Hari Raya Agama Hindu di Bali
Hari raya agama Hindu di Bali tentunya akan dirayakan oleh semua umat Hindu di pulau ini. Apalagi masyarakatnya yang dominan beragama Hindu, membuatnya akan terasa sangat meriah. Setiap perayaan upacara agama atau hari suci tertentu ada ciri-ciri khusus yang menandai perayaan tersebut, seperti halnya saat hari raya Galungan hampir semua warga memasang sebuah penjor di pintu kanan gerbang masuk pekarangan rumah, begitu juga saat perayaan hari raya Nyepi diawali dengan upacara Melasti dan pawai ogoh-ogoh. Kaitan budaya dan agama di Bali memang sangat erat, sehingga pulau ini terlihat unik dan menarik juga bagi wisatawan.
Agama Hindu merupakan agama tertua di Indonesia, berkembang di Bali karena pengaruh dari penganut Hindu yang berada dari India. Dalam perkembangannya tentunya beberapa pelaksanaan dalam upacara keagamaan sedikit berbeda namun tetap berdasarkan dari kitab suci Weda. Pelaksanaan upacara keagamaan seperti Hari Raya Agama Hindu di Bali berbeda karena pengaruh sosial, budaya dan juga lingkungan. Bahkan karena pengaruh sosial dan lingkungan tersebut perayaan Hari-hari raya besar keagamaan bagi umat Hindu di Bali antar satu tempat dengan tempat lain terkadang ada yang berbeda pula, perbedaan tersebut disadari betul oleh masyarakat, sehingga tidak menimbulkan polemik.
Hari Raya Agama Hindu di Bali
Mungkin bagi warga Hindu di Bali, hari-hari raya besar keagamaan bagi umat Hindu tersebut tidak lah asing lagi. Di Bali sendiri ada dua kalender untuk hari-hari suci, yaitu berdasarkan penanggalan atau kalender Bali yang memakai dasar wewaran dan wuku dan hari suci tersebut biasanya digelar 6 bulan [210 hari] sekali salah satu contohnya Hari Raya Galungan, dan satu lagi adalah kalender Isaka biasanya memakai dasar wewaran atau purnama/tilem dan Sasih yang jumlahnya 12 dan hari suci tersebut digelar setiap setahun sekali seperti saat perayaan Hari Raya Nyepi. Sehingga nantinya muncul hari-hari yang suci dan dikeramatkan bagi umat Hindu.
Berikut beberapa Hari Raya Agama Hindu
Hari raya ini datang setiap 6 bulan sekali tepatnya pada hari Rabu [Buda], Kliwon, wuku Dungulan. Tujuan digelarnya hari raya agama Hindu ini untuk memperingati kemenangan dharma [kebaikan] melawan adharma [kejahatan], dikenal juga sebagai hari raya pawedalan jagat [lahirnya jagat raya], umat wajib memuja Ida Sang Hyang Widi atas terciptanya alam semesta dan mengucapkan terima kasih. Ciri khas perayaan ini umat Hindu mendirikan penjor di pintu gerbang sebelah kanan rumah, kantor ataupun tempat usaha.
Dirayakan 10 hari setelah perayaan Hari Raya Galungan, sehingga secara otomatis digelar setiap 6 bulan [210 hari] sekali yaitu pada hari Sabtu [Saniscara], Kliwon, wuku Kuningan. Ciri khasnya upacara bebantenan memakai nasi kuning, serta jejahitan dari janur atau ambu menggunakan endongan yang berisi buah, tumpeng dan lauk sebagai lambang perbekalan dan tamiang yang disimbolkan sebagai tameng dari marabahaya. Diyakini juga Hyang Widi turun kedunia diiringi oleh dewa-dewi juga para leluhur sampai batas waktu setengah hari saja.
Hari Raya Agama Hindu ini, merupakan hari tahun Baru kalender ISaka, sehingga otomatis perayaanya setiap satu tahun sekali [antara Maret-April]. Hari Raya ini jatuh pada hitungan Tilem [bulan mati] sasih Kesanga [bulan-9]. Pada perayaan tahun baru Saka tersebut umat Hindu diwajibkan untuk melaksakan catur brata penyepian diantaranya tidak boleh menyalakan lampu, bepergian, ribut dan bersenang-senang. Sebelum perayaan puncak Nyepi diawali terlebih dahulu dengan upacara Melasti, kemudian pecaruan atau tawur Kesanga.
Hari Raya agama Hindu ini diyakini sebagai hari suci turunya Ilmu Pengetahuan, manisfestasi Tuhan yang dipuja saat perayaan ini adalah Dewi Saraswati. Perayaannya jatuh pada hari Sabtu [Saniscara], Umanis, Wuku Watugunung setiap 6 bulan sekali. Hari tersebut dikenal juga sebagai piodalan Sang Hyang Aji Saraswati. Sang Dewi Turun membawa ilmu pengetahuan agar bisa digunakan secara arif dan dijalan yang benar. Dewi Saraswati sendiri adalah sakti dari Dewa Brahma yang berfungsi sebagai Maha Pencipta. Sehingga diharapkan tercipta berbagai hal baru dengan ilmu pengetahuan untuk membantu manusia.
Diyakini oleh umat Hindu sebagai hari peleburan dosa, sebuah malam yang sakral bertepatan dengan payogan Dewa Siwa. Dosa memang tidak bisa dihilangkan tetapi dalam malam renungan suci tersebut bisa pengampunan dosa yang telah kita perbuat. Pada saat itulah umat diharapkan melakukan tapa, brata yoga semadi sehari dan semalam penuh, tanpa tidur kalau bisa tanpa makan. Tetapi paling tidak umat diusahakan agar bisa mejagra [melek] seharian dan semalam penuh. Dirayakan setahun sekali sesuai kalender Saka yaitu pada hari Tilem [bulan mati] sasih Kepitu.
Hari Raya Agama Hindu ini digelar setiap 6 bulan sekali yaitu pada hari Rabu [Budha], Kliwon, wuku Sinta. Pada saat tersebut dipuja Sang Hyang Pramesti Guru yaitu manifestasi Tuhan sebagai guru dari alam semesta. Berasal dari kata pager yang berarti pagar atau pelindung kemudian wesi berarti besi. Pada saat inilah umat bisa memagari diri dengan iman dan dan kesucian diri, agar terhindar dari kegelapan dan bisa menerima kemuliaan dari Tuhan. Pemujaan di rumah dilakukan di sanggah atau pemerajan kemudian dilanjutkan ke pura-pura kahyangan jagat.
Hari Purnama [bulan penuh] dan Tilem [bulan mati], datangnya setiap 30 dan 29 hari sekali. Hari-hari tersebut diambil berikut dengan sasih Isaka, sebagai patokan untuk hari baik dalam pelaksanaan upacara yadnya, baik itu melakukan piodalan di sebuah pura. Diyakini pada hari Purnama sebagai payogan Sang Hyang Candra dan Tilem sebagai Payogan Sang Hyang Surya. Bertepatan dengan hari tersebut umat bisa memohon berkah dan kesucian. Seperti melakukan pesucian atau melukat [meruwat] agar badan rohani kita bisa bersih dan terbebas dari aura negatif.
57 Buku Panduan Guru Agama Hindu 57 Buku Panduan Guru Agama Hindu 57 Buku Panduan Guru Agama Hindu 57 Buku Panduan Guru Agama Hindu 57 Buku Panduan Guru Agama Hindu 57 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti