Jelaskan upaya pemerintah dalam memperjuangkan masalah Irian Barat ke forum internasional

Perjuangan Diplomasi
Pada awalnya penyelesaian masalah Irian Barat dilakukan secara bilateral. Akan tetapi, upaya tersebut menemui kegagalan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berupaya menyelesaikan masalah Irian Barat melalui forum internasional. Pemerintah Indonesia mengirim beberapa diplomatnya untuk memperjuangkan Irian Barat melalui forum internasional. Beberapa diplomat tersebut antara lain  Subandrio, Mukarto Notowidagdo, Zairin Zain, Adam Malik, Ganis Harsono, dan Alex Alatas. 

Dengan demikian upaya pertama pemerintahan Indonesia dalam perjuangan pembebasan Irian Barat adalah dilakukan melalui perjuangan diplomasi secara bilateral.

Upaya merebut Irian Barat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu perjuangan diplomasi, konfrontasi ekonomi, konfrontasi politik, dan konfrontasi militer. Perjuangan diplomasi ditempuh melalui perundingan, mulai dilakukan pada masa Kabinet Natsir. Perjuangan diplomasi tidak membuahkan hasil sehingga dilakukan perjuangan dalam bidang politik dan ekonomi. Konfrontasi dalam bidang ekonomi misalnya seperti pelarangan pesawat terbang Belanda untuk melintas dan mendarat di wilayah Indonesia, nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda, dan terjadi pemogokan buruh yang bekerja di perusahaan Belanda. Konfrontasi politik misalnya seperti pembatalan hasil KMB, membentuk provinsi Irian Barat di Soasiu, dan pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. Konfrontasi militer dilakukan melalui pertempuran langsung dengan membentuk Komando Mandala.

Lihat Foto

KOMPAS/DJOKO POERNOMO

Tentang Monumen Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta. Monumen Serangan Umum 1 Maret berada di area sekitar Museum Benteng Vredeburg yaitu tepat di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Monumen ini dibangun untuk memperingati serangan tentara Indonesia terhadap Belanda pada tanggal 1 Maret 1949.

KOMPAS.com - Operasi Trikora adalah operasi militer Indonesia yang bertujuan untuk merebut wilayah Irian Barat atau Papua dari Belanda. 

Operasi ini terjadi sejak 19 Desember 1961 hingga 15 Agustus 1962. 

Operasi Trikora terjadi karena konflik antara Indonesia dengan Belanda terkait perebutan Irian Barat. 

Kala itu, Belanda enggan membicarakan perihal masalah Irian Barat tersebut. 

Akhirnya, pada 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat [Trikora]. Isi dari Trikora adalah:

  1. Gagalkan pembentukan negara Papua
  2. Kibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat
  3. Bersiap untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Baca juga: Sejarah Penemuan Benua Amerika

Sejak tahun 1949, Indonesia dan Belanda telah terlibat konflik terkait perebutan Irian Barat.

Masalah ini dilatarbelakangi dengan Belanda yang tidak bersedia membicarakan masalah Irian Barat bersama Indonesia

Melalui keputusan Konferensi Meja Bundar [KMB] pada 23 Agustus hingga 2 September 1949, kedudukan Irian Barat akan ditentukan paling lambat setahun setelah pengakuan kedaulatan.

Akan tetapi, Belanda tetap enggan untuk membicarakan masalah tersebut. 

Karena masalah masih terus berlangsung, pada 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Trikora. 

Lihat Foto

KOMPAS IMAGES/ANDREAN KRISTIANTO

Patung berupa empat tentara Indonesia dalam keadaan berperang dan satu wanita selaku wartawan atau yang disebut juga patung trikora sudah siap untuk diresmikan oleh presiden pada acara puncak sail Morotai , Morotai, Maluku Utara, Jumat [14/9/2012]. Sebelumnya patung tersebut mengalami patah pada bagian genggaman tangan yang memegang tiang bendera sudah diperbaiki dan siap untuk diresmikan.

KOMPAS.com - Konflik Indonesia dan Belanda kembali memanas dalam upaya perebutan Irian Barat.

Pada 1961, Presiden Soekarno mengeluarkan Tiga Komando Rakyat [Trikora]. Isi Trikora, yakni:

  1. Gagalkan pembentukan negara Papua
  2. Kibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat
  3. Bersiap untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dam kesatuan tanah air dan bangsa.

Berikut secara singkat pembentukan Trikora:

Latar belakang

Sejak terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI], masalah Irian Barat tidak sekalipun lepas dari perhatian Presiden Soekarno.

Baca juga: Saat Soekarno Bertemu John F Kennedy, Bicarakan Irian Barat hingga Komunisme

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemendikbud], Presiden Soekarno selalu masalah Irian Barat di selesaikan dengan cara radikal.

Masalah Irian Barat bukan sekedar wilayah yang masih berada di tangan kolonialis, tapi juga menyangkut harga diri sebuah negara berdaulat.

Dikeluarkannya Trikora, menandakan bahwa Presiden Soekarno meninggalkan usaha diplomasi dengan pihak Belanda. Indonesia siap dengan segala resiko yang dihadapi.

Masalah tersebut dilatarbelakangi jika Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat. Karena jika merujuk pada salah satu keputusan Konferensi Meja Bundar [KMB], 23 Agustus hingga 2 September 1949.

Jika mengenai kedudukan Irian Barat akan ditentukan selambat-lambatnya satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.

Tapi kenyataannya setelah ditunggu-tunggu, Belanda tidak mau membicarakan.

Kekayaan alam yang berlimpah di daerah timur Indonesia menjadi daya tarik bagi belanda untuk menguasainya. Diperlukan perjuangan yang tidak mudah untuk menarik Irian Barat atau saat ini lebih dikenal dengan nama Papua Barat, untuk bergabung menjadi bagian Negara Kedaulatan Republik Indonesia [NKRI].

Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Sebelum nama Papua [Irian] Barat dikenal ada banyak nama yang diberikan salah satunya Kerajaan Majapahit yang menyebut dengan dua nama yaitu Wanin dan Sram.

Sedangkan pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda [Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea], sebagai usaha untuk memperkuat kedudukannya di Papua. Perjuangan yang dilakukan pemerintah Indonesia demi membebaskan Irian Barat dilakukan dengan berbagai upaya, baik dalam bentuk diplomasi, politik, ekonomi, bahkan dengan menggunakan senjata.

Perjuangan Melalui Diplomasi

Salah satu jalan yang dianggap tidak akan memakan korban jiwa akibat pecahnya konflik bersenjata diantara kedua belah pihak adalah melalui jalan Diplomasi. Dimana, sesuai dengan isi kesepakatan dalam Konfrensi Meja Bundar [KMB] sebenarnya telah dinyatakan bahwa Kerajaan Belanda akan menyerahkan kedaulatan wilayah Irian Barat kepada Republik Indonesia pada akhir 1950 dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut.

Namun, hal tersebut tidak berjalan dengan mulus karena Belanda nampaknya tidak mematuhi isi perjanjian Konfrensi Meja Bundar [KMB] tersebut, sehingga bangsa Indonesia berusaha keras merebut Irian Barat dari Belanda dengan jalan membawa permasalahan ini ke Persatuan Bangsa-bangsa [PBB].

[Baca juga: Apa yang Kamu Ketahui Tentang Perang Diponegoro?]

Persoalan Irian Barat ini berulang kali dimasukan ke dalam agenda Sidang Majelis Umum PBB, tetapi tidak memperoleh tanggapan yang positif. Hal ini tentu saja memicu pemerintah Indonesia untuk bertindak lebih lanjut, dimana pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Belanda.

Perjuangan Melalui Ekonomi dan Politik

Disamping itu, jalan yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk merebut Irian Barat lewat bidang ekonomi. Dimana, bentuk konfrontasi yang dilakukan antara lain nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada tahun 1951, melarang maskapai penerbangan Belanda melakukan aktivitasnya di wilayah Indonesia, melarang beredarnya terbitan berbahasa Belanda, pemogokan buruh pada perusahaan Belanda, semua perwakilan konsuler Belanda di Indonesia dihentikan dan nasionalisasi secara sepihak terhadap perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia.

Sedangkan jalan lewat politik, Pemerintah Indonesia secara sepihak membatalkan hasil KMB dan mengesahkan kekuasaannya atas Irian Barat. Maka pada 17 Agustus 1956 Pemerintah Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu kotanya Soa Siu.

Perjuangan dengan Konfrontasi Bersenjata

Perjuangan dengan jalan diplomasi, politik, maupun ekonomi ternyata belum berhasil mengusir penjajah dari kawasan timur Indonesia ini, sehingga bangsa Indonesia mencoba alternatif lainnya dengan konfrontasi bersenjata.

Terjadi beberapa peristiwa dalam konfrontasi bersenjata ini guna penyelesaian konflik Indonesia-Belanda, antara lain Operasi TRIKORA, Operasi Komando Mandala, Operasi Banteng di Kaimana Fak-fak, Operasi Serigala di Teminabuan dan juga Sorong, Operasi Naga di Marauke dan juga Kaimana.

Video yang berhubungan

Oleh:

HO/Arsip Nasional Republik Indonesia Tangkapan layar sejumlah kelompok masyarakat dan barisan tentara berpawai pada Rapat Tri Komando Rakyat pada bulan Desember 1961 sebagaimana didokumentasikan oleh Kementerian Penerangan Wilayah Jawa Tengah 1950--1965 [Dokumentasi No. 637], yang kemudian dikutip oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dalam bukunya \\"Guide Arsip Pembebasan Irian Barat 1949--1969\\"./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Sejarah Provinsi Papua dan Papua Barat tidak bisa dilepaskan dari pembebasan Irian Barat 58 tahun lalu.

Pembebasan Irian Barat menjadi momen penting yang membuat wilayah tersebut akhirnya lepas dari cengkeraman pihak kolonial Belanda.

Sejarah itu antara lain dimulai dengan sebuah peristiwa di Palembang, Sumatera Selatan, 10 April 1962.

Saat itu Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berjanji segera membebaskan Irian Barat [sekarang Provinsi Papua Barat] dari cengkeraman kolonialisme Belanda. Soekarno menyatakan akan menjadikan Irian Barat sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] yang merdeka.

Dalam pidatonya, yang berjudul Seluruh Rakyat dari Sabang sampai Merauke Bertekad Membebaskan Irian Barat dalam Tahun Ini Juga, Soekarno mengatakan Indonesia terlalu lunak terhadap imperialisme Belanda di Irian Barat.

Ia saat itu berseru bahwa Indonesia tidak akan lagi membiarkan Belanda mengulur-ulur waktu dan bersiap untuk mengerahkan segala upaya demi mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi.

"Kita malahan sudah terlalu lama memberi ampun kepada imperialisme di Irian Barat. Terlalu lama! Sekarang datanglah saat yang kita dalam tahun ini pula, tidak memberi ampun kepada imperialisme di Irian Barat," kata Soekarno.

Saat itu, Soekarno merangkap sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Kunjungannya ke Palembang untuk memeriksa kesiapan pembangunan Jembatan Musi.

Upaya mempertahankan kedaulatan Indonesia di Irian Barat berawal setelah Belanda menolak mengakui wilayah itu sebagai bagian dari NKRI dalam perundingan Konferensi Meja Bundar [KMB].

Delegasi Indonesia dan Belanda memiliki perbedaan pandangan saat KMB berlangsung pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949. Delegasi Belanda berpendapat bahwa Irian Barat tidak memiliki hubungan dengan wilayah Indonesia yang lain. Pihak Belanda menginginkan daerah itu diberikan status khusus.

Namun, delegasi Indonesia berpendapat bahwa Irian Barat merupakan bagian dari Indonesia Timur yang masuk dalam wilayah Republik Indonesia Serikat [RIS].

Dalam pertemuan itu, Arsip Nasional Indonesia mencatat dua pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah lewat negosiasi lebih lanjut antara Kerajaan Belanda dan RIS, satu tahun setelah penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Akan tetapi, satu tahun setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, perundingan mengenai status Irian Barat tidak menemui titik terang.

Arsip Nasional Republik Indonesia dalam publikasinya berjudul Guide Arsip Perjuangan Pembebasan Irian Barat 1949—1969 mencatat dua pertemuan telah digelar di Jakarta pada Maret 1950 dan di Den Haag pada Desember 1950.

Dua pertemuan itu bertujuan mengumpulkan fakta mengenai Irian Barat, kemudian akan dilaporkan ke Uni Indonesia-Belanda. Namun, dua pihak menyerahkan dua laporan berbeda sehingga upaya itu buntu.

Provinsi Otonomi Irian Barat

Indonesia akhirnya menempuh jalur konfrontasi politik dan ekonomi. Di antaranya Indonesia memutus hubungan Uni Indonesia-Belanda pada 15 Februari 1956. Indonesia juga membatalkan persetujuan KMB secara sepihak pada 27 Maret 1956, serta membentuk Provinsi Otonomi Irian Barat pada 15 Agustus 1956.

Indonesia juga menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda mulai dari maskapai penerbangan, pelayaran, bank, pabrik gula, hingga perusahaan gas.

Setidaknya, ada sekitar 700 perusahaan Belanda atau campuran modal Belanda-Indonesia yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia. Total nilai perusahaan yang dinasionalisasi itu mencapai US$1.500 juta.

Aksi Indonesia itu dibalas dengan penguatan militer Belanda di Irian Barat, salah satunya dengan pengiriman Kapal Induk Karel Doorman ke perairan Indonesia di wilayah timur.

M. Cholil dalam bukunya Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat [1979] mencatat pengiriman kapal induk itu menambah ketegangan hubungan diplomatik Indonesia dan Belanda.

Puncaknya, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda pada 17 Agustus 1960.

Konfrontasi Militer

Setelah putusnya hubungan diplomatik, Soekarno sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kian gencar mempersiapkan pasukan perang dan menyusun operasi militer untuk mengusir imperialisme Belanda di Irian Barat.

Pemerintah Indonesia pada tahun 1961 mengirim sejumlah anak muda dari berbagai daerah di Papua yang pro-NKRI ke Irian Barat.

Langkah itu, menurut M. Cholil, merupakan balasan atas aksi Belanda yang mengusir kelompok masyarakat pro-NKRI serta mendatangkan warga anti-Indonesia ke Irian Barat selama 1950—1960.

Selama periode itu, Belanda mengerahkan sekitar 10.000 polisi di Irian Barat untuk menghalang-halangi warga setempat atau masyarakat di pulau sekitar yang pro-NKRI datang ke Irian Barat.

Belanda juga menyiapkan armada lautnya, seperti kapal induk Karel Doorman, dua buah kapal perusak, dan dua kapal selam di Laut Karibia.

Indonesia membalas aksi Belanda dengan melakukan kunjungan ke sejumlah negara sahabat dan meminta dukungan dari komunitas internasional.

Menteri Keamanan Nasional Jenderal A.H. Nasution, misalnya, di akhir 1960 melawat ke Uni Soviet, kemudian menandatangani perjanjian pembelian senjata.

Uni Soviet saat itu setuju senjata dibeli dengan kredit jangka panjang sehingga tidak terlalu memberatkan bagi perekonomian Indonesia.

Dari Uni Soviet, Indonesia mendapatkan tidak hanya senjata berat, tetapi juga kapal penjelajah Sverdlov, kemudian diberi nama "KRI Irian" dan pesawat peluncur bom jarak jauh Tupolev-16.

Martin Sitompul dalam artikelnya Ongkos Pembebasan Irian Barat yang terbit di Historia.id pada tahun 2020 menulis Tim Logistik untuk Pembebasan Irian Barat bekerja cepat menyiapkan gudang-gudang peralatan perang di pelosok hutan, peralatan tempur, lapangan udara, bahan bakar, bahkan sampai pabrik roti. Pabrik roti itu sengaja dibuat jadi sumber konsumsi para teknisi dari Uni Soviet.

Tim logistik juga menyiapkan mesin dan alat konstruksi buatan Inggris, serta tangki-tangki terapung untuk mengisi bahan bakar buatan Jerman.

"Penggalangan kekuatan fisik militer berlangsung terus sehingga pada ulang tahun XVI Proklamasi, 17 Agustus 1961, Republik Indonesia merasa kuat dalam konfrontasi dengan Belanda di segala bidang," kata M. Cholil dalam bukunya.

Indonesia, pada pengujung 1961, membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat [KOTI]. Soekarno sebagai panglima tertinggi juga mengumumkan Tri Komando Rakyat [Trikora] yang berisi:

  1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial
  2. Kibarkanlah Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan bangsa.

Persetujuan New York

Ketegangan antara Indonesia dan Belanda memasuki babak baru setelah Belanda menyerang tiga kapal Indonesia di Laut Arafuru/Aru.

Dalam pertempuran itu, Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awak kapalnya gugur setelah memutuskan menjadikan Kapal Komando KRI Macan Tutul sebagai sasaran tembak dua kapal perusak Belanda, yang diduga adalah HRMS Utrecht dan Evertsen.

Yos Sudarso berbuat demikian agar KRI Macan Kumbang dan KRI Harimau, yang saat itu tengah berpatroli bersama KRI Macan Tutul di Laut Aru, punya kesempatan melepaskan diri dari serangan Angkatan Laut Belanda.

Gugurnya awak KRI Macan Tutul di Laut Aru meneguhkan niat Indonesia mempercepat operasi militer di Irian Barat.

Soekarno memerintahkan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat yang dipimpin Brigjen Soeharto selaku Panglima Komando Mandala menjalankan tiga tahapan operasi militer, yaitu penyusupan, serangan terbuka, dan konsolidasi atau menegakkan kekuasaan secara penuh di Irian Barat.

Namun, sebelum pertempuran itu pecah, Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy menunjuk Jaksa Agung Robert F. Kennedy untuk mempertemukan dua pihak.

Rencana untuk berunding itu juga dimotori diplomat AS Ellsworth Bunker. Ujung dari rencana itu adalah terselenggaranya perundingan di New York, yang menghasilkan Persetujuan New York pada 15 Agustus 1962.

Persetujuan itu, yang difasilitasi Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, memerintahkan Belanda menyerahkan pemerintahan di Irian Barat kepada penguasa sementara PBB-Otoritas Eksekutif Sementara PBB [UNTEA] pada 1 Oktober 1962.

Kemudian, UNTEA secara resmi mengembalikan kedaulatan Indonesia di Irian Barat ke pemerintah Indonesia pada 1 Mei 1963.

Syaratnya saat itu Indonesia harus mengadakan referendum atau Penentuan Pendapat Rakyat [Pepera] sebelum akhir 1969. Pepera kemudian berlangsung pada 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada 4 Agustus 1969 di Jayapura.

Hasilnya saat itu Irian Barat tetap jadi bagian dari Indonesia.

Pemerintah Indonesia pun melaporkan hasil Pepera pada Sidang Umum Ke-24 PBB dan seluruh hasilnya diterima dalam sidang umum PBB pada 19 November 1969.

Setelah rangkaian peristiwa itu, pemerintah Indonesia kemudian menetapkan 1 Mei 1963 sebagai Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat.

Penetapan tanggal itu dimaksudkan untuk mengingat pengorbanan para patriot yang gugur serta untuk meneguhkan sikap bahwa Papua dan Papua Barat akan selalu tergabung dalam wilayah NKRI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : papua, soekarno, soeharto

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề