Hukum makmum yang mengikuti gerakan imam dalam salat adalah

KBRN, Jakarta: Islam mengharamkan makmum mendahului gerakan imam saat menegakkan shalat berjamaah.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda yang artinya: 

"Tidakkah salah seorang dari kalian takut atau hendaklah salah seorang dari kalian apabila ia mengangkat kepalanya mendahului imam. Bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai atau Allah akan mengubah rupanya menjadi rupa keledai"

Riwayat laih yakni HR. Ibnu Hibbah bahkan disebutkan: "Allah akan merubah kepalanya menjadi kepala anjing"

Namun beberapa ahli berpendapat, maksud dari perubahan adalah perubahan secara majazi, maksudnya menjadikan pelakunya bodoh seperti keledai. Sebab seekor keledai memiliki sifat yang bodoh.

Ketegasan larangan mendahului imam juga diriwayatkan dari Anas bin Malik, artinya: "Pada suatu hariRasulullah mengimami kami shalat. Selesai shalat beliau menghadap kepada kami dan berkata,"

"Wahai sekalian manusia, aku adalah imam kalian. Janganlah kalian mendahului aku ketika ruku', sujud, berdiri dan salam. Karena aku dapat melihat kalian, di hadapanku maupun di belakangku" [HR. Muslim].

Dengan beberapa hadist Rasulullah tersebut, maka diketahui mendahui imam hukumnya haram berdasarkan kesepakatan ahli ilmu. Seorang makmum tidak boleh ruku' sebelum imam, atau bangkit dari ruku' atau sujud sebelumnya.

imam terlalu lama

BincangSyariah.Com – Seiring perkembangan zaman, manusia semakin kreatif. Salah satu bentuk kreativitas yang tampak adalah bentuk bangunan yang semakin modern. Masjid yang dulu hanya memiliki teras saat ini meningkat berlantai ganda. Bahkan ada yang berlantai lebih dari dua. Desain yang seperti ini menyebabkan jamaah yang berada di lantai atas tidak dapat  melihat gerakan imam.

Karenanya, takmir masjid lalu mengupayakan menggunakan audio visual [tv] sebagai perantara. Namun pertanyaannya, apakah dengan melihat gerakan imam melalui tv tersebut sudah dianggap cukup mewakili proses salat berjamaah?

Sudah dianggap cukup karena syarat sah berjamaah adalah mengetahui gerakan imam agar dimungkinkan untuk mengikutinya dengan cara melihat imam atau mendengarkan suaranya baik secara langsung atau tidak langsung seperti dengan melihat gerakan shaf di depannnya, mendengarkan suaranya muballigh. Hal tersebut berdasarkan penjelasan dalam kitab al-Iqna’ karangan Muhammad Al Sharbini Al Khatib [wafat 977 H]. Sebagaimana berikut ini

وإذا كانا بمسجد ف‍ [أي موضع صلى] المأموم [في المسجد] ومنه رحبته [بصلاة الإمام فيه] أي المسجد [وهو عالم بصلاته] أي الإمام ليتمكن من متابعته برؤيته أو بعض صف أو نحو ذلك كسماع صوته أو صوت مبلغ [أجزأه] أي كفاه ذلك في صحة الاقتداء به وإن بعدت مسافته وحالت أبنية نافذة إليه كبئر أو سطح سواء أغلقت أبوابها أم لا، وسواء أكان أحدهما أعلى من الآخر أم لا كأن وقف أحدهما على سطحه أو منارته والآخر في سرداب أو بئر فيه لأنه كله مبني للصلاة

“Jika keduanya di dalam masjid, maka dimanapun tempat makmum shalat di masjid, baik di pelatarannya, dimana imam juga shalat dalam masjid itu, dan makmum mengetahui dengan shalatnya imam sekiranya ia mampu mengikuti gerakannya dengan melihatnya atau sebagian shaf di depan atau semisalnya, seperti mendengar suara imam atau suara muballigh maka itu boleh atau cukup hal itu sebagai syarat sah mengikuti imam. Sekalipun jaraknya jauh dan terdapat struktur bangunan lain yang ada jendelanya seperti ruang bawah atau permukaan. Baik pintunya tertutup atau tidak dan sama halnya apakah salah satunya baik Imam atau makmum berada di tempat yang lebih tinggi dari yang lain atau tidak, seperti jika salah satunya berdiri di loteng menara dan yang lain di ruang bawah di dalamnya, karena sesunggunya semuanya itu dibangun untuk tempat shalat”.

Dalam gadung bertingkat mengikuti gerakan imam lewat audio visual memungkinkan bagi makmum mengikuti gerakan imam. Jika sejenak memahami keterangan yang ditulis Imam al-Syarbini dalam kitab syarah Fathul Qarib, maka hal tersebut boleh selama keduanya berada dalam infastruktur atau bangunan masjid yang sama. Selain itu mengikuti gerakan imam melalui audio visual, syarat-syarat jamaah terakomodir sebab melalui itu makmum dapat mengetahui gerakan imam secara faktual.

Hal ini, sama halnya dengan peran muballigh [makmum yang mengeraskan suara takbir makmum agar makmum bagian belakang mengetahui gerakan salat sang imam], yang mana seiring perkembangan teknologi sekarang peran muballigh telah tergantikan oleh pengeras suara. Wallahu’alam.

*Artikel ini disarikan dari hasil Bahsul Masail di Pondok Pesantren Putri Salafiyah II, Bangil, Pasuruan.

Pertanyaan:

Apa hukum makmum yang tidak mengikuti gerakan imam secara langsung ketika shalat? Seperti ketika imam berpindah dari posisi ruku’ ke posisi i’tidal. Akan tetapi makmum menunggu beberapa saat dan baru berdiri ketika imam sudah mau sujud. Apa hukumnya jika hal tersebut dilakukan ketika tasyahhud, yakni apakah dibolehkan bagi seorang makmum untuk menunda melakukan salam setelah imam salam?

Jawab:

Sesungguhnya, seorang makmum wajib mengikuti imam dalam setiap gerakan shalat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إنما جعل الإمام ليؤتم به، فإذا ركع فاركعوا، وإذا رفع فارفعوا، وإذا صلى جالسا فصلوا جلوساً.

 “Sesungguhnya imam diangkat untuk diikuti. Jika imam ruku, maka rukulah. Jika imam berdiri, maka berdirilah. Jika imam shalat dalam keadaan duduk, maka shalatlah dalam keadaan duduk pula” [HR. Muslim].

An Nawawi berkata dalam dalam Syarah Shahih Muslim: Baidhowi dan yang lainnya berkata: “kata الائتمام adalah menuruti atau mengikuti. Yakni seseorang yang diangkat menjadi imam wajib untuk dituruti dan diikuti. Di antara cara mengikuti imam adalah dengan tidak mendahuluinya, atau menyamai gerakannya atau lebih maju posisinya daripada imam. Akan tetapi menjaga posisinya dan melakukan gerakan berdasarkan gerakan imam.

Perlu diketahui bahwasanya seorang makmum harus melakukan gerakan setelah imam bergerak, dan tidak boleh mendahuluinya atau menyamai gerakannya. Mengenai tata cara mengikuti imam, para ahli fikih telah menerangkannya. Ibnu Qudamah berkata dalam kitabnya Al Mughni, “Dianjurkan bagi seorang makmum untuk memperhatikan gerakan dalam melakukan shalat, baik ketika hendak naik atau turun. Seorang makmum harus melakukannya setelah imam sudah pada posisinya. Serta merupakan hal yang makruh jika seorang makmum melakukan gerakan bersamaan dengan gerakan imam, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama.”

An Nawawi berkata dalam kitabnya Al Majmu’, “Yang dimaksud mengikuti imam adalah dengan melakukan gerakan sebagaimana imam, yakni memulai setiap gerakan dalam posisi terakhir setelah imam memulainya, dan makmum melakukan gerakan setelah imam sudah pada posisinya.”

Syaikh Ahmad Ad Dardiir, pensyarah Mukhtashor Kholil yang merupakan kitab rujukan Fikih Maliki berkata ketika menerangkan shalat jamaah, “Menyamakan waktu gerakan antara imam dan makmum di dalam gerakan-gerakan shalat adalah suatu yang dimakruhkan jika dilakukan selain untuk takbiratul ihram dan salam. Beliau pun mengatakan bahwa merupakan hal yang dianjurkan bagi makmum untuk melakukan gerakan setelah imam dan menyusul gerakan imam.”

Ad Dasuqi berkata bahwasanya ‘Iyad mengatakan, “Terjadi perselisihan di kalangan ulama mengenai mengikuti imam selain gerakan takbiratul ihram dan salam, apakah mengikutinya setelah imam memulai gerakan atau ketika imam telah pada posisi sempurna dari gerakannya.”

Mengenai pertanyaan di atas, maka sang penanya menggambarkan mengenai imam yang memberikan kesempatan kepada makmum untuk memperlama gerakan. Maka jika memperlama gerakan tersebut sesuai dengan  waktu yang dibutuhkan imam untuk menyempurnakan rukun-rukun shalat, hal itulah yang dibenarkan dan telah mengikuti sunnah insya Allah. Dalam Shahih Muslim dari Baro’ bahwasanya para sahabat ketika shalat bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, pada saat beliau ruku’, mereka pun ruku’, ketika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ kemudian mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, kami pun mengikutinya, dan tidaklah kami turun dari posisi berdiri sampai kami melihat Rasulullah meletakkan wajahnya ke tanah, lalu kami mengikutinya.

Adapun mengakhirkan salam setelah imam melakukan salam, maka hal ini adalah hal yang makruh menurut sebagian ulama dan sebagian yang lainnya menyatakan tidak boleh. At Tilmisani mengatakan dalam kitabnya Muwaahibul Jaliil, “Tidak diperbolehkan bagi seorang makmum setelah salamnya imam untuk menyibukkkan dirinya dengan berdoa atau selainnya.”

Akan tetapi hal ini bukan berarti makmum boleh salam sebelum menyelesaikan doa tasyahuddnya dalam shalat. Justru hal tersebut diwajibkan bagi makmum untuk menyelesaikannya walaupun imam telah salam, berdasarkan hadits yang mengatakan wajibnya tasyahhud. Wallahu a’lam.

Sumber fatwa:

//www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=53974

Penerjemah: Rian Permana
Editor: Muhammad Abduh Tuasikal

🔍 Contoh Bacaan Dzikir Sesudah Sholat, Cara Kirim Al Fatihah Untuk Orang Meninggal, Dalil Merokok Membatalkan Puasa, Amalan Ziarah Kubur

Tags: gerakan imamimamjama'ahmakmummengikutiShalat

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề