Orang yang melaksanakan khitan termasuk orang yang telah melaksanakan

Bangsa-bangsa terdahulu juga melakukan hal yang sama.

Senin , 02 Apr 2018, 20:15 WIB

Republika/Agung Supriyanto

Dua anak duduk didekat tempat khitanan massal seusai di khitan yang diselenggaran dalam HUT ke-56 Bank BJB di Jakarta, Ahad [14/5].

Rep: Syahruddin el-Fikri Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim AS. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad, bahwa Nabi SAW bersabda: Ibrahim Khalil ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.

Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur yang menerangkan bahwa khitan ini telah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Bahkan, bangsa-bangsa terdahulu juga melakukan hal yang sama.

Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang berkhitan. Ia melakukannya setelah bertobat kepada Allah dari dosa-dosa yang dilakukannya karena melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi.

Ketika syariat ini diperintahkan untuk dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS, dikarenakan pada masa itu banyak keturunan Nabi Adam AS yang telah melupakan syariat tersebut. Karena itu, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menghidupkan kembali tradisi yang menjadi fitrah umat manusia itu.

  • Tujuan dan Manfaat Khitan

Pada masa Babilonia dan Sumeria Kuno, yakni sekitar tahun 3500 Sebelum Masehi [SM], mereka juga sudah melakukan praktik berkhitan ini. Hal ini diperoleh dari sejumlah prasasti yang berasal dari peradaban bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno. Pada prasasti itu, tertulis tentang praktik-praktik berkhitan secara perinci.

Begitu juga pada masa bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM. Prasasti yang tertulis pada makam Raja Mesir yang bernama Tutankhamun, tertulis praktik berkhitan di kalangan raja-raja [Firaun].

Prasasti tersebut menggambarkan bahwa mereka menggunakan balsam untuk menghilangkan rasa sakit, saat sebagian kulit kemaluan laki-laki dipotong. Tujuan mereka melaksanakan khitan ini adalah untuk kesehatan.

Tak hanya Babilonia, Sumeria, dan Mesir Kuno, orang-orang Yahudi juga mengenal tradisi berkhitan. Mereka menaruh perhatian besar terhadap praktik berkhitan ini. Dalam kitab Talmud--tafsir atas Zabur, yakni kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud AS--disebutkan, orang yang tidak berkhitan termasuk dalam golongan orang musyrik yang jahat.

Dalam kepercayaan kaum Nasrani juga demikian. Ajaran agamanya mengajarkan umatnya untuk berkhitan. Dalam Injil atau Kitab Ulangan disebutkan, Bersunatlah [khitan] untuk Tuhan; dan buanglah kotoran hatimu wahai orang-orang Yahuza dan penduduk Orsleim!

Bahkan, banyak teks injil yang menyatakan bahwa berkhitan merupakan suatu hal yang sangat baik. Dalam Injil Barnabas disebutkan bahwa Yesus melakukan sunat [khitan] dan memerintahkan para pengikutnya supaya bersunat. Namun faktanya, banyak orang Kristen yang tidak melaksanakannya.

Bangsa Arab jahiliyah, yakni sebelum datangnya agama Islam, juga sudah terbiasa melakukan khitan. Hal ini dilakukan untuk mengikuti tradisi leluhur mereka, yaitu ajaran Ibrahim AS.

Selanjutnya, ajaran berkhitan yang dicontohkan Nabi Ibrahim tersebut diikuti oleh para Nabi dan Rasul sesudahnya. Mereka juga mengajarkan hal itu kepada umatnya masing-masing.

Pada masa Islam, khitan dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap kedua cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, pada saat masing-masing baru berusia tujuh hari. Sementara itu, menurut hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dan Ibnu Abdul Bar, Rasulullah SAW telah berkhitan sejak dilahirkan.

  • ensiklopedia islam
  • khitan

Para ulama berbeda pendapat apakah Khitan untuk laki-laki juga wanita.

Selasa , 26 May 2020, 14:31 WIB

Dasar Hukum Khitan. Foto: Pisau Khitan [ilustrasi]

Rep: Nidia Zuraya Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Islam, khitan berlaku untuk laki-laki dan perempuan. Namun, para ulama berbeda pendapat soal ini. Hal ini karena perintah mengenai khitan tidak dijelaskan secara perinci dalam Alquran. Masalah khitan ini hanya dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW. Karena itu, para ulama berbeda pendapat mengenai syariat berkhitan ini, apakah hanya untuk laki-laki dan perempuan, atau hanya laki-laki.Namun, sejumlah riwayat menyatakan, sesungguhnya berkhitan juga disyariatkan bagi perempuan. Sebab, kefitrahan yang dimaksudkan Rasul SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengenai khitan, berlaku untuk semua. Karena, dalil hadisnya bersifat umum. Apalagi, syariat [millah] berkhitan merupakan ajaran Nabi Ibrahim  AS. Oleh karena itu, ada ulama yang menyatakan, hukum berkhitan adalah wajib, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Khitan laki-laki

Dalil atau landasan hukum yang dijadikan dasar oleh para ulama mengenai hukum berkhitan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abud Dawud dan Ahmad. Buanglah darimu buku [rambut] kekufuran dan berkhitanlah. Atas dasar ini, mayoritas ulama, seperti Imam Syafii, Hanbali, sebagian pengikut Imam Malik, dan Abdurrahman al-Auza'i [wafat 156 H] sepakat menetapkan hukumnya wajib bagi laki-laki.Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni menjelaskan bahwa khitan bagi laki-laki hukumnya wajib dan kemuliaan bagi perempuan.Pendapat ini dilandaskan kepada firman Allah SWT dalam Alquran surah An-Nisa [4] ayat 125, yang memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar mengikuti ajaran Nabi Ibrahim AS.Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.Begitu juga, dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Bukhari, Baihaqi, dan Ahmad dari Abu Hurairah RA. Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak. Nabi Ibrahim AS melaksanakannya ketika diperintahkan untuk khitan, padahal beliau sudah berumur 80 tahun. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya perintah berkhitan.Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda: Buanglah darimu buku [rambut] kekufuran dan berkhitanlah. Perintah Rasulullah SAW ini menunjukkan kewajiban umatnya untuk berkhitan. Menurut riwayat populer dari Imam Malik, beliau mengatakan khitan hukumnya sunah. Begitu juga riwayat dari Imam Hanafi dan Hasan al-Basri [21-110 H] mengatakan sunah. Namun bagi Imam Malik, sunah kalau ditinggalkan berdosa, karena menurut mazhab Maliki sunah adalah antara fardhu dan nadb.Dalil yang dijadikan landasan bahwa khitan tidak wajib adalah Salman al-Farisi ketika masuk Islam tidak disuruh untuk berkhitan. Pendapat ini juga didasarkan pada sabda Nabi SAW: Khitan hukumnya sunah bagi laki-laki dan kehormatan [makrumah] bagi perempuan. [HR Muslim].Namun, tidak diketahui secara pasti, apakah Salman al-Farisi sudah berkhitan sejak sebelum masuk Islam. Sebab, Salman dikenal sebagai seorang pencari kebenaran yang sangat hebat. Ia menjalankan ajaran agama yang dianutnya dengan sepenuh hati. Bila berkaca pada ajaran-ajaran agama dan kepercayaan yang pernah dijalani, mungkin saja dahulunya Salman sudah berkhitan, sehingga tidak diperintahkan untuk melakukannya lagi.

Khitan perempuan

Sementara itu, hukum khitan bagi kaum perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu sunah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib. Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan riwayat hadis seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya. Tidak ada hadis sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan.Sayid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah menegaskan, Semua hadis yang berkaitan dengan khitan perempuan adalah dhaif atau lemah, tidak ada satu pun yang sahih.

Para ulama juga berpendapat bahwa khitan juga dilakukan oleh setiap orang yang baru masuk Islam atau mualaf, baik tua maupun muda. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis dari az-Zuhri yang menyatakan bahwa setiap orang yang masuk Islam hendaknya dikhitan meskipun usianya sudah tua. Khitan untuk para mualaf biasanya dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan ikrar pengislaman mereka.

Baca Juga

  • khitan
  • dasar hukum khitan
  • hukum khitan
  • sunat khitan

Berita Terbaru

HUKUM KHITAN BAGI PEREMPUAN

A. Pengertian Khitan Khitan menurut bahasa ialah berasal dari suku kata khotana-yakhtinu artinya memotong sesuatu. Dan khitan menurut syariat Islam ada banyak pendapat para ulama diantaranya : 1. Menurut Abdurrohman bin Abdurrohim khitan ialah memotongnya bagian kecil dari kulit yang ada pada alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan . 2. Menurut Ahmad Al-Hijazi Khitan ialah motong seluruh kulit yang membungkus hasyafah [كمرة] bagi laki-laki dan memotong sebagian kecil dari ujung kulit yang tipis dari alat kelamin perempuan [بظر ] قال النووى :

قال اصحابنا الواجب فى ختان الرجل قطع الجلدة التى تغطى الحشفة بحيث تنكشف الحشفة كلها فان قطع بعضها وجب قطع الباقى ثانيا وفى المرأة قطع ماينطلق عليه الاسم من الجلدة التى كعرف الديك فوق مخرج البول

Artinya :“Telah berkata Imam Nawawi [dari kalangan Ulama As-Syafi’I sebagai seorang Mujtahid fatwa atau ahli tarjih wafat tahun 676 H] : Menurut kebanyakan Ulama Syafi’I bahwa : yang wajib di potong pada saat di khitan bagi laki-laki ialah seluruh kulit yang menutupi hasyafah, sehingga hasyafah itu dapat terbuka seluruhnya dengan jelas, apabila yang di potong itu tidak sempurna maka wajib baginya di potong lagi untuk yang kedua kalinya”.
Sedangkan untuk perempuan yaitu memotong sesuatu yang sudah maklum dari kulit yang ada pada alat kelamin perempuan di atas tempat keluarnya air kencing”.

B. Sejarah Khitan Ahmad bin Hijazi telah mengutip sebuah riwayat bahwa orang pertama yang di khitan dari kalangan laki-laki adalah Nabi Ibrahim a.s. dan dari kalangan perempuan adalah Siti Hajar. Al-Qurtubi telah mengutip kesepakatan para ulama bahwa orang pertama yang di khitan dari kalangan laki-laki adalah Nabi Ibrahim, pendapat ini di dukung oleh ijma’ Ulama. ففى الموطأ عن يحيى بن سعيد عن سعيد بن المسيّب انه قال كان ابراهيم عليه السّلام اول الناس اختتن Artinya : “Di dalam kitab Al-Muwatho’ Imam Malik telah berkata dari Yahya bin Sa’id dari sa’id bin Musayyab ia berkata Ibrahim adalah manusia pertama yang di khitan”. Dari Ka’ab Al-Akbar bahwasanya ada tiga belas Nabi yang dilahirkan dalam keadaan telah di khitan yaitu: Adam as, Syis as, Idris as, Nuh as, Sam as, Luth as, Yusuf as, Musa as, Syua’ib as, Sulaiman as, Yahya as, Isa as dan Nabi Muhamad SAW. Dan pendapat Muhamad bin Habib Al-Hasyimi ada empat belas Nabi yang dilahirkan dalam keadaan sudah di khitan yaitu: Adam as, Syis as, Nuh as, Hud as, Sholeh as, Luth as, Syua’ib as, Yusuf as, Musa as, Sulaiman as, Zakaria as, Isa as, Hamdzolah bin Sofyan [Nabinya Ashaburrs] dan yang ke empat belas Nabi Muhamad, SAW. Kalau Nabi Ibrahim as di khitan pada usia 80-120 Tahun, maka tidak demikian dengan putranya [Nabi Ismail as] beliau di khitan oleh ayahnya pada usia tiga belas tahun dan Nabi Ishak as cucunya Nabi Ibrahim as di khitan oleh ayahnya [Ismail] pada usia sembilan hari. Di riwayatkan bahwa Siti Fatimah mengkhitan putranya pada usia sembilan hari. عن جابر ان النبى صلى الله عليه وسلم ختن حسناوحسينا لسبعة ايام Artinya : “Dari Jabbir r.a. sesungguhnya nabi SAW yaitu telah mengkhitan hasan dan husen karna umurnya sudah tujuh hari” [H.R. Bukhori] عن سعيد بن جبير قال سئل ابن عبّاس : مثل من انت حين قبض رسول الله قال انا يومئذ مختون. قال وكانوا لايختنون الرجل حتى يدرك

Aritnya : “Dari Said bin Juber ia berkata : ketika Ibnu Abbas di tanya, seperti apa engkau ketika Nabi SAW wafat? Ibnu Abbas menjawab saya pada waktu itu usia menghadapi balig [usia dimana khitan harus dilaksanakan] dan Ibnu Abbas berkata bahwa kebiasaan para sahabat mengkhitan putranya pada usia menjelang balig.”[H.R. Bukhori]

قال عكرمه: ولم يطف بالبيت بعد على ملة ابراهيم الامختون
Artinya : “Ikrimah berkata : tidak ada yang melaksanakn tawaf di Baitullah bagi mereka yang menganut syari’at Nabi Ibrahim kecuali sudah di khitan”

C. Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadits Yang Ada Kaitannya Dengan Masalah Khitanan 1. Surat al-Baqarah ayat 124            ••             Artinya : “Dan [ingatlah], ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat [perintah dan larangan], lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “[Dan saya mohon juga] dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku [ini] tidak mengenai orang yang zalim”. [Q.S. Al-Baqarah : 124]

Yang dimaksud dengan kalimat pada ayat ini menurut ibnu Abbas r.a. salah satunya yaitu khitanan dan pendapat ini didukung oleh Qottadah dan al-Syu’by

2. Surat an-Nahl ayat 123     •          Artinya : “Kemudian Kami wahyukan kepadamu [Muhammad]: “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.” [Q.S. An-Nahl] Menurut Qottadah yang sangat substansial disini yaitu masalah khitanan عن ابى هريرة رضى الله عنه سمعت النبى صلى الله عليه وسلم يقول : الفطرة خمس : الختان والاستحدام وقص الشارب وتقليم الاظفار ونتف الابط. [روه البخارى] Artinya : “Dari Abi Hurairah r.a. aku telah mendengar Nabi SAW berkata :”lima perkara yang merupakan fitrah manusia Khitan, Mencukur rambut pada sekitar kemaluan, memotong kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak” [HR. Bukhori]. عن ام عطية الانصارية ان امرآة كانت تختن بالمدينة فقال لها النبى صلى الله عليه وسلم لاتنهكى فان ذلك احظى للمرأة واحب الى البعل [روه ابوداود] Artinya : “dari Ummu ‘Atiyyah al-Anshori r.a. diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah SAW bersabda kepada perempuan tersebut: “Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki [suaminya]”.[HR. Abu Daud dari Ummu ‘Atiyyah r.a.] عن الضحاك بن قيس قال : كانت بالمدينة امرأة تخفض النساء قال لها ام عطية فقال لها رسول الله اخفضى ولاتنهكى فانه انصر للوجه واحظى عندالزوج [روه الطبرانى] Artinya : “Dari adh-Dhahhak bin Qais bahwa di Madinah ada seorang ahli khitan wanita yang bernama Ummu ‘Atiyyah, Rasulullah SAW bersabda kepadanya :”Khifadlah [Khitanlah] dan jangan berlebihan, sebab itu lebih menceriakan wajah dan lebih menguntungkan suami”, [HR. at-Tabrani dari adh-Dhahhak] عن شداد بن اوس ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : الختان سنه للرجال مكرمة للنساء [رواه احمد والبيهقى] Artinya : “Dari Saddad bin Aus r.a. Rasulullah SAW berkata : Khitanan yaitu sunah bagi laki-laki dan suatu kemulian atau kehormatan bagi perempuan” [HR. Ahmad dan Baehaqi] D. Tinjauan Para Ulama قال ابوعبدالله محمدبن احمدالانصارى القرطبى : واختلف العلماء فى الختان فجمهورهم على ان ذلك من مؤكدات السنن ومن فطرة الأسلام التى لايسع تركها فى الرجال وقالت طائفة ذلك فرض Artinya : “Terlah Berkata Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurtubi w. 671. Para ulama menyikapi tentang khitan berbeda pendapat. Jumhur Ulama mengatakan bahwa khitan sebagaian dari pada sunah muakad dan dari peraturan agama Islam yang tidak pantas di tinggalkannya bagi laki-laki. Dan kelompok lain mengatakan bahwa khitan yaitu pardu”. قال الامام محى الدين ابو زكريا يحيى بن شرف النووى : فرع. الختان واجب على الرجال والنساء عندنا وبه قال كثيرون من السلف كذ احكاه الخطابى وممن اوجبه احمد, وقال مالك وابو حنيفة سنه فى الجميع : والمذهب الصحيح المشهور الذى نص عليه الشافعى رحمه الله وقطع به الجمهور انه واجب على الرجال والنساء

Artinya : “Telah berkata Imam Nawawi w. 676 “Bahwa khitan yiatu wajib bagi laki-laki dan perempuan menurut pandangan kami dan pandangan para Ulama Salap, demikian telah di hikayatkan oleh al-Khoththobi dan sebahagian dari para Ulama yang mewajibkan yaitu Imam Ahmad bin Hambal, menurut Imam Malik dan dan Imam Abu Hanifah Khitan yaitu sunnah baik bagi laki-laki maupun perempuan, sedangkan menurut Imam Syafi’I dari pendapat yang paling kuat dan didukung oleh jumhur Ulama bahwa khitan yaitu wajib atas laki-laki dan perempuan”.

قال الامام محمد بن على بن محمد الشوكانى : واختلف فى وجوب الختان فروى الامام يحيى عن العترة والشافعى وكثير من العلماء انه واجب فى حق الرجال والنساء وعند مالك وابى حنيفة والمرتضى قال النووى وهو اكثر العلماء انه سنة فيهما .وقال الناصر والامام يحيى انه واجب فى الرجال لاالنساء

Artinya : “Telah berkata Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani w.1255 H, dan telah dipertentangkan di dalam wajibnya khitan telah meriwayatkan al-Imam Yahya dari al-‘Atsroh dan al-Syafi’I dan banyak lagi Ulama yang lain bahwa khitan yaitu wajib bagi laki-laki dan perempuan dan menurut Imam Malik dan Abu Hanifah dan al-Murtadho kata Imam Nawawi dan pendapat ini kebanyakannya pendapat para Ulama bahwasanya khitan yaitu sunah baik bagi laki-laki maupun perempuan, sedangkan menurut al-Nasir dan al-Yahya bahwasanya khitan wajib bagi laki-laki tidak bagi perempuan”.

E. Khitanan Perempuan Menurut Fakar Kesehatan Di dalama tahqiq dan ta’lik al-Majmu’ yang didukung oleh delapan orang fakar hukum Islam [Dr. Adil Ahmad Abdul Maujud, Dr. Ahmad Isa Hasan, Dr. Husen Abdurrohman, Dr. Muhamad Ahmad Abdullah, Dr. Majdi Surur Basalum, Dr. Ahmad Muhamad Abdul ‘Al, Dr. Badawi Ali Muhamad Sayid, Dr. Ibrohim Muhamad Abdul Baqi] di terangkan bahwa pendapat para dokter [al-Athibba] tentang khitan perampuan ada dua pendapat : Kelompok pertama mengatakan tidak boleh dengan alasan yang tidak jelas, Kelompok kedua mengatakan bahwa khitanan bagi perempuan harus di laksanakan dengan alasan sebagai berikut: a. Khitanan dapat memperbaiki dari pengaruh jati diri seorang perempuan, apalagi di masa usia menjelang baligh, dimana usia tersebut merupakan usia yang sangat dikhawatirkan di dalam perjalanan hidup para gadis.

b. Sesungguhnya para gadis muslimah yang menolak terhadap khitanan maka dikhawatirkan mereka tumbuh dari kecil dan sampai usia menjelang baligh terjerumus kepada masa pembentukan karakter dalam usia labil yang tidak konsisten di dalam perangainya.

F. Batasan-batasan yang harus dikhitan Menurut Imam Nawawi yang wajib pada saat mengkhitan laki-laki yaitu memotong seluruh kulit yang dapat menutupi hasyafah. dan didalam mengkhitan perempuan yaitu memotong sebahagian kecil dari kulit yang ada pada ujung alat kelamin perempuan dan tidak boleh melebihi batas yang telah ditentukan.

Menurut DR. Wahbah al-Juhaeli khitan pada perempuan ialah memotong sedikit mungkin dari kulit yang terletak pada bagian atas parj. Di anjurkan agar tidak berlebihan artinya tidak boleh memotong jengger yang terletak pada bagi atas parj.

G. Hikmah yang terkandung dari khitanan Banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam melaksanakan khitan baik bagi laki-laki maupun perempuan. 1. Dalam rangka melestarikan syariat Nabi Ibrahim A.S, dimana syariat ini merupakan rujukan bagi Nabi kita sebelum beliau menerima wahyu di angkat menjadi Nabi dan Rasul. 2. Bagi laki-laki dapat menyempurnakan ibadah vertikalnya seperti Shalat dan Thowaf dimana salah satu syaratnya harus bersih dari najis. Kalau tidak di khitan maka najis akan nempel di bagian ujung kantong hasyafah.

3. Bagi perempuan dapat membantu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang harmonis sehingga akan terwujud kehidupan yang sakinah mawadah dan rohmah saling menyayangi diantara kedua suami istri

I. Kesimpulan Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh madzhab dalam fiqih sepakat sesungguhnya khitanan bagi laki-laki dan perempuan adalah bagian dari fitrah dan syiar Islam yang harus dilestarikan oleh umat Islam dan khitanan pada dasarnya adalah perkara yang terpuji. قال الامام الحافظ احمد بن على بن حجر العسقلانى : ان السنة اظهار ختان الذكر واخفاء ختان الأنثى Artinya : Telah berkata Ibnu Hajar al-Asqollani w. 852 “Bahwasanya pelaksanaan khitanan laki-laki sunah di dzohirkan dan khitanan perempuan sunnah dirahasiakan”[Fathul Bari’ Syarah Bukhori Juz 10 h. 421] MEREKA YANG MELARANG KHITAN BAGI PEREMPUAN A. Yang melarang 1. Seorang peneliti berkebangsaan Prancis bernama Michel Foucault meneyebutkan bahwa, tubuh perempuan adalah object kuasa masyarakat patriaki. Melalui tubuh perempuanlah budaya patriaki bermain untuk mengontrol dan menguasai orang lain atas tubuhnya, seksualitas perempuan dikekang dengan khitan ketika organ terpenting dalam relasi seksual dihilangkan. 2. Pada tahun 1959 seorang mufti Mesir bernama Syekh al-Gom’ah menfatwakan khitan bagi perempuan dilarang, pendapat ini didukung oleh M. Sayyid thantowi. 3. Konferensi Internasional kependudukan dan pembangunan kesehatan dunia di Kairo Mesir tahun 1994 melarang khitan bagi perempuan dengan alasan khitan merusak dan membahayakan organ reproduksi perempuan. 4. Ada seorang penulis berkebangsaan Mesir bernama Nawal al-Sadawi menyatakan bahwa kematian gadis dan anak perempuan akibat praktek khitanan artikel ini di tulis dari hasil penelitian IPPE [International Planned Parenthood Federation]. 5. Atas dasar pendapat tersebut, maka pada tahun 2007 Menteri kesehatan telah mengeluarkan larangan medikalisasi sunat [khitan perempuan] oleh petugas kesehatan. B. Respon MUI [Majlis Ulama Indonesia] 1. Pelarangan khitan perempuan mendapat respon keras dari MUI melalui keputusan Fatwa No. 9 A Tahun 2008 yang isinya; khitan bagi perempuan adalah Makrumah [memuliakan] dan pelarangan khitan bagi perempuan dianggap bertentangan dengan Syiar Islam. 2. Atas Fatwa MUI tersebut maka Kementerian Kesehatan mengeluarkan peraturan Menkes No. 136 Tahun 2010 yang menyetujui dan mendorong pelaksanaan khitan bagi perempuan. 3. Peraturan Menkes ini bahkan merinci tahap demi tahap yang harus dilakukan agar praktek sunat bagi perempuan dilakukan dalam rangka perlindungan perempuan; dilakukan sesuai ketentuan agama, standart pelayanan serta standart profesi untuk menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat. C. Sumber

[Sumber Kompas.com/read/2011/07/29/02515846/larangan.khitan.perempuan]

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Tahun 2010 2. Abi Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thobari w. 310 H., Tafsir al-Thobari cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 3. Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurtubi w. 671 H.,Tafsir al-Qurthubi, cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 4. al-Imam al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqollani, Fathul Bari’, cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 5. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Barnijbah al-Bukhori, Shoheh al-Bukhori, cet. Dal al-Fikri Tahun 1410 H 6. Abi Daud Sulaiman bin asy-Asyijistani, Sunan Abi Daud, cet. Dar al-Fikri Tahun 1410 H 7. Imam Nawawi w. 786, al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab, cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 8. Muhammad bin Abdul Baqi bin Yusuf adz-Dzurqoni w. 1122 H, Syarah adz-Dzurqoni ‘ala Muwaththo al-Imam Malik, cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 9. al-Imam al-Hafidz Abi ‘Ula Muhammad bin Abdurrohman bin Abdurrohim w. 1353 H.,Tuhfatu al-Ahwaji Syarah Jami’u al-Tirmidzi, cet. Dar al-Fikri Tahun 1410 H 10. asy-Syaikh al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani w.1255 H., Nailul Author, cet. Dar al-Kutub al-Alamiyah Tahun 1420 H 11. DR. Wahbah al-Juhairi, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, cet. Dar al-Fikri Tahun 1410 H 12. Ahmad bin Hijazi, Mawahibu al-Shomad Syarah al-Zubad, cet. Haromain

13. Kompas.com/read/2011/07/29/02515846/larangan.khitan.perempuan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề