Mengapa dianjurkan untuk mendoakan kebaikan untuk si jenazah

Sering kali saat ada berita dukacita meninggalnya seorang Muslim atau Muslimah, banyak di antara masyarakat kita yang mengucapkan kata-kata doa baginya, Semoga husnul khatimah. Ucapan doa semacam ini tampaknya telah menjadi kebiasaan di masyarakat kita.


Pertama-tama yang penting dikemukakan adalah bahwa doa menempati posisi yang sangat penting dalam ajaran Islam. Disebutkan dalam sabda Nabi SAW, Doa itu ibadah [HR Al-Bukhârî dan ashhâbus sunan]. Beliau juga bersabda, Doa adalah intisari ibadah [HR At-Tirmîdzî dari Anas bin Mâlik]. Rasulullah juga bersabda, Sungguh doa itu pedang [senjata] orang mukmin [HR Abû Yalâ].


Oleh karena itu, Syekh Muhammad Alî As-Sâyis dalam kitabnya Tafsîr Âyâtil Ahkâm [Kairo, Muassasat al-Mukhtar: 2001, juz I, halaman 79], menegaskan pandangan ulama bahwa Doa itu tingkatan terpenting dalam ubûdiyyah [ketaatan kepada Sang Khaliq].


Selanjutnya, begitu pentingnya doa itu, Islam telah mengajarkan tuntunan berdoa, baik doa yang berkaitan dengan aktifitas individu sehari-hari, untuk diri sendiri dan/atau keluarga, dan doa yang diperuntukkan bagi orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bagaimana tuntunan Islam ketika ada seseorang yang meninggal dunia?


Ketika ada seseorang yang meninggal dunia, maka disunahkan untuk bertaziyah, yakni mendoakan bagi keluarga mayit agar diberikan pahala, kebaikan dalam masa sedih atau dukanya dan diberikan kesabaran dalam menghadapi musibah, dan tentu saja mendoakan maghfirah [ampunan] bagi si mayit.


Untuk itu doa yang tepat ketika ada seseorang yang meninggal dunia adalah kandungan doa taziyah. Taziyah berarti mendoakan kesabaran dan menyebutkan sesuatu yang bisa menghibur orang yang sedang berduka, meringankan kesedihannya dan membantu terhadap musibah yang dialaminya.


Imam Abû Bakr bin Alî bin Muhammad Al-Haddâd Az-Zabîdî [wafat 800 H], seorang ulama mazhab Hanafiyyah, dalam kitabnya Al-JauharatunNayyirah menjelaskan tentang redaksi taziyah:


لَفْظُ التَّعْزِيَةِ: عَظَّمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ، وَغَفَرَ لِمَيْتِكَ، وَأَلْهَمَكَ صَبْرًا، وَأَجْزَلَ لَنَا وَلَكَ بِالصَّبْرِ أَجْرًا، وَأَحْسَنُ مِنْ ذٰلِكَ: تَعْزِيَةُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِإِحْدَى بَنَاتِهِ كَانَ قَدْ مَاتَ لَهَا وَلَدٌ فَقَالَ: [إِنَّ لِهُِٰn مَا أُخِذَ، وَلَهُ مَا أُعْطِيَ، وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُّسَمَّى].


Artinya, Lafal Taziyah: Semoga Allah membesarkan pahala padamu, memperbaguskan dukamu, memberikan ampunan bagi mayitmu, dan membimbingmu bersabar, dan semoga Dia memperbesar pahala sebab kesabaran kepada kami dan kepadamu. Redaksi yang lebih bagus dari redaksi tersebut adalah ucapan taziyah Rasulullah SAW kepada salah seorang putrinya yang berduka karena kematian putranya. Rasulullah bersabda, Sungguh bagi Allah apa yang Dia ambil, bagi-Nya apa yang telah Dia berikan, dan segala sesuatu yang ada pada sisi-Nya telah ditetapkan ajalnya. [Imam Az-Zabîdî, Al-Jauharatun Nayyirah Syarh Mukhtashar Al-Qudûrî fîl Furûil Hanafiyyah, [Beirut, Dârul Kutub Al-Ilmiyyah: 1971 M], halaman 274].


Sabda Nabi SAW yang berisi ungkapan taziyah tersebut sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhârî, Shahih Muslim dan Sunan An-Nasâî. Dalam mengomentari sabda Nabi SAW ini, Imam An-Nawawî [631-676 H] menyatakan bahwa hadits tersebut merupakan kaidah-kaidah Islam paling agung [min azhami qawâidil Islâm] yang mencakup hal-hal urgen tentang pokok-pokok dan cabang-cabang agama, [ajaran] adab, kesabaran ketika terjadi musibah, keprihatinan, sakit, dan lain sebagainya.


Imam An-Nawawî, pemuka mazhab Syafiiyah, lebih lanjut dalam kitabnya Al-Adzkâr memberikan penjelasan mengenai lafal taziyah, dan ucapan-ucapan taziyah secara rinci sebagai berikut:


فَصْلٌ: وَأَمَّا لَفْظُ التَّعْزِيَةِ فَلَا حَجَرَ فِيْهِ، فَبِأَيِّ لَفْظٍ عَزَّاهُ حَصَلَتْ. وَاسْتَحَبَّ أَصْحَابُنَا أَنْ يَّقُوْلَ فِيْ تَعْزِيَةِ الْمُسْلِمِ بِالْمُسْلِمِ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ، وَغَفَرَ لِمَيْتِكَ. وَفِي الْمُسْلِمِ بِالْكَافِرِ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ؛ وَفِيْ الْكَافِرِ بِالْمُسْلِمِ: أَحْسَنَ اللهُ عَزَاءَكَ، وَغَفَرَ لِمَيْتِكَ؛ وَفِي اْلكَافِرِ بِالْكَافِرِ: أَخْلَفَ اللهُ عَلَيْكَ.


Artinya, Fasal. Adapun ungkapan taziyah [belasungkawa, dukacita] maka tidak ada batasan baku sehingga dengan redaksi apapun yang menunjukkan rasa dukacita, maka taziyah itu tercapai. Para kolega kami menganjurkan seorang Muslim dalam taziyah kepada seorang Muslim sebab [keluarganya] seorang Muslim yang meninggal dunia, agar mendoakan, Semoga Allah membesarkan pahala Anda, memperbaguskan duka Anda, dan memberikan ampunan bagi mayit Anda. Dalam taziyah kepada seorang Muslim sebab keluarga non-Muslimnya yang meninggal dunia, agar mendoakan: Semoga Allah membesarkan pahala Anda, memperbaguskan duka Anda. Dan dalam taziyah kepada seorang Non-Muslim sebab keluarganya seorang Muslim yang meninggal dunia, agar mendoakan: Semoga Tuhan memperbaguskan duka Anda, dan memberikan ampunan bagi mayit Anda. Dan dalam taziyah kepada seorang Non-Muslim sebab keluarganya Non-Muslim yang meninggal dunia, agar mendoakan: Semoga Tuhan menggantikan kebaikan bagi Anda. [Imam An-Nawawî, Al-Adzkârun Nawawiyyah, [Riyad, Dâru ibn Khuzaimah: 2001 M], halaman 304].


Doa yang diperuntukkan bagi seorang Muslim yang meninggal dunia pada dasarnya berisi doa, sebagaimana doa yang dibaca dalam shalat jenazah, yaitu permohonan ampunan, rahmat [belas kasih], dan penghapusan dosa, sebagaimana telah maklum berikut ini:


اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ...


Artinya, Ya Allah curahkanlah ampunan kepadanya, limpahkanlah rahmat [kasih sayang] padanya, maafkanlah dia, dan hapuskanlahdosadarinya...


Dengan demikian, ucapan dukacita yang lebih tepat disampaikan ketika ada seorang Muslim atau Muslimah yang meninggal dunia adalah ucapan berisi doa agar almarhum/almarhumah diberikan ampunan dan rahmah Allah Taala, dan agar keluarganya [yang beragama Islam] yang ditinggalkan tersebut diberikan pahala dan kesabaran.


Intinya kita dianjurkan untuk mendoakan kebaikan, berupa ampunan dan rahmat bagi si mayit [Muslim/Muslimah], dan mendoakan agar keluarganya [yang beragama Islam] diberikan kesabaran dan pahala dalam menghadapi dukacita yang menimpanya.


Adapun ucapan semoga husnul khatimah itu lebih tepat diperuntukkan bagi orang yang belum meninggal dunia, misalnya yang sedang sakit keras, dan disampaikan kepada keluarganya, agar ketika ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah [pungkasan yang baik]. Wallâhu alam bis shawâb.


Ustadz Ahmad Ali MD, Pengurus Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia [MUI] Provinsi Banten


Video

Bài mới nhất

Chủ Đề