Jenis koloid yang terbentuk dari fase terdispersi padat dan fase pendispersi gas disebut ….

Dispersi koloid disebut juga sistem koloid. Fase terdispersi dan medium pendispersi dalam sistem koloid dapat berwujud padat, cair, dan gas. Berdasarkan wujud fase terdispersi dan medium pendispersinya, sistem koloid dikelompokkan menjadi delapan seperti yang tercantum dalam Tabel .

Tabel Jenis-Jenis Koloid

[table id=14 /]

Campuran antara fase terdispersi gas dengan medium pendispersi gas menghasilkan campuran yang homogen atau larutan sejati, bukan sistem koloid. Hal ini karena partikel-partikel “molekul gas mempunyai diameter kurang dari 10~7 cm dan jarak antarpartikel gas sangat renggang sehingga semua partikel gas dapat bercampur homogen dalam segala perbandingan.

Berdasarkan tabel pengelompokan sistem koloid pada Tabel, secara garis besar ada empat kelompok tipe koloid. Keempat tipe koloid tersebut yaitu sol, aerosol, emulsi, dan busa.

a. Sol

Sol adalah sistem koloid dengan fase terdispersi berwujud padat dalam medium pendispersi berwujud cair atau padat. Sol yang medium pendispersinya berwujud cair [sol cair] juga sering disebut larutan koloid. Fase terdispersi koloid tipe sol ini pada umumnya tidak larut dalam cairan medium pendispersinya, misal sol Fe[OH]3 dalam air.

Kebalikan dari sol cair adalah sol padat. Sol padat adalah salah satu tipe sol yang terbentuk saat zat padat terdispersi dalam medium pendispersi padat, contoh kaca berwarna. Kaca berwarna dibuat dengan cara mendispersikan senyawa logam yang berbentuk kristal halus ke dalam kaca cair pada suhu tinggi kemudian didinginkan.

Tipe lain dari sol adalah gel. Gel bersifat sedikit kaku. Gel terbentuk dari suatu sol dengan zat ter¬dispersi yang mengadsorpsi medium pendispersi¬nya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel yaitu agar-agar, gelatin, dan gel silika.

b. Aerosol

Aerosol merupakan sistem koloid dengan fase terdispersi padat atau cair dalam medium pendispersi gas. Aerosol dibedakan menjadi dua tipe yaitu aerosol padat dan aerosol cair. Aerosol padat terbentuk apabila partikel-partikel padat yang sangat halus terdispersi ke dalam medium pendispersi gas. Contoh aerosol adalah angin puting beliung.

Aerosol cair adalah koloid yang terdiri atas fase terdispersi cair dalam medium pendispersi gas, contoh kabut. Kabut terjadi apabila udara yang memiliki kelembapan tinggi mengalami pendinginan. Uap air yang terkandung di udara mengembun dan bergabung membentuk butiran- butiran halus dalam ukuran partikel koloid.

c. Emulsi

Emulsi dibedakan menjadi dua, yaitu emuisi cair dan emulsi padat. Emulsi cair biasa disebut emulsi, terjadi saat fase terdispersi yang berwujud cair terdispersi dalam medium pendispersi yang juga berwujud cair. Namur, sistem dispersi ini tidak dapat bercampur secara homogen, contoh es krim dan susu. Susu merupakan emuisi lemak dalam air. Emulsi padat adalah tipe koloid yang terbentuk dari fase cair yang terdispersi dalam medium pendispersi padat dan tidak dapat bercampur homogen, contoh mentega.

d. Busa

Busa merupakan tipe koloid dengan fase terdispersi gas dalam medium pendispersi cair. Tipe busa ini disebut jga buih. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan gas ke dalam zat cair yang mengandung zat pemouih, Zat pembuih berfungsi menstabilkan buih yang terbentuk, contoh sabun, detergen, dan proteir Sementara itu, busa padat terjadi apabila fase gas terdispersi dalam medium padat. Tipe koloid in terbentuk pada suhu tinggi dalam medium pendispersi yang mempuriyai titik lebur di atas suhu kamar. Hal inilah yang mengakibatkan tipe oloid ini pada suhu kamar berwujud padat, contoh lava gunung berapi.

Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Sistem Koloid – 8 Macam Sistem Koloid Dan Penjelasan Lengkap. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.

Baca postingan selanjutnya:

Jakarta -

Detikers, istilah koloid barangkali sangat jarang kamu temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, kemungkinan besar istilah tersebut tidak pernah terdengar sama sekali di kehidupan nyata. Padahal, sebenarnya ada banyak contoh penerapan sistem koloid yang bisa kamu lihat di lingkungan sekitarmu, lho!

Kalau begitu, apa ya yang dimaksud dengan koloid? Dan memangnya seperti apa sih contoh penerapannya di kehidupan sehari-hari? Untuk mendapatkan jawabannya, yuk simak dulu penjelasan berikut ini, Detikers!

Definisi Koloid dan Sistem Koloid

Koloid adalah campuran larutan dan suspensi. Artinya, koloid bukan larutan, dan bukan pula suspensi, Detikers. Untuk membedakan ketiganya, simak poin-poin berikut tentang ciri koloid, larutan, dan suspensi.

1. Ciri-ciri larutan:

  • Tidak bisa disaring
  • Satu fase
  • Sifat antar zat stabil
  • Homogen
  • Diameter partikel berukuran kurang dari 10-7 cm

2. Ciri-ciri koloid:

  • Dapat disaring, tapi dengan membrane semipermeabel saja
  • Dua fase
  • Sifat antar zat stabil
  • Heterogen
  • Diameter partikel berukuran antara 10-7 s.d 10-5 cm

3. Ciri-ciri suspensi:

  • Dapat disaring
  • Dua fase
  • Sifat antar zat tidak stabil, sehingga pasti akan memisah
  • Heterogen
  • Diameter partikel berukuran lebih dari 10-5 cm

Jenis dan Contoh Koloid

Pada dasarnya, koloid terdiri atas dua komponen: zat terdispersi dan medium pendispersi. Nah, dengan mengacu pada perbedaan fase terdispersi dan medium pendispersi, terdapat 8 [delapan] jenis koloid yang ada, Detikers. Ini dia kedelapan jenis koloid tersebut.

JenisTerdispersiFase PendispersiContoh
AerosolCairGasAwan, Hair Spray, Kabut
AerosolPadatGasDebu di udara
BuihGasCairBuih sabun, whipped cream
EmulsiCairCairMayones, santan, susu
SolPadatCairPasta gigi, sol emas, tinta
Buih padatGasPadatBatu apung, karet busa, Styrofoam
Emulsi padat [gel]CairPadatJelly, keju, margarin, Mutiara
Sol padatPadatPadatIntan hitam, kaca berwarna

Sifat Koloid

Koloid memiliki 8 [delapan] sifat, yaitu:

1. Efek Tyndall

Efek Tyndall adalah cahaya yang berhamburan oleh partikel koloid, di mana partikel larutan berukuran lebih kecil daripada partikel koloid. Oleh karena itu, berkas cahaya dapat dihamburkan.

2. Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerak acak dari partikel koloid yang bisa dilihat hanya lewat mikroskop ultra. Pergerakan acak tersebut disebabkan adanya tumbukan.

3. Absorpsi

Absorpsi adalah proses penyerapan, atau tepatnya penyerapan ion oleh partikel koloid karena ukuran luas partikel koloid yang cukup besar. Dengan begitu ion dapat menempel di permukaannya, baik ion positif maupun negatif. Lebih jauh lagi, koloid pun dapat bermuatan sesuai muatan ion yang telah diserap.

4. Koagulasi koloid

Koagulasi koloid merupakan penggumpalan partikel koloid karena koloid mengandung muatan yang dinetralkan. Pada koloid bermuatan sejenis, koloid tidak akan menggumpal karena ion saling tolak-menolak. Sedangkan koloid yang muatannya telah dinetralkan tidak lagi tolak-menolak sehingga koloid bisa berkelompok atau menyatu.

5. Dialisis

Dialisis adalah pemurnian koloid agar bebas dari ion-ion pengganggu. Contoh pengaplikasiannya adalah proses cuci darah alias hemodialisis.

6. Elektroforesis

Elektroforesis adalah pergerakan partikel koloid di dalam medan listrik karena adanya muatan yang terkandung di dalam partikel koloid tersebut. Kutub negatifnya disebut katoda, sementara kutub positifnya disebut anoda.

7. Koloid liofil dan liofob

Sifat ini dapat ditemukan dalam sol, yang terbagi jadi dua jenis: liofil dan liofob. Sol liofil merupakan partikel dengan zat terdispersi yang bisa menarik mediumnya, sehingga ada gaya tarik-menarik antara keduanya. Sedangkan sol liofob merupakan partikel dengan zat terdispersi yang tidak bisa menarik mediumnya dan cenderung encer.

8. Koloid pelindung

Sol liofil pun dapat digunakan sebagai koloid pelindung dari sol liofob. Dengan begitu, partikel sol liofil akan menjadi pelindung sol liofob dari koagulasi.

[pal/pal]

Telah kita ketahui bahwa sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi [medium dispersi].  Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya.

Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut  sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat [padat dalam padat], sol cair [padat dalam cair], dan sol gas [padat dalam gas]. Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai  aerosol [aerosol padat]. Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat [cair dalam padat], emulsi cair [cair dalam cair], dan emulsi gas [cair dalam gas].  Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama  aerosol  [aerosol cair]. Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut  buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yangtercantum pada tabel 9.2.

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat

padat disebut aerosol padat, jika zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Aerosol padat contohnya: asap dan debu di udara, aerosol cair contohnya:  kabut dan awan.

Dewasa ini banyak produk dibuat dalam bentuk aerosol, seperti semprot rambut [hair spray], semprot obat nyamuk, parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu bahan pendorong [propelan aerosol].  Contoh bahan pendorong yang banyak digunakan adalah senyawa  klorofluorokarbon  [CFC] dan karbon dioksida.

Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari contohnya: sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, air sungai berlumpur dan cat.

Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair disebut emulsi.  Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua zat

cair tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak. Contoh emulsi minyak dalam air adalah santan, susu, dan lateks. Contoh emulsi air dalam minyak adalah minyak ikan, minyak bumi.

Emulsi terbentuk karena adanya zat pengemulsi [emulgator], contoh emulgator adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak dalam air. Contoh emulgator lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonaise.

Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan 

buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau mencegah buih,antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.

Buih mempunyai fase terdispersi gas. Buih terdiri atas: 1]buih padat dengan medium pendispersi padat, contoh batu apung, karet busa, dan styrofoam;

2]buih cair atau buih dengan medium pendispersi cair, contoh buih sabun dan putih telur.

Koloid yang setengah kaku [antara padat dan cair] disebut gel. Contoh : agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang mengadsorbsi medium pendispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.

a.  Efek Tyndall

Jika seberkas cahaya dilewatkan pada suatu sistem koloid, maka cahaya tersebut akan dihamburkannya sehingga berkas cahaya tersebut akan kelihatan. Sedangkan jika cahaya dilewatkan pada larutan sejati maka cahaya tersebut akan diteruskannya . Sifat koloid yang seperti inilah yang dikenal dengan efek tyndall dan sifat ini dapat digunakan untuk membedakan koloid dengan larutan sejati. Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Michael Faradaykemudian diselidiki lebih lanjut oleh  John Tyndall [1820 – 1893], seorang ahli Fisikabangsa Inggris.

Efek Tyndall juga dapat menjelaskan mengapa langit pada siang hari berwarna biru sedangkan pada saat matahari terbenam, langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal itu disebabkan oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas sama.

Jika intensitas cahaya yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi, maka pada waktu siang hari ketika matahari melintas di atas kita frekuensi paling tinggi [warna biru] yang banyak dihamburkan, sehingga kita melihat langit berwarna biru. Sedangkan ketika matahari terbenam, hamburan frekuensi rendah [warna merah] lebih banyak dihamburkan,  sehingga kita melihat langit berwarna jingga atau merah.

Gejala efek tyndall yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:

–          Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut

–          Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu

–          Berkas sinar matahari melalui celah pohon-pohon pada pagi yang berkabut

b.    Gerak Brown

Gerak brown merupakan gerak patah-patah [zig-zag] partikel koloid yang terus menerus dan hanya dapat diamati dengan

mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid.Dalam suspensi tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya setimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown, tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, maka gerak brown yang terjadi juga semakin cepat, karena energi molekul medium meningkat sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.

Gerak Brown merupakan faktor penyebab stabilnya partikel koloid dalam medium dispersinya. Gerak brown yang terus menerus dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga partikel koloid tidak mengalami sedimentasi [pengendapan].

c.   Elektroforesis

Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik karena partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektroforesis. Jika dua batang elektrode dimasukkan kedalam sistem koloid dan kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak kesalah satu elektrode tergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode [elektrode positif] sedang koloid bermuatan positif akan bergerak ke katode [elektrode negatif].

Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan partikel koloid. Jika partikel koloid berkumpul dielektrode positif berarti koloid bermuatan negatif, jika partikel koloid berkumpul dielektrode negatif bearti koloid bermuatan positif. Peristiwa elektroforesis ini sering dimanfaatkan kepolisian dalam identifikasi/tes DNA pada jenazah korban pembunuhan/ jenazah tak dikenal

d.   Adsorpsi

Adsorpsi  adalah peristiwa di mana suatu zat menempel pada permukaan zat lain, seperti

ion H+ dan OH–  dari medium pendispersi. Untuk berlangsungnya adsorpsi, minimum harus ada dua macam zat, yaitu zat yang tertarik disebut adsorbat, dan zat yang menarik disebut  adsorban. Apabila terjadi penyerapan ion ada permukaan partikel koloid maka partikel koloid dapat bermuatan listrik yang muatannya ditentukan oleh muatan ion-ion yang mengelilinginya.

Partikel koloid mempunyai kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu partikel koloid bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut dengan adsorpsi. Contohnya sol Fe[OH]3 dalam air mengadsorpsi ion positif sehingga bermuatan positif dan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif sehingga bermuatan negatif. Pemanfaatan sifat adsorpsi koloid dalam kehidupan antara lain dalam proses pemutihan gula tebu, dalam pembuatan norit [tablet yang terbuat dari karbon aktif] dan dalam proses penjernihan air dengan penambahan tawas.

e.   Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa pengendapan atau penggumpalan koloid. Koloid distabilkan oleh muatannya. Jika muatan koloid dilucuti atau dihilangkan, maka kestabilannya akan berkurang sehingga dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahakan ke dalam system koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai electrode. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi karena koloid bermuatan positif menarik ion negative dan koloid bermuatan negative menarik ion positif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Jika selubung itu terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan koloid sehingga terjadi koagulasi.

Beberapa contoh peristiwa koagulasi dalam kehidupan sehari-hari adalah:

–          Pembentukan delta di muara sungai karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.

–          Karet dalam latek digumpalkan dengan menambahkan asam formiat

–          Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas

–          Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari cottrel.

Koloid Pelindung

Ada koloid yang bersifat melindungi koloid lain supaya tidak mengalami koagulasi. Koloid

semacam ini disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain sehingga melindungi muatan koloid tersebut. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

Contoh pemanfaatan koloid pelindung adalah sebagai berikut:

  1. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan Kristal besar atau gula
  2. Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
  3.   Zat-zat pengemulsi seperti sabun dan detergen juga tergolong koloid pelindung.

Dialisis

Untuk stabilitas koloid diperlukan sejumlah muatanion suatu elektrolit. Akan tetapi, jika penambahan elektrolit ke dalam sistem koloid terlalu banyak, kelebihan ini dapat mengendapkan fase terdispersi dari koloid itu. Hal ini akan mengganggu stabilitas sistem  koloid tersebut. Untuk mencegah kelebihan elektrolit, penambahan elektrolit dilakukan  dengan cara dialisis.

Dialisis merupakan proses pemurnian koloid dengan membersihkan atau menghilangkan ion-ion pengganggu menggunakan suatu kantong yang terbuat dari selaput semipermiabel.  Caranya, sistem koloid dimasukkan ke dalam kantong semipermeabel, dan diletakkan dalam air. Selaput semipermeabel ini hanya dapat dilalui oleh ion-ion, sedang partikel koloid tidak dapat melaluinya, dengan demikian akan diperoleh koloid yang murni. Ion-ion yang keluar melalui selaput semipermeabel ini kemudian larut dalam air. Dalam proses dialisis hilangnya ion-ion dari sistem koloid dapat dipercepat dengan menggunakan air yang mengalir. Peristiwa dialisis ini diaplikasikan dalam proses pencucian darah di dunia kedokteran.

Koloid Liofil dan Liofob

Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan [Yunani: lio = cairan, philia = suka]. Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti tidak suka cairan [Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci]. Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh:

•Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.

•Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe[OH]3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi [pengelompokan]. Hal demikian tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid.

Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat  reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan sebagai berikut.


a. Mengurangi polusi udara

Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini memanfaatkan

sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya

Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi [20.000 sampai 75.000 volt].  Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel  bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga [misalnya debu logam].

b. Penggumpalan lateks

Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar [polimer]. Partikel karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol  getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet
menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah  karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.

Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah [crumb rubber]. Untuk keperluan lain,  misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol
tidak menggumpal.

c. Membantu pasien gagal ginjal

Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya tersisa  koloid saja. Dengan melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.

d. Penjernihan air

Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang air  dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil [rumah tangga] maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum [PDAM]. Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan  secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang  dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak  terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.

Untuk memperjelas tentang penjernihan air perhatikan gambar 9.13 berikut!

Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air [air belum diolah], namun pada  dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini  memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid  tidak dapat diendapkan dengan cara itu.

Pada  tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi[II]sulfat,     besi[III]klorida, dan klorinasi koperos [FeCl2Fe2[SO4]3]. Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan  pH air sekitar 7 [netral]. Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.

Pada  tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut.

Pada  tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit [kaporit] atau klorin [Cl2].

e.  Sebagai deodoran

Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.

f. Sebagai bahan makanan dan obat

Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk kapsul.

g. Sebagai bahan kosmetik

Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa koloid dengan tertentu.

h. Sebagai bahan pencuci

Prinsip koloid juga digunakan dalam proses pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak dalam air  sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau minyak dapat dihilangkan dengan cara pembilasan dengan air.

a.  Cara kondensasi

Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia seperti reaksi redoks, hidrolisis, dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.

1]   Reaksi subtitusi

Misalnya larutan natrium tiosulfat direaksikan dengan larutan asam klorida , maka akan terbentuk belerang. Partikel belerang akan bergabung menjadi semakin besar sampai berukuran koloid sehingga terbentuk sel belerang. Seperti reaksi

Na2SO3[aq] + 2HCl[aq] →2 NaCl[aq]+ H2O[l] + S[s]

2]   Reaksi Hidrolisis

Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sol Fe[OH]3 dibuat melalui hidrolisis larutan FeCl3, yaitu dengan memanaskan larutan FeCl3. Hidrolisis larutan AlCl3 akan menghasilkan koloid Al[OH]3. Reaksinya adalah:

FeCl3[aq] + 3H2O[l] → Fe[OH]3[s] +3HCl[aq]

AlCl3[aq] + 3 H2O[l]  → Al[OH]3[s] + 3HCl[aq]

3]   Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi. Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida [H2S] dengan belerang dioksida [SO2], yaitu dengan mengalirkan gas H2S kedalam larutan SO2

2H2S[g] + SO2[aq] → 2H2O[l] + 3S [s]

 4]   Reaksi Dekomposisi Rangkap

Contohnya adalah pembuatan sol As2S3 dengan mereaksikan larutan H3AsO3 dengan larutan H2S. Reaksinya adalah sebagai berikut:

2H3AsO3[aq] + 3H2S[aq] → As2S3[s] + 6H2O[l]

 5]   Penggantian Pelarut

Cara ini dilakukan dengan menggnti medium pendispersi sehingga fase terdispersi yang semula larut menjadi berukuran koloid. Misalnya larutan jenuh kalsium asetat jika dicampur dengan alcohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel.

b.  Cara dispersi

       Dengan cara dispersi partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi, atu dengan loncatan bunga listrik[busur bredig].

1] Cara mekanik

Dengan cara ini, butir-butir kasar  digerus dengan lumpang, sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi. Contoh pembuatan sol belerang dengan menggerus serbuk belerang bersama zat inert seperti gula pasir, kemudian mencampur dengan air.

2] Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan zat pemecah [pemeptisasi].

3] Cara busur bredig

Cara busur bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elktrode yang dicelupkan kedalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik dikedua ujungnya. Mula-mula atom logam akan terlempar kedalam air, lalu atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur bredig ini merupakan gabungan cara disperse dan kondensasi.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề