Kerajaan majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan…..

Kondisi/informasi umum:

Situs Majapahit di Trowulan memiliki sejarah panjang sejak Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293 oleh Raden Wijaya [1293-1309]. Setelah kematian Raden Wijaya, pimpinan pemerintahan yang digantikan oleh puteranya yang berdarah Sumatera [ibunya adalah Dara Petak dari Kerajaan Dharmasraya] yakni Prabu Jayanegara [1309-1328] mengalami masa sulit karena pemberontakan di berbagai penjuru negeri. �Selanjutnya kerajaan ini mulai memasuki masa kejayaan diawali dengan pembacaan Sumpah Palapa oleh Mahapatih Gajah Mada pada masa pemerintahan Prabu Tribhuwana Tunggadewi [1328-1350] puteri dari Raden Wijaya dengan Gayatri Rajapatni. Pada masa itu kegiatan perdagangan sangat luas tidak hanya meliputi nusantara namun sampai ke negara-negara di benua Asia sampai Afrika. Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit adalah pada masa pemerintahan putera dari Tribhuwana yaitu Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1350-1389. Pada masa itu� wilayah bawahan Majapahit yang disebutkan dalam Ngarakatagama, wirama 13 - 16 antara lain:

  1. Negeri Melayu [daerah bawahan pertama] meliputi Jambi, Palembang, Toba, Darmasraya, Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandailing, Tumihang, Perlak, Padang, Hilwas, Samudera, Batan, Lampung, dan Barus.
  2. Pulau Tanjung meliputi terdapat Kapuas, Katingan, Sampit, Kutalingga, Kutawaringin, Sambas, Lawai, Kadangdangan, Landa, Samedang, Tirem, Brunei Kalka, Saludung, Solot, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjung Kutai, Malano.
  3. Pahang meliputi Ujung Medini, Lengkasuka, Siamwang [Thailand], Kalanten [Kelantan], Tringgano [Trengganu], Johor, Paka, Muwar, Dungun, Tumasik [Singapura], Kedah Jerai, Kanjapiniran.
  4. Bali meliputi Bedahulu [Bedulu] dan Goa Gajah.
  5. Lombok meliputi Sukun, Taliwang, Dompo, Bima, Seran, Hutan Kadali, Sasak, Bantayan, dan Luwuk.
  6. Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galiyan, Selayar Sumba, Solot, Muar, Wandan, Ambon, Wanin, Seram, Timor.
  7. Negara asing antara lain Negeri Siam Ayodya Pura, Darma Nagari, Marutma, Singha Nagari, Campa, Kamboja, dan Yawana.

Kerajaan ini mulai mengalami kemunduran sepeninggal Prabu Hayam Wuruk dan mengalami kehancuran pada tahun 1518. Kehancuran Majapahit menyebabkan Trowulan ditinggalkan dan menjadi hutan belantara sampai ditemukan oleh Wardenaar tahun 1815 yang ditugaskan oleh Raffles. Trowulan telah menyisakan sebagian besar tinggalan Majapahit terkubur di bawah tanah, mengalami kehancuran ataupun berubah fungsi dalam perkembangan dinamika pembangunan kota saat ini. Selain perubahan fisik, terjadi pula dinamika terhadap pemaknaan nilai, kebiasaan dan tradisi kehidupan yang berkembang sesuai dengan perkembangan karakter masyarakat yang sekarang menempati kawasan tersebut.

Sejarah:

Bukti-bukti Majapahit tercatat dalam karya sastra yang ditulis oleh para pujangga pada masa kejayaannya, diantaranya kidung dan kakawin yang menggambarkan kehidupan keseharian di Kerajaan Majapahit antara lain kakawin N?garak?t?gama [1365] dari Empu Prapanca, kakawin Arjunawijaya [1375] oleh Empu Tantular, kakawin Sutasoma [ditulis antara tahun 1375 � 1389], dan babad Pararaton [akhir Abad ke-16]. Selain itu bukti keberadaan Kerajaan Majapahit tertulis pula dalam prasasti. Tercatat beberapa prasasti yang terkait dengan Kerajaan Majapahit yaitu Prasasti Kudadu [1294], Prasasti Sukamerta [1296], Prasasti Balawi [1305], dan Prasasti Waringin Pitu [1447]. Keempat prasasti ini menyampaikan uraian dalam bentuk nyanyian dan puisi berbahasa Jawa Kuno dan Sansekerta yang menggambarkan kondisi Kerajaan Majapahit baik dari sisi ekonomi, sosial budaya, politik maupun kondisi alam masa itu, bahkan silsilah keluarga raja, sistem pemerintahan dan penataan ruang kota dapat digambarkan dengan baik. Walaupun informasi ini bisa dijadikan sebagai sumber sejarah namun keakuratan data tentunya dipengaruhi juga oleh unsur subyektif para penulisnya dalam rangka menyenangkan penguasa saat itu.

Trowulan adalah sebuah �situs kota� di Indonesia [Depdikbud, 1986]- yang dikenal dengan sebutan kotaraja karena diyakini sebagai bekas ibu kota Kerajaan Majapahit. Penjarahan artefak mengakibatkan kehilangan dan kehancuran tinggalan cagar budaya Kerajaan Majapahit di Trowulan. Eksploitasi tanah Trowulan ini terus berlanjut sampai tahun 1960 ketika pembuatan linggan [batu bata lokal] mulai marak dengan mempergunakan bahan baku tanah Trowulan. Penggalian tanah dilakukan sampai kedalaman lebih dari 4 meter dengan jumlah tempat produksi bata linggan mencapai 4.000 lokasi pada tahun 1980. Ancaman penghancuran lebih lanjut di Trowulan terus mengintai hingga kini dengan kehadiran para pelaku ekonomi yang seringkali mengorbankan keberadaan cagar budaya dalam aktivitasnya, kebijakan kepala daerah yang tidak selalu berpihak pada pelestarian, di samping beragam kepentingan lainnya baik dari aspek sosial budaya, lingkungan, hingga politik. Disamping kehancuran fisik, maka keberlanjutan tradisi dan nilai sosial budaya dari masa Kerajaan Majapahit yang bersifat non fisik juga turut mengalami perubahan.

Elemen-elemen Saujana:

Tinggalan arkeologi Kerajaan Majapahit berupa pusaka ragawi antara lain gapura, candi, petirtaan, pemakaman kuno, permukiman kuno, struktur pondasi, dan reruntuhan lainnya yang sebagian sudah direstorasi oleh pemerintah dan masih ada tinggalan yang masih terpendam di bawah tanah. Beberapa diantaranya adalah Gapura Wringin Lawang, Gapura Bajang Ratu, Candi Tikus, Candi Kedaton, Situs Lantai Segi Enam, Kompleks Makam Putri Campa, Sitinggil dan lainnya. Selain itu ditemukan pula artefak seperti uang kuno, peralatan rumah tangga, perhiasan emas, keramik dan lain-lain yang disimpan di Museum Trowulan maupun Museum Nasional Indonesia, serta tersebar pula di museum-museum di luar negeri yang menerimanya saat masa penjajahan. Tidak terhitung pula artefak yang telah diperjualbelikan di pasar gelap.

Pusaka tak ragawi antara lain tradisi yang diwariskan dari masa sebelumnya yang masih tetap dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Trowulan saat ini. Namun diakui bahwa penerapan tradisi tersebut sangat� dipengaruhi oleh dinamika masyarakat saat ini. Walaupun tidak ada lagi penduduk asli Trowulan dari masa Majapahit, namun penduduk Trowulan saat ini masih cukup aktif dalam berbagai kegiatan tradisi yang dilanjutkan dari masa sebelumnya.

Pusaka alam berupa lingkungan yang terutama terdiri dari persawahan dan kebun yang dikelilingi pegunungan dengan sumber air yang menjadi salah satu kekuatan Kerajaan Majapahit di masa lampau. Tata kelola air dalam keterkaitan dengan irigasi persawahan dan sumber kehidupan masyarakat Trowulan menunjukkan tingginya peradaban pada masa kejayaan Majapahit.

Nilai penting/signifikansinya:

Kawasan Trowulan mengandung tinggalan budaya Majapahit yang sangat padat dan dapat ditafsirkan sebagai pusat kota Majapahit. Sejauh ini, situs perkotaan Majapahit di Trowulan merupakan situs perkotaan tertua dan satu-satunya yang bercorak Hindu-Buda yang pernah ditemukan di Indonesia. Karena itu, situs perkotaan Majapahit ini mempunyai nilai signifikan dalam sejarah perkembangan perkotaan di Indonesia. Selain itu berbagai simbol-simbol pemersatu bangsa Indonesia diinspirasi dari Majapahit antara lain semboyan Bhinneka Tunggal Ika, maupun panji-panji merah putih yang dijadikan sebaga bendera Sang Saka Merah Putih.

Upaya-upaya pelestarian yang pernah dilakukan selama ini [termasuk penelitian/publikasi]:

Penelitian tentang Trowulan pertama kali dilakukan pada tahun 1815 oleh� JWB Wardenaar dan dilanjutkan oleh peneliti lainnya yaitu Maclaine Pont mempublikasikan hasil penelitiannya berjudul �De Kraton van Madjapahit� dalam Oudheidkundige Verslag [1926], serta penelitian lainnya dilakukan oleh peneliti pribumi yaitu Bupati Modjokerto yang bernama Raden Adipati Ario Kromodjojo Adinegoro pada tahun 1921. Selanjutnya beberapa penelitian pada masa kolonial Belanda antara lain Vistarini, Logan, Rigg, dan lainnya yang dilanjutkan pada pasca kemerdekaan oleh para arkeolog serta peneliti dari bidang keilmuan lainnya seperti sejarah, geologi, arsitektur dan lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Beberapa arkeolog yang tercatat melakukan penelitian di Trowulan adalah Mundardjito, Hassan Djafar, Inayati Adrisijanti, Wayan Ardika, yang kemudian diteruskan ke generasi berikutnya seperti Daud Tanusudirdjo, Arismunandar, Ania Nugraheni, Rochtri Bawono, dan lainnya. Penelitian Arkeologi Terpadu Indonesia [PATI] di Trowulan telah diselenggarakan oleh Yayasan ARSARI Djojohadikusumo sejak tahun 2008 bersama Jurusan Arkeologi dari Universitas Indonesia, Univeritas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanuddin. Peneliti dari keilmuan di luar arkeologi antara lain Adrian Perkasa dari keilmuan sejarah, Widjaja Martokusumo dan Catrini Kubontubuh dari keilmuan arsitektur, dan lainnya. Selain itu peneliti luar negeri juga terus berkembang antara lain John Miksic, Adrian Vickers, Michael White, Peter Carey, Arnoud Haag, Amrit Gomperts, dan lainnya.

Sebaran tinggalan Kerajaan Majapahit membentuk saujana pusaka berupa kawasan dengan integrasi pusaka ragawi, tak ragawi, alam dan integrasinya dengan dinamika masyarakat masa kini. Pusaka ragawi yaitu tinggalan fisik cagar budaya seperti candi, petirtaan, gapura dan artefak lainnya. Pusaka tak ragawi antara lain tradisi yang diwariskan dari masa sebelumnya yang masih tetap dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Trowulan saat ini. Pusaka alam berupa lingkungan yang terutama terdiri dari persawahan dan kebun yang dikelilingi pegunungan dengan sumber air yang menjadi salah satu kekuatan Kerajaan Majapahit di masa lampau.

Nama Info Kontak Catrini KubontubuhWidjaja MartokusumoPeter CareyAdrian Perkasa
Badan Pelestarian Pusaka Indonesia
Institut Teknologi Bandung
Dewan Pakar Yayasan ARSARI Djojohadikusumo,
Universitas Airlagga

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề