Pada pewarnaan batik dengan menggunakan apel maka setelah kain diwarnai harus dijemur di

LAPORAN PRAKTIKUM DESAIN TEKSIL : PEMBUATAN SHIBORI Disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Desain tekstil Dosen pengampu Disusun oleh : Puteri Lenia Pujiningsih 5403417013 Pendidikan Tata Busana PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kekuatan dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis mampu menyelesaikan tugas laporan prkatikum pembuatan shibori untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Desain Tekstil. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada guru pembimbing yang telah memberikan arahan dalam tugas ini, dan kepada kedua orang tua yang telah memberi dukungan dan motivasinya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna dan sangat diperlukan saran dari pembaca dan guru pembimbing untuk kesempurnaan hasil laporan ini. Akhirnya, penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Amin. Semarang, 3 Oktober 2019 Penulis Puteri Lenia P. DAFTAR ISI Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B. Tujuan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bab II Pembahasan A. Pengertian Shibori. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B. Macam-macam Shibori. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C. Pewarna Shibori ………………………………………………………………… D. Alat dan Bahan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . E. Proses Kerja. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . F. Hasil Shibori……………. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Bab III Penutup A. Simpulan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B. Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak negara yang memperkenalkan kebudayaannya masuk ke Indonesia seperti kebudayaan Barat, China, Korea, dan Jepang. Salah satu kebudayaan yang penulis ingin bahas lebih dalam lagi yakni kebudayaan Jepang. Kebudayaan Jepang memiliki ciri khas yang mempengaruhi negara ini maju di Asia dan berkembang sangat pesat dengan teknologi dan perindustriannya. Tata cara kehidupan yang serba modern disamping itu tetap tertanam beragamnya budaya tradisional yang kental. Salah satunya yaitu Teknik pewarnaan kain yang sudah diikat, dijahit maupun dilipat yang disebut shibori. Di Indonesia sendiri, shibori biasa disebut jumputan atau kain pelangi walaupun secara teknik jumputan atau pelangi dilakukan dengan cara-cara yang lebih sederhana serta memiliki kebebasan dalam penggunaan warna [Southan; 2008:7]. Teknik tersebut merupakan teknik mendesain permukaan kain [surface design] yang mana ditujukan untuk memperkaya corak permukaan kain. Desain tersebut bisa mengambil bentuk yang ada di sekeliling manusia atau berbentuk abstrak. Fungsi kain yang akan di bubuhi desain permukaan menjadi faktor penting dalam pengembangan desain [Budiyono,dkk; 2008]. Teknik shibori menghasilkan hasil yang indah dengan khasnya, shibori yang menghasilkan warna pada sebuah permukaan kain. Untuk teknik shibori saat ini sudah mulai banyak orang yang mengolah dan diperkenalkan pada masyarakat luar selain Jepang khususnya Indonesia sendiri sudah mulai terlihat di pasaran atau di outlet yang biasa menggunakan teknik pencelupan sudah mulai mengolah teknik shibori. Serta mulai adanya desainer yang mengolah teknik shibori, contohnya seperti Handy Hartono, Putri Urfanny Nadhiroh [Putri Komar], Sancaya Rini,dan lain- lain. Sehingga dengan itu saya ingin mengenalkan pada masyarakat tentang kedua teknik tradisional asal Jepang ini karena shibori ini memiliki potensi yang bagus untuk di kembangkan sebagai teknik surface design atau pemberian motif secara manual. Rencana hasil dari proses-proses tersebut akan dilakukan beserta aturan-aturan tradisional yang berlaku di masanya itu sendiri pada kain serat rami dan pengolahan teknik sashiko dari serat benang rami, serta penggunaan warna indigo yang menjadi khas dari shibori. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui cara pembuatan shibori 2. Untuk mengetaui pengertian shibori 3. Untuk mengetahui Teknik-teknik shibori 4. Untuk mengetahui cara pewarnaan BAB II ISI A. Pengertian Shibori Seni Shibori ini berasal dari Jepang - lengkapnya disebut SHIBORIZOME , adalah tehnik mewarnai kain dengan cara dilipat atau disimpul. Menurut sejarah kain Shibori sudah dikenal sejak abad ke - 8. Di Barat Shibori dikenal dengan istilah 'tie dye'. Di Indonesia pun ethnic ini pun searing dibakai dan disebut dengan "Jumputan". Ada banyak teknik dalan SHIBORI, setiap tekhnik menghasilkan nuansa, pola, dan hasil yang berbeda rasa. Sungguh, SHIBORI ini ajaib dia bisa mendatangkan kepuasan yang dalam bagi pembuatnya, siapa sangka, mengikat, menyimpul, menyulam, menarik benang bisa membentuk pola-pola cantik. Dasarnya pembuatan Shibori mirip seperti membatik, di mana beberapa bagian kain ‘dilindungi’ agar tidak terkena pewarna. Sehingga hasil akhirnya memberikan pola sesuai dengan bagian yang diwarnai dan ‘dilindungi’. Pada pembuatan Shibori, ‘perlindungan’ pada kain dilakukan menggunakan teknik seperti melipat, melilit dan mengikat kain dan mencelupkannya pada pewarna, biasanya indigo. Bahan yang digunakan untuk mengikat kain tersebut akan menahan pewarna, sehingga daerah kain di bawahnya tidak akan berubah warna. Dengan metode seperti ini, tidak ada batasan pola yang dapat diciptakan, menjadikan setiap kain Shibori unik dari yang lainnya. B. Teknik-teknik Shibori 1. Miura Shibori. Yaitu merupakan teknik yang paling mudah, hanya dengan mengikatnya saja. Hasil kerajinan yang satu ini paling banyak ditemui karena merupakan yang paling mudah dilakukan dan lebih cepat prosesnya. Sehingga tidak butuh waktu lama dalam mewarnai atau mencelupkannya pada pewarna yang disiapkan. Hasil yang didapatkan adalah berupa pola yang membentuk seperti air. 2. Kumo Shibori. Cara yang satu ini adalah dengan melipatnya terlebih dahulu, baru kemudian mengikatnya dengan tali. Teknik ini sedikit sulit karena dibutuhkan sebuah ketelitian yang cukup tinggi agar hasil yang diinginkan dapat menjadi bagus dan lebih detail. Pola yang akan terbentuk menyerupai jaring laba-laba. Selain itu harga jual pada hasil kerajinan yang satu ini juga terbilang mahal karena prosesnya yang terbilang rumit. 3. Nui Shibori. Berbeda dengan yang lainnya, Nui Shibori adalah mewarnai dengan menggunakan jahitan benang yang dilakukan seirama pada kain yang akan diwarnai. Pola yang dihasilkan sesuai dengan pola jahitan yang dibentuk. 4. Arashi Shibori. Yaitu membungkus kain dengan semacam pipa dengan bentuk yang diagonal. Hasilnya akan menyerupai seperti badai. Arashi artinya badai. 5. Itajime Shibori. Teknik yang satu ini dilakukan dengan cara menjepit kain dengan dua buah kayu yang diikatkan pada tali. Motif yang dihasilkan adalah kotak-kotak. 6. Kanoko Shibori. Yaitu merupakan sebuah teknik mewarnai kain dengan mengikat kain tersebut dengan sebuah tali. Pattern yang akan dihasilkan tergantung pada seberapa kuat ikatan tali pada kain. Tali yang dipilih merupakan tali yang dapat mengikuti selera warna. Karena tali tersebut dapat menjadi penanda dalam proses pewarnaan selanjutnya. C. Pewarnaan Shibori Zat pewarna sintetis [buatan], berasal dari bahan kimia yang terpilih. Biasanya zat kimia yang dipilih yaitu zat yang jika dipanaskan tidak akan merusak malam dan tidak menyebabkan kesulitan pada proses selanjutnya. Pewarna batik ini digunakan ketika batik sudah dalam keadaan dingin. Zat pewarna sintetis lebih mudah diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih praktis dalam penggunaannya. Zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain: 1. Napthol Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan napthol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naptholnya sendiri [penaptholan]. Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul. Kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya napthol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan. Untuk menghasilkan warna turunan dibutuhkan percampuran warna. Berikut ini beberapa contoh resep: a. Warna merah mengkudu [merah tua] Untuk 1 kain [2 meter] = 3 liter air [larutan] 9 gram Napthol AS-BO + 3 gram TRO + 6 gram kostik 24 gram Garam diazo mearah 3 GL + 3 gram Garam diazo mearah B b. Warna biru tua Untuk1 10 kain gram [2 Napthol meter] AS + = 3 gram 3 TRO liter + air 6 gram [larutan] kostik 20 gram Garam diazo biru BB 2. Zat warna indigosol Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Harus dijemur di bawah sinar matahari untuk membantu membangkitkan warna. Kemudian dioksidasi/ dimasukkan ke dalam larutan asam [HCl atau H2SO4] akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit [NaNO2] sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan. Contoh resep warna: Warna coklat muda Untuk1 kain [2 meter] = 3 liter air [larutan] untuk celupan  10 gram Indigo Brown IRRD + 14 gram Nitrit  20 cc HCL Untuk indigosol sebaiknya jangan memakai HCL, jika ukurannya tidak pas akan berbahaya dan mudah menyobekkan kain. HCL bisa diganti dengan nitrit plus asam sulfat. Tetapi kalau ingin ramah lingkungan dan kesehatan bisa menggunakan cuka dapur, cuka apel atau sake. Untuk warna lain resepnya sama. Namun jika proses pewarnaan dengan cara coletan, ukuran warna bisa disesuaikan. Macam warnanya yaitu Yellow IGK, Yellow IRK, Orange HR, Brown IRRD, Blue 048, Grey IRL, Violet 24R, Rose IR, Green IB. 3. Zat Warna Remazol Zat warna reaktif umumnya dapat bereaksi dan mengadakan ikatan langsung dengan serat sehingga merupakan bagian dari serat tersebut. Jenisnya cukup banyak dengan nama dan struktur kimia yang berbeda tergantung pabrik yang membuatnya. Remazol dapat digunakan secara pencelupan, coletan maupun kuwasan. Zat warna ini mempunyai sifat antara lain : larut dalam air, mempunyai warna yang briliant dengan ketahanan luntur yang baik, daya afinitasnya rendah, untuk memperbaiki sifat tersebut pada pewarnaan batik diatasi dengan cara kuwasan. Sebelum difiksasi menggunakan Natrium silikat atau waterglass sebaiknya kain diamkan selama semalam agar warna meresap rata. Resep warna celupan untuk 1 meter kain:  25 gram remazol + soda kue dicampur dengan air hangat  20 cc waterglass di tambah air dingin tidak kental dan tidak cai 4. Zat warna rapid Zat warna ini adalah napthol yang telah dicampur dengan garam diazodium dalam bentuk yang tidak dapat bergabung [koppelen]. Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Tanpa difiksasi juga bisa, caranya hanya dianginanginkan selama semalam sampai berybah warna. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan. Warna yang tersedia adalah merah dan biru. Resep warna untuk coletan: Campurkan 3 gram rapid dengan 20 cc air hangat. D. Alat dan Bahan Praktikum Alat dan bahan yang saya gunakan dalam pembuatan shibori, Teknik yang saya gunakan adalah teknik kumo. a. Bahan-bahan yang dibutuhkan : 1. Kain katun [prisima/prima/blacu/silk] 2. Pewarna Kain [Reaktif/ Napthol / b. Alat2 yang digunakan 1. Karet gelang 2. Sarung tangan Indigosol] 3. Celemek 4. Batu 5. ember E. Proses Kerja 1. Siapkan batu, kain dan karet gelang. 2. Kemudian bungkus batu dengan kain dan ikat dengan karet, bungkus secara acak maupun berpola. Ikatan harus kencang supaya zat warnanya tidak masuk semua. 3. Gunakan sarung tangan plastik lalu Basahi / rendam di air kain yang telah diikat, kemudian tiriskan kain sampai tidak ada air yang menetes. 4. Kemudian siapkan 2 ember larutan, larutan yang pertama yaitu larutan naphtol dan yang kedua adalah larutan garam diazodium yang akan membangkitkan warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya napthol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan. Untuk menghasilkan warna turunan dibutuhkan percampuran warna. Berikut ini beberapa contoh resep: Warna yang saya buat yaitu warna kuning mustard Pembuatan larutan  3 liter air 9 gr naphtol ASG  Larutan garam diazodium merah B Tabel Campuran Warna Larutan naphtol ASG larutan garam diazodium merah B 5. Celupkan kain yang sudah dibasahi ke larutan naphtol ASG, tunggu beberapa saat sampai larutan meresap. Kemudian tiriskan, lalu celupkan ke larutan garam diazodium merah , tunggu beberapa saat sampai warna meresap. Pencelupan pada naphtol ASG, kemudian dilanjutkan dengan pencelupan pada garam diazodium untuk menghasilkan wana kuning mustard. Untuk hasil yang saya peroleh pada pewarnaan yang pertama yaitu kuning muda, sehingga pewarnaan saya lakukan 2 kali sehingga hasilnya lebih gelap. 6. Kemudian tiriskan kain setelah pewarnaan. Jika warna yang dikehendaki kurang terlihat maka lakukan langkah pewarnaan dari awal lagi sampai warna yang diinginkan keluar. 7. Selanjutnya buka ikatan pada kain, kemudian bilas kain dengan air mengalir. Lalu Jemur kain hingga kering dan kain shibori pun telah jadi. F. Hasil Shibori Bab III Penutup A. Simpulan Setelah melakukan praktik, saya mengambil kesimpulan bahwa pewarnaan pada kain untuk menghasilkan warna yang sesuai harus dilakukan lebih dari sekali dengan waktu yang sedikit lama supaya zat warna dapat menyerap kedalam kain. Motif yang dihasilkan pun tidak terprediksi karena setiap ikatan memiliki hasil yang berbeda dan unik. B.

Saran Dalam melakukan pencelupan pada larutan pertama hendaknya menunggu larutan benar-benar meresap kedalam, sehingga warna yang muncul akan lebih banyak. Usahakan ikatan tidak telalu kencang, ikatan yang telalu kencang akan menyababkan ketidak munculan warna pada kain.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề