Kebudayaan masa jahiliyah yang positif hingga kini masih relevan untuk dilakukan antara lain kecuali

arab jahiliah

BincangSyariah.Com – Arab pra Islam sering diidentikan dengan perilaku – perilaku yang tidak terpuji. Sebut saja, mabuk, berperang, berjudi, menganggap bayi perempuan sebagai aib, menghina yang miskin hingga menyombongkan nasab. Hal ini pun dibenarkan oleh sumber – sumber sejarah Arab itu sendiri. Namun, ini tidak lantas menjadi alibi untuk menggeneralisir bahwa semua perilaku Arab Jahiliah itu buruk.

Sebagaimana Sofiyurrahman Al Mubarakfuri menyinggung topik ini dalam Ar-Rakhiq Al-Makhtum. Layaknya sejarawan pada umumnya, ia tidak menampik adanya perilaku buruk masyarakat Arab pra Islam. Namun, selain keburukan menurutnya di dalam diri bangsa Arab Jahiliah juga tersimpan 6 sifat mulia. Keenam sifat itu yakni :

Syiir – syiir Arab acap kali menceritakan kehidupan sehari – hari mereka. Tak ayal satu kesenian kehormatan Arab ini menjadi salah satu sumber sejarah paling digemari sejarawan untuk mengulik detail – detail budaya Arab kuno. Tidak terkecuali soal kedermawanan. Ini tercermin dari ditemukannya sederat syiir Arab bertema kedermawanan yang menjadi primadona di masanya.

Bagi Arab Jahiliah memiliki sifat dermawan merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Tidak jarang mereka rela berkorban demi mengagungkan tradisi mereka yang satu ini. Mereka sering mengaplikasikannya dalam kehidupan sosial. Misalnya, untuk menghormati tamu.

Abdul Hamid Husein dalam Tarikh Al-‘Arab Qabla Al-Islam juga membahasa topik serupa. Menurutnya latar belakang kenapa muncul tradisi penghormatan terhadap tamu adalah sebab Arab Jahiliah hidup di kawasan tandus, sehingga air menjadi komoditas langka. Sementara masyarakatnya gemar mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain dan pastinya membutuhkan persediaan air minum.

Warga sekitar dengan sukarela menawari para pengembara ini untuk mengisi ulang persediaan bekal. Sebab mereka tau suatu saat mereka pun akan bepergian dan sudah tentu memerlukan bantuan dari penduduk lain. Alasan lainnya, disebutkan bahwa penghormatan terhadap tamu adalah perantara untuk memperoleh kedaulatan dan kemuliaan.

Dikisahkan ada seorang tamu dalam keadaan kelaparan dan kedinginan. Sementara si tuan rumah tidak memiliki apapun kecuali seekor unta yang menjadi sumber mata pencarian keluarga tersebut. Meski dalam kondisi pelik seperti itu, mereka tindak sungkan – sungkan untuk mengorbankan unta satu – satunya, menyembelihnya lalu menyuguhkan dagingnya untuk si tamu tadi.

Selain itu, cara mereka untuk bersikap dermawan ditunjukan dengan meminum minuman keras. Oleh karenanya masyarakat Arab menamai tanaman anggur dengan nama karmun, bisa dilihat akar katanya persis sama dengan karamun [kedermawanan], hanya berbeda harakatnya saja. Sementara mereka menyebut khamar sebagai putri dari tanaman anggur.

Perjudian bagi mereka juga identik dengan kedermawanan. Salah satu cara untuk berderma, sebab keuntungan yang mereka peroleh dari kegiatan tersebut diberikan kepada fakir miskin. Oleh karenanya Al Qur’an tidak menampik adanya manfaat dari khamar dan perjudian. Hanya saja diharamkan sebab efek negatif dari keduanya jauh lebih besar ketimbang manfaatnya.

Sebagaimana tercantum dalam surat Al – Baqarah ayat 219 : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.

Janji adalah hutang. Sebagian dari kita mungkin tidak asing dari jargon tersebut. Ternyata ini adalah satu dari sekian banyak tradisi Arab setidaknya sisa – sisanya, masih bertahan hingga kini. Dimana Arab Jahiliah meyakini bahwa janji adalah hutang. Artinya, harus dibayar, ditunaikan dan ditepati bukannya dihiraukan, diremehkan apalagi dilupakan begitu saja.

Konsekuensi yang mereka hadapi untuk menjaga tradisi ini cukup ekstrim. Dikisahkan demi menunaikan janji, mereka rela hingga meluluhlantahkan rumahnya sendiri bahkan tega sampai membunuh anak – anak yang telah mereka kandung selama berbulan-bulan. Sebagaimana perilaku ini pernah ada dalam kisah Hani bin Mas’ud Asy-Syaibani, Samuel bin ‘Adiya dan Hajib bin Zurarah At-Tamimi.

Abdul Hamid Husein memaparkan bahwa Arab Jahiliah amat menjauhi sikap tipu daya atau tidak memenuhi janji. Contohnya terjadi di pasar ‘Ukadz. Sejumlah pedagang membawa para penyair ulung sambil mendendangkan syair bahwa pedagang tersebut tidak pernah berbuat curang, menipu atau membuat aliansi bisnisnya menaruh kecurigaan terhadap barang dagangnya.

Arab Jahiliah mengimplementasikan perilaku ini dalam wujud keberanian, kesemangatan dan sikap cepat tanggap. Mereka tidak begitu suka mengutarakan atau memperdengarkan kalimat – kalimat hinaan, namun lebih memilih berduel mengayunkan pedang, berperang atau saling panah.

Mereka tidak peduli jika nantinya kehilangan anggota tubuhnya atau bahkan mati  pasca perkelahian. Sebab jika ada seseorang memilih mundur dan menghindari pertumpahan darah, maka bagi mereka kehormatan dirinya telah tercoreng dan tercederai. Dalam arti lain sudah tidak lagi memiliki harga diri. Sehingga hilang sudah kebanggaan dirinya.

Jika masyarakat Arab Jahiliah telah memasang target tertentu, maka mereka akan bersungguh – sungguh untuk menggapainya. Pantang menyerah, tidak peduli sebesar apapun aral rintangan yang dihadapi. Bahkan tindakan ekstrim yang membahayakan keselamatan jiwa pun tidak ragu untuk mereka tempuh.

Tetap waspada dan hati – hati. Begitulah sikap yang telah diwarisi masyarakat Arab Jahiliah secara turun temurun. Bisa dibilang mereka tidak sembrono dan juga tidak acuh atau berdiam diri saja. Melalui kewaspadaan ini yang ditopang oleh keberanian demi mempertahankan harga diri, membuat mereka yakin untuk segera melumpuhkan orang – orang yang berseteru dengan mereka melalui pertumpahan darah.

Peradaban Arab Jahiliah saat itu masih terbilang simpel. Mungkin karena secara geografis mereka bukan masyarakat pesisir pantai, yang pada umumnya memiliki keunggulan peradaban. Justru mereka terlahir di tanah tandus nan gersang. Meski begitu, ini lah yang kemudian menjadikan mereka masih memiliki sikap jujur, amanah jauh dari tipu daya, kecurangan atau pengkhianatan.

Kendati dianggap mulia, perlu kiranya digarisbawahi bahwa tidak semua rincian perliaku yang dianggap baik ini kemudian diambil secara serampangan. Sebab sifat terpuji ini terkadang secara prakteknya justru diimplementasikan dengan cara – cara yang tidak terpuji seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya.

Contoh kecilnya misal soal kedermawanan. Sikap ini baik dan dianjurkan agama. Namun di masa Arab Jahiliah sikap ini terkadang diwujudkan dengan perjudian dan minum minuman keras. Tentu kedermawanannya kita ambil, namun caranya, perjudian dan mabuk tidak lantas kita tiru. Begitupula dengan sifat – sifat lainnya.

Artinya perlu penyortiran dan penyaringan terlebih dahulu, mana yang memang baik dan tidak melanggar syariat, ini yang bisa diteladani. Namun, jika ternyata ada rincian praktek Arab Jahiliah yang melanggar syariat agama tentunya harus dijauhi. Itulah yang diluruskan agama Islam terhadap tradisi dan perilaku Arab Jahiliah melalui utusan-Nya, Rasulullah Saw.

Masyarakat Arab sudah terkenal dengan sifat mulai sebelum Islam.

Selasa , 02 Feb 2021, 05:30 WIB

Pixabay

Masyarakat Arab sudah terkenal dengan sifat mulai sebelum Islam. Ilustrasi Padang Pasir

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang-orang Arab sebelum Islam masuk dikenal sebagai masyarakat jahiliyah [berada dalam kebodohan karena menyembah berhala dan sombong].

Namun, di luar itu, ternyata orang-orang Arab masih memiliki sifat-sifat mulia. Pernyataan ini disampaikan Dr Raghib as-Sarjani dalam Shifat al-Arab wa Akhlaquhum.

Sifat-sifat ini, di antaranya, pertama kejujuran. Dahulu orang-orang Arab enggan untuk berbohong. Dan sifat ini pula yang melekat kepada Rasulullah SAW dan para sahabatnya Abu Bakar Ash shiddiq. 

Kedua, murah hati. Masyarakat Arab terbiasa untuk menghormati tamu dengan penyambutan dan makanan yang baik dan mereka biasa menyalakan api di malam hari. Salah satu tokoh Arab yang dikenal karena kemurahan hatinya adalah Hatim At-Thai. 

Ketiga, adil. Meski perbudakan masih terjadi, masyarakat pada umumnya tidak ada pengorbanan jika tidak bersalah. Mereka juga hidup bebas dan menolak ketidakadilan. 

Keempat, bertetangga dengan baik. Masyarakat Arab memegang teguh untuk memenuhi hak-hak tetangga. Terutama, saling melindungi dan tolong menolong di antara mereka. Dengan memenuhi hak tetangga maka sama seperti menjaga kemuliaan.

Kelima, kesabaran. Kondisi kehidupan orang Arab di Jazirah Arab sangat keras dan inilah yang memberi mereka kekuatan dan kesabaran untuk menanggung berbagai kesulitan yang mungkin mereka hadapi, seperti kelaparan, perjalanan jauh, dan lainnya. 

Keeenam, keberanian. Keberanian adalah karakteristik naluriah di setiap orang Arab, karena orang Arab memiliki kekuatan untuk mendorongnya berperang tanpa rasa takut, dan untuk mendukung yang tertindas tanpa ragu-ragu. 

Selain itu, kondisi kehidupan Badui mereka membantu mempersiapkan diri untuk bahaya yang mungkin menimpa mereka. Mereka juga tidak akan menyerang orang lain tanpa alasan.

Ketujuh, loyalitas. Selain jujur, masyarakat Arab juga terkenal loyal. Orang Arab biasa menepati sumpah mereka, memuji yang setia, dan mencemarkan nama baiknya, dan menolak berkhianat atau tidak menetapi janji.  

Sumber: mawdoo3

  • arab
  • arab jahiliyah
  • islam
  • masyarakat arab
  • islam arab
  • rasulullah

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề