Pertanyaan tentang sosialisasi dan penyesuaian diri di sekolah

You're Reading a Free Preview
Pages 5 to 7 are not shown in this preview.

A.    Pengertian, Proses, dan Tujuan Sosialisasi

Pengertian Sosialisasi

Sosialisasi merupakan proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosialisasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga keterampilan-keterampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian, cara makan, dan sebagainya.

Menurut pendapat Soejono Dirdjosisworo [1985], sosialisasi mengandung tiga pengertian penting, yaitu:

1.                            Proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi yang mana individu menahan, mengubah impulsimpuls dalam dirinya dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya.

2.                           Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku di dalam masyarakat di mana ia hidup

3.                           Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan dalam diri pribadinya.

Proses Sosialisasi

Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan, apa yang dimakan, berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan, rekreasi, dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan sekitar, kemudian di sekolah, bioskop, televisi dan lingkungan lain.

Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Pola kelakuan yang diharapkan dari anak terus-menerus disampaikan dalam segala situasi diamana ia terlibat. Kelakuan yang tak sesuai di kesampingkan karena menimbulkan konflik dengan lingkungan sedangkan kelakuan yang sesuai dengan norma yang diharapkan dimantapkan. Proses sosialisasi pun tak selalu berjalan lancar karena adanya sejumlah kesulitan seperti:

Pertama, adanya kesulitan komunikasi. Kedua, adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan. Walaupun setiap orang harus berusaha menyesuaikan diri dengan berbagai situasi sosial, namun ada pula yang bertentangan dengan norma. Pada zaman modern ini, khususnya di kota-kota banyak hal yang menimbulkan ketegangan karena norma-norma bertentangan, dan karena itu makin banyak orang yang harus dirawat dalam rumah sakit jiwa.

Kesulitan lain yang dihadapi dalam proses sosialisasi ialah perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi. Perubahan dari kehidupan daerah pertanian ke cara hidup di kota kosmopolitan sangat besar. Ikatan kekeluargaan di daerah pedesaan sangat erat, baik dalam keluarga maupun dengan tetangga. Semua anggota masyarakat dessa saling mengenal. Norma-norma kelakuan jelas dipahami oleh setiap orang. Masing-masing saling memerhatikan kelakuan orang di sekitarnya sehingga sukar dilakukan pelanggaran atau penyelewengan.

Perubahan masyarakat membawa perubahan norma-norms dan terpecahnya masyaakat dalam berbagai sekmen dan menimbulkan norma yang beraneka ragam. Keadaan itu akan mempersulit proses sosialisasi anak menjadi anggota masyarakat yang bertambah kompleks.

Tujuan Sosialisasi

1.                   Memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat.

2.                   Mengembangkan kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien.

3.                   Membuat seseorang mampu mengembalikan fungsi-fungsi melalui latihan introspeksi yang tepat.

4.                   Menanamkan nilai-nilai dan kepercayaan kepada seseorang yang mempunyai tugas pokok dalam masyarakat.

B.            Nilai dan Norma di Sekolah

pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Anak-anak dikirim ke sekolah dengan tujuan agar mereka dididik menjadi manusia sesuai dengan cita-cita masyarakat. Untuk seluruh warga negara Indonesia berlaku Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa dan dasar negara. Dalam hal ini terdapat kesamaan bagi selutuh masyarakat sekolah.

Ada pula norma-norma yang dianut oleh masyarakat yang perlu diperhartikan oleh sekolah. Norma-norma yang diajarkan di sekolah tak boleh bertentangan dengan adat-istiadat masyarakat sekitar. Antara sekolah dengan masyarakat harus ada hubungan dan kesesuaian mengenai norma-norma yang diajrkan oleh guru tidak dapat berdasar menurut apa yang dianggapnya baik. Norm-norma itu mungkin banyak diperolehnya selama pendidikannya sebagai guru. Oleh sebab lembaga pendidikan gurumempunyai kurikulum nasional, besar kemungkinan guru-guru menganut norma-norma yang banyak kesamaan pada norma kelakuan yang diajarkan kepada anak-anak di seluruh negeri ini.

Di sekolah nilai-nilai yang bertalian dengan aspek akademis atau intelektual mendapat penghargaan yang khusus. Prestasi akademis dijunjung tinggi dan dengan demikian juga kerajinan dan ketekunan belajar, angka-angka yang tinggi, rapor yang baik, kenaikan kelas, rangking yang tinggi. Dengan sendirinya murid-murid yang tidak mempunyai motivasi yang cukup untuk melanjutkan pelajarannya akan merasa kurang pada tempatnya di sekolah. Sekolah menginginkan anak-anak yang akademis teoritis baik, sedangkan anak-anak yang terampil secara praktis kurang mendapat penghargaan.

C.            Pengaruh Iklim Sosial terhadap Sosialisasi Anak

Pada umumnya dapat kita bedakan dua macam iklim sosial yang ekstrem,yakni iklim demokratis anak-anak mendapatkan lebih banyak kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-masing.dan iklim otokratis kelakuan anak yang di kontrol ketat oleh guru.

Apakah pengaruh iklim otokratis atau demokratis terhadap anak?penelitian mengenai masalah ini pernah dilakukan oleh kurt lewin dan Ronald Lippit pada tahun 1939.Mereka memilih dua kelompok,yang satu ditempatkan dibawah kepemimpinan otokratis dan yang satu lagi dibawah kepemimpinan demokratis.Berdasarkan percobaan tersebut mereka mengambil beberapa kesimpulan,antara lain:

1.      Dalam iklim otokratis lebih banyak dikeluarkan kencaman tajam yang bersifat pribadi,sedangkan dalam iklim demokratis terdapat suasana kerja sama,pujian terhadap sesama teman,saran-saran konstruktif dan kesediaan menerima buah pikiran orang lain.

2.      Dalam iklim otokratis lebih ditonjolkan diri sendiri,soal “Aku”.sedangkan dalam suasana demokratis terasa ke “kita”an,

3.      Dalam suasana otokratis,adanya pemimpin yang kuat menghalangi orang lain untuk memegang pimpinan,sedangkan dalam iklim demokratisbeda status sosial pimpinan dan yang dipimpin kecil sekali,sehingga pada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan.

4.      Individualitas murid dapat berkembang dalam iklim demokratis,sedangkan perkembangannya tertekan dalam suasana otokratis karena setiap murid mempunyai status yang rendah tanpa dapat mengembangkan individualitasnya,

5.      Dalam iklim otokratis tindakan kelompok bukan tertuju kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang murid sebab murid mudah dijadikan kambing hitam,secara potensial setiap murid dapat menjadi saingan atau lawan murid lainnya.

Lewin berpendapat bahwa iklim sosial dalam hidup anak sama pentingnya dengan udara yang dihirupnya.Hubungan dengan orang lain dan statusnya dalam kelompok merupakan faktor-faktor yang paling penting dalam menentukan apakah ia merasa aman atau tidak.Maka karena itu kelompok dan kebudayaan dimana anak itu hidup sangat menentukan kelakuan dan wataknya.

Menurut Lewin,Lippit dan peneliti lain iklim deokratis lebih serasi untuk penyesuaian sosial yang memuaskan,memberi kesempatan yang lebih bebas untuk mengekspresikan individualitas,memupuk suasana kerja sama,mengurangi rasa ketegangan,persaingan dan permusuhan serta memupuk rasa aman dan tentram.pendirian ini bertentangan dengan pendapat yang mengatakan bahwa orang merasa aman dalam kelompok otokratis di mana setiap orang mempunyai peranan yang jelas.

Kelakuan demokratis harus dipelajari.Mempelajari sikap demokratis memerlukan waktu yang lebih banyak bila anak-anak telah mengalami iklim otokratis. Makin lama anak itu hidup dalam suasana otokratis makin sulit baginya untuk mempelajari sikap demokratis.sdangkan otokratis dapat dipaksakan dari atas.

Iklim otokratis dianggap lebih serasi untuk mencapai prestasi akademis yang diutamakan oleh sekolah “tradisional”sedangakan sekolah yang “progesif’lebih mengutamakan perkembangan kepribadian anak yang dianggap lebih mungkin tercapai dalam suasana demokratis.

D.            Model dan Peranan

Pola kelakuan anak diperoleh nya melalui proses sosialisasi,yakni dalam situasi-situasi sosial dan interaksi anak itu dengan manusia lain di sekitarnya. Di samping itu juga memerlukan “model”,contoh atau teladan pola kelakuan itu.

Dalam masyarakat tradisional seperti di pedesaan yang terpencil,yang disebutgemeinschaft, peranan setiap orang seperti bapak, ibu, pemuda, pemudi, pria, wanita jelas dipahami oleh semua. Penyimpangan dari pola kelakuan segera mendapatkan teguran dan kecaman dari lingkungan sosialnya. Dalam masyarakat tradisional oranngtua menjadi teladan atau model bagi generasi muda. Akan tetapi dalam masyarakat kota yang di sebut gesellschaft, apalagi pada zaman modern ini, setiap harus menjalankan berbagai peranan menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya. Model kelakuan anak dalam masyarakat kota menjadi sangat kompleks. Komunikasi massa melali radio, TV, film, menyodorkan bermacam-macam tokoh yang menjadi idaman-idaman pemuuda-pemudi.

Dalam masyarakat yang kompleks ini makin sukar merumuskan apa yang dimaksud dengan kelakuan “baik”. Rupanya tidak dapat diberikan definisi yang universal, yang berlaku bagi semua orang dalam situasi apakah yang “baik” itu. Terkadang orang tua tidak mempunyai pendirian konsekuen tentang apa yang baik. Muncuri dianggap jahat akan tetapi memanipulasi pajak, menggunakan alat kantor, atau waktu kantor untuk kepentingan pribadi tidak dipandang sebagai pelanggaran norma yang baik.

Dalam dunia yang kian komplek anak harus sanggup memainkan aneka-ragam peranan dalam bermacam-macam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan di luar rangtua dan guru. Untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukan model baru pula. Dengan demikian ia akan dapat menyesuaikan kelakuannya dengan apa yang diharapkan daripadanya dalam berbagai macam posisi dan situasi agar ia jangan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Karena dunia senantiasa berkembang dan berubah akhirnya setiap orang harus bersedia untuk menyesuaikan peranannya yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Model-model bagi murid di sekolah

Masyarakat modern makin lama makin berdiferensiasi sehingga terbagi dalam segmen-segmen yang bertambah banyak. Anak-anak harus begerak dari segemen yang satu dengan segemen yang satu lagi dan harus dapat berkelakuan yang diharapakan oleh setiap kelompok. Untuk itu anak harus dipersiapkan.

Kesulitan dihadapi para pendidik masa sekarang harus mempersiapkan anak-didik untuk kehidupan masa depan yang akan berbeda sekali dengan keadaan sekarang yang senantiasa berpegang pada norma_norma yang berlaku pada masa sekarang dan masa lampau.

Sebaliknya anak-ank diperkenalkan dengan model-model dari berbagai segmen masyarakat di luar sekolah dan mendapatkan interaksi sosial dengan kelompok_kelompok lain. Mobilitas zaman modern,dari daerah pedesaan ke perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah yang lain, bahkan ke negara-negara lain, menuntut perlunya murid-murid memahami macam-macam kelakuan manusia. Kesempatan berinteraksi sosial yang luar dan aneka-ragam jarang diberikan oleh sekolah.

Dalam batas-batas tertentu murid-murid dari berbagai macam golongan dapat beinteraksi, di kota-kota murid juga dapat berkenalan dengan anak-anak yang berasal dari berbagai  daerah Tanah Air dan dengan anak yang berlainan agama. Namun kita tidak mengetahui hingga manakah interaksi sosial itu mempengaruhi kelakuannya. Tetapi bila pergaulannya itu erat mereka akan berkenalan dengan norma-norma lain yang dapat diinternalisasi dan menjadi bagian dari pribadinya.

Guru sebagai model

Guru-guru tak semua sama,bahkan berbeda-beda pribadinya. Mereka mungkin berasal dari lingkungan sosial yang berlainan. Alasan mereka memilih pekerjaan sebagai guru berbeda-beda, ada yang sungguh-sungguh sebagai paggilan untuk mengabdikan diri kepada pendidikan anak, ada pula yang mencari lapangan kerja yang menjamin hidupnya atau mencari kedudukan yang berkuasa atas anak-anak sebagai kompensasi atas rasa inferioritas yang ada pada dirinya.

Ada kecenderungan kedudukan gurumakin banyak ditempati oleh kaum wanita, khususnya di Sekolah Dasar dan juga sekolah Menegah. Dapat kita katakan bahwa guru-guru menunjukan heterogenitas, dan mereka semuanya diharapkan menjadi guru yang “baik” di mana pun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak-didiknya. Kesalahan guru menurut pepatah akan diperlihatkan murid dalam bentuk yanng lebih mendalam. Akan tetapi kita tidak tahu hingga manakah kelakuan guru yang baik ditiru. Guru harus berpakaian bersih rapi, ia harus selalu berpegang tepat waktu, ia harus bertaggung jawab, berjiwa sosial, suka membantu orang lain, ramah, dapat mengendalikan diri dan sebagianya, dengan harapan bahwa semua sifat-sifat yang baik itu secara sengaja atau tidak sengaja juga dapat menjadi sifat-sifat kelakuan anak.

Denagan bertambahnya guru wanita dapat timbul masalah tentang model khususnya bagi anak pria jika seluruhnya shaf guru terdiri atas wanita. Guru wanita sebagai model dapat menjadi maslah. Guru wanita yang sudah menikah menjadi guru karena di desak oleh motivasi finansial atau untuk mengelakan kerepotan rumah tangga sukar menjadi model yang serasi. Juga guru yang belum menikah dan berusia lanjut tidak akan dijadikan model oleh gadis-gadis yang menginginkan rumah tangga sendiri. Guru itu bahkan menjadi model yang negatif bagi anak-anak. Bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita-cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar sekolah .

Peranan anak yang diharapkan

Sosialisasi murid di sekolah dipengaruhi oleh :

1.      Iklim sosial di sekolah

2.      Adanya model bagi murid

3.      Peranan murid yang diharapkan guru,orangtua,murid-murid lainnya.

E.            Harapan Guru, Orang Tua, dan Murid dalam Sosialisasi

Guru-guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid mempelajarinya yang diajarkan dan ditugaskan. Tiap murid harus menguasai keterampilan membaca, menulis, dan berhitung serta bidang studi lainnya. Mereka harus rajin belajar agar memperoleh prestasi yang tinggi naik kelas. Tinggal kelas adalah kegagalan yang mempengaruhi pribadi anak yakni menurunkan statusnya dalam pandangannya sendiri dan orang lain di sekitarnya.Di sekolah sangat diutamakan prestasi akademik,walaupun juga dipentingkan aspek kepribadian anak lainnya sebagai manusia dan warga negara.

Anak-anak yang mempunyai inteligensi rendah akan banyak mengalami kesukaran di sekolah. Mereka akan selalu ketingggalan namun harus mengikuti kurikulum yang sama serta memenuhi tuntunan prestasi akademis yang sama. Mereka ini akan kehilangan kepercayaan akan diri sendiri, merasa kurang dalam hubungan sosialnya, menarik diri dari pergaulan social dan dapat mengalami gangguan atau tekanan mental.

Guru yang baik adalah guru yang dapat memelihara disiplin dalam kelasnya.Karena pelajaran kebayakan disampaikan secara verbal dengan banyak menggunakan metode ceramah,maka disiplin harus ketat. Pelanggaran disiplin harus ditindak sebab tanpa disiplin pelajaran tidak dapat disampaikan dengan efektif. Hanya guru menggunakan metode kerja sama, pemecahan masalah atau belajar sendiri,guru dapat menjalankan disiplin yang lebih bebas yang sebenarnya lebih membantu perkembangan pribadi anak yang sehat.

Bagi guru pelanggaran disiplin kelas dan sekolah dianggap serius misalnya bercakap-cakap dalam kelas, mencontek, pergi keluar kelas tanpa izin guru, menentang guru, berkelahi atau ribut.

Guru yang juga memperhatikan aspek kepribadian anak hendaknya menerima pendirian para ahli mental hygiene dan menjadikannya sebagai pedoman untuk mencapai tujuan akademis. Ia akan lebih banyak memberikan tanggung jawab kepada anak-anak untuk memelihara disiplin dan bekerja tanpa mengganggu orang lain dan dengan demikian memupuk disiplin. Ia juga akan lebih memperhatiakan anak-anak pendiem dan penakut dan mencoba memahami dan membantu mereka. Dengan demikian guru itu tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik.

Apa yang diharapkan orangtua

 Orangtua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi “pandai”artinya penguasai apa yang diajarkan di sekolah.Dalam hal ini orang tua dan guru mempunyai harapan yang sama. Orang tua juga sangat mementingkan kemajuan anaknya di sekolah dan mengharapkan mematuhi perintah gurunya serta berkelakuan baik. Orang tua mengharapkan pula agar anaknya mendapat rapot yang baik agar dapat melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi. Sekolah dipandang sebagai persiapan untuk kehidupan yang baik di kemudian hari dank arena itu banyak orang tua yang tidak ragu-ragu memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya bahkan sering di atas kemampuannya untuk memungkinkan anaknya belajar diperguruan tinggi.

Harapan atau aspirasi orang tua tentang anaknya juga bergantung pada tingkat sosial orang tua.Orang tua di pedesaan yang memerlukan tenaga anaknya daam perjuangan hidup tidak begitu mementingkan pendidikan formal.Atau mereka memilih sekolah yang dalam waktu singkat mempersiapkan anak itu untuk suatu pekerjaan.

Orang tua yang mengutamakan prestasi akademisdan perkembangan intelektual,mereka terlampau mementingkan perkembangan pribadi dan sosialisasi anak. Bahkan mereka melihat bahaya dan kerugian bila anaknya terlampau banyak berteman karena menyimpangkan perhatian anak dari pelajaran sekolah.

Apa yang diharapkan oleh murid-murid

Harapan teman-teman faktor utama dalam proses sosialisasi di sekolah. Anak kelas rendah SD masih mengikuti norma-norma yang ditentukan oleh guru dan orang tua. Apa yang dikatakan oleh guru,itulah yang benar dan tidak dapat dibantah oleh orang tua. Tetapi murid sekolah menengah lebih cenderung mengikuti harapan teman-temannya daripada orang tua.Seorang guru memadang anak sebagai pelajar yang harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada pelajaran untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya.Bagi guru dan orang tua angka tinggi menjadi kebanggaan yang patut diberi pujian. Tak demikian pendapat para pelajar sendiri menjadi “kutu buku”bukan kehormatan.Menjadi juara kelas bukan menjadi cita-cita.

Yang dipentingkan para pemuda ialah agar pandai bergaul,dapat berhubunggan dengan temen-teman dalam Suasana gembira karena itu mereka peka terhadap keinginan teman-temannya.

F.             Penyesuaian Diri di Sekolah

Kondisi yang diperlukan untuk mencapai penyesuaian diri yang baik yaitu bimbingan untuk membantu anak belajar menjadi realistis tentang diri dan kemampuannya, dan bimbingan untuk belajar bersikap bagaimana cara yang akan membantu penerimaan sosial dan kasih sayang dari orang lain. Guru mengeluhkan seringkali siswa tidak dapat menyesuaikan diri baik dengan aturan yang ada di sekolah maupun teman-teman sebayanya.

            Faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri   

                        Dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak setiap anak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya. Anak yang “miskin” kepribadiannya atau kehidupan sosialnya, merasa tidak bahagia dan mengalami keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri. Menurut Hurlock [1991] ada empat faktor yang memengaruhi penyesuaian diri, yaitu:

1.      Lingkungan tempat anak dibesarkan, yaitu kehidupan di dalam keluarga. Bila dalam keluarga tersebut dikembangkan perilaku sosial yang baik, sehingga pengalaman ini akan menjadi pedoman yang membantu anak untuk melakukan penyesuaian diri dan sosial di luar rumah.

2.      Model yang diperoleh anak di rumah, terutama dari orang tuanya. Anak biasanya akan menyimpang, maka anak akan cenderung mengembangkan kepribadian yang tidak stabil.

3.      Motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian diri dan sosial. Motivasi ini dapat ditimbulkan dari pengalaman sosial awal yang menyenangkan baik di rumah atau di luar rumah.

4.      Bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar penyesuaian diri.

Schneiders [1964] menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penyesuaian diri adalah 1. Kondisi jasmani, yang meliputi pembawaan jasmaniah yang dibawa sejak lahir dan kondisi tubuh. 2. Perkembangan dan kematangan, yang meliputi kemampuan intelektual, sosial, moral, dan emosional. 3. Kondisi lingkungan, yaitu rumah, keluarga, sekolah. Faktor yang memengaruhi penyesuaian diri dibedakan menjadi dua yaitu:

a.       Faktor internal : faktor yang bersal dari dalam diri individu yang meliputi kondisi jasmani, psikologis, kebutuhan, kematangan intelektual, emosional, mental, dan motivasi.

b.      Faktor ekksternal : faktor yang berasal dari lingkugan yang meliputi lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Page 2

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề