Mengapa kita harus menjaga keindahan dalam kemajemukan agama dan suku

Oṁ Swastyastu, Om Avighnam astu namo Sidham. Bapak ibu umat sedharma yang berbahagia. Mimbar Hindu pekan ini mengangkat judul Hidup Rukun dan Toleran dalam Kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] adalah negara besar. Bangsa ini memiliki lebih dari 17ribu pulau, 260juta penduduk, 714 suku, serta bermacam agama, budaya, dan adat istiadat. 

Kemajemukan Indonesia adalah anugrah luar biasa. Apalagi kemajemukan ini mampu disatukan  dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu juga [terambil dari Kekawin Sutasoma karya Mpu Tantular]. Semboyan ini mengandung pesan kemajemukan/keanekaragaman Indonesia patut dijunjung tinggi. Hal ini tertuang dalam Rgveda X.191.2: Wahai umat manusia, anda seharusnya berjalan bersama-sama, bicara bersama-sama dan berpikir bersama-sama, seperti para pendahulumu bersama-sama membagi tugas-tugas mereka.

Berdasarkan mantra ini, kita memang harus hidup bersatu dan bekerja sama. Hindu memiliki banyak konsepsi tentang kerukunan, toleransi dan kemajemukan yang bersifat universal, yang patut dipedomani. Ada Vasudeiva Kutumbakam, Tat Twam Asi, Tri Kaya Parisudha, dan lainnya. 

Kita menyadari bahwa dalam kemajemukan, potensi konflik sangat mungkin terjadi. Untuk itu, Hindu memiliki konsepsi terkait musuh-musuh penyebab ketidakrukunan yang patut kita antispasi dan kita redam. Hal itu tercakup dalam ajaran Sad Ripu, Sad Atatayi.

Bapak ibu umat sedharma yang berbahagia. Sehubungan dengan kemajemukan tersebut, Umat Hindu senantiasa memanjatkan doa sebagaimana tertuang dalam Atharvaeda VII.52.1: Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang sudah dikenal dengan akrab dan dengan orang-orang asing. Ya, para dewa Aswin, semoga engkau memberkahi kami dengan keserasian dan keharmonisan [Samjñānam naḥ svebhiḥ, saṁjñānam arañebhiḥ, saṁjñānam aśvinā yuvam ihāsmāsu ni ‘acchatam].

Untuk itu, marilah tetap bersatu dan rukun, buanglah jauh-jauh mental negatif: saling mencela, saling memfitnah. Sebab, sesungguhnya kita bersaudara [Vasudeiva  Kutumbakam]. Hindu juga mengajarkan Mahawakya  Tat Twam Asi yang artinya aku adalah kau, kau adalah aku. Ini merupakan ajaran moral Hindu untuk mengembangkan sifat saling asah, asih, dan asuh dalam kebersamaam dan kesetaraan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kita patut saling tolong-menolong, membantu saudara-saudara yang memerlukan, terutama dalam situasi pandemi Covid-19, saat banyak yang kehilangan pekerjaan. 

Tatwam Asi juga mengajarkan kepada kita agar selalu bijaksana dalam berpikir, berkata-kata, dan  bertindak kepada orang lain. Jika kita tidak ingin disakiti oleh orang lain, janganlah menyakiti orang lain. Perlakukanlah orang lain seperti anda ingin diperlakukan. Ini adalah Mahawakya Tat Twam Asi yang diwujudkan ke dalam Tri kaya Parisudha

Weda juga memberikan tuntunan untuk selalu berbakti kepada Tuhan. Ada sembilan jenis bhakti kepada Tuhan yang disebut Navavida Bhakti; mendorong bhaktanya untuk hidup rukun, damai dan berbahagia dengan sesama walaupun berbeda agama, budaya, bahasa; serta menjaga dan melestarikan alam lingkungan dengan baik dan benar. Ketiga hal penyebab kebahagian ini kita sebut dengan Tri Hita Karana.

Bapak Ibu umat sedharma yang berbahagia. Dewasa ini istilah toleransi makin sering didengar di mana-mana baik secara verbal yang disampaikan dalam berbagai kesempatan, maupun dalam bentuk tulisan. 

Kenapa kata toleransi ini menjadi penting bagi kita, karena ditengah-tengah kemajemukan khususnya terkait kemajemukan dalam beragama sering muncul penilaian yang negatif menurut ukuran dan kacamata sendiri terhadap agama lain, khususnya terhadap Hindu. 

Hindu meyakini bahwa Tuhan hanya satu adanya tetapi para vipra/orang bijaksana memberi banyak nama dengan nama berbeda-beda [Ekam sadwipra bahudha vadanti//Rgveda I.164.46]. Tuhan juga telah menegaskan bahwa beliau akan selalu bersikap adil dan tidak akan memihak, dengan menyatakan “Aku adalah sama bagi semua makhluk; bagi-Ku tiada yang terbenci dan terkasihi; tetapi mereka yang berbhakti pada-Ku dengan penuh pengabdian, mereka ada pada-Ku dan Aku ada pada mereka”. [Pudja, BG.IX.29, 2004: 196]

Bapak Ibu umat sedharma yang berbahagia. Hindu merupakan agama yang sangat mendukung kemajemukan, kerukunan, dan toleransi. Dalam Rgveda X.191.4 disebutkan, Wahai umat manusia: satukanlah dahulu niatmu [samani va akutih], satukanlah dahulu hatimu [samanam hrdayanivah], satukanlah dahulu pikiranmu [samanam asto vo mano], dengan demikian engkau akan bisa hidup bahagia bersama-sama [yatha va susahasati].

Pertanyaannya, mampukah para pemimpin agama, pemimpin pemeritahan, pemimpin legislatif dan seluruh komponen bangsa untuk menyatukan hati, pikiran dan tujuan itu bersama demi bangsa ini? Jawabannya pasti mampu, kalau kita mau. 

Saya melihat pemerintahan NKRI sekarang sudah mengarah ke yang dicita-citakan untuk dapat hidup yang makmur, rukun, tentram, harmonis, dan bahagia bersama [Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Kerta Raharja]. Untuk itu, mari kita dukung sepenuhnya untuk mewujudkan cita-cita tersebut, svaha.

Oṁ Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ, Oṁ

Dewa Putu Darma [ Ketua Badan Penyiaran Hindu Jabar]

© Copyright 2021 Kementerian Agama RI

Keanekaragaman adalah sifat esensial bangsa Indonesia. Berbagai suku bangsa dengan budayanya masing-masing tersebar di seluruh Nusantara. Hal tersebut pada dasarnya merupakan kekayaan yang menjadi potensi bangsa. Namun di sisi lain, keanekaragaman berkombinasi dengan persoalan kesenjangan kesejahteraan antar daerah, atau antar kelompok masyarakat, dapat berpotensi menjadi permasalahan. Oleh  karena itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] mengupasnya dalam kegiatan seminar “Dialektika Multikulturalisme dengan Kebangsaan pada Selasa, 14 November 2017 di Jakarta.
 

Jakarta, 14 November 2017. Keragaman adalah aspek yang harus dikelola dengan tepat agar dapat menjadi kekuatan. Hal ini penting karena keberagaman dapat menciptakan gesekan dan benturan. Di sisi lain, jurang kesenjangan juga perlu diminimalisasi agar tidak terlalu curam sehingga dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang selanjutnya membawa kerawanan sosial. Membentuk dan memelihara persatuan Indonesia yang beragam secara etnis dan budaya bukan persoalan mudah. Persatuan harus mampu menciptakan iklim kondusif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, tidak mungkin memelihara persatuan pada tingkat ideologis dan budaya terlaksana, jika upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat diabaikan. Namun, peningkatan kesejahteraan tanpa merekatkan berbagai etnisitas dan budaya juga tetap sarat dengan kerawanan perpecahan. Etnisitas dan budaya juga merupakan aspek penting di samping berbagai aspek lain dalam membentuk persatuan bangsa

Lebih lanjut, merajut keberagaman etnis dan budaya menjadi bangsa yang bersatu membutuhkan berbagai upaya serius, simultan dan berkelanjutan. Di tengah-tengah berkembangan berbagai bidang dalam skala global menuntut Indonesia untuk tidak boleh lengah terhadap pengaruh perkembangan tersebut. Pemerintah perlu mengantisipasi perkembangan tersebut agar Indonesia mampu beradaptasi. Sementara itu, dengan kekayaan sumber daya yang melimpah tentunya membuat Indonesia dilirik oleh negara pemilik modal. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi sumber bahan baku dan sasaran produk negara lain. Untuk menghadapi tersebut, Indonesia perlu berupaya tetap menjadi negara independen yang berdaulat sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 sehingga persatuan dan kesejahteraan bangsa bisa terjaga.
 

Sebagai informasi, seminar ini akan menghadirkan narasumber yakni Sulistiowati Irianto [Universitas Indonesia] dengan tema “Pengelolaan Sumberdaya Alam yang berkeadilan dan Penguatan Kebangsaan”, Amalia Ayuningtyas [Aktivis Politik Muda] dengan tema “Partisipasi Anak Muda dalam Merawat Kebhinekaan”. Sudiyono [P2KK-LIPI] dengan tema “Peningkatan Semangat Kebangsaan melalui Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat”, Aulia Hadi, M.Sc. [P2KK-LIPI] dengan tema “Problematika Menempatkan Tradisi-tradisi dan Kepercayaan Lokal dalam Kebangsaan Indonesia yang Multikultural”.

 
Keterangan Lebih Lanjut:

  • Sri Sunarti Purwaningsih [Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan [P2KK] LIPI]
  • Isrard [Kepala Bagian Humas, Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI]

Sumber: Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Penulis: lyr Editor: -

Siaran pers ini disiapkan oleh Humas LIPI


 

Sumber : Biro Kerjasama, Hukum dan Humas LIPI

Sivitas Terkait : Dr. Sri Sunarti Purwaningsih M.A.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề