Jelaskan mengapa pariwisata muncul di Indonesia

BAB I SEJARAH DAN KOMPONEN PARIWISATA 1. Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini s

Views 738 Downloads 28 File size 205KB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

Recommend Stories
Citation preview

BAB I SEJARAH DAN KOMPONEN PARIWISATA

1. Pendahuluan Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat besar dalam pembangunan Indonesia khususnya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas sebagai pemasok devisa Negara. Tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia terlihat dengan jelas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyatakan bahwa Usaha-usaha pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan industri pariwisata dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahtraan masyarakat dan Negara. industri pariwisata dikembangkan di Indonesia dalam rangka mendatangkan dan meningkatkan devisa negara. Dengan kata lain, segala usaha yang berhubungan dengan kepariwisataan merupakan usaha yang bersifat komersial dengan tujuan utama mendatangkan devisa Negara disamping sector non migas. Di samping itu, pengembangan kepariwisataan juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. Ini berarti, pengembangan pariwisata di Indonesia tidak telepas dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk mendukung pariwisata tersebut. Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat menarik. Keragaman budaya ini dilatari oleh adanya agama, adat istiadat yang unik, dan kesenian yang dimiliki oleh setiap suku yang ada di Indonesia. Di samping itu, alamnya yang indah akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan [pedesaan], alam bawah laut, maupun pantai.

1.1 Sejarah Pariwisata di Indonesia Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit. Berdasarkan data tahun 2014, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 9,4 juta lebih atau tumbuh sebesar 7.05% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata di Indonesia. Alam Indonesia memiliki kombinasi iklim tropis, 17.508 pulau yang 6.000 di antaranya tidak dihuni, serta garis pantai terpanjang ketiga di dunia setelah Kanada dan Uni Eropa. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar dan berpenduduk terbanyak di dunia. Pantai-pantai di Bali, tempat menyelam di Bunaken, Gunung Rinjani di Lombok, dan berbagai taman nasional di Sumatera merupakan contoh tujuan wisata alam di Indonesia. Tempat-tempat wisata itu didukung dengan warisan budaya yang kaya yang mencerminkan sejarah dan keberagaman etnis Indonesia yang dinamis dengan 719 bahasa daerah yang dituturkan di seluruh kepulauan tersebut. Candi Prambanan dan Borobudur, Toraja, Yogyakarta, Minangkabau, dan Bali merupakan contoh tujuan wisata budaya di Indonesia. Hingga 2010, terdapat 7 lokasi di Indonesia yang telah ditetapkan oleh UNESCO yang masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia. Sementara itu, empat wakil lain juga ditetapkan UNESCO dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia yaitu wayang, keris, batik dan angklung. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, sebelas provinsi yang paling sering dikunjungi oleh para turis adalah Bali sekitar lebih dari 3,7 juta disusul, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten dan Sumatera Barat. Sekitar 59% turis berkunjung ke Indonesia untuk tujuan liburan, sementara 38% untuk tujuan bisnis. Singapura dan Malaysia adalah dua negara dengan catatan jumlah wisatawan terbanyak yang datang ke Indonesia dari wilayah ASEAN. Sementara dari kawasan Asia [tidak termasuk ASEAN] wisatawan RRC berada di urutan pertama disusul

Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan India. Jumlah pendatang terbanyak dari kawasan Eropa berasal dari negara Britania Raya disusul oleh Belanda, Jerman dan Perancis.

Pengelolaan kepariwisataan, kebijakan nasional, urusan pemerintahan di bidang kebudayaan dan kepariwisataan di Indonesia diatur oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. Munculnya pariwisata di Indonesia , diketahui sudah sejak lama. Seperti perjalanan kerajaan-kerajaan atau utusannya ke berbagai belahan di nusantara. Menurut Yoeti [1996:2], berdasarkan kurun waktu perkembangan, sejarah pariwisata indonosia bisa dibagi tiga, yaitu :

1. Masa Penjajahan Belanda

Kegiatan kepariwisataan dimulai dengan penjelajahan yang dilakukan pejabat pemerintah, missionaris atau orang swasta yang akan membuka usaha perkebunan di daerah pedalaman. Para pejabat Belanda yang dikenai kewajiban untuk menulis laporan pada setiap akhir perjalannannya. Pada laporan itu terdapat keterangan mengenai peninggalan purbakala, keindahan alam, seni budaya masyarakat nusantara. Pada awal abad ke-12, daerah Hindia Belanda mulai berkembang menjadi suatu daerah yang mempunyai daya tarik luar biasa bagi para pengadu nasib dari negara Belanda. Mereka membuka lahan perkebunan dengan skala kecil. Perjalanan dari satu daerah ke daerah lain , dari nusantara ke negara Eropa menjadi hal yang lumrah, sehingga dibangunlah sarana dan prasarana penunjang kegiatan tersebut. Kegiatan Kepariwisataan masa penjajahan Belanda dimuali secara resmi sejak tahun 1910-1912 setelah keluarnya keputusan Gurbenur Jendral atas pembentukan Vereeneging Toeristen Verkeer [ VTV ] yang merupakan suatu biro wisata pada masa itu. Saat itu kantuntor tersebut juga digunakan sebagai maskapai swasta belanda KNILM [Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtfahrt Maatschapijj] yang memegang monopoli kawasan Hindia Belanda saat itu.

Meningkatnya perdangan antar benua eropa , Asia dan Indonesia pada khususnya, meningkatnya lalu lintas manusia yang meakukan perjalanan untuk berbagai kepentingan masing-masing. Untuk memberikan pelayanan kepada mereka yang melakukan perjalanan ini, maka didirikannya pertama kali suatu cabang Travel Agent di Jalan Majapahit No,2 Jakarta pada tahun 1926 yang bernama Lissone Lindemend[LISIND] yang berpusat di Belanda. Sekarang tempat tersebut digunakan oleh PT.NITOUR.

Tahun 1928 Lislind berganti menjadi NITOUR[Nederlandche Indische Touristen Bureau] yang merupakan dari KNILM. Saat ini, kegiatan pariwisata lebih banyak disominasi kaum kulit putih saja, sedangkan untuk bangsa pribumi bisa dikatakan tidak ada. Perusahaan perjalanan wisata saat itu tidak berkembang karena NITOUR dan KNILM memegang monopoli.

Pertumbuhan Hotel di Indonesia sesungguhnya mulai dikenal sejak abad ke-19, meskipun terbatas pada beberapa hotel seperti Batavia;Hotel Des Indes;Hotel der nederland, Hotel Royal, dan Hotel Rijswijk. Di Surabaya berdiri pula Hotel Sarkies, Hotel Oranye, di Semarang didirikan Hotel Du Pavillion kemudian di medan berdiri Hotek de Boer, da Hotel Astoria, di Makassar Hotel Grand dan Hotel Staat. Fungsi Hotel Pada masa-masa itu banyak digunakan untuk penumpang kapal laut dari Eropa menngingat belum adanya kendaraan bermotor untuk membawa tamu-tamu tersebut dari pelabuhan ke hotek dan sebaliknya, maka yang digunakan kereta kuda serupa cikar. Memasuki abad ke-20, barulah perkembangan akomodasi hotel ke kota lainnya. Seperti Grand Hotel Yogyakarta, Hotel salak di Bogor dan lain-lain.

2. Masa Pendudukan Jepang

Pada Perang Dunia ke II, yang disusul dengan pendudukan Jepang ke Indonesia keadaan pariwisata di Indonesia sangat terlantar. Semuanya porak poranda, kesempatan dan keadaa yang tidak menenu ekonomi yang sangat sulit, kelangkaan

pangan, papan dan sandang tidak memungkinkan orang untuk berwisata. Kunjungan mancanegara pada masa itu bisa dibilang tidak ada.

3. Setelah Indonesia Merdeka

Setelah Indonesia merdeka, perkembangan pariwisata di Indonesia mulai merangkak. Pada tanggal 1 Juli 1947 dibetuklah organisasi perhotelan pertama di Indonesia yang disebut Badan Pusat Hotel.

Sektor pariwisata mulai berkembang dengan geliatnya. Hal ini ditandai dengan Surat Keputusan Wakil Presiden [Dr. Mohamad Hatta]csebagai Ketua Panitia Pemikir siasat Ekonomi di Yogyakarta untuk mendirikan suatu badan yang mengelola hotelhotel yang sebelumnya dikuasai pemerintah pendudukan, badan tersebut bernama HONET[Hotel National & Tourism ] dan diketahui oleh R Tjipto Ruslan. Badan tersebut segera mengambil alih hotel-hotel di daerah Yigyakarta, Surakarta, Madiun, cirebon, Pekalongan, Sukabumi, Malang, Sarangan, dan semua itu diberi nama Hotel Merdeka.

Tahun 1949 terjadinya KMB[Konferensi Meja Bundar] mengakibatkan HONET dibubarkan. Karena isi salah satu perjanjian KMB adalah bahwa seluruh harta kekayaan milik Belanda harus dikembalikan ke pemiliknya. Sehingga selanjutnya berdiri badan hukum yang dinamakan NV HONET yang merupakan badan satusatunya yang beraktivitas di bidang perhotelan dan pariwisata, Tahun 1952 dengan keputusan Presiden RI, dibentuk panitia Inter Departemental Urusan Turisme yang diketuai oleh Nazir St, Pamuncak dengan sekretaris RAM Sastrodanukusumo. Salah satu tugas panitia tersebut adalah menjaga kemungkinan terbukanya kembali indonesia sebagai DTW[Daerah Tujuan Wisata].

Tahun 1953 , beberapa tokoh perhotelan mendirikan Serikat Gabungan Hotel dan Tourisme Indonesia [SERGAHTI] diketuai oleh A Tambayong. Keanggotaan

SERGAHTI pada saat itu mencangkup seluruh hotel di Indonesia. Tahun 1955, selan SERGAHTI, beberapa pejabat negara yang jabatannya ada kaitannya dengan dunia pariwisata serta beberapa anggota elite masyarakat yang peduli terhasap potensi pariwisata Indonesia mendirikan Yayasan Tourisme Indonesia atau YTI yang nantinya disebut DEPARI[Dewan Pariwisata Indonesia] yang menjadi cikal bakal Departemen Pariwisata dan Budaya Indonesia.

1.2 Perkembangan Pariwisata Indonesia Masa Hindia Belanda

Perkembangan pariwisata di Indonesia terjadi dalam beberapa tahapan dan periode. Masa pra kemerdekaan dan masa Masa pasca kemerdekaan. Masa pra kemerdekaan terbagi atas dua periode, periode masa Hindia Belanda dan periode pendudukan Jepang. Pentahapan dan periodisasi perkembangan pariwisata di Indonesia sesuai dengan pentahapan dan periodisasi dalam tonggak-tonggak sejarah bangsa Indonesia.

Kegiatan kepariwisataan yang kita kenal sekarang ini, telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda bahkan embrio kepariwisataan tersebut telah dikenal sejak perkembagan kerajaan-kerajaan di nusantara. Pada masa kolonialisme Belanda pariwisata terbatas hanya diperuntkan bagi orang-orang Belanda, Indo-Belanda dan beberapa orang asing lainnya

Kunjungan wisata asing [wisatawan mancanegara] ke Hindia Belanda dapat dikatakan terbatas dari segi kuantitasnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor selain karena memang sarana transportasi yang belum memadai, Pemerintah kolonial Belanda sengaja menutupi keberadaan Hindia Belanda terhadap wisatawan asing terutama wisatawan bangsa-bangsa Eropa lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh ketakutan pemerintah kolonial Belanda terhadap ketertarikan bangsa Eropa lainnya terhadap kekayaan Hindia Belanda yang mungkin akan berujung pada keinginan bangsa lain untuk menguasai Hindia Belanda.

Meskipun demikian Hindia Belanda tidak sepenuhnya tertutup bagi kedatangan bangsa lain. Pada tahun 1897 seorang wanita berkebangsaan Amerika, Eliza Ruhamah Scidmore mengunjungi Hindia Belanda [Jawa] sebagaimana tertulis daam buku karangannya Java, The Garden of The East . Buku tersebut menjelaskan mengenai kunjungan dan pengalamannya sewaktu melakukan perjalanan [travelling] di Jawa.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-19 Indonesia sudah dikunjungi oleh wisatawan asing, yang sekarang disebut wisatawan mancanegara.

1. Organisasi Dan Publikasi Kepariwisataan Tahun 1910, Gubernur Jenderal A.W.F Idenburg ,membentuk suatu organisasi yang bernama Vereeniging voor Toeristen Verker [VTV]. VTV merupakan sebuah badan resmi pemerinrtah Hindia Belanda yang mengatur arus lalu lintas dan kegiatan kepariwisataan di Hindia Belanda.

Organisasi VTV yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda ini juga berfungsi sebagai biro perjalanan resmi [oficieel toeristen bureun]. Dari kantor VTV tersebut dapat diperoleh bahan-bahan informasi wisata. Kantor VTV berlokasi di Rijswisk 11[Sekarang:ujung Jalan Veteran IV, Jakarta]. Beberapa kali VTV berpindah tempat, hingga menetap di Noordwijk 36 [jalan Juanda-Jakarta]. Selain menyelenggarakan kegiatan pariwisata, yang merupakan salah satu sumber keuangan organisasi tersebut, VTV juga menerbitkan berbagai informasi wisata dalam bentuk brosur maupun buku. Berbagai brosur ditulis dengan menggunakan Bahasa Inggris, sedangkan buku-buku yang diterbitkan oleh VTV, merupakan bukubuku penuntun wisata [guide book] , yang menjelaskan mengenai daerah-daerah wisata di pulau-pulau di Hindia Belanda, misal Lombok, Bali, Jawa dan pulau-pulau lainnya.

Biro perjalanan Hindia Belanda pada tahun 1923 menerbitkan semacam artikel bulanan bernama Tourism. Artikel tersebut secara selektif dikirim ke 10.000 alamat diseluruh dunia dalam usaha memperkenalkan pariwisata di Hindia Belanda.VTV berkantor pusat di Batavia [Jakarta] namun demikian, VTV juga memiliki cabang di beberapa tempat, khususnya di daerah-daerah basis wisatawan.

Informasi mengenai pariwisata di Hindia Belanda tidak hanya diterbitkan oleh biro resmi pemerintah Hindia Belanda [VTV]. Kantor Informasi Wisata Garut misalnya. Perusahaan tersebut menerbitkan Java Tourist Guide, selain itu perusahaan tersebut pada tahun 1923 juga menerbitkan sebuah koran mingguan [Weekly Illustrated Newspaper]. Koran tersebut diantaranya berisikan rubrik-rubrik sebagai berikut : 1.

Jadwal kereta api ekspres

2.

Ringkasan berita-berita luar negeri

3.

Siapa, kapan, dimana

4.

Pergi kemana dan melihat apa

5.

Berita-berita Garut

6.

Petunjuk-petunjuk bagi wisatawan

7.

Hotel-hotel yang direkomendasikan

8.

Kalimat-kalimat singkat yang berguna

9.

Nilai tukar mata uang

10. Foto-foto dan lain sebagainya Selain organisasi wisata di Hindia Belanda, organisasi kepariwisataan di negeri Belanda juga aktif mempromosikan pariwisata di Hindia Belanda kepada para wisatawan asing mancanegara. Salah satunya adalah VVV [Vereeniging voor Vreemdelingen Verkeer].

2. Biro Perjalanan Pertama Mempromosikan Hindia Belanda kepada wisatawan asing khususnya negara-negara Eropa memang menjadi kecemasan tersendiri bagi pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda cemas, jika Hindia Belanda menjadi incaran negara lain. Namun demikian

kunjungan wisatawan asing merupakan sumber pemasukan penting bagi keuangan Pemerintah Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda. Oleh sebab tersebut, Pemerintah menetapkan untuk membatasi kunjungan dan ruang gerak wisatawan asing.

Perkembangan sarana transportasi antar negara, khususnya transportasi laut meningkatkan minat masyarakat Belanda untuk berkunjung ke Hindia Belanda. Dan hal tersebut semakin meningkat, mengikuti adanya perkembangan perhubungan udara antara negeri Belanda dengan Hindia Belanda. Kegiatan itu dipelopori oleh tiga orang belanda, Van Weerden Poelman, Van Der Hoop, dan Van Der Broeke dengan pesawat Fokker F-VII H-NACC.

Mengikuti perkembangan kegiatan wisata ke Hindia belanda, maka sebuah perusahaan perjalanan Belanda Lissonne Lindemann membuka cabang di Batavia pada tahun 1926. Namun pada dasarnya, di Batavia sendiri telah memiliki sebuah perusahaan perjalanan bernama Nitour [Nederlands Indische Toeristen Bureau]. Nitour merupakan anak perusahaan dari tiga buah perusahaan yakni Maskapai Pelayaran Kerajaan belanda, Maskapai penerbangan Kerajaan Belanda dan sebuah peusahaan pelayaran asing lainnya. Pada tahun 1928 Nitour dilebur dengan Lissonne Lindemann, berkantor di Rijswijk Nomor 2 dengan tetap mempergunakan nama Nitour. Meningkatnya sarana transportasi antara Eropa dan Hindia Belanda mengakibatkan meningkatnya pula arus kunjungan wisata asing di Hindia Belanda. Menurut catatan the Netherlands Indies Official Tourist Bureau, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Hindia Belanda berjumlah 8.147 orang. Meningkatnya arus wisatawan tersebut,

kemudian

diikuti

pula

oleh

pembangunan

berbagai

sarana

penunjang/akomodasi pariwisata mulai dibangun di Hindia Belanda. Pembangunan sarana-sarana akomodasi pariwisata tersebut antara lain Hotel-hotel bertaraf internasional di kota-kota pelabuhan. Misalnya Hotel Des Indes di Batavia

Pembangunan prasarana jalan raya dan sarana transportasi kereta api. Kemajuan tersebut diiringi pula oleh pembangunan sarana akomodasi di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan yang berhawa sejuk.

1.2 Komponen Pariwista 4A Komponen pariwisata adalah komponen kepariwisataan yang harus dimiliki oleh objek daya tarik wisata. Istilah kepariwisataan merupakan gabungan dari istilah wisata, pariwisata dan kepariwisataan. Kepariwisataan ini berarti keseluruhan kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan dengan dilengkapi oleh fasilitas dan infrastuktur pendukung yang disediakan oleh para stakeholderspariwisata. Namun unsur yang paling utama dalam suatu pengembangan kepariwisataan adalah unsur daya tarik wisata. Hadiwijoyo [2012] menjelaskan obyek daya tarik wisata sebagai suatu bentukan dan fasilitas yang saling berhubungan dan menjadi alasan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau tempat tertentu. Obyek daya tarik wisata dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; [1] obyek wisata alam atau lingkungan [ekowisata], [2]obyek wisata sosial budaya, [3] obyek wisata minat khusus [Special Interest]. Menurut UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, daerah tujuan wisata adalah kawasan geografis yang spesifik berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat kegiatan kepariwisataan dan dilengkapi dengan ketersediaan daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait. Cooper dkk [1997] mengemukakan bahwa terdapat 4 [empat] komponen yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata untuk pengembangan potensi kepariwistaan, yaitu: 1. Attraction [Atraksi] Atraksi merupakan produk utama sebuah destinasi. Menurut Karyono [1997] Atraksi atau daya tarik wisata berkaitan dengan apa yang bisa dilihat [what to see ] dan

dilakukan [what to do] oleh wisatawan di sebuah destinasi wisata. Diperkuat oleh Suwena [2010], atraksi wisata atau sumber kepariwisataan [tourism resources] merupakan komponen yang secara signifikan menarik kedatangan wisatawan dan dapat dikembangkan di tempat atraksi wisata ditemukan [in situ] atau diluar tempatnya yang asli [ex situ]. Atraksi wisata terbagi menjadi tiga, yaitu; [1] atraksi wisata alam seperti perbukitan, perkebunan, gunung, danau, sungai dan pantai dan, [2] atraksi wisata budaya seperti kearifan masyarakat, seni dan kerajinan tangan, masakan khas, arsitektur rumah tradisional, dan situs arkeologi, [3] atraksi buatan manusia seperti wisata olahraga, berbelanja, pameran, taman bermain, festival dan konferensi [Suwena, 2010]. Keberadaan atraksi menjadi alasan serta motivasi wisatawan untuk berkunjung sehingga pengembangannya harus mempunyai nilai diferensiasi yang tinggi, unik dan berbeda dari daerah atau wilayah lain. Malau [2016] menambahkan konferensi, seminar dan festival bertaraf internasional sebagai atraksi wisata musik. Penyelenggaraan konferensi, seminar dan festival dapat mendatakan wisatawan dan mempertemukan sesama pelaku industri musik dari berbagai kota atau negara untuk saling bertukar pikiran. Konferensi dapat menjadi tolak ukur pembangunan industri musik, karena hasil dari diskusi dapat dijadikan rekomendasi kepada berbagai pihak untuk mengembangkan ekosistem musik lebih lanjut. Festival musik merupakan salah satu bentuk tertua sekaligus bentuk paling populer dalam pariwisata musik [Connel dan Gibson, 2003]. Festival musik merupakan wadah bagi musisi, seniman dan penikmatnya, bahkan seiring perkembangannya menjadi gaya hidup bagi masyarakat urban. Menurut kajian Wibisono [2016] dari beberapa ahli festival musik memiliki beberapa pengertian antara lain; [1] festival musik adalah sebuah event besar, biasanya diadakan di luar ruangan, dan menampilkan banyak musisi atau band selama beberapa hari, [2]festival musik adalah sebuah festival yang seringkali hadir dengan tema tertentu seperti jenis musik, batas

negara, atau jenis liburan dan menyuguhkan beberapa atraksi lain seperti wisata kuliner, penjualan merchandise, penampilan seni, atau kegiatan sosial. [3] Festival merupakan penyelenggaraan dengan jumlah musisi atau band yang beragam dan lebih dari satu. Dikuatkan oleh hasil kajian mendalam Bowen dan Daniels [2005] bahwa festival musik adalah pelengkap budaya, dimana festival musik diselenggarakan bersamaan dengan aktivitas yang merujuk pada musik seperti pameran dan makanan yang berhubungan dengan tema festival itu sendiri. Festival dan eventmerupakan strategi

untuk

meningkatkan

dampak

ekonomi

positif,

memperbaiki

dan

mempromosikan citra destinasi [Getz, 2008]. 2. Accessibility [Aksesibilitas] Akesibilitas merupakan sarana dan infrastruktur yang memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk bergerak dari satu daerah ke daerah lain. Faktor-faktor yang penting terkait dengan aspek aksesibilitas wisata meliputi petunjuk arah, bandara, terminal, waktu yang dibutuhkan, biaya perjalanan, dan frekuensi transportasi menuju lokasi wisata [Sunaryo, 2013]. Individual touristmengatur perjalanannya sendiri tanpa bantuan travel agent sehingga sangat bergantung kepada kemudahan akses dan fasilitas publik. Akses jalan yang baik harus diiriingi dengan ketersediaan sarana transportasi dan kemudahan sarana informasi. Cross [2016] menjabarkan transportasi umum sebagai layanan angkutan penumpang yang digunakan oleh masyarakat umum seperti bis, kereta api, pesawat terbang, dan kapal laut. Sementara kemudahan komunikasi dikhususkan pada media sosial. Media sosial merupakan media online berupa aplikasi atau situs dimana setiap orang bisa membuat halaman pribadi, serta terhubung dengan individu atau kelompok untuk berbagi informasi dan berkomunikasi satu sama lain [Kaplan dan Haenlein 2010]. Ditambahkan oleh Umami [2015] yang mengklasifikasi media sosial sebagai alat pemasaran baru yang dapat menciptakan komunikasi interaktif antara wisatawan dengan produk-produk pariwisata yang dengan sendirinya dapat meningkatkan kesadaran [awareness]. Beberapa media sosial yang sangat

digemari dan memiliki jutaan pengguna di Indonesia adalah Youtube, Facebook, Instagram dan Twitter [Wearesocial.com, 2017]. 3. Amenity [Fasilitas] Sugiama [2011] menjelaskan bahwa fasilitas adalah segala macam sarana dan prasarana pendukung selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata, meliputi kebutuhan akomodasi, penyediaan makanan dan minuman, gedung pertunjukan, tempat hiburan [entertainment], dan tempat perbelanjaan. Fasilitas bukan merupakan daya tarik bagi wisatawan, namun menjadi syarat yang menentukan durasi tinggal wisatawan dan kekurangan fasilitas akan menjadikan wisatawan menghindari destinasi tertentu. Penyelenggaraan wisata musik membutuhkan fasilitas penunjang yang memiliki kualitas tinggi dalam berbagai ukuran dan format, seperti gedung pertunjukan dan penginapan. Gedung pertunjukan adalah sebuah bangunan gedung dengan fungsi untuk melayani dan memfasilitasi berbagai macam pertunjukan. Gedung ini merupakan ruang semi publik yang memiliki tujuan untuk menghibur orang dengan pertunjukan yang ditampilkan. Gedung berarti bangunan tempat mempertunjukan hasil-hasil kesenian, ruang untuk diskusi, belajar, berlatih dan panggung untuk tampil. Pertunjukan adalah tontonan [seperti bioskop, musik, wayang, dan teater], pameran, demonstrasi. Dengan memiliki sebuah gedung pusat kegiatan musik menunjukkan komitmennya membangun kota musik dan dapat digunakan sebagai kantor pengurus kota musik [Poerwadarminta, 1976 dan Malau, 2016]. Menurut Chuba [2012] penginapan merupakan fasilitas pendukung penting pada suatu destinasi wisata. Penginapan dapat ditemukan di mana pun wisatawan bepergian karena wisatawan membutuhkan lokasi beristirahat dan bersantai selama melakukan perjalanan sehingga dibutuhkan bangunan yang dapat sebagai tempat tinggal sementara atau penginapan. Lebih lanjut Chuba [2012] mengartikan penginapan sebagai subsektor terbesar dan paling umum di dalam bisnis pariwisata. Industri penginapan telah menyaksikan inovasi-inovasi reguler yang telah

menghasilkan berbagai macam diversifikasi produk dalam ukuran, jenis dan layanan yang diberikan. Menurut Yoeti [1992], sarana wisata dapat dibagi menjadi tiga unsur pokok, diantaranya : 1. Sarana pokok pariwisata, adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya tergantung pada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk dalam kelompok ini adalah travel agent, perusahaan-perusahaan angkutan wisata, serta jenis akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya serta obyek wisata dan atraksi wisata. 2. Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan atau tempat yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. 3. Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan berfungsi tidak hanya membuat para wisatawan betah pada suatu daerah tujuan wisata tetapi fungsi yang lebih penting

adalah

agar

wisatawan

lebih

banyak

mengeluarkan

atau

membelanjakan uangnya di tempat yang dikunjunginya.

4. Ancillary [Pelayanan Tambahan] Sugiama [2011] menerangkan bahwa ancillary atau pelayanan tambahan merupakan adanya lembaga kepariwisataan yang dapat memberikan wisatawan rasa aman dan terlindungi [protection of tourism]. Pelayanan tambahan mencakup keberadaan dari berbagai organisasi yang memfasilitasi dan mendorong pengembangan serta pemasaran dari suatu destinasi wisata. Organisasi yang terkait dalam hal ini antara lain pihak pemerintah seperti dinas pariwisata, komunitas pendukung kegiatan pariwisata, asosiasi kepariwisataan seperti asosiasi pengusaha perhotelan, biro

perjalanan wisata, pemandu wisata, dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan. Menurut Malau [2016] Karang Taruna dan komunitas musik menjadi media yang mendekatkan masyarakat dengan musik dan seni. Pengembangan musik lewat Karang Taruna dan komunitas musik dapat menjadi kegiatan yang sangat masif yang tersebar di seluruh sudut kota dan menjadi dasar untuk mengangkat musik lokal. Keberhasilan wisata musik sangat tergantung pada keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan. Kerjasama yang baik antar elemen dapat mempengaruhi kebijakan dan dukungan dari pemimpin politik. Lebih lanjut, Malau [2016] memaparkan kebijakan seperti perijinan bisnis, acara musik, perencanaan transportasi dalam kota, dan penggunaan aset tanah akan sangat mempengaruhi keberlangsungan dan kesehatan ekonomi musik. Untuk mewujudkan kota musik yang baik, dukungan dari pemerintah menjadi sangat esensial. Dukungan tersebut dapat berupa program pelatihan, mentoring, akses ke pendidikan musik. Kota musik yang sukses dapat menciptakan lingkungan kondusif untuk musisi, sehingga mereka dapat berkonsentrasi membuat dan menampilkan musik. Karena tanpanya, kota musik menjadi tidak optimal dan hanya bisa menyentuh kalangan tertentu [Malau, 2016]. Rangkuman

1. Kegiatan kepariwisataan yang kita kenal sekarang ini, telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda bahkan embrio kepariwisataan tersebut telah dikenal sejak perkembagan kerajaan-kerajaan di nusantara. Pada masa kolonialisme Belanda pariwisata terbatas hanya diperuntkan bagi orang-orang Belanda, Indo-Belanda dan beberapa orang asing lainnya.

2. Kunjungan wisata asing [wisatawan mancanegara] ke Hindia Belanda dapat dikatakan terbatas dari segi kuantitasnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor

selain karena memang sarana transportasi yang belum memadai,

Pemerintah kolonial Belanda sengaja menutupi keberadaan Hindia Belanda

terhadap wisatawan asing terutama wisatawan bangsa-bangsa Eropa lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh ketakutan pemerintah kolonial Belanda terhadap ketertarikan bangsa Eropa lainnya terhadap kekayaan Hindia Belanda.

3. Vereeniging voor Toeristen Verker [VTV] merupakan sebuah badan resmi pemerinrtah Hindia Belanda yang mengatur arus lalu lintas dan kegiatan kepariwisataan di Hindia Belanda. Selain menyelenggarakan kegiatan pariwisata, yang merupakan salah satu sumber keuangan organisasi tersebut, VTV juga menerbitkan berbagai informasi wisata dalam bentuk brosur maupun buku. Nitour [Nederlands Indische Toeristen Bureau] merupakan perusahaan perjalanan di Batavia. Nitor sendiri didirikan mengikuti perkembangan kegiatan wisata asing ke Hindia belanda.

Soal Latihan : Kerjakan Latihan Berikut ini dengan baik dan benar: 1. Bagaimana sejarah singkat lahirnya pariwisata di Indonesia? 2. Jelaskan sejarah pariwisata pertama di Indonesia? 3. Apa saja fasilitas penting yang harus ada dalam meningkatkan pariwisata? 4. Mengapa perkembangan pariwisata berkaitan dengan fasilitas pendukung dalam objek tersebut? 5. Jelaskan unsur pokok sarana wisata menurut Yoeti? Daftar Pustaka H.Kodhyat. Sejarah Pariwisata Dan Perkembangannya Di Indonesia[Jakerta : Grasindo, 1996], hlm. 47 Adrian Sinaga. 2015. Sejarah Pariwisata di Indonesia. //srisuciani.blogspot.com/2015/04/sejarah-pariwisata-di-indonesia.html. Diakses tanggal 25 November 2019 Pukul 13.34 WIB. Dini

Wulandhari. 2016. Komponen Pariwisata. //digilib.polban.ac.id/files/disk1/203/jbptppolban-gdl-azmikautsa-101293-bab2--7.pdf. Diakses tanggal 25 November 2019 Pukul 13.00 WIB.

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề