EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership e-ISSN: 2722-5658
//stak-pesat.ac.id/e-journal/index.php/edulead p-ISSN: 2722-645X
Vol. 1 Edisi 2 [Desember 2020] hlm: 214-231 DOI: //10.47530/edulead.v1i2.44
Teladan Tuhan Yesus Menurut Injil Matius dan Implementasinya
Bagi Guru Kristen Masa Kini
Alfons Renaldo Tampenawas
Sekolah Tinggi Teologi Yerusalem Baru Manado
Email:
Erna Ngala
Sekolah Tinggi Teologi Yerusalem Baru Manado
Email:
Maria Taliwuna
Sekolah Tinggi Teologi Yerusalem Baru Manado
Email:
Abstract
This article uses a qualitative method with a literature study approach that discusses the
examplary of Jesus for Christian teachers based on the Gospel of Matthew. A Christian teacher has
a responsibility in teaching. The example of Jesus is the basis for the Christian teacher’s life in
teaching. This article aims to look at how Jesus taught and set the example in the Gospel of Matthew
and how it applies to Christian teachers today. The results of this study indicate that Jesus lived His
teachings and became an example or pattern for His disciples, so that this study is expected to become
a basis for every Christian teacher today to love the life of Jesus Christ and make Jesus the main
principle of exemplary.
Keywords: Example, Jesus Christ, Gospel of Matthew, Christian Teacher
Abstrak
Artikel ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur yang membahas
keteladanan Yesus bagi guru Kristen berdasarkan Injil Matius. Seorang guru Kristen memiliki
tanggungjawab dalam pengajarannya. Keteladanan Yesus menjadi dasar untuk kehidupan guru
Kristen dalam hal pengajaran. Artikel ini bertujuan untuk melihat bagaimana Yesus mengajar dan
memberikan teladan di dalam Injil Matius dan implementasinya bagi guru Kristen masa kini. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa, Yesus menghidupi pengajaranNya serta menjadi teladan atau
pola bagi murid-muridNya, sehingga kajian ini diharapkan bisa menjadi suatu landasan bagi setiap
guru Kristen di masa kini untuk menghidupi kehidupan Yesus Kritus dan menjadikan Yesus sebagai
prinsip utama keteladanan.
Kata-kata kunci: Keteladanan, Yesus Kristus, Injil Matius, Guru Kristen
Pendahuluan
Transformasi generasi bangsa dapat
dilakukan melalui pendidikan, karena
pendidikan memiliki pengaruh yang sangat
penting bagi generasi bangsa. Pendidikan
adalah segala kegiatan pembelajaran yang
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
berlangsung dalam seluruh aspek kehidupan
manusia [Pa’indu et al., 2020]. Pendidikan
Agama Kristen tidak hanya berbicara tentang
bagaimana anak bangsa menjadi cerdas, tetapi
juga Pendidikan Agama Kristen yang secara
holistik memerhatikan seluruh eksistensi
peserta didik [Debora & Han, 2020]. Selain itu,
Pendidikan di sekolah pun harus juga
memerhatikan budaya peserta didik [Keriapy,
2020].
Konteks situasi saat ini “postmodern”
yang tidak dapat dibendung, di mana
perkembangan terus terjadi tanpa
memperhatikan etika, moral dan karakter
manusia, sehingga para peserta didik terbawa
arus oleh perkembangan saat ini. Oleh sebab
itu, peran dari guru Pendidikan Agama Kristen
dalam mengontrol siswa harus memiliki sikap
hidup yang benar sehingga bisa menjadi teladan
bagi peserta didik [Telaumbanua, 2018].
Teladan merupakan suatu sifat yang
dimiliki oleh setiap orang. Kamus Besar Bahasa
Indonesia online mendefinisikan bahwa teladan
adalah sesuatu yang ditiru atau dicontoh oleh
orang lain tentang apa yang kita perbuat,
“kelakuan” [KBBI Daring, n.d.]. Teladan yang
baik tentunya akan menghasilkan buah-buah
yang baik, berkualitas dan bermanfaat bagi
orang lain. Sebaliknya teladan yang buruk,
tentunya akan menghasilkan buat-buah yang
buruk juga. Teladan yang baik akan mengacuh
pada proses yang bertumbuh dalam hubungan
manusia dengan Tuhan, dan menjadi serupa
dengan Kristus melalui kuasa dari Roh Kudus,
sehingga layak untuk menjadi model bagi orang
lain [Sunarko, 2020]. Basuki menjelaskan
bahwa keunggulan dari orang-orang percaya
[Kristen] ialah memiliki Yesus Kristus yang
menjadi teladan baik dalam perkataan maupun
tindakan. Ia menyatakan bahwa Yesus tidak
hanya berdiam diri saja di surga, namun datang
ke dunia untuk menjalin hubungan dengan
manusia dan menjadi teladan yang benar
[Yusuf Eko Basuki, 2014, pp. 35–36].
Pada dasarnya, manusia merupakan
ciptaan Tuhan, yang diciptakan menurut peta
dan teladan Tuhan [Kej. 1:27], sehingga
manusia memiliki sifat Ilahi secara perilaku dan
moral [Tong, 2011, p. 34]. Namun setelah
manusia jatuh ke dalam dosa, perilaku dan
moral manusia pun ternodai dan rusak karena
dosa. Oleh sebab itu, Yesus Kristus sebagai
pribadi kedua dari Allah Tritunggal datang ke
dunia untuk memberikan teladan yang benar
atas perilaku dan moralitas kepada manusia
berdosa. Yesus Kristus adalah teladan yang
baik dan benar. 1 Petrus 2:21, menyatakan
bahwa, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil,
karena Kristus pun telah menderita untuk kamu
dan telah meninggalkan teladan bagimu,
supaya kamu mengikuti jejakNya. Kristus telah
mengalami penderitaan yang tidak seharusnya
Dia alami. Dia telah menderita bahkan rela mati
di atas kayu salib, demi menebus dosa manusia
[D. C. A. Jr & Nida, 2013, p. 87]. Tong
menjelaskan bahwa, Allah yang suci ingin
supaya setiap orang dapat mengambil bagian
dalam kesucian dan keadilan-Nya, sehingga
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
bertindak sesuai dengan kebenaran, dan jikalau
hal itu terjadi, maka seluruh aspek kehidupan
akan terpengaruh [Tong, 2011].
Keteladanan Yesus sebagai Guru Agung
harus menjadi model utama dalam Pendidikan
Agama Kristen. Harianto menjelaskan bahwa,
keahlian Tuhan Yesus sebagai seorang guru
pada umumnya dikagumi oleh rakyat Yahudi,
sehingga mereka memberi gelar dengan
sebutan ‘Rabi”, hal ini merupakan gelar yang
terhormat untuk menyatakan bahwa Yesus
dihormati dan dikagumi orang sebangsa-Nya
sebagai guru yang ahli dalam bidang ilmu ke-
Tuhanan [GP, 2012, pp. 37–38]. Hal ini
menyatakan bahwa Yesus menunjukkan sikap
yang baik dan benar sesuai dengan keinginan
mereka sehingga mereka terkagum akan
pengajaranNya, yang sangat luar biasa dan
menarik perhatian mereka. Tuhan Yesus juga
adalah seorang pemurid sejati [Sembiring,
2020].
Seorang guru harus menyadari dirinya
sebagai pemimpin utama dalam pembelajaran
bagi peserta didik di lingkungan satuan
pendidikan, dan ia harus mampu untuk
memimpin, mengarahkan dan memotivasi
dirinya supaya meningkatkan mutu kompetensi
yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan
pendidikan [Umar, 2019, p. 116]. Karena itu,
sebagai seorang guru harus mampu untuk
menjalankan setiap tugas dan tanggung jawab
tersebut. Sebuah buah yang baik dapat dilihat
dari pohonya, itulah suatu keunggulan dari
seorang guru yang memiliki sikap hidup atau
teladan yang benar dan baik. Bila merujuk
kepada Tuhan Yesus sebagai teladan yang
benar, maka setiap guru Kristen sudah
seharusnya melaksanakan kegiatan mengajar
dengan meneladani Yesus Kristus. Kerendahan
hati, kekudusan, kasih, kesabaran, menjadi sifat
dan keteladanan Yesus dalam melaksanakan
pengajarannya.
Sadono dan Sahartian juga telah
melakukan penelitian serupa tentang
keteladanan yang didasari pada kehidupan
Rasul Paulus [Sadono & Sahartian, 2020],
demikian juga halnya dengan Sunarko yang
telah melakukan penelitian terhadap
keteladanan Yesus sebagai pengajar [Sunarko,
2020], maka berbeda dari kedua penelitian
tersebut, fokus dari penelitian ini ialah
Keteladanan personal [sifat] Yesus Kristus
yang bersumber dari Injil Matius dengan tujuan
agar bisa diimplementasikan bagi kehidupan
guru Kristen.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan
atau studi literatur [S. E. Zaluchu, 2020], untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan
menafsirkan pokok-pokok atau poin-poin
penting menyangkut persoalan guru Kristen di
masa kini. Penelitian ini juga mendeskripsikan
kehidupan Yesus dalam Injil Matius sebagai
dasar keteladanan guru Kristen. Oleh sebab itu
penting untuk terlebih dahulu menguraikan
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
pemahaman yang terkandung dalam variabel
penelitian ini, yakni tentang guru Kristen.
Pengertian Guru Kristen
Guru merupakan pribadi yang memiliki
peran penting dalam dunia pendidikan,
sehingga seorang guru haruslah memiliki
kepribadian yang bisa menjadi contoh bagi
semua orang [Sriyati & Nakamnanu, 2020].
guru Kristen ialah guru yang memiliki dasar-
dasar kekristenan. Sidjabat memaparkan guru
Kristen dalam tiga seni, yakni Pertama,
pendidik atau guru dalam perspektif Kristen,
Kedua, Pendidik yang beragama Kristen, dan
yang Ketiga, pendidik yang memberikan
pengajarannya berkaitan dengan Iman Kristen
[Sidjabat, 2010, p. 35]. Maka secara ringkas
dapat disimpulkan sebagai guru yang
pengajarannya berlandaskan pada hal-hal
Kekristenan. Oleh sebab itu seorang Guru
Kristen haruslah bergantung pada Roh Kudus.
Melalui Roh Kuduslah seorang Guru sanggup
membuka mata hati dan pikirannya sehingga
mengerti dan memahami kebenaran. Harianto
menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang
guru Kristen, perlu memahami beberapa
persyaratan, yaitu: persyaratan guru umum
belum tentu sama dengan guru Kristen, tetapi
persayaratan yang dimiliki guru Kristen tidak
dimiliki oleh guru umum. Persyaratan yang
dimiliki guru Kristen adalah memiliki
kehidupan kerohanian yang berdasarkan pada
iman Kristen, mengalami kelahiran kembali
[lahir baru], dan yang berpegang pada Alkitab
yang adalah Firman Allah sebagai dasar
kehidupan dan pengajaran [GP, 2012]. Jadi
sebagai seorang guru Kristen haruslah memiliki
gaya hidup yang bertumbuh pada pengenalan
yang dalam dan lengkap tentang pribadi Kedua
dari Tritunggal yaitu Yesus Kristus.
Pengenalan akan pribadi Yesus Kristus,
memungkinkan guru tersebut semakin
memahami kuasa dan kehendak Allah.
Pada dasarnya seorang guru Kristen
diberi karunia dari Tuhan untuk melaksanakan
tugas dan tanggungjawab sebagai seorang
pengajar dan pembimbing [Telaumbanua,
2018]. Guru Kristen sebagai pembimbing
seharusnya bisa menempatkan diri secara tepat
dalam hal pembimbingan agar bisa menjalin
sebuah komunikasi yang baik dengan siswa
yang dibimbing [Duka, 2018]. Bukan hanya
sekedar karunia, namun seorang guru Kristen
harus menyadari bahwa profesi sebagai guru
Kristen ialah merupakan sebuah panggilan
untuk melayani Tuhan dalam dunia Pendidikan
[Prijanto, 2017, p. 102]. Oleh sebab itu, seorang
guru Kristen harus bisa memahami dirinya
sebagai seorang pengajar dalam kerangka
panggilan Tuhan dan karunia yang diberikan
Tuhan padanya.
Dasar dari pengajaran seorang guru
Kristen ialah Alkitab [Firman Allah]. Sahartian
menjelaskan dalam penelitiannya bahwa guru
Kristen harus memiliki visi yang didasari oleh
kebenaran Firman Tuhan dan pengajarannya
berpusat pada Yesus Kristus [Sahartian, 2018,
p. 150]. Lebih lanjut, Simanjuntak memaparkan
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
bahwa tujuan yang paling tertinggi atau yang
paling utama dari seorang guru Kristen ialah
membawa anak-anak didiknya untuk berjumpa
secara pribadi dengan Yesus Kristus
[Simanjuntak, 2019, p. 12], serta
bertanggungjawab untuk mengajar anak-anak
didik mengenal, memahami, dan menghidupi
pribadi Tuhan Yesus dan kerajaan-Nya [Hura &
Mawikere, 2020]. Maka dapat dijelaskan
bahwa, seorang Guru Kristen memiliki sebuah
panggilan yang didasari oleh Kebenaran
Firman Tuhan, telah lahir baru, memiliki
karunia untuk mengajar yang berlandaskan
pada Alkitab [Firman Allah], hidup memiliki
visi dan misi yang jelas, berintegritas, hidup
kudus, dan memiliki tujuan untuk membawa
anak didiknya berjumpa secara pribadi dengan
Yesus Kristus.
Hasil dan Pembahasan
Teladan Yesus Kristus Menurut Injil Matius
Istilah teladan dalam Bahasa Yunani
menggunakan kata “Tupos” yang memiliki arti
pola, contoh, patokan, serta gambaran [B. M. N.
Jr., 1997, p. 176]. Menurut Lexicon, kata
hupodaigma memiliki arti an example [Henry
& Thayer, n.d.]. Yesus bukan hanya sekedar
memberikan sebuah pengajaran, namun Dia
sendiri menjadi teladan yang benar bagi murid-
muridNya dan bagi banyak orang, artinya
Yesus menghidupi apa yang menjadi
pengajaran-Nya.
Hidup dan pelayanan Tuhan Yesus
menaruh perhatian dan keprihatinan yang
sesungguhnya pada pekerjaan dan pelayanan
penginjilanNya, dan Ia juga tidak
mementingkan diri-Nya sendiri. Sehingga
dalam Injil Matius 9:35 menjelaskan bahwa:
Yesus melaksanakan pelayananNya dari rumah
ke rumah, desa ke desa untuk memberitakan
Injil dan menyembuhkan orang-orang sakit.
Tuhan Yesus merupakan pribadi pengajar yang
Agung sehingga patut untuk diteladani oleh
setiap guru Kristen. Ia sebagai pengajar yang
kreatif dalam menggunakan metode-metode
untuk menyampaikan kebenaran tentang
kerajaan Allah. Ia diutus oleh Allah ke dalam
dunia untuk memberikan teladan yang
sempurna tentang kehidupan yang benar, di
mana Yesus sangat rendah hati dan memiliki
belas kasihan kepada semua orang. Maksud dan
tujuan dari Injil Matius adalah untuk
menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah
Mesias yang telah dinubuatkan atau dijanjikan
oleh Allah dalam Perjanjian Lama [Oet, 2020].
Oleh sebab itu dalam pembahasan ini, peneliti
akan memaparkan beberapa bagian tentang
teladan Tuhan Yesus menurut Injil Matius,
yakni: teladan dalam hal pengajaran, dalam hal
memberi nasihat, memberi teguran, kesabaran,
kerendahan hati, mengasihi, kesetiaan dan
pengampunan.
Teladan Dalam Hal Pengajaran
Tuhan Yesus datang ke dunia bukan
hanya sekedar menyelamatkan manusia, namun
juga menjadi seorang pengajar atau guru. Bagi
orang Yahudi istilah guru ialah “Rabbi”, yang
memiliki arti, Pertama, Pendeta Yahudi,
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
Kedua, di Palestina pada abad pertama Masehi
di zaman Yesus, kata ‘Rabi’ adalah sebutan
yang memiliki arti sama dengan ‘tuan’ kita
sekarang, Ketiga, Rabi atau Rabbi [Ibrani
Klasik “ribbi”; Ashkenazi Modern dan Israel
“Rabbi”] dalam Yudaisme berarti “guru”, atau
arti bebasnya “yang Agung”. Arti lain dari Kata
“Rabbi” ialah seseorang yang besar atau
terkemuka dalam dunia pengetahuan [Tafonao,
2020, p. 55].
Sebutan bagi Tuhan Yesus sebagai guru
juga sering digunakan dengan istilah
“Didaskalos”, yang diartikan sebagai
‘pengajar’, kata ini muncul sebanyak 12 kali
dalam Injil Matius. Yesus disebut sebagai
“didaskalos” oleh karena aktivitas yang
dilakukan Yesus berorientasi pada aktivitas
mengajar [to teach] [Tafonao, 2020]. Baik
“Rabbi” maupun “Didaskalos” menjadi
sebutan yang penting bagi Yesus dalam
pelayanan-Nya, karena Dia dikenal dengan
seorang pengajar.
Kehadiran Yesus sebagai guru atau
pengajar sangatlah dikagumi oleh banyak
orang, dalam Matius 7:28-29 memaparkan
bahwa: orang banyak takjub akan apa yang
Yesus ajarkan dalam pengajaran-Nya, karena
Yesus mengajar dengan penuh kuasa, tidak
seperti ahli-ahli Taurat. Prince menyatakan
bahwa “Yesus tepat sekali dikatakan sebagai
seorang pengajar, karena Yesus pengajar yang
sempurna baik dari segi ilahi maupun insani
[Prince, n.d., p. 5]. Ia datang sebagai seorang
guru yang diutus oleh Allah untuk melayani,
mengajar dan menyembuhkan banyak orang.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam
Matius 4:23 bahwa Yesus melayani, mengajar
serta memberitakan Injil Kerajaan Allah di
seluruh daerah Galilea dan menyembuhkan
penyakit-penyakit di antara bangsa tersebut.
Yesus terus melayani dalam pengajarannya dan
memberitakan Injil kepada setiap orang tanpa
membedakan baik perempuan maupun laki-
laki, yang miskin maupun yang kaya, Ia
menunjukkan belas kasihan-Nya kepada
mereka. Matius 9:36 menjelaskan bahwa pada
waktu Yesus melihat orang-orang yang seperti
tidak memiliki gembala, tergeraklah hati-Nya
karena belas kasihan untuk melayani dan
menolong orang-orang tersebut. Maka inti dari
pengajaran Tuhan Yesus adalah untuk
menyelamatkan setiap orang yang berdosa.
Karena itu, sebagai guru Kristen masa kini,
haruslah meneladani Tuhan Yesus, bahwa
tugas yang dipercayakan bukan hanya
mengajar, tetapi bagaimana merebut peserta
didik tersebut untuk diselamatkan.
Yesus adalah Anak Allah yang
menjalankan misi-Nya di dunia melalui metode
pengajaran yang bertujuan untuk
memperkenalkan siapakah Allah yang
sesungguhnya, kepada murid-murid dan umat-
Nya. Yesus memberi pengajaran tentang hidup
bergaul dengan Allah dan mengalami
pembaharuan iman, dengan tujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kualitas
iman percaya pada Allah [Non-Serano, 2009, p.
25]. Dalam pengajaran Tuhan Yesus terdapat
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
suatu kesempatan yang berharga, oleh karena
Yesus ingin membentuk umat-Nya untuk
memiliki cita-cita sesuai dengan kehendak
Allah, sejalan dengan ini Injil Matius. 5:48
menjelaskan bahwa setiap orang percaya
haruslah sempurna, karena Bapa di Surga juga
sempurna. Dalam ayat tersebut Yesus
mengajarkan dengan jelas tentang sifat Allah
dan sikap-Nya terhadap manusia. Pengajaran
Tuhan Yesus juga dapat mendorong para
pendengar untuk memahami dan melakukan
apa yang diajarkan-Nya, sehingga melalui
pengajaran-Nya, dapat mengenal kebenaran
serta memperoleh keselamatan.
Teladan Dalam Hal Memberi Nasihat
Nasihat merupakan sebuah perilaku
yang dinyatakan pada orang lain secara nyata,
yang memerlukan jawaban dari setiap
pertanyaan yang disampaikan. Demikianlah
juga yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Dia
datang ke dunia ini juga memberikan banyak
jawaban yang merupakan nasihat bagi manusia.
Kedua belas murid Yesus seringkali
mendengarkan nasihat yang diberikan Yesus
kepada mereka. Nasihat yang diberikan Yesus
selalu memiliki tujuan untuk hidup dalam
kebenaran. Nasihat dari Yesus juga acapkali
berhubungan dengan konteks kehidupan orang-
orang Yahudi.
Nasihat Yesus kepada murid-murid-
Nya, agar tidak sama seperti Ahli-ahli Taurat,
orang-orang Farisi yang suka mencari pujian
dan kehormatan, tidak memiliki sikap hidup
yang benar. Mereka berdoa di tempat yang bisa
dilihat orang, namun hal itu bagi Yesus adalah
sesuatu yang munafik. Bahasa Yunani
menjelaskan dengan istilah “hupokrithes” yang
artinya kemunafikan atau bermuka dua [bdk.
Mat. 22:18; 23;28; 24:51]. Nasihat yang Yesus
berikan kepada murid-murid-Nya, bertujuan
agar supaya murid-murid-Nya tidak menjadi
orang yang munafik.
Nasihat juga diberikan Yesus kepada
murid-murid-Nya ialah kedatangan Yesus yang
kedua kali, Yesus menyatakan kepada mereka
untuk berjaga-jaga. Pada bagian akhir khotbah
Yesus tentang akhir zaman dalam Injil Matius
pasal 24-25, Yesus berkata tentang dua hal yang
harus diperhatikan yaitu: [a] Berjaga-jagalah
dengan kesadaran penuh. [b] berjaga-jaga
dengan dikuatkan oleh roti kehidupan [Mimery,
1999, p. 219].
Teladan Dalam Hal Kesabaran
Kesabaran merupakan suatu sikap yang
harus dikendalikan oleh emosi dan juga
keinginan yang mempunyai nilai positif yang
ditonjolkan oleh individu atau seseorang.
Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI]
menjelaskan, bahwa sabar ialah tahan
menghadapi cobaan [tidak lekas marah, tidak
lekas putus asa, tidak lekas patah hati]; tabah,
tenang, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu
[Kemdikbud, n.d.]. Kesabaran dalam bahasa
Ibrani yaitu “Erekh” yang artinya suatu sikap
seseorang terhadap yang lain dan mencakup
ketidak-sediaan untuk membalas kejahatan
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
dengan kejahatan. Sedangkan dalam bahasa
Yunani yaitu “Makrothumia” yang artinya
panjang sabar dan tahan menderita. Kesabaran
itu juga bukan sebuah sikap yang mudah untuk
dilakukan. Rex menyatakan bahwa: sabar itu
cape, sabar itu kesal, sabar itu menahan emosi,
tetapi sabar itu indah [Rey, 2014, p. 156].
Kesabaran bukanlah sesuatu yang pasif saat
kesulitan datang menghampiri, melainkan aktif
bergerak mencari kebaikan di balik kesulitan,
lalu melihat solusi terbaik karena dalam
kesabaran akan menemukan indahnya
kehidupan yang selalu menghasilkan
kehidupan yang berorientasi pada damai
sejahtera.
Yesus adalah guru Agung, telah
menjadi teladan dalam hal kesabaran, baik
kehidupan-Nya, maupun pelayanan-Nya.
Dalam hidup-Nya, Yesus mengalami
penderitaan demi keselamatan umat manusia.
Bahkan sebelum Yesus melayani, Dia terlebih
dahulu dicobai oleh Iblis di Padang Gurun
[Matius. 4:1-11]. Peristiwa di padang gurun
memaparkan bagaimana Yesus yang dicobai
iblis sampai tiga kali, namun Yesus tidak jatuh
ke dalam tipu muslihat iblis, Yesus tetap sabar.
Yesus bukan hanya dicobai oleh Iblis, Ia juga
menghadapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli
Taurat untuk mencobai Yesus [Matius. 19:1-
12]. Bahkan Yesus pun sabar terhadap murid-
murid-Nya, yang di antara kedua belas murid-
Nya, ada yang mengkhianati-Nya [Matius.
26:21-25]. Drescher menjelaskan bahwa:
perhatikan kesabaran Kristus dalam
menghadapi murid-murid-Nya, karakter
mereka sangat beragam, mereka kadang begitu
egois, namun Kristus tetap sabar terhadap
semua hal mengenai murid-murid-Nya
[Drescher, 2008, p. 143].
Maka seorang guru Kristen, haruslah
memiliki karakter yang panjang sabar,
sebagaimana yang telah diajarkan Yesus dalam
masa kehidupan maupun pelayanan-Nya.
Seorang guru Kristen harus mampu mengelola
karakternya agar tidak jatuh ke dalam sebuah
hal yang mendatangkan kerugian baginya.
Kesabaran dari seorang guru Kristen akan
membawa dampak yang positif bagi para
peserta didik.
Teladan Dalam Hal Kerendahan Hati
Mengosongkan diri [Kenosis], artinya
menjadi sama seperti manusia, dan mengambil
rupa seorang hamba [Filipi. 2:7] merupakan
sebuah kerendahan hati yang sempurna yang
dilakukan oleh Yesus Kristus demi
menyelamatkan umat manusia. Penjelasan yang
demikian juga dipaparkan dalam Matius 11:29,
Yesus menyatakan sebuah identitas diri-Nya,
bahwa Ia adalah Pribadi yang lemah lembut dan
rendah hati, sehingga perlu diingat dan
diperhatikan bahwa kerendahan hati Yesus
adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
sifat-Nya sebagai Allah [bdk. Yoh. 13:1-17]
[Giawa, 2019, p. 60]. Yesus menunjukkan
kerendahan hati-Nya dengan membasuh kaki
dari murid-murid-Nya. Kerendahan hati yang
dimiliki Yesus telah diberikan kepada manusia,
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
agar manusia belajar untuk memiliki sifat
rendah hati. Yesus mengajarkan untuk menjadi
seseorang yang memiliki sifat rendah hati,
maka belajarlah kepada seorang anak kecil,
Matius 18:4: menjelaskan bahwa untuk masuk
dapat kerajaan Surga harus menjadi sama
seperti anak kecil. Maka seorang guru Kristen
haruslah memiliki sifat rendah hati
sebagaimana Yesus telah mengajarkannya
melalui gambaran seorang anak kecil, karena
sifat rendah hati menunjukkan jati diri atau
identitas sebagai seorang guru Kristen yang
hidup sesuai dengan ajaran Yesus Kristus.
Teladan Dalam Hal Mengasihi
Kasih adalah Yesus itu sendiri. Kasih
tidak bisa dipisahkan dari Yesus. Kasih
bukanlah sekedar karakter atau sifat Yesus,
melainkan sesuatu yang ada pada diri-Nya dari
sebelum dunia diciptakan, artinya setiap
tindakan Yesus pasti didasari oleh kasih
[Soegiarto, 2012, p. 233]. Yesus tidak bisa tidak
mengasihi. Oleh karena itu, kedatangan Dia ke
dunia ini, menandakan betapa besar kasih-Nya
kepada manusia-manusia berdosa [bdk. Yoh.
3:16]. Karya penebusan di atas kayu salib untuk
menebus dosa umat manusia, menunjukkan
kebesaran kasih Bapa melalui Anak-Nya yang
Tunggal yaitu Yesus Kristus [GEA, 2018, p.
139]. Maka dapat dikatakan bahwa Yesus itu
kasih, dan sumber kasih.
Yesus dalam pelayananNya di dunia,
menunjukkan cara bagaimana seharusnya
manusia itu mengasihi Tuhan dan sesama.
Sebuah hal yang prinsip yang diajarkan Yesus
mengenai mengasihi Tuhan dan sesama
manusia ialah dengan keseluruhan kehidupan
[bdk. Mat. 22:37-40]. Yesus bukan hanya
sekedar mengajar tentang kasih, namun Dia
sendiri juga menjadi teladan kasih. Oleh sebab
itu Yesus pun mengajarkan kepada murid-
murid-Nya untuk saling mengasihi satu dengan
yang lainnya. Pengajaran Yesus kepada murid-
muridNya dilandaskan pada diriNya sendiri
yang sudah terlebih dahulu mengasihi murid-
muridNya [Yoh. 13:34]. Kasih Yesus bukan
hanya sekedar menjadi dasar yang
memungkinkan murid-muridNya untuk saling
mengasihi, melainkan Ia sendiri sebagai teladan
yang harus diteladani atau dicontohi [Napel,
2006, p. 291]. Yesus mengajarkan untuk
mengasihi dengan tulus tanpa pamrih dan
mengasihi orang lain dengan sebuah tindakan
aktif yang didasarkan pada kebenaran.
Bukan hanya kepada murid-murid-Nya
Yesus menunjukkan dan mengajarkan tentang
kasih, melainkan juga kepada orang-orang yang
mengikuti-Nya. Matius mencatat bagaimana
kasih Yesus kepada orang banyak. Yesus
memberi makan lima ribu orang [Mat. 14:13-
21], empat ribu orang [Mat. 15:32-39]. Hal ini
menunjukkan bahwa kasih Yesus itu universal
untuk semua orang dan bukan hanya untuk
orang-orang tertentu. Matius. 19:13-15
menunjukkan bagaimana Yesus mengasihi
anak-anak dan mendoakan mereka. Matius.
9:35-36 menunjukkan bagaimana Yesus
mengasihi orang-orang yang terlantar seperti
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
domba yang tak bergembala. Matius 14:14
menjelaskan demikian, bagaimana sikap dan
hati Yesus melihat orang banyak, hati-Nya
yang penuh belas kasihan untuk
menyembuhkan dan menyelamatkan orang
banyak. Yesus menunjukkan kasih-Nya melalui
hidup dan pelayananNya, supaya manusia
melihat betapa besar kasih-Nya kepada
manusia.
Kasih Yesus bukan hanya sekedar
perkataan. Oleh sebab itu, kasih harus
dinyatakan secara aktif. Yesus mengajarkan
untuk mengasihi dan mendoakan orang yang
telah berbuat kesalahan, bahkan Yesus
mengajarkan untuk mengampuni orang yang
telah melakukan kesalahan, dengan
mengampuni sampai tujuh puluh kali tujuh kali
[Mat. 18:22]. Pengajaran Yesus ini bukanlah
sebuah teori semata, melainkan Ia sendiripun
melakukan itu sampai karya keselamatan di atas
kayu salib. Dengan kasih Yesus menjalankan
pelayanan agung-Nya, disiksa, dicambuk,
diludahi, difitnah, dianiaya, dan pikul salib
sampai mati di atas kayu salib [Teologi et al.,
2020, p. 48]. Kematian Yesus di atas kayu salib
menunjukkan betapa besar Ia mengasihi
manusia, dan terlebih dari itu kasih yang Dia
tunjukkan di atas kayu salib untuk membuat
manusia bisa kembali bersekutu dengan Bapa
[S. Zaluchu, 2017, p. 73]. Maka, setiap orang
yang menyadari bahwa ia adalah guru Kristen,
sudah seharusnya ia mengajar dan menghidupi
kasih Yesus dalam kehidupannya.
Teladan Dalam Hal Kesetiaan
Setia dalam bahasa Yunani yaitu
“Pistis” yang berarti kesetiaan. Alkitab sering
menjelaskan bahwa kesetiaan selalu
berdampingan dengan seorang hamba.
Kesaksian Alkitab mengenai kesetiaan yang
dilakukan seorang hamba ialah Yesus Kristus.
Ia mengambil rupa seorang hamba dan menjadi
sama seperti manusia [Fil. 2:7]. Gambaran
Yesus sebagai hamba yang setia mencapai
sebuah puncak dalam gambaran hamba yang
menderita sampai mati [ALAKAMAN, 2018,
p. 22]. Kesetiaan Yesus selalu berpusat kepada
Bapa, sehingga apa yang dilakukan Yesus
selalu bersinergi dengan Bapa [Manullang,
2019].
Tentang teladan Yesus dalam hal
kesetiaan, berulang kali Ia menjelaskan melalui
perumpamaan. Dari perumpamaan-
perumpamaan tersebut Ia berusaha agar murid-
murid-Nya dan pendengar-Nya memahami
dengan benar pengertian dari perumpaan
tersebut. Itulah sebabnya dalam Injil Matius.
13:9 menjelaskan “Siapa bertelinga, hendaklah
ia mendengar”. Artinya bahwa setiap orang
yang Dia ajar hendaklah ia sungguh-sungguh
mendengarkan apa yang telah Ia sampaikan
melalui perumpamaan tersebut. Ia dengan
begitu mudah menjelaskan hal Kerajaan Sorga
itu melalui perumpamaan, berulang kali Ia
memakai perumpamaan, namun mereka tidak
mengerti apa maksud dari perumpamaan
tersebut. Secara logika, tentu bisa ditinggalkan
pelayanan tersebut, namun Yesus tidak seperti
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
itu, Ia tetap setia menjalankan tugas-Nya baik
dalam pemberitaan Injil, maupun pengajaran.
Matius 4:23-25, memaparkan bagaimana Yesus
tidak berdiam diri, namun Ia berkeliling Galilea
untuk melayani serta memberitakan Injil pada
semua orang dan menyembuhkan orang-orang
dari segala penyakit dan kelemahan-
kelemahan. Matius 5:1-12 “ketika melihat
orang banyak itu yang berbondong-bondong
datang kepada-Nya, maka Ia naik ke atas bukit
dan mulai berbicara dan mengajar tentang
ucapan bahagia. Ia begitu setia dalam melayani
orang-orang pada masa itu, karena Ia datang
untuk melayani bukan dilayani.
Teladan Dalam Hal Pengampunan
Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa,
Allah terlebih dahulu berinisiatif untuk
mengadakan rencana penyelamatan terhadap
umat manusia yang berdosa. Rencana
penyelamatan tersebut dimulai dari peristiwa
air bah yang melanda seluruh dunia, namun
dalam peristiwa tersebut, Allah menyelamatkan
Nuh beserta dengan keluarganya. Nuh dan
keluarganya diselamatkan, oleh karena mereka
hidup benar di hadapan Allah. Peristiwa itu
menyatakan bahwa Allah sungguh dan serius
untuk menyatakan keselamatan bagi umat
manusia. Allah mengasihi manusia, karena itu
sejak manusia berbuat dosa, Allah sudah
memikirkan cara untuk menebus manusia dari
dosa [Nee, 2019, p. 1]. Karya keselamatan terus
dilakukan oleh Allah, mulai dari kejatuhan
manusia ke dalam dosa sampai saat ini. Oleh
karena itu, Ia mengutus Anak-Nya yang tunggal
Yesus Kristus, datang ke dunia untuk
mengampuni setiap dosa manusia. Kedatangan
Tuhan Yesus di dunia adalah sarana bagi
pengampunan dosa, satu bentuk intervensi
Allah untuk merebut dan menyelamatkan
manusia. Dalam diri Yesus Kristus, manusia
berdosa dipertemukan dengan Allah yang
mengampuni dosa [Gintings, 2000, p. 76].
Tuhan Yesus datang ke dunia untuk
mendamaikan manusia dengan Allah dan
mengampuni setiap dosa yang telah dilakukan
oleh manusia. Dalam Injil Matius 9:1-8
menjelaskan tentang orang lumpuh yang
disembuhkan. Ketika Yesus melihat iman
mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu;
“Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah
diampuni” penyembuhan yang dilakukan
Yesus selalu memiliki dasar untuk
mengampuni dosa. Yesus juga mengaitkan
penyembuhan dan pengampunan melalui iman
[bdk Mat. 15:21-28]. Dalam hal pengampunan
Yesus mengajarkan dan memberikan prinsip
yang sangat mendasar, yakni “jikalau kamu
mengampuni kesalahan orang, maka Bapamu
yang di Sorga akan mengampuni kamu juga
[Mat. 6:14-15]. Yesus mengajarkan dan
memberi teladan tentang berapa kali harus
mengampuni, dalam Matius.18:21-22 Yesus
menyatakan tujuh puluh kali tujuh kali.
Sebenarnya Yesus mau menjelaskan bahwa
pengampunan itu tidak ada batasnya. Puncak
dari pengampunan Yesus kepada manusia
berdosa, dan manusia yang menyalibkan Dia,
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
yakni pada waktu di atas kayu salib dan Yesus
berkata, “Ya Bapa ampunilah mereka, sebab
mereka tidak tau apa yang mereka perbuat”.
Mengampuni artinya mampu
memaafkan keselahan seseorang yang telah
diperbuatnya dan tidak mengungkit kesalahan
tersebut. Tindakan mengampuni merupakan
sebuah keputusan yang bersumber dari dalam
hati dan berimplikasi pada kehidupan masa
depan yang lebih cerah. Dalam bahasa Yunani
mengampuni dalam kata benda
“pengampunan” pada umumnya adalah
pelepasan, pembebasan, tawanan, pembatalan
utang, penghapusan hukuman. Di dalam
Alkitab pengampunan menunjuk kepada
tindakan Allah menghapus dosa sebagai hutang
atau mengampuni orang yang melanggar
hukum Taurat [Nida, 2014, p. 12].
Mengampuni tidak sama dengan melupakan.
Mengampuni dan melupakan seringkali tidak
jalan, pengampunan yang benar justru adalah
memikirkan sungguh-sungguh, menyadari apa
yang telah terjadi, artinya yang sejati bagi
kehidupan [Meninger, 1999, p. 30].
Pengampunan adalah sarana yang paling pasti
untuk mengetahui dalamnya iman pribadi.
Kelak kesediaan untuk mengampuni akan
menjadi patokan penghakiman terakhir
terhadap manusia [Leks, 2003, p. 320]. Dengan
mengampuni seseorang, maka implikasinya
ialah seseorang tersebut terbebas dari sifat
kebencian dan mendatangkan kedamaian dalam
hati, sehingga menjadikan kehidupan yang
lebih baik, oleh sebab itu, seorang guru Kristen
sebelum mengajar, ia harus memahami dengan
benar apa itu pengampunan, dan dia sendiri
telah mengalami pengampunan dari Yesus
Kristus, sehingga dia bisa mengajarkan kepada
para anak didiknya untuk bisa mengampuni.
Implementasi Teladan Tuhan Yesus
Menurut Injil Matius
Pertama, Guru Kristen memberi
pengajaran. Seorang guru Kristen haruslah
dapat meneladani teladan yang telah Tuhan
Yesus lakukan, yaitu tentang hal pengajaran.
Yesus telah diutus oleh Allah bukan hanya
sebagai seorang Juruselamat dunia, melainkan
Ia juga diutus oleh Bapa sebagai seorang guru
yang Agung untuk menjalankan misi-Nya di
dunia dengan mengajarkan kepada murid-
murid-Nya dan orang banyak tentang siapakah
Allah yang sebenarnya. Matius 4:23
memaparkan pelayanan Yesus yang mengajar
di rumah-rumah ibadat serta memberitakan Injil
Kerjaan Allah serta melakukan pelayanan
kesembuhan. Ia mengajar dan melayani mereka
tanpa membedakan, baik perempuan maupun
laki-laki, yang miskin maupun yang kaya, Ia
menunjukkan belas kasihan-Nya kepada
mereka, Matius 9:36 menjelaskan bahwa oleh
karena belas kasihan Yesus kepada orang
banyak yang seperti tak bergembala, maka
Yesus pun melakukan pelayanan untuk orang
banyak.” Karena itu sebagai guru Kristen,
teladanilah teladan Tuhan Yesus, bahwa tugas
yang dipercayakan bukan hanya mengajar dan
mentransferkan materi, tetapi
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
bertanggungjawab atas diri peserta didik. Sebab
mereka bagaikan domba yang harus dituntun ke
jalan yang benar, sehingga dapat diselamatkan.
Karena tujuan dari pengajaran Tuhan Yesus
adalah, membawa domba-domba itu untuk
mengenal siapakah Allah yang sesungguhnya,
dan membawa domba-domba itu untuk
diselamatkan.
Kedua, Guru Kristen harus memberi
nasihat. Seorang guru Kristen haruslah dapat
meneladani teladan yang telah Tuhan Yesus
lakukan, yaitu tentang memberi nasehat. Tuhan
Yesus memberi nasihat kepada murid-murid-
Nya bahwa turutilah dan lakukanlah segala
sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi
janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan
mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi
tidak melakukannya” [Mat. 23:3]. Yesus juga
menasihati mereka agar mereka berhati-hati
dan waspada supaya mereke tidak jatuh dalam
pencobaan, roh memang penurut tetapi daging
lemah [Mat. 26:41]. Nasihat merupakan suatu
pelajaran yang baik, suatu peringatan atau
teguran yang mendatangkan kebaikan bagi diri
sendiri. Karena itu, sebagai seorang guru
Kristen teladanilah teladan Tuhan Yesus.
Bahwa bukan hanya mengajar tetapi memberi
nasihat kepada peserta didik sehingga tidak
jatuh dalam dosa.
Ketiga, guru Kristen harus memiliki
kesabaran. Seorang guru Kristen haruslah dapat
meneladani teladan yang telah Tuhan Yesus
lakukan, yaitu dengan menjaga kesabaran.
Kitab Amsal mengatakan bahwa orang yang
sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat
marah membesarkan kebodohan [Ams. 14:29],
dan si pemarah juga membangkitkan
pertengkaran, tetapi orang yang sabar
memadamkan perbantahan [Ams. 15:18].
Kesabaran merupakan suatu sikap yang harus
dikendalikan oleh emosi dan juga keinginan
yang mempunyai standar nilai yang positif bagi
setiap individu. Dalam bahasa Ibrani kata
“sabar” yaitu “Erekh” sedangkan didalam
bahasa Yunani yaitu “Makrothumia” dan
terdiri dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu
“makros”, panjang dan “thumos”,
“temperamen”, yang memberikan makna
“kelunakan”, mau menanggung, panjang sabar,
tabah dan tahan menderita. Sebagaimana
teladan kesabaran yang ditunjukkan Yesus
kepada murid-murid-Nya, bahwa Ia sabar
dalam menghadapi mereka yang dengan
berbagai perbedaan karakter dan kehidupan
yang berbeda. Sepanjang hidup hingga
kenaikan-Nya ke surga pun Ia masih
menunjukan kesabaran-Nya. Ketika Ia
menghadapi orang-orang Farisi yang ingin
untuk mencobai-Nya [Mat. 19:1-12], dan juga
ketika Ia mengetahui salah satu murid-Nya
yang akan mengkhianati-Nya [Mat. 26:21-25],
Ia tetap sabar dan tidak membangkitkan suatu
amarah apa pun terhadap mereka. Seperti
Pemazmur juga mengatakan “Tuhan itu
pengasih dan penyayang panjang sabar dan
besar kasih setia-Nya” [Maz. 145:8]. Ia adalah
pengasih dan penyayang, sabar terhadap semua
orang. Karena itu sebagai guru Kristen,
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
teladanilah teladan Tuhan Yesus, untuk
bersabar dalam menghadapi setiap peserta didik
yang dengan karakter, dan latar belakang yang
berbeda-beda, bahwa orang yang sabar
melebihi seorang pahlawan, orang yang
menguasai dirinya, melebihi orang yang
merebut kota [Ams. 16:32]
Keempat, guru Kristen harus rendah hati.
Seorang guru Kristen haruslah dapat
meneladani teladan yang telah Tuhan Yesus
lakukan, yaitu dengan kerendahan hati. Tuhan
Yesus telah menunjukkan kerendahan hati-Nya
kepada setiap manusia, dalam Injil Matius
11:29b berkata bahwa “belajarlah pada-Ku,
karena Aku lemah lembut dan rendah hati”.
Kerendahan hati yang dimiliki Yesus telah
diberikan kepada manusia, agar manusia
belajar merendahkan hati. Matius 18:4 juga
berkata bahwa; “barang siapa merendahkan diri
dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang
terbesar dalam Kerajaan Sorga.” Karya Yesus
di atas kayu salib juga menunjukkan sikap
kerendahan hati, dimana kayu salib sebagai
sesuatu yang hina bagi orang Yahudi saat itu,
namun Yesus tetap dengan kerendahan hati-
Nya untuk tetap menjalani hukuman itu, demi
untuk menyelamatkan manusia dari
perbudakan dosa. Karya Yesus ini menjadi
suatu teladan yang sangat amat penting bagi
seorang guru Kristen masa kini dalam ruang
lingkup sekolah, yaitu dengan menjaga dirinya
agar tetap rendah hati.
Kelima, Guru harus mengasihi. Seorang
guru Kristen haruslah dapat meneladani teladan
yang telah Tuhan Yesus lakukan, yaitu dengan
mengasihi. Tuhan Yesus telah menunjukan
kasih-Nya yang begitu besar kepada setiap
orang melalui hidup dan pelayanan-Nya, dan
kasih yang Ia berikan adalah kasih “Agape”
yang murni tanpa noda. Ia mengasihi tanpa
pamrih, dengan demikian Ia mengajarkan
supaya manusia mengasihi juga dengan tulus
dan tanpa pamrih. Oleh sebab itu, seorang guru
Kristen harus meneladani teladan Tuhan Yesus
yang penuh kasih dalam mendidik dan
mengajar peserta didik untuk menghidupi
kebenaran, dan saling mengasihi, sebagaimana
Tuhan Yesus berkata bahwa “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
Matius 22:39. Seorang guru Kristen harus
memiliki kasih seperti kasih Kristus untuk
mengasihi baik kepada peserta didik, sesama
guru maupun kepada siapa saja kasih itu
dinyatakan.
Keenam, guru Kristen harus setia.
Seorang guru Kristen haruslah dapat
meneladani teladan yang telah Tuhan Yesus
lakukan, yaitu dengan setia. Tuhan Yesus
dengan setia menjalankan tugas-Nya di dunia,
dalam keadaan sebagai manusia Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,
bahkan mati di kayu salib. Ia sebagai teladan
utama dalam hal kesetiaan. Ia setia
melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh
Bapa-Nya yang mengutus Dia ke dalam dunia.
Dalam Injil Yohanes 4:34 berkata bahwa
“Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Bapa
yang mengutus Aku dan menyelesaikan
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
pekerjaan-Nya”. Melakukan kehendak Bapa
adalah yang terutama dalam kehidupan Tuhan
Yesus. Karena itu sebagai guru Kristen harus
meneladani teladan kesetiaan yang telah Tuhan
Yesus lakukan. Dalam Injil Lukas 16:10 juga
berkata bahwa; barangsiapa setia dalam perkara
kecil, ia setia juga dalam perkara besar. Dan
barang siapa tidak benar dalam perkara kecil, ia
tidak benar juga dalam perkara besar. Karena
itu, sebagai guru Kristen harus memiliki
komitmen untuk tetap setia dalam
mengembangkan sebuah tanggungjawab
mengajar. Bahwa apapun keadaannya,
dimanapun, dan kapanpun tetap setia
menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai
pendidik. Karena hanya orang-orang yang setia
yang diberkati Tuhan.
Ketujuh, guru Kristen harus mengampuni.
Seorang guru Kristen haruslah dapat
meneladani teladan yang telah Tuhan Yesus
lakukan, yaitu dengan mengampuni. Tuhan
Yesus telah mengampuni setiap dosa manusia.
Dan berulang kali Ia melakukan pengampunan
kepada orang-orang berdosa yang datang
kepada-Nya. Matius 9:1-8 menjelaskan tentang
orang lumpuh yang disembuhkan. Ketika
Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia
kepada orang lumpuh itu; “Percayalah, hai
anak-Ku, dosamu sudah diampuni” Lukas 7:36-
50 juga menjelaskan tentang Yesus diurapi oleh
perempuan berdosa. Yesus berkata kepada
perempuan yang berdosa itu bahwa dosamu
telah diampuni. Dan imanmu telah
menyelamatkan engkau, karena itu pergilah
dengan selamat. Ia terus melakukan
pengampunan sampai pada hari penyaliban pun
Ia berkata “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab
mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
[Luk. 23:34a]. Karena itu sebagai guru Kristen
harus meneladani teladan Tuhan Yesus
mengenai pengampunan, sehingga dapat
melakukannya, dan menerapkannya kepada
peserta didik. Guru Kristen juga harus memiliki
kehidupan yang sesuai dengan standar Firman
Tuhan artinya berbeda dari guru yang tidak
hidup sesuai dengan Firman Tuhan.
Perbedaannya ada di dalam karakter seorang
guru Kristen, karena seorang yang lahir dan
hidup dalam kekristenan pasti mengetahui dan
mengenal sosok pribadi yang penuh kasih dan
pengampunan, yaitu Yesus Kristus. karena itu
sebagai guru Kristen harus memiliki kasih
seperti kasih Kristus, untuk mengasihi dan
mengampuni setiap peserta didik yang
melakukan kesalahan dan saling mengampuni
antara satu dengan yang lain.
Kesimpulan
Dalam kehidupan dan pelayanan Tuhan
Yesus merupakan contoh yang patut untuk di
teladani, bahwa Ia datang sebagai manusia,
yang diutus oleh Allah untuk memberikan
teladan yang sempurna tentang kehidupan yang
benar, dan menunjukkan teladan-Nya kepada
setiap orang, supaya mengikuti teladan-Nya. Ia
adalah manusia yang tidak berdosa dan tak
bercacat karena Ia adalah Allah sekaligus
Manusia yang tidak berubah. Semasa hidup-
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
Nya di dunia memberikan suatu teladan yang
patut untuk diteladani secara komprehensif. Ia
juga merupakan seorang guru yang mengajar
mengenai kebenaran yang mendasar, sehingga
banyak orang datang kepada-Nya dan kagum
tentang pengajaran-Nya. Karena itu, Ia
mengajar kepada murid-murid-Nya untuk
mengikuti teladan-Nya. Ia bukan hanya sekedar
mengajar murid-murid-Nya, tetapi juga
menjadi teladan bagi mereka. Keteladanan
yang Ia berikan dalam pengajaran dan
pelayanan memiliki tujuan yang jelas,
sebagaimana Ia berkata bahwa “supaya kamu
juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat
kepadamu.” Karena itu sebagai guru Kristen,
harus mempunyai tolak ukur yang jelas agar
mencapai tujuannya sebagai motivator spiritual
dalam hal pendidikan Kristen. Maka Kristuslah
yang menjadi sentral dalam pengajarannya,
menjadi teladan dalam pengajarannya, dan
Kristuslah menjadi tujuan dari pengajarannya.
Keteladanan kepada Kristus tidak meniadakan
konsep Tritunggal, tetapi Kristuslah yang patut
menjadi teladan bagi guru Kristen, karena Ia
adalah Allah seutuhnya dan Manusia
seutuhnya.
Daftar Pustaka
ALAKAMAN, M. T. [2018]. YESUS
SEBAGAI HAMBA Kajian Kristologi
Dan Relevansinya Pada Pelayan Gereja Di
Jemaat GPM Nehemia Sektor Petra.
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi.
//doi.org/10.37196/kenosis.v1i1.20
Debora, K., & Han, C. [2020]. Pentingnya
Peranan Guru Kristen dalam Membentuk
Karakter Siswa Dalam Pendidikan
Kristen: Sebuah Kajian Etika Kristen [The
Significance of the Role of Christian
Teachers in Building Students’ Character
in Christian Education: A Study of
Christian Ethics]. Diligentia: Journal of
Theology and Christian Education, 2[1],
1–14.
Drescher, J. M. [2008]. Melakukan Buah Roh.
BPK Gunung Mulia.
Duka, H. [2018]. Peranan guru Kristen sebagai
pembimbing dalam penanggulangan
perkelahian kelompok di lingkungan SMP
Kristen Makassar. Jurnal Saintech.
GEA, I. [2018]. ALLAH MENJADI
MANUSIA Sebuah Uraian Teologis.
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi.
//doi.org/10.37196/kenosis.v2i2.37
Giawa, N. [2019]. Serving Others :
Keteladanan Pelayanan Yesus Kristus
Berdasarkan Yohanes 13. Integritas :
Jurnal Teologi.
Gintings, E. P. [2000]. Firman Hidup. BPK
Gunung Mulia.
GP, H. [2012]. Pendidikan Agama Kristen
dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan
Masa Kini. ANDI.
Henry, J., & Thayer. [n.d.]. A Greek-English
Lexicon of the New Testaments. Grand
Rapids, Michigan: Regency Reference
Library.
Hura, S., & Mawikere, M. C. S. [2020].
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
KAJIAN BIBLIKA MENGENAI
PENDIDIKAN ANAK DAN HAKIKAT
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI.
EDULEAD: Journal of Christian
Education and Leadership, 1[1], 15–33.
Jr., B. M. N. [1997]. Kamus Yunani - Indonesia.
BPK Gunung Mulia.
Jr, D. C. A., & Nida, E. A. [2013]. Pedoman
Penafsiran Alkitab: Surat Petrus Yang
Pertama.
KBBI Daring. [n.d.]. Kementerian Pendidikan
Dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemdikbud. [n.d.]. Kamus Besar Bahasa
Indonesia [KBBI].
Keriapy, F. [2020]. Pendidikan Kristiani
Transformatif Berbasis Multikultural
dalam Konteks Indonesia. REGULA
FIDEI: Jurnal Pendidikan Agama Kristen,
5[2], 82–93.
Leks, S. [2003]. Tafsiran Injil Lukas. Kanisius.
Manullang, M. [2019]. MISI DALAM
MASYARAKAT MAJEMUK. Jurnal
Teologi Cultivation, 3[2], 49–63.
Meninger, W. A. [1999]. Menjadi Pribadi
Utuh. Kanisius.
Mimery, N. [1999]. Komentar Praktis Injil
Sinoptis Matius-Markus-Lukas. Mimery
Press.
Napel, H. T. [2006]. Jalan Yang Lebih Utama
Lagi. BPK Gunung Mulia.
Nee, W. [2019]. Pengampunan Dosa dan
Pengakuan Dosa. Yayasan Perpustakaan
Injil Indonesia.
Nida, R. G. B. E. A. [2014]. Pedoman Penafsir
Alkitab Injil Markus. Lembaga Alkitab
Indonesia dan Yayasan Kartidaya.
Non-Serano, J. B. [2009]. Profesionalisme
Guru dan Bingkai Materi Pendidikan
Agama Kristen. Bina Media Informasi.
Oet, S. [2020]. TELADAN PENDERITAAN
TUHAN YESUS BERDASARKAN
MATIUS 27: 32-44. Manna Rafflesia.
//doi.org/10.38091/man_raf.v4i1.81
Pa’indu, S., Sinaga, R., & Keriapy, F. [2020].
Studi Kecerdasan Visual-Spasial Pada
Anak Usia 5-6 Tahun Melalui Sentra
Balok. SHAMAYIM: Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Kristiani, 1[1], 78–91.
Prijanto, J. H. [2017]. Panggilan Guru Kristen
sebagai Wujud Amanat Agung Yesus
Kristus dalam Penanaman Nilai
Alkitabiah pada Era Digital. Jurnal
Polyglot.
Prince, J. M. [n.d.]. Yesus Guru Agung.
Lembaga Literatur Baptis.
Rey, H. [2014]. Menata Hati Serupa Kristus.
Visi Anugerah Indonesia.
Sadono, S., & Sahartian, S. [2020]. Paulus
sebagai Teladan Pendidik Kristen Masa
Kini. REGULA FIDEI: Jurnal Pendidikan
Agama Kristen, 5[2], 132–147.
Sahartian, S. [2018]. Pemahaman Guru
Pendidikan Agama Kristen Tentang II
Timotius 3:10 Terhadap Peningkatan
Kecerdasan Spiritual Anak Didik. FIDEI:
Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika.
//doi.org/10.34081/fidei.v1i2.15
Sembiring, J. [2020]. Implementasi Pola
EDULEAD: Journal of Christian Education and Leadership, Vol.1 Edisi 2 Desember 2020
Pemuridan Yesus Menurut Injil Matius.
KHARISMATA: Jurnal Teologi
Pantekosta.
//doi.org/10.47167/kharis.v2i2.34
Sidjabat, B. S. [2010]. Mengajar Secara
Profesional. Kalam Hidup.
Siman Juntak, J. N. [2019]. Pengaruh
Pemahaman Panggilan Guru Kristen
terhadap Pemberitaan Injil. EPIGRAPHE:
Jurnal Teologi Dan Pelayanan Kristiani.
//doi.org/10.33991/epigraphe.v3i1.4
4
Soegiarto, S. [2012]. Konsep Kasih Allah
Menurut Choan-Seng Song dan
Aplikasinya Terhadap Pelaksanaan Misi
Gereja-Gereja di Indonesia. Veritas :
Jurnal Teologi Dan Pelayanan.
//doi.org/10.36421/veritas.v13i2.262
Sriyati, S., & Nakamnanu, E. H. [2020].
Peranan Guru Dalam Menerapkan
Pendidikan Agama Kristen Untuk
Menumbuhkan Iman Kristen Anak Sejak
Dini. SHAMAYIM: Jurnal Teologi Dan
Pendidikan Kristiani, 1[1], 14–28.
Sunarko, A. S. [2020]. Implikasi Keteladanan
Yesus sebagai Pengajar bagi Pendidikan
Kristen yang Efektif di Masa Kini.
REGULA FIDEI: Jurnal Pendidikan
Agama Kristen, 5[2], 118–131.
Tafonao, T. [2020]. Yesus Sebagai Guru
Teladan dalam Masyarkat Berdasarkan
Perspektif Injil Matius. Khazanah
Theologia.
//doi.org/10.15575/kt.v2i1.8390
Telaumbanua, A. [2018]. Peranan Guru
Pendidikan Agama Kristen Dalam
Membentuk Karakter Siswa. FIDEI:
Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika.
//doi.org/10.34081/fidei.v1i2.9
Teologi, J., Arifianto, Y. A., & Santo, J. C.
[2020]. Memahami Hukuman Salib dalam
Perspektif Intertestamental sampai dengan
Perjanjian Baru. Soteria: Jurnal Teologi
Dan Pelayanan Kristiani.
Tong, S. [2011]. Pengudusan Emosi.
Momentum.
Umar, U. [2019]. Pengantar Profesi Keguruan.
Raja Grafindo Perseda.
Yusuf Eko Basuki. [2014]. Kristen Pemenang,
Meraih Kemenagan Iman dengan Strategi
Tuhan. Garudhawaca.
Zaluchu, S. [2017]. Penderitaan Kristus
Sebagai Wujud Solidaritas Allah Kepada
Manusia. DUNAMIS: Jurnal Penelitian
Teologi Dan Pendidikan Kristiani.
//doi.org/10.30648/dun.v2i1.129
Zaluchu, S. E. [2020]. Strategi Penelitian
Kualitatif dan Kuantitatif Di Dalam
Penelitian Agama. Evangelikal: Jurnal
Teologi Injili Dan Pembinaan Warga
Jemaat, 4[1], 28–38.
//doi.org/10.46445/ejti.v4i1.167