Pemberian Kirbat es yang diberikan pada klien pasca bedah tonsil disebut

Embed Size [px] 344 x 292429 x 357514 x 422599 x 487

CHECKLIST PENGUKURAN ANTROPOMETRIKNama : NIM :

ASPEK YANG DINILAINILAI

012

Definisi :

Sistem penilaian perkembangan tubuh dan satus nutrisi anak menggunakan pengukuran seperti berat, tinggi, lingkar pinggang, ketebalan lemak kulit, lingkar lengan atas, lingkar dada dan lingkar kepala.Tujuan :

Pengukuran antropometrik dicatat selama periode waktu tertentu sebagai gambaran pola pertubuhan dan perkembangan serta [jika terjadi] penyimpangan individu dari ukuran tubuh, status pertumbuhan dan nutrisi pada berbagai usia.

A. Perangkat Alat1] Neraca pegas untuk bayiTimbang untuk anak yang lebih besar

2] Penggaris

3] Meteran

4] Jangka sorong

5] Bagan pertumbuhan

Tahap pre interaksi

1. Cuci tangan

2. Siapkan alat-alat

Tahap orientasi

1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang disenangi

2. Memperkenalkan nama perawat

3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga

4. Menjelaskan tentang kerahasiaan

Tahap Kerja

A. Mengukur berat badan1. Jelaskan prosedur dan tujuan kegiatan ini kepeda ibu dan keluarga

2. Pakaikan celana kamvas disertai tali pengikat pada bayi dan kaitkan ke kait neraca pegas.

3. Tahan neraca pegas diatas dengan bayi menggantung pada atau kaitkan neraca pegas ke paku yang dipasang pada blok atas pintu

4. Instruksikan anak yang saudah lebih besar untuk berdiri diatas timbangan dengan kaki telanjang dan pakaian yang minimal dan lihat berat badan yang diukurr

B. Mengukur tinggi badan

5. Instruksikan anak [diatas 2 tahun] untuk merapat di dinding tampa alas kaki, kedua kaki saling sejajar dan tumit, bokong, bahu, serta bagian beakang kepala menyentuh dinding6. Buat tanda pada dinding dengan bantuan penggaris yang menyentuh bagian atas kepala secara horizontal.

7. Instruksikan anak untuk mejauhi dinding dan ukur panjang pada dinding dengan meteran

C. Mengukur lingkar kepala, dada, pergelangan tangan, dan bagian tentng lengan atas

8. Periksa lingkar dengan melingkari bagian tubuh yang spesifik dengan meteran dan baca hasiknya dalam sentimeter

D. Mengukur ketebalan lemak kulit

9. Cubit dua rangkap jaringan subkutan secara memanjang sekitar 1 cm di atas pertengahanlengan atas menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Jepitkan kefua gigi jangka sorong pada kedua sisi lipatan jaringan subkutan dan baca hasil pengukuran. Lokasi lain yang digunakan untuk mengukur ketebalan lamak kulit adalah bisep, scapula, dan dinding perut

Tahap terminasi

1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan

2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya

3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

Tahap Evaluasi

Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .

Tahap dokumentasi

Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna

CHECKLIST KOMPRES DINGIN KERING

Nama : NIM :

ASPEK YANG DINILAINILAI

012

Definisi :

Memasang eskap/eskrag pada tubuh untuk tujuan terapeutik dengan menggunakan :

1. Kirbat es [eskap] : bentuk bundar/lonjong digunakan untuk bagian kepala, leher, dada, dan perut

2. Eskrag : bentuk memanjang digunakan untuk bagian leher.

Tujuan :

Menurunkan suhu tubuh

Mengurangi nyeri/sakit setempat. Misal:pada radang usus buntu

Mengurangi perdarahan, misal:pascatonsilektomi, muntah/batuk darah, perdarahan usus, perdarahan lambung, dan pascapartum.

Indikasi :

Klien yang suhu tubuhnya tinggi

Klien dengan perdarahan hebat, misalnya epistaksis

Klien yang kesakitan, misalnya infiltrate apendikuler, sakit kepala hebat, dll

Klien pascabedah tonsil [tonsilektomi], dll

B. Persiapan alat dan bahan :

Baki berisi :

Eskap atau eskrag dengan sarungnya

Baskom berisi potongan potongan kecil es dan satu sendok teh garam [agar es tidak cepat mencair]

Air dalam baskom

Lap kerja

Perlak kecil dan alasnya

Tahap pre interaksi

1. Cuci tangan2. Siapkan alat-alat

Tahap orientasi

1. Memberi salam, panggil klien dengan panggilan yang disenangi

2. Memperkenalkan nama perawat

3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga

4. Menjelaskan tentang kerahasiaan

Tahap Kerja

1. Berikan penjelasan kepada klien mengenai perasat yang akan dilakukan

2. Bawa alat ke dekat klien

3. Cuci tangan

4. Masukkan potongan es ke dalam baskom air agar pinggir es tidak tajam

5. Isi kirbat es atau es krag dengan potoagn es sebanyak setengah bagian

6. Keluarkan udara dari eskap atau eskrag dengan melipatkan bagian yang kosong lalu tutup rapat

7. Periksa eskap atau eskrag apakah bocor atau tidak

8. Keringkan eskap/eskrag dengan lap dan masukkan kedalam sarung eskap atau eskrag

9. Buka area yang kaan diberi kompres dan atur posisi klien sesuai kebutuhan

10. Pasang pengalas pada bagian tubuh yang akan diberi kompres

11. Letakkan eskap pada bagian yang memerlukan kompres. Untuk leher : letakkan eskrag diatas leher dan ikatkan di belakang leher.

12. Kaji keadaan kulit setiap 20 menit terhadap nyeri, mati rasa, dan suhu tubuh [jika perlu].

13. Angkat eskap atau eskrag jika sudah cukup/selesai.

14. Atur posisi klien kembali pada posisi yang nyaman.

15. Bereskan alat-alat dan simpan ke tempat semula.

16. Cuci tangan.

17. Catat kegiatan yang telah di kerjakan perawat, antara lain :

Tahap terminasi

1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan

2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya

3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien

Tahap Evaluasi

Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .

Tahap dokumentasi

Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan

Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna

You're Reading a Free Preview
Page 3 is not shown in this preview.

general_alomedika 2022-02-04T16:49:10+07:00 2022-02-04T16:49:10+07:00

Dokter perlu memastikan bahwa tonsilektomi dilakukan sesuai indikasi atau kebutuhan pasien. Tonsilektomi atau operasi pengangkatan tonsil adalah salah satu prosedur bedah yang banyak dilakukan pada anak-anak. Namun, sering kali tonsilektomi tidak dilakukan berdasarkan indikasi. Padahal, tindakan ini tidak terlepas dari komplikasi yang mungkin terjadi.[1,2]

Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah dengan atau tanpa adenoidektomi yang sepenuhnya mengambil tonsil dan kapsulnya dengan menyayat ruang peritonsil antara kapsul tonsil dan dinding otot. Infeksi tenggorokan dan gangguan pernapasan saat tidur merupakan dua hal yang menjadi indikasi tonsilektomi. Kedua hal ini dapat mengganggu kesehatan dan kualitas hidup penderitanya.

Kriteria Paradise masih banyak digunakan sebagai indikasi untuk dilakukan tonsilektomi.[1]

Tabel 1. Kriteria Paradise yang Digunakan sebagai Indikasi Tonsilektomi

Kriteria  
Minimal frekuensi timbulnya infeksi tenggorokan

7 atau lebih episode selama tahun tersebut

atau

5 atau lebih episode per tahun selama 2 tahun terakhir

Atau

3 atau lebih episode per tahun selama 3 tahun terakhir

Manifestasi klinis [infeksi tenggorokan + adanya 1 atau lebih manifestasi klinis]

Suhu >38,3oC,

Limfadenopati servikal [pembesaran nodus limfa >2 cm]

Atau

Eksudat tonsillar

Atau

Kultur positif dari streptococcus hemolitik β grup A

Tata laksana Antibiotik sudah diberikan sesuai dengan dosis pada kejadian infeksi streptokokus yang sudah terbukti maupun suspek
Dokumentasi

Setiap kejadian infeksi tenggorokan dan manifestasi klinis dicatat pada rekam medis

Bila tidak tercatat sepenuhnya, kejadian tersebut diobservasi oleh klinisi minimal 2 kejadian infeksi tenggorokan dengan pola frekuensi dan gejala yang konsisten dengan riwayat sebelumnya

Sumber: dr. Ciho Olfriani, 2021.[1]

Bila kriteria di atas tidak terpenuhi, hal-hal berikut dapat dipertimbangkan untuk dilakukannya tonsilektomi:

  • Infeksi pada individu dengan gangguan khusus, contohnya adalah alergi antibiotik. Pada individu ini penggunaan antibiotik untuk mengobati tonsilitis tidak bisa maksimal
  • Tonsilitis kronis dan berulang karena terjadi gangguan struktur di dalam yang menyebabkan fungsi tonsil sebagai pertahanan tubuh menjadi tidak maksimal. Pada kondisi ini, tonsilektomi dianggap sebagai prosedur yang bersifat terapeutik

  • Sindrom demam berkala, stomatitis, faringitis dan adenitis [perlu dipertimbangkan frekuensi terjadinya sindrom ini, keparahan penyakit dan respons terhadap pengobatan]
  • Tonsilitis berulang dengan abses peritonsil yang tidak membaik dengan insisi-drainase dan obat-obatan
  • Gangguan pernapasan saat tidur, terutama bila terjadi gangguan pertumbuhan, gangguan pada aktivitas sekolah, gangguan perilaku, dan enuresis
  • Disfagia dan gangguan berbicara

  • Gangguan pertumbuhan wajah dan gigi
  • Tonsilitis hemoragik
  • Pembesaran tonsil yang asimetris dan kecurigaan keganasan
  • Indikasi klinis lain seperti halitosis dan kejang demam[1-3]

Perlu tidaknya tonsilektomi masih sering belum dipahami oleh dokter. Salah satu prinsip pengobatan adalah untuk menghindari obat atau tindakan yang tidak perlu karena selalu memiliki risiko efek samping atau komplikasi. Salah satu komplikasi setelah tonsilektomi yang umum dilaporkan adalah perdarahan, yang dapat terjadi segera maupun tertunda.

Perdarahan yang tertunda biasanya muncul pada hari ke-7 sampai 10 pascaoperasi, ketika fase peradangan saat proses penyembuhan terjadi. Perdarahan dapat menyebabkan aspirasi, syok dan kematian. Efek samping yang lain ialah nyeri tenggorokan, edema, gangguan jalan napas, serta efek samping dari obat-obatan anestesi.[4,5]

Pengambilan tonsil palatina sendiri bukan jaminan untuk menghindarkan terjadinya infeksi tenggorokan atau infeksi saluran pernapasan atas di masa mendatang. Infeksi dan inflamasi dapat terjadi pada jaringan limfoid sepanjang cincin Waldeyer dan menimbulkan gejala klinis yang sama dengan tonsilitis, yaitu nyeri tenggorokan, nyeri menelan, dan demam.[3,4]

Bukti Ilmiah mengenai Indikasi Tonsilektomi

Dalam kaitannya dengan infeksi tenggorokan, pada sebuah studi meta-analisis oleh Morad et al membandingkan efektivitas tonsilektomi dengan watchful waiting pada kasus infeksi tenggorokan yang berulang. Luaran yang dinilai adalah kualitas tidur, kognitif, perilaku, dan kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan.[6]

Secara umum, pasien yang menjalani tonsilektomi menunjukkan perbaikan dalam frekuensi nyeri atau infeksi tenggorokan, jumlah kunjungan ke dokter, dan jumlah hari tidak masuk sekolah atau kerja, bila dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani tonsilektomi. Akan tetapi, manfaat tersebut hanya terlihat dalam satu tahun pertama. Bukti tentang manfaat jangka panjangnya masih terbatas sehingga keputusan untuk melakukan tonsilektomi perlu mempertimbangkan manfaat dan risiko tonsilektomi.[6]

Tonsilektomi pada anak memiliki dasar bukti yang lebih kuat daripada populasi dewasa. Pedoman pediatrik saat ini mendukung tonsilektomi dilakukan pada anak dengan obstructive sleep-disordered breathing [oSDB] dan tonsilitis berulang. Indikasi ini sering diekstrapolasikan ke orang dewasa, padahal belum terdapat bukti ilmiah yang cukup mendukungnya.[3]

Hanya terdapat dua penelitian yang melaporkan manfaat jangka pendek dari tonsilektomi untuk faringitis berulang. Sebuah studi menemukan bahwa tonsilektomi dapat menurunkan serangan Group A Beta-hemolytic Streptococcus [GABHS] dan jumlah hari nyeri tenggorokan dalam 90 hari pertama setelah prosedur. Studi lainnya juga menunjukkan manfaat tonsilektomi pada orang dewasa.

Akan tetapi, kedua data studi ini kemudian diteliti dalam tinjauan Cochrane dan ditemukan bahwa studi tersebut memiliki kualitas bukti yang rendah periode studi yang singkat dan heterogenitas statistik. Sampai saat ini, kriteria pediatrik untuk indikasi tonsilektomi masih dianggap dapat dipakai untuk orang dewasa.[3]

Pada anak, hipertrofi tonsil merupakan penyebab umum obstructive sleep-disordered breathing [oSDB]. Pada kondisi tersebut, tonsilektomi dengan/tanpa adenoidektomi dianggap sebagai terapi lini pertama untuk oSDB. Sebuah tinjauan Cochrane menilai manfaat dan risiko tonsilektomi pada anak usia 5-9 tahun dengan oSDB, dan dibandingkan dengan manajemen tanpa operasi.[7]

Studi ini menemukan bahwa anak usia 5–9 tahun dengan oSDB yang dikonfirmasi dengan polisomnografi dan tanpa gangguan kesehatan lainnya mendapatkan manfaat yang cukup baik setelah tonsilektomi. Manfaat tersebut berupa perbaikan kualitas hidup dan perilaku anak, yang dinilai oleh pengasuh anak dan parameter polisomnografi. Namun, tidak terhadap manfaat tonsilektomi yang terukur secara objektif dalam hal atensi dan performa neurokognitif, bila dibandingkan dengan watchful waiting.[7]

Kesimpulan

Perlu tidaknya tonsilektomi sama dengan prinsip pengobatan pada umumnya yaitu mempertimbangkan keuntungan dan kerugian atau risiko dari setiap prosedur. Terdapat beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah tonsilektomi diperlukan atau masih dapat dilakukan watchful waiting.

Kriteria Paradise dapat dipakai untuk memastikan apakah terdapat indikasi tonsilektomi. Prosedur ini juga dipertimbangkan bila terdapat kondisi lain seperti alergi antibiotik, kejang demam, halitosis, abses peritonsiler yang gagal dengan modalitas terapi lain, gangguan performa di sekolah dan kualitas hidup, gangguan pertumbuhan wajah, tonsilitis hemoragik, serta kecurigaan keganasan.

Efek samping dan komplikasi dari tonsilektomi di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi baik segera maupun tertunda, gangguan jalan napas, dan efek samping obat anestesi.

Tonsilektomi merupakan lini pertama terapi pada anak dengan oSDB yang dikonfirmasi dengan polisomnografi. Manfaat tonsilektomi dapat terlihat secara subjektif, yaitu melalui perubahan perilaku dan kualitas hidup anak, serta secara objektif, yaitu berdasarkan hasil polisomnografi.

Sementara itu, belum terdapat cukup literatur yang meneliti tentang indikasi tonsilektomi yang tepat pada dewasa, sehingga sering kali penentuan perlu tidaknya tonsilektomi pada dewasa masih memakai kriteria pediatrik, yaitu kriteria Paradise. Studi lebih lanjut dengan pemantauan jangka panjang perlu dilakukan untuk menilai hal ini.

Direvisi oleh: dr. Ciho Olfriani

1. Masters KG, Zezoff D, Lasrado S. Anatomy, Head, and Neck, Tonsils. Statpearls. Treasure Island [FL]: StatPearls Publishing; 2021 Jan- 2. Mitchell RB, Archer SM, Ishman SL, Rosenfeld RM, et al. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy in Children [Update]. Otolaryngol Head Neck Surg. 2019 Feb;160[1_suppl]:S1-S42. doi: 10.1177/0194599818801757. PMID: 30798778. 3. Randall DA. Current Indications for Tonsillectomy and Adenoidectomy. J Am Board Fam Med. 2020 Nov-Dec;33[6]:1025-1030. doi: 10.3122/jabfm.2020.06.200038. PMID: 33219085. 4.Šumilo D, Nichols L, Ryan R, et al. Incidence of indications for tonsillectomy and frequency of evidence-based surgery: a 12-year retrospective cohort study of primary care electronic records. Br J Gen Pract. 2019 Jan;69[678]:e33-e41. doi: 10.3399/bjgp18X699833. Epub 2018 Nov 5. PMID: 30397014; PMCID: PMC6301361. 5. Greig SR. Current perspectives on the role of tonsillectomy. J Paediatr Child Health. 2017 Nov;53[11]:1065-1070. doi: 10.1111/jpc.13745. PMID: 29148201. 6. Morad A, Sathe NA, Francis DO, et al. Tonsillectomy Versus Watchful Waiting for Recurrent Throat Infection: A Systematic Review. Pediatrics. 2017 Feb;139[2]:e20163490. doi: 10.1542/peds.2016-3490. Epub 2017 Jan 17. PMID: 28096515; PMCID: PMC5260157.

7. Venekamp RP, Hearne BJ, Chandrasekharan D, et al. Tonsillectomy or adenotonsillectomy versus non-surgical management for obstructive sleep-disordered breathing in children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2015, Issue 10. Art. No.: CD011165

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề