Pesan apa yang mau disampaikan Yesus sehubungan dengan aspek aspek dalam KERAJAAN Allah

Perlu diketahui bahwa ahli-ahli Taurat yang gemar mempelajari hukum Taurat, dan mereka juga adalah pengajar-pengajar hukum Taurat. Karena itu mereka juga berperan sebagai penyelenggara-penyelenggara Hukum Taurat. Itulah sebabnya mengapa mereka disebut ahli-ahli Taurat.  Matius 15:1-2. Kemudian datanglah beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem kepada Yesus dan berkata: “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.” Maksud membasuh tangan di sini tidak ada hubungannya dengan higiene, seringkali disalah mengertikan mengenai murid-muridnya yaitu begitu lalai dalam hal higiene sehingga mereka tidak membasuh tangan sebelum makan. Pembasuhan tangan di sini berhubungan dengan adat membasuh tangan, bukan dengan higiene. Meskipun tangan mereka sangat bersih, tetapi jika mereka menyentuh benda-benda tertentu yang dianggap najis, tangan mereka dianggap najis. Umpamanya, jika mereka pergi ke pasar dan mereka menyentuh sesuatu yang dijual oleh bangsa lain, yaitu bangsa bukan Yahudi, maka mereka menjadi najis. Jadi, pembasuhan tangan ini tidak ada hubungannya dengan kotoran di tangan, tetapi ada hubungannya dengan kenajisan.

Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh [atau lebih tepat, mewarisi] hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?” Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Perumpamaan ini adalah perumapamaan yang tidak asing lagi, terutamanya jika dibesarkan dalam sekolah minggu. Setiap orang tahu tentang Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati. Tetapi berapa orang yang memahaminya? Mengetahui adalah satu hal; memahami adalah hal yang lain. Kita mengetahui banyak; tetapi memahami sangat sedikit.

“Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”

Perumpamaan ini sangat penting karena hubungannya dengan pertanyaan, “Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Perumpamaan ini berkaitan dengan hidup yang kekal. Seringkali, apabila perumpamaan ini diajarkan di sekolah minggu, tidak ada pertalian ditimbulkan di antara cerita orang Samaria yang murah hati ini dan persoalan tentang hidup yang kekal. Cerita ini semata digunakan untuk mengajar orang supaya berbuat baik kepada sesama manusia. Tetapi tidak ada pertanyaan ditimbulkan tentang kaitannya dengan hidup yang kekal. Apa pertalian perumpamaan ini dengan hidup yang kekal?

Melihat lebih fokus pada pertanyaan yang dinyatakan dengan baik ini. Pertanyaan ini disampaikan oleh seorang ahli Taurat, seorang yang menghabiskan seluruh hidupnya mempelajari Kitab Suci. Ia betul-betul tahu bagaimana untuk mengutarakan pertanyaannya. Pertanyaan itu tidak dapat dipersoalkan sama sekali. Secara teologis, pertanyaan itu dinyatakan dengan baik. Pertanyaannya bukan, “Bagaimana aku menerima hidup yang kekal sebagai upah?” atau “Bagaimana aku pantas menerima hidup yang kekal?” Itu bukan pertanyaannya. Pertanyaannya ialah: “Bagaimana aku mewarisi hidup yang kekal?” Untuk mewarisi hidup yang kekal atau mewarisi apapun, atau “Bagaimana aku menjadi anak Allah supaya aku bisa mewarisi hidup yang kekal?” Pertanyaan ini disampaikan dengan baik sekali.

Apakah jawaban Yesus? Yesus membalas pertanyaannya dengan sebuah pertanyaan yang lain. “Baik, kamukan sarjana teologia? Kamukan ahli dalam Kitab Suci? Apa yang tertulis dalam Kitab Suci? Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kamu baca di sana?” Ahli Taurat menjawab di ayat 27, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Ia memang seorang ahli Taurat yang hebat! Ia benar-benar menguasai bahannya. Ia tidak salah sedikitpun. Ia memalukan paku tepat pada tempatnya. Itu jawaban yang sempurna dan Yesus segera mengiyakannya pada ayat 28, “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”

Hal ini juga terjadi di Lukas 18:18, orang kaya yang muda juga menanyakan pertanyaan yang sama, “Apa yang harus kuperbuat untuk mewarisi hidup yang kekal?” Dan Yesus memberikan jawaban yang sama persis seperti di sini. Lalu apa jawabannya? Apakah jawaban Yesus kepada pertanyaan yang penting ini? Anda mungkin menyangka suatu jawaban seperti ini: “Percayalah kepada aku dan Anda akan memperoleh hidup yang kekal.” Pada kedua kesempatan tersebut, kita, sebagai orang Kristen, akan segera menjawab: “Percayalah kepada Yesus dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal.” Namun itu bukan jawaban Yesus. “Pergilah dan genapilah apa yang dituntut Allah dari kamu,” itulah jawaban Yesus. “Pergilah, dan perbuatlah demikian.” Ini sangat mengejutkan kita.

Apakah Yesus pernah mengatakan bahwa kita harus mempercayai-Nya untuk memperoleh hidup yang kekal? Tentu saja Yesus pernah berkata demikian. Ia berkata demikian umpamanya di Yohanes 11:25-26, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-ku, tidak akan mati selama-lamanya.” Jadi, yang mana satu jawaban yang betul? Apakah kedua-duanya adalah jawaban yang berbeda? Apakah kita mempercayai Yesus dan memperoleh hidup yang kekal? Atau, apakah kita harus menggenapi Hukum Taurat untuk memperoleh hidup yang kekal?

Satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan menempatkan kedua jawaban itu bersebelahan dan bertanya apa hubungannya satu dengan yang lain? Bagaimana “Percaya kepada Yesus” berhubungan dengan pertanyaan Yesus, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?”? Bagaimana “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu” berhubungan dengan jawaban Yesus, “Pergilah, dan perbuatlah demikian?” Jadi, bagaimana kita dapat menguraikan semua ini? Yang mana jawaban yang benar: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal” atau “percayalah kepada-Ku dan kamu akan memperoleh hidup yang kekal”? Apakah Anda telah memutuskan yang mana satu terlebih dulu? Atau, apakah mungkin terdapat suatu hubungan internal di antara kedua jawaban tersebut, “Percayalah kepada Yesus” dan “Kasihilah Allah dengan segenap hati”?  Barangkali, keduanya mempunyai arti yang sama. Jika demikian halnya, perumpamaan yang sangat penting ini menjadi definisi bagi “Percayalah kepada Yesus”.

Apa arti Percaya kepada Yesus?

Di perumpamaan ini, Yesus pada dasarnya menjawab pertanyaan itu dengan mengatakan, “Kamu harus pergi dan mengasihi Allah dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dengan segenap kekuatanmu. Jika kamu berbuat demikian, kamu akan mewarisi hidup yang kekal karena Anda terbukti sebagai anak Allah yang sejati.”

Itulah yang dikatakan oleh ahli Taurat tersebut. Ahli Taurat tidak menimbulkan sebarang pertanyaan atau persoalan tentang mengasihi Allah. Akan tetapi, dia diganggu oleh tuntutan untuk mengasihi sesama manusia karena seperti kebanyakan dari kita, kebetulan ia mempunyai seorang tetangga yang menyusahkan. Karenanya, ia memutuskan untuk menanyakan satu lagi pertanyaan, “Dan siapakah sesamaku manusia? Dan tolong jangan katakan kepadaku bahwa tetanggaku dengan rumput liarnya itu harus kuterima sebagai sesamaku manusia! Atau, orang yang memukul-mukul gendang disebelah rumahku itu!” Maka, ia bertanya, “Siapakah sesamaku manusia?” Dan Yesus menjawab, “Aku akan menceritakan kepada kamu sebuah cerita. Ada seorang Samaria……”

Orang Samaria yang Murah Hati

Orang Yahudi sangat membenci orang Samaria. Mereka menganggap hina orang Samaria. Orang Samaria adalah mereka yang berketurunan campuran. Mereka dianggap orang yang rendah. Orang Yahudi gemar berbicara tentang kemurnian rasial – ‘orang Yahudi yang murni,’ Tetapi orang Samaria adalah suku campuran. Mereka berkompromi dengan dunia. Dan Yesus memilih seorang Samaria. Ini menjadi menarik ketika Yesus mulai bercerita “Ada seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho. Yerikho tidak jauh dari Yerusalem tetapi jalannya bergunung-gunung, dan merupakan tempat di mana banyak penyamun bersembunyi. Itu suatu tempat yang bagus untuk menyergap, untuk menyerang tiba-tiba. Dan begitu orang Yahudi ini diserang oleh penyamun-penyamun. Menurut Anda siapa penyamun-penyamun itu? Tentu saja, sesama orang Yahudi! Siapa lagi? Ini di dalam wilayah Israel. Ia jatuh ke tangan saudara-saudara sebangsanya, yang merampoknya habis-habisan, yang memukulnya dan meninggalkannya setengah mati. Lalu datang seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan. Apa yang dilihatnya? Ia melihat orang ini, yang dipukul dan ditinggalkan setengah mati. Dari semua orang, ia menaruh belas kasihan terhadap orang ini. Seorang Samaria menaruh belas kasihan terhadap seorang Yahudi, musuhnya.

Seorang Imam, Sesama Orang Yahudi Melewatinya dari Seberang Jalan

Yesus berkata, “Tetapi tahukah kamu bahwa sebelum itu terjadi, ada dua orang Yahudi yang jalan melewatinya. Yang pertama ialah seorang imam, atau pada zaman ini mereupakan seorang pendeta. Apa yang dilihatnya? Ia melihat orang ini terbaring di pinggir jalan, setengah mati. Pada kenyataannya, apabila seseorang itu setengah mati, dan apa yang sedang dilakukan oleh imam itu? Ia sedang dalam perjalanan ke Bait Suci untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang imam. Seorang imam berbeda dari seorang pendeta, karena seorang imam harus melayani di Bait Suci, jadi dia haruslah tetap tahir. Jika ia menjadi najis, ia tidak diizinkan untuk melayani di Bait Suci. Satu cara untuk menjadi najis adalah menyentuh orang mati. Bagaimana kalau orang di pinggir jalan itu sudah mati? Bagaimana ia tahu tanpa menyentuhnya? Ia perlu memeriksa nadinya untuk memastikan apakah ia masih hidup atau sudah mati. Jika orang ini sudah mati, maka imam itu akan menjadi najis dan tidak dapat berfungsi sebagai seorang imam pada hari itu. Maka ia mempertimbangkan hal itu, lalu memutuskan untuk tidak mengambil risiko dan meninggalkan orang ini di pinggir jalan. Ia harus melanjutkan tugas keimamannya. Ada banyak hal yang lebih baik yang perlu dilakukan demi Allah daripada merepotkan diri dengan seseorang yang terbaring di pinggir jalan yang bagaimanapun barangkali telah mati. Imam itu mempunyai alasan yang wajar.

Seorang Lewi, juga Sesama Orang Yahudi Melewatinya dari Seberang Jalan

Kemudian, seorang Lewi datang ke tempat itu. Seorang Lewi bukan seorang imam tetapi merupakan seorang awam yang melakukan tugas keimaman. Ia juga bekerja di Bait Suci tetapi bukan sebagai seorang imam. Ia semacam seorang pengurus gereja, bergantung pada apa tugasnya di Bait Suci. Mereka diberi tugas yang berbeda-beda. Beberapa dari mereka adalah pemain musik di Bait Suci. Beberapa dari mereka itu seperti anggota paduan suara gereja yang diberikan tugas tertentu dalam gereja. Dan yang lain mengurus pelbagai macam departemen dan bangunan dalam Bait Allah. Ada juga yang lain yang memperhatikan detil-detil seperti menyediakan kayu untuk membakar korban bakaran. Mereka adalah petugas-petugas Bait Allah. Orang Lewi tersebut datang ke tempat itu dan melihat orang yang terluka ini. Dan karena ia juga harus tetap tahir atas alasan yang sama seperti imam itu, ia berpikir dengan cara yang sama seperti imam itu. Setelah mempertimbangkan hal itu, ia juga melewatinya dari seberang jalan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa imam dan orang Lewi itu telah menyatakan firman-Nya tidak berlaku karena mereka lebih prihatin tentang ketahiran dan kenajisan daripada firman Allah. Dan begitu, mereka meninggalkan orang itu. Mereka menyangkal perintah Allah demi adat istiadat mereka sendiri.

Orang Samaria Menolong Musuhnya karena Tergerak oleh Belas Kasihan

Berbeda dengan imam dan orang Lewi, orang Samaria ini datang dan hatinya tergerak oleh belas kasihan. Orang itu adalah seorang Yahudi dan sebagai orang Samaria, ia tidak menyukai orang Yahudi. Mungkin ia berpikir kepada dirinya sendiri, “Ia orang Yahudi dan orang Yahudi tidak pernah berbaik dengan kami. Mereka itu sombong dan congkak. Kami tidak mau berhubungan apa pun dengan orang Yahudi. Namun pada akhirnya, ternyata belas kasihannya lebih kuat. Belas kasihan adalah kasih. Kasih bekerja di dalam hatinya. Orang Samaria ini melakukan tiga hal: Pertama, orang Samaria ini berhenti untuk menolong dengan risiko yang besar pada dirinya sendiri. Kita telah menyatakan bahwa jalan dari Yerusalem ke Yerikho itu penuh dengan penyamun. Itu suatu tempat yang berbahaya untuk berkeluyuran terlalu lama. Lebih cepat ia pergi, lebih baik. Sebaiknya ia jangan menunggu sampai waktu malam; itu jauh lebih buruk. Waktu sangat penting. Ia sebaiknya pergi secepat mungkin karena sangat berbahaya untuk berkeluyuran di situ. Lebih dari itu, kalau orang Yahudi yang terluka ini belum mati dan akhirnya sembuh, ia dapat bertindak sebagai saksi untuk mengenal penyerang-penyerangnya. Karena itu, siapa saja yang berusaha untuk menolongnya berada dalam bahaya yang besar. Kedua, selain dari bahaya yang harus dihadapinya, orang Samaria harus menangani perasaan jengkelnya terhadap orang Yahudi. Orang Samaria tidak sabar dengan orang Yahudi. Ketiga adalah bon yang harus dibayar. Pada waktu sekarang, perawatan rumah sakit sangat mahal dan tidak ada alasan untuk berpikir bahwa rumah sakit murah pada waktu itu. Barangkali ia harus menanggung tagihan yang besar karena merawat orang ini. Sebetulnya cukup baik ia membawanya ke tempat penginapan, tetapi ia pergi lebih jauh dan berkata, “Aku akan membayar biaya perawatan untuk orang ini. Lebih dari itu, sebagai seorang Samaria, ia tidak ada harapan sama sekali untuk menerima ganti rugi.

 Konsep Teologis [Belas Kasihan Allah yang Mendatangkan Keselamatan]

Jika melihat pada pengajaran Paulus yaitu dibenarkan dengan melakukan hukum Taurat oleh Kasih, Hal ini dapat dilihat dalam Roma 2:13, kata-kata tersebut sangat jelas: orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. Paulus menerangkan dengan jelas sekali bahwa: kasih adalah kegenapan hukum Taurat. Sebagaimana dapat dilihat, ia berkata di Roma 2:13, bahwa orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan dan bukan saja orang yang mendengarkan hukum Taurat, yang akan dibenarkan. Paulus sendiri yang menjelaskan kepada Anda tentang pandangannya akan hukum Taurat dari Roma 7:12,14 “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik.”

Yesus mengatakan hal yang sama. Ia terus-terang menyatakan kepada kita di Matius 5:19, bahwa jika seseorang mengajarkan tentang kelonggaran hukum Taurat, belum penghapusan hukum Taurat, tetapi hanya melonggarkan salah satu perintah yang paling kecil dari hukum Taurat, orang itu akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga. Perhatikan, Yesus tidak berkata tidak melakukan hukum Taurat, dia berkata “melonggarkan sedikit.” Dan Yesus tidak berkata melonggarkan satu perintah yang penting, tetapi salah satu yang paling kecil. Orang seperti ini akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga. Dengan demikian Hukum Allah tetap berlaku. Itulah sebabnya Yesus berkata di Matius 5:18, “karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” Hukum Taurat akan semuanya terjadi. Hukum Taurat harus dipenuhi. Tetapi Manusia Tidak dapat Melakukan Hukum Taurat. Jika demikian, apa artinya semua ini? Sebab hukum Allah harus terpenuhi, untuk mengasihi-Nya dengan segenap keberadaan manusia, untuk mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri. Pokok persoalannya ialah, manusia tidak dapat melakukannya. manusia tidak dapat mencapainya. Dengan demikian manusia diselamatkan dengan memenuhi Hukum Taurat: mengasihi oleh Roh Kudus. Hal ini tidak sedikitpun menyimpang dari ajaran Tuhan. Jika melihat di Roma 2:13 bahwa orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. Paulus melanjutkan dengan menyatakan di Roma 13:8 bahwa oleh kasih hukum Taurat dipenuhi. Jadi logikanya sangat jelas. Satu-satunya jalan untuk dibenarkan adalah memenuhi hukum Taurat, dan satu-satunya jalan untuk memenuhi hukum Taurat adalah mengasihi. Namun kita sebagai manusia tidak dapat mengasihi karena kita pada dasarnya egois. Kalau begitu, dimana kita ditinggalkan? Jawabannya: Keselamatan berasal hanya dari Allah, Yang dapat memampukan kita untuk mengasihi, Yang dapat mencurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita. Justru itulah yang dikatakan oleh Paulus di Roma 5:5 bahwa Allah telah menyebabkan kasih-Nya dicurahkan dengan limpahnya, bukan saja beberapa tetes, tetapi dicurahkan kasih-Nya ke dalam hati kita supaya kita dapat memenuhi hukum Taurat. Bukankah ini luar biasa? Dan bagaimana Ia melakukan ini? Oleh Roh Kudus! Itulah sebabnya kasih adalah buah Roh. Mengapa harus kasih? Sebab Alkitab mengatakan dalam 1 Korintus 13:8 dikatakan bahwa “Kasih tidak berkesudahan” menunjukan bahwa segala sesuatu akan berakhir tetapi hanya kasih yang kekal. Dikatakan nilai kekal karena tidak bisa jatuh. Dengan demikian hal inilah yang Yesus inginkan yaitu bahwa Ia tidak membutuhkan banyaknya uang yang kita miliki nantinya, atau banyaknya jemaat yang kita layani tetapi seberapa banyak kasih kita yang telah kita berikan kepada Allah dan sesama kita. Dengan demikian kita juga telah mengumpulkan harta di surga sebab hanya kasih yang adalah harta yang kekal. Dengan kasih kita menjadi kaya di hadapan Allah. Dalam perumpamaan orang kaya yang bodoh, Yesus mengatakan di ayat 21, “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah.”

Dengan demikian Kasih dapat mendatangkan keselamatan, Kita diselamatkan bukan hanya oleh apa yang kita percaya, bukan hanya oleh apa yang kita lakukan, tetapi oleh apa yang telah kita jadi oleh kuasa Allah dan oleh anugerah Allah. “Karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang.” Ajaran yang ajaib tentang keselamatan di dalam Alkitab adalah: kita diselamatkan bukan saja karena kita percaya Yesus mati untuk dosa-dosa kita. Kita bisa percaya tetapi jika kita tidak mempunyai sedikitpun kasih di dalam hati kita, kita juga tidak akan diselamatkan dengan berbuat baik karena kita memang dapat melakukan semua ini tanpa kasih di dalam hati kita sama sekali. Dan seperti orang Samaria yang murah hati itu, kita mengasihi bahkan musuh kita karena belas kasihan yang diberikan oleh Allah. mempraktekan kasih itu saling mengasihi karena itu sifat Allah disitulah kamu akan mewarisi sifat Allah. Yaitu mempraktikan kasih dengan segenap hidup tadi dengan demikian kamu mengasihi Allah. Apa bukti kamu mengasihi Allah? Yaitu mengasihi sesama. Sekarang kita lihat dalam Yakobus 2:19-20 disini kita dapat melihat bahwa hanya ada satu Allah. Bukti kalau percaya [iman] kepada Allah/mengasihi Allah sama seperti imam dan orang lewi yang tahu kebenarannya tapi tidak melakukannya. Dalam Yakobus 1:26-27 seperti imam dan orang lewi, Yakobus mengatakan bahwa ibadah yang murni harus disertai dengan kasih, kunjungi yatim-yatim seperti orang samaria yang dirampok itu kamu menipu diri sendiri. Yakobus mengatakan jikalau kamu mengasihi Allah berarti kamu juga mengasihi sesama, coba kita bandingkan dalam 1 Yohanes 4:20-21 disini dikatakan bahwa kasih kepada Allah saja tidak cukup, mungkin imam dan orang lewi berpikir seperti itu, Yohanes mengatakan bahwa siapa mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya ia menipu dirinya sendiri. Dapat kita lihat juga dalam 2 petrus 1:5-7 disini dikatakan bahwa iman, kebajikan, dan kebajikan pengetahuan, pengetahuan penguasaan diri, ketekunan, ketekunan kesalehan dan kepada kesalehan kasih. 1 Korintus 13:1-13  disini dikatakan bahwa manusia jika tidak memiliki kasih sama seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Jadi tidak hanya cukup memiliki iman jika kita berhenti pada kesalehan maka kasih itu sama saja kosong, iman harus berujung pada kasih. Ibrani 12: 9-11 mendapat ganjaran dari kebaikan kita. 1 korintus 13 mengasihi sesama,  dalam Roma 12:9-21 disini dikatakan bahwa kasih itu tidak berpura-pura, dll. Matius 5:43-46 mengasihi itu tidak terbatas juga kepada musuhmu mengapa harus mengasihi musuh? Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Allah bapamu disorga [ay.46] itu artinya kita mewarisi sifat Allah. Galatia 6:9-10 Paulus mengatakan bahwa jangan jemu-jemu berbuat baik, karena kita akan menerima apa yang kita tabur yaitu harta disurga, terutama kepada saudara seiman kita selama masih ada kesempatan.

Jadi kita patut mengikuti perbuatan yang dilakukan oleh orang Samaria tadi, dimana kasihnya yang begitu besar kepada sesama tanpa memandang siapa pun itu. Kita harus memiliki kebajikan disertai dengan kasih dengan demikian dalam hidup kita akan terpancar sifat Allah yaitu kasih sebagai warisan yang berharga dari Allah. Itulah yang diajarkan oleh Yesus di dalam Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati. Amin.

Hendi & Eka Nurcahyani

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề