Mengapa Nabi Muhammad SAW memberikan julukan kepada Ali bin Abi Thalib dengan julukan Karamallahu Wajhah?

Khalifah rasyidin keempat Sayyidina Ali bin Abi Thalib. [Foto: istimewa]

Kastolani Minggu, 26 April 2020 - 20:02:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang keempat. Sayyidina Ali merupakan pemuda pertama dari kalangan kaum Quraisy yang masuk Islam. Ali juga yang menggantikan posisi Rasulullah SAW di tempat tidurnya saat Nabi SAW hijrah.

Sayyidina Ali juga sekaligus menantu Rasulullah SAW karena dinikahkan dengan putri kesayangan Bagina Nabi SAW yakni, Fatimah yang sangat sederhana kehidupannya.

Sayyidina Ali merupakan putra dari paman Nabi SAW, Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf. Sedangkan Ibundanya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab.

Ali memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya, mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja’far. Dan dua orang saudara perempuan Ummu Hani’ dan Jumanah.

Beberapa kalangan ulama berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib lahir pada tahun ke 10 sebelum Nabi Muhammad SAW memulai kenabiannya atau pada sekitar tahun 599 atau 600 Masehi . Pada saat lahir, sebenarnya Ali bin Abi Thalib bernama Haydar bin Abu Thalib yang artinya singa dari keluarga Abu Thalib, namun Rasulullah SAW tidak begitu menyukai nama tersebut dan beliau SAW memanggilnya dengan nama Ali yang memiliki arti “yang tinggi derajatnya disisi Allah”.

Ali bin Abi Thalib adalah laki-laki berkulit sawo matang, bola mata beliau besar dan agak kemerah-merahan. Untuk ukuran orang Arab, beliau termasuk pendek, tidak tinggi dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundaknya putih. Rambut di dada dan pundaknya cukup lebat, berwajah tampan, memiliki gigi yang rapi, dan ringan langkahnya [ath-Thabaqat al-Kubra, 3: 25]

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

“Abu Bakar di surga, Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, az-Zubair di surga, Sa’ad [bin Abi Waqqash] di surga, Sa’id [bin Zaid] di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Abu Ubaidah bin al-Jarrah di surga.” [HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Albani].

Saat Perang Khaibar, Rasulullah hendak memberikan bendera komando perang kepada seseorang. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’adi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Demi Allah, akan aku serahkan bendera ini esok hari kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dia dicintai Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui dirinya.” Maka semalam suntuk orang-orang [para sahabat] membicarakan tentang siapakah di antara mereka yang akan diberikan bendera tersebut. Keesokan harinya, para sahabat mendatangi Rasulullah, lalu beliau bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?”

Dijawab, “Kedua matanya sedang sakit.” Rasulullah memerintahkan, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dibawalah Ali ke hadapan Rasulullah, lalu beliau meludahi kedua matanya yang sakit seraya berdoa untuknya.

Seketika Ali sembuh total seolah-olah tidak tertimpa sakit sebelumnya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan bendera kepadanya. Lalu Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita.”

Rasululah bersabda, “Majulah dengan tenang, sampai engkau tiba di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah member petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih berharga bagimu daripada memiliki onta-onta merah.” [HR. Muslim no. 4205].

Setelah Rasullulah SAW wafat, kepemimpinan umat islam dipegang oleh Khulafair Rasyidin. Setelah peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, masyarakat Arab kemudian meminta dan membaiat Ali bin Abi Thalib untuk menjadi pemimpin bagi mereka.

Kepemimpinan Ali adalah layaknya kepemimpinan Umar bin Khatab yang keras dan disiplin. Ada beberapa hal yang dilakukan Ali saat masa pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun yakni dari tahun 656 – 661 M, antara lain menghapus nepotisme dan memperluas pengaruh Islam ke dunia luar.

Ali bin Abi Thalib wafat saat usianya menginjak 63 tahun dan diketahui bahwa beliau meninggal karena dibunuh oleh Abdurrahman Bin Muljam yang merupakan anggota dari Khawarijmi atau kaum pembangkang pada tanggal 19 ramadhan, dan akhirnya Ali bin Abi Thalib RA menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan pada tahun ke 40 hijriyah.

Ali Bin Abi Thalib adalah sahabat Rasul yang memiliki kedudukan di sisi Allah SWT, sebagai seorang muslim tentunya kita harus mengetahui sejarahnya dan meniru kebaikan akhlak dan budi pekertinya.

Ali bin Abi Thalib adalah ayah dari dua orang cucu kesayangan Rasulullah SAW, yakni Hasan dan Husein. Kedua cucu beliau ini adalah pemimpin para pemuda di surga.

Rasulullah bersabda,

الحَسَنُ وَالحُسَيْنُ سَيِّدَا شَبَابِ أَهْلِ الجَنَّةِ

“al-Hasan dan al-Husain adalah pemimpin pemuda ahli Surga.” [HR. at-Tirmidzi, no. 3781]

Ali bin Abi Thalib mengatakan,

وَالَّذِى فَلَقَ الْحَبَّةَ وَبَرَأَ النَّسَمَةَ إِنَّهُ لَعَهْدُ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَىَّ أَنْ لاَ يُحِبَّنِى إِلاَّ مُؤْمِنٌ وَلاَ يُبْغِضَنِى إِلاَّ مُنَافِقٌ

“Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan melepaskan angin. Sesungguhnya Nabi telah berjanji kepadaku bahwa tidak ada yang mencintaiku kecuali ia seorang mukmin, dan tidak ada yang membenciku kecuali ia seorang munafik.” [HR. Muslim, no. 249]

Bergelar Karramallahu Wajhah

Sayidina Ali digelari atau didoakan dengan karromallahu wajhah karena dua alasan:

1. Wajahnya tidak pernah bersujud kepada selain Allah SWT sejak sebelum memeluk Islam

2. Mata Sayidina Ali tidak pernah melihat kemaluan sendiri, lebih-lebih milik orang lain. Walupun beliau istinja', beliau berusaha memalingkan wajahnya untuk tidak sampai melihat kemaluannya.

Sebagaimana diketahui, Radiyallahu 'anhu itu do'a untuk semua sahabat Nabi. Karamallahu wajhah itu do'a khusus untuk sayyidina Ali karena beliau belum pernah lihat kelamin beliau sendiri. Sahabat lain, juga memiliki kekhususan tersendiri, Abu bakar memiliki gelar Assidiq, Umar ibn Khattab memiliki gelar Al -Faruq, sedangkan sayyidina Usman memiki gelar Dzunnurain.

Dijelaskan dalam Hasyiyah Bujairomiy bahwa gelar atau doa "Karramallaahu Wajhah" disematkan pada sayyidina Ali, karena sama sekali belum pernah bersujud pada berhala, bersamaan Islamnya saat masih kecil.

Wallahu A'lam Bishawab.

[Sumber: al-Bidayah wa an-Nihayah, kisahmuslim, pustaka ilmu sunni-salafiyah]


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : bulan ramadan sejarah islam kisah Ali bin Abi Thalib

Sabtu, 07 November 2020 - 11:59 WIB

Kabah. Foto/Ilustrasi/Ist

SAYIDINA Ali bin Abu Thalib memang istimewa. Beliau adalah saudara misan Rasulullah SAW . Al-Hakim dalam buku "Al Mustadrak" mengemukakan bahwa Sayidina Ali lahir pada hari Jum'at, 13 Rajab, 12 tahun sebelum Nabi Muhammad SAW mendapat risalah. Beliau anak keempat dari pasangan Abu Thalib dan Fatimah. Sebagai catatan nama ibunda Sayidina Ali, sama dengan nama istri beliau, Sayyidah Fatimah putri Rasulullah SAW. [Baca juga: Rampasan Perang Persia dan Nasehat Ali bin Abi Thalib kepada Umar bin Khattab ]

"Ya Allah, Ya Tuhanku. Aku bernaung kepada-Mu, kepada utusan-utusan-Mu dan Kitab-kitab yang datang dari-Mu. Aku percaya kepada ucapan datukku Ibrahim , pendiri rumah ini. Maka demi pendiri rumah ini dan demi jabang bayi yang ada di dalam perutku, aku mohon kepada-Mu untuk dimudahkan kelahirannya," doa Fatimah saat hendak melahirkan. Posisi Fatimah kala itu di dalam Ka'bah. Sang suami, Abu Thalib tengah melakukan thawaf.

Beberapa saat seusai berdoa , lahirlah bayi laki-laki dengan selamat. Sepanjang ingatan orang, inilah untuk pertama kali seorang perempuan melahirkan puteranya dalam Ka'bah . Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA" menyebut kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya saja.

Kejadian yang luar biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai penjuru. Berbondong-bondonglah mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang ke Ka'bah, guna menyaksikan bayi yang baru lahir. [Baca juga: Konflik Khilafah: Kisah Suram Putra Ketiga Ali bin Abi Thalib ]

Di antara yang datang ialah Nabi Muhammad SAW. Beliau menggendong bayi tersebut, kemudian bersama ayah-ibunya pulang ke rumah Abu Thalib.Meskipun bayi ini merupakan putera keempat, namun oleh ayahnya dipandang sebagai kurnia besar yang dilimpahkan Allah Ta'ala kepada keluarganya. Kegembiraan Abu Thalib ini tercermin dari perintah yang segera dikeluarkan untuk menyelenggarakan pesta walimah.

Guna memeriahkan pesta itu, beberapa ekor ternak dipotong. Pemuka-pemuka Quraisy pun diundang dalam pesta itu. Pada kesempatan itulah Abu Thalib mengumumkan pemberian nama "Ali" kepada puteranya yang baru lahir. "Ali" berarti "luhur". [Baca juga: 5 Karomah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ]

Haidarah atau Singa

Sesungguhnya, sebelum berlangsung pesta walimah, di mana Abu Thalib mengumumkan nama "Ali" bagi puteranya yang keempat itu, Fatimah telah memberi nama "Haidarah", yang berarti "Singa" bagi buah hatinya itu. Satu nama yang diambil persamaannya dari nama Asad, nama datuknya dari pihak ibu, yang juga berarti " Singa ".

Menurut Al Hamid Al Husaini, sementara orang mengatakan, bahwa yang memberi nama "Haidarah" ialah orang-orang Quraisy. Tetapi sejarah membuktikan, bahwa nama "Haidarah" itu sesungguhnya pemberian ibunya sendiri. Bukti sejarah ini dapat diketahui dari peristiwa perang tanding, seorang lawan seorang, antara Sayidina Ali melawan Marhaban. Dalam perang-tanding itu Marhaban mengagul-agulkan diri dengan bait syairnya: "Aku inilah yang diberi nama Marhaban oleh ibuku!" Sayidina Ali segera menukas dan melanjutkan bait syair itu dengan kata-katanya: "Aku inilah yang diberi nama Haidarah oleh ibuku!"

Hanya saja nama yang diberikan ibunya menjadi tenggelam sesudah pengumuman ayahnya dalam pesta walimah, yaitu "Ali". Ia lebih terkenal dengan nama Ali bin Abi Thalib. [Baca juga: Ajaran Menakjubkan Sayidina Ali di Saat Bertempur ]

Abu Turap atau Si Tanah

Ketika di bawah asuhan Rasulullah SAW, Sayidina Ali pernah diberi julukan "Abu Turab", yang artinya " Si Tanah ".

Pemberian julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya Sayidina Ali di satu hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang menemuinya Nabi Muhammad SAW sendiri. Beliau menghampirinya dan duduk dekat kepalanya sambil mengusap-usap punggungnya guna membuang debu-tanah. Kemudian Nabi Muhammad SAW membangunkannya seraya berkata: "Duduklah, engkau hai Abu Turab!"Nama Abu Turab ini paling disukai oleh Sayidina Ali. Ia sangat bangga bila dipanggil dengan nama itu. Menurut Al Bashri, nama Abu Turab ini di kemudian hari oleh orang-orang Bani Umayyah dijadikan bahan ejekan guna merendahkan martabat Khalifah Ali r.a. Mereka mengatakan, bahwa pemberian nama Abu Turab oleh Rasulullah SAW merupakan bukti tentang kekurangan dan kelemahan fitrahnya.

Di samping nama-nama tersebut di atas, Sayidina Ali juga terkenal dengan panggilan Abul Hasan. Ini terjadi, setelah kelahiran putera beliau, Al Hasan. Selain dari nama-nama tersebut Sayidina Ali banyak sekali mendapat gelar. [Baca juga: Tasbih Fatimah ]

[mhy]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề