka enggan untuk turut berpartisipasi dalam proses politik yang berjalan di Indonesia. Padahal satu suara saja bisa menentukan nasib bangsa ke depannya. Jika semua orang berpikiran sama, maka akan seperti apakah wajah politik Indonesia di masa depan?

     Seseorang yang bersikap apatis terhadap politik dan pemerintahan juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Ada beragam dalih yang membuat seseorang memutuskan untuk golput. Tidak kenal terhadap calon dan rasa kecewa terhadap politik menjadi dalih yang paling kuat mendorong tumbuhnya sikap apatis. Bagaimana mungkin rakyat mau memilih calon pemimpin yang tidak mereka kenal? Bagaimana mungkin rakyat akan memilih calon pemimpin yang pernah membuat mereka kecewa? Jika tidak ada pilihan lain, maka golput dianggap sebagai jalan terbaik.

     Kondisi parlemen Indonesia saat ini memang belum layak dikatakan ideal. Pasalnya masih banyak yang hal yang perlu dibenahi, salah satunya adalah tingkat kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang akibat ulah dari parlemen sendiri. Banyak warga Indonesia yang kecewa dengan kinerja parlemen, khususnya masyarakat kelas bawah yang dalam hal ini selalu paling dirugikan. Tingginya kasus korupsi di Indonesia juga menjadi salah satu faktor utama hilangnya kepercayaan masyarakat akan kinerja parlemen.

     Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat memang bukanlah perkara mudah. Tapi bukan berarti tidak ada usaha. Salah satu upaya yang paling mudah dilakukan oleh pemerintah sebenarnya adalah transparansi karena itulah yang diinginkan masyarakat. Keterbukaan arus informasi tentu akan sangat memudahkan parlemen untuk mewujudkan hal tersebut. Dengan adanya tranparansi, maka masyarakat bisa dengan mudah mengakses apa saja yang berkaitan dengan parlemen sehinngga mereka juga bisa tahu bagaimana kondisi parlemen Indonesia saat ini.

     Salah satu hal terpenting dari adanya transparansi adalah masyarakat akan menganggap diri mereka dilibatkan langsung dalam politik. Mereka akan senang karena memiliki kebebasan untuk bisa menyampaikan langsung aspirasinya pada parlemen. Dengan begitu, parlemen akan bisa menjalin kedekatan dengan masyarakat sehingga masyarakat pun semakin mengenal parlemen. Hal ini tentu baik untuk mencegah timbulnya sikap apatis.

     Apatisme politik masyarakat Indonesia tidak hanya didasari oleh tindakan personal melainkan sudah menjadi sikap umum. Hal ini menandakan adanya opini dalam benak masyarakat mengenai proses politik itu sendiri. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, politik adalah sesuatu yang buruk. Ketika ditanya mengenai perihal politik maka akan ada beragaman tanggapan mulai dari yang berbicara sekenanya hingga yang mengeluarkan pandangan kritis.

     Jika dilihat sekali lagi, maka adalah sesuatu yang wajar manakala masyarakat menganggap politik itu buruk dan kotor. Pasalnya hal itu tidak terbentuk dengan sendirinya. Setiap hari masyarakat mengkonsumsi berita dari media massa sementara ada banyak sekali kasus korupsi yang justru mencoreng wajah politik Indonesia. Jadi, bukan salah masyarakat sepenuhnya jika anggapan tersebut kemudian muncul ke permukaan.

     Perlu diketahui bahwa dalam hal ini, parlemen semestinya bertugas membersihkan wajah perpolitikan di Indonesia. Parlemen harus menarik simpati masyarakat Indonesia bukan hanya melalui pencitraan yang ditampilkan di televisi melainkan aksi nyata. Karena sejatinya parlemen adalah sebuah forum publik di mana masyarakat seharusnya bebas menyampaikan aspirasinya. Tapi kembali lagi, tidak semua masyarakat Indonesia paham dengan hal tersebut.

     Apatisme politik tidak bisa dipandang remeh mengingat Indonesia adalah negara demokrasi di mana masyarakat bebas menyampaikan pendapatnya terhadap penguasa. Maka dari itu, partisipasi masyarakat sangat diperlukan demi tercapainya Indonesia yang sejahtera. Disadari atau tidak apatisme politik bisa memberikan dampak buruk bagi masyarakat ataupun pemerintah. Selama masyarakat umum bersikap pasif, apatis, dan teralihkan oleh konsumerisme atau kebencian dalam sekam, penguasa akan berbuat sesuka hati dan mereka yang dapat bertahan akan dibiarkan untuk merenungkan akibatnya.[1]

     Sebenarnya apa yang dilakukan oleh parlemen adalah sesuatu yang mulia. Hal itu dikarenakan parlemen adalah wakil rakyat yang telah mendapatkan amanah besar dari rakyat. Hanya saja ada segelintir orang yang tega merusak nama baik dari parlemen dan politik. Maka dari itu, dibutuhkan pembenahan kinerja demi mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja parlemen Indonesia.

     Untuk mencapai parlemen yang ideal maka pembenahan terhadap nilai dan etika harus dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memunculkan tradisi dan budaya baru sehingga tercipta gerakan sosial yang mampu menumbuhkan suatu perspektif baru. Jika selama ini persepsi masyarakat terhadap politik sangat buruk, maka persepsi bahwa politik itu baik harus diciptakan.

     Apatisme politik hanya mungkin diatasi dengan cara membentuk kepemimpinan yang jujur, adil, kredibel dan berdedikasi tinggi. Karena jika tidak maka akan mengakibatkan buruknya kinerja parlemen yang berujung pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap penguasa. Maka dari itu, orang-orang yang duduk di kursi penguasa haruslah orang yang baik dan ahli di bidangnya.

     Percaya atau tidak, kepemimpinan yang baik mampu mencegah sikap apatis. Orang tidak akan bersikap apatis jika pemimpinnya mampu memberikan inspirasi bagi setiap anggotanya. Demikian halnya parlemen di Indonesia. masyarakat tidak akan bersikap apatis jika parlemen mau mendengar aspirasi mereka, mau merangkul mereka dan lebih dekat dengan mereka.

     Oleh karena itu, sebagai warga negara Indonesia yang baik, hendaknya untuk lebih memahami tentang kondisi politik di Indonesia. Hindari bersikap apatis dan tanamkan kepedulian terhadap gerakan politik di Indonesia. Bersikap apatis sama sekali bukan identitas bangsa Indonesia karena kemerdekaan tak akan pernah direbut jika masyarakat Indonesia bersikap apatis.

Daftar Pustaka

Chomsky, Noam.  2016. Who Rules the World?.  Yogyakarta: Bentang Pustaka

[1] Noam Chomsky,  Who Rules the World?, Bentang Pustaka, Yogyakarta, 2016, hlm. 5.

Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet Donny B Utoyo. Medcom.id/ Annisa Ayu



Jakarta: Banyaknya berita bohong atau hoaks yang beredar dikhawatirkan membuat generasi milenial menjadi apatis terhadap pemberitaan. Hal itu nantinya akan merembet kepada sikap dan arah demokrasi generasi di tahun politik. Tenaga Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet Donny B Utoyo mengatakan, sebenarnya generasi milenial bukan menjadi sasaran berita hoaks. Sasaran berita hoaks adalah generasi tua yang gagap teknologi dan lambat mencari kebenaran informasi. Akan tetapi, jika generasi milenial sering disajikan berita hoaks dan tidak ada klarifikasi masif terhadap berita tersebut, maka suatu saat generasi tersebut dikhawatirkan akan menjadi generasi yang apatis.  "Lama-lama generasi milenial ini dikhawatirkan apatis terhadap informasi yang ada di internet," kata Donny saat ditemui di Jakarta Aquarium, Jakarta, Sabtu, 9 Maret 2019. Donny menjelaskan, bila generasi muda sudah apatis terhadap informasi pemberitaan nantinya akan berdampak pada sikapnya terhadap demokrasi, khususnya pemilu yang akan berlangsung bulan depan. Mereka akan menganggap semua berita yang beredar adalah berita hoaks, bahkan berita terverifikasi sekalipun. "Ini nanti kaitan banyak, seperti demokrasi dan pemilu," ucap dia.

Kemenkominfo telah mengidentifikasi 771 berita hoax selama periode Agustus 2018 hingga Februari 2019. Paling banyak berita hoax tersebut berkaitan dengan isu politik. Kemudian berita hoax kedua terbanyak mengenai masalah kesehatan yakni sebanyak 126 berita.

Editor : Eko Nordiansyah

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề