Punakawan adalah gambaran rakyat namun dekat dengan pemimpinnya konsep ini sering disebut

Home / SEJARAH PEMINATAN / SEJARAH PEMINATAN KELAS XI

Pada postingan ini kami menyajikan Materi Sejarah Peminatan Kelas XI BAB I Kerajaan – kerajaan Maritim di Indonesia Masa Hindu Budha

Kompetensi Dasar pada materi ini adalah 3. 1 Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Hindu dan Budha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini4.1 Menyajikan hasil analisis tentang kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Hindu dan Buddha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kini dalam bentuk tulisan dan/atau media lain

KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 KERAJAAN-KERAJAAN MARITIM DI INDONESIA MASA HINDU BUDHA


A. Tujuan PembelajaranSetelah kegiatan pembelajaran 1 ini diharapkan mampu Menganalisis kerajaan-kerajaan maritim Indonesia pada masa Hindu dan Budha dalam sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta pengaruhnya dalam kehidupan masyarakatIndonesia pada masa kini.

B. Uraian Materi
 

a. Kerajaan – kerajaan Maritim di Indonesia pada Masa Hindu Budha
Proses masuknya agama Hindu Budha di Indonesia dapat dijelaskan dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli. 

Teori–teori tersebut antara lain: Teori Brahmana, Teori Ksatria, Teori Waysa, Teori Sudra dan Teori Arus balik. 

Dari teori-teori ini dapat kita fahami bahwasanya, perkembangan agama Hindu Budha berkembang dengan pesat dalam kehidupan masyarakat setelah berdirinya kerajaan-kerajaan maritim yang bercorak Hindu Budha. 

Untuk lebih mengenal kerajaan maritim yang bercorak Hindu Budha silahkan anda materi ini  dengan baik!.
 

1. Kerajaan Kutai

Kerajaan maritim pertama yang muncul di Indonesia adalah Kerajaan Kutai. Kerajaan Kutai diperkirakan berdiri di daerah Muarakaman di tepi sungai Mahakam, Kalimantan Timur. 

Menurut Prasasti Yupa, penguasa pertama kerajaan Kutai adalah Kudungga. 

Mulanya Kudungga adalah penguasa lokal, namun karena adanya pengaruh Hindu, maka struktur pemerintahan berubah menjadi kerajaan. 

Perpindahan kekuasaan dilakukan secara turun temurun, sehingga setelah berakhirnya masa kekuasaan Kudungga, anaknya yang bernama Aswawarman lah yang menduduki kekuasaan. Selanjutnya setelah kekuasaan Aswawarman berakhir, kekuasaan kembali diturunkan kepada cucu Kudungga, yaitu Mulawarman.


Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman inilah kerajaan Kutai mencapai zaman keemasan. Kerajaan Kutai juga diperkirakan menjadi tempat singgah jalur perdagangan internasional melewati Selat Makassar, melewati Filipina dan Cina. 

Sehingga sumber perekonomian kerajaan Kutai berasal dari kegiatan perdagangan.Selain itu, kerajaan Kutai memiliki tradisi melakukan upacara-upacara ditempat suci. 

Terbukti dengan adanya prasasti yang disebut Yupa atau batu tertulis. Tulisan yang terdapat dalam Yupa menggunakan huruf Pallawa, bahasa Sanskerta. 

Yupa merupakan tugu peringatan upacara kurban. Dalam suatu prasasti terdapat kata vaprakecvara yang berarti lapangan luas untuk pemujaan. Vaprakecvara berkaitan erat dengan agama Siwa, sehingga dapat disimpulkan bahwa Kutai menganut agama Siwa.


Dengan letak yang berada di jalur perdagangan India [di barat] dan Cina [di Timur], banyak pengaruh dari luar yang masuk ke kerajaan Kutai. Ini dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda dari kedua wilayah tersebut. 

Barang-barang seperti keramik, arca dewa Trimurti, serta arca Ganesha, kemungkinan merupakan bagian dari perlengkapan upacara keagamaan selain untuk kehidupan sehari-hari.

2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara terletak tidak jauh diantara pantai utara Jawa Barat. Diperkirakan wilayah kerajaan Tarumanegara itu meliputi daerah Banten, Jakarta, dan Cirebon. 

Kerajaan ini mulai berkembang pada abad ke-5M, di bawah kekuasaan Raja Purnawarman. 

Pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat. 

Seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu, Raja Purnawarman membuat pembangunan irigasi dengan cara menggali saluran sungai kurang lebih sepanjang 6.122 tumbak [11km], yang kemudian disebut sebagai Sungai Gomati. Pembuatan saluran irigasi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena pada akhirnya dapat mengairi ladang pertanian masyarakat.


Oleh karena itu, Raja Purnawarman menjadi raja yang diagung-agungkan rakyat. Adanya saluran irigasi ini juga memberi dampak yang besar pada peningkatan ekonomi masyarakat, karena berguna sebagai sarana lalu lintas perdagangan.

Selain itu, ia juga menjalin hubungan baik dengan Cina di masa Dinasti Tang, terbukti dari adanya catatan seorang pendeta bernama Fa Hsien yang terdampar di Pulau Jawa pada 414 M. 

Dalam catatan itu disebutkan bahwa masyarakat sekitar sudah mendapat pengaruh Hindu India. Raja dan sebagian besar masyarakat memeluk agama Hindu, beberapa juga ada yang memeluk agama Buddha dan animisme. 

Berdasarkan Prasasti Ciaruteun, terdapat telapak kaki Raja Purnawarman yang dianggap rakyat sebagai telapak kaki Dewa Wisnu atau dewa pelindung dunia.


Beberapa peninggalan yang dapat dijadikan sumber sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanagara yaitu prasasti.

1. Prasasti Ciaruteun


Prasati ini ditemukan di tepi Sungai Ciarunteun, yakni dekat Sungai Cisadane Bogor. Didalamnya menyebutkan nama Tarumanegara, Raja Purnawarman, dan lukisan sepasang kaki yang diyakini sama dengan telapak kaki Dewa Wisnu. Adapun gamabar sepasang telapak kaki yang berada di prasasti tersebut melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut dan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu yang dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Prasasti yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta 4 baris tersebut juga dikenal dengan Prasasti Ciampea.

2. Prasasti Kebon Kopi



Prasasti ini tergambar bekas dua tapak kaki gajah yang diidentikkan dengan gajah Airawata, yakni gajah tunggangan Dewa Wisnu. Prasasti yang ditemukan di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibungbulang juga ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.

3. Prasasti Tugu

Prasasti yang menggambarkan kehidupan masyarakat kerajaan Tarumanegara yang kaitannya dengan kehidupan maritim dan agraris terdapat pada prasasti Tugu.


Prasasti Tugu berlokasi saat ini di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara. Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum anustubh. Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan raja Purnawarman, prasasti Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.


Prasasti Tugu menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang 6112 tombak atau 12 km selama 21 hari  tahun ke-22 masa pemerintahan Purnawarman. 

Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

 
4. Prasasti Jambu


Prasasti yang ditemukan di bukit Koleangkak Bogor ini berisi tentang sanjungan kebesaran, kegagahan, dan keberanian Raja Purnawarman. Prasasti Jambu terukir sepasang telapak kaki dan terdapat keterangan puisi dua baris dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.

5. Prasasti Muara Cianten


Prasasti ini ditemukan di Bogor dengan aksara ikal. Namun, prasasti Muara Cianten tersebut belum dapat dibaca.

6. Prasasti Cidanghiyang

Prasasti ini ditemukan di kampung Lebak, pinggir Sungai Cidanghiang, Pandeglang-Banten. Prasasti yang baru ditemukan pada tahun 1947 berisi “Inilah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguh-sungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian raja”. Prasasti Cidanghiang juga disebut Prasasti lebak ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta.

7. Prasasti Pasir Awi


Ditemukan di Leuwiliang dengan aksara Ikal yang belum dapat dibaca. Pada prasasti ini terdapat pahatan gambar dahan dengan ranting, dedaunan serta buah-buahan, dan gambar sepasang telapak kaki. Demikian pembahasan tentang Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang meliputi tujuh prasasti penting Kerajaan Tarumanegara.


3. Kerajaan Sriwijaya
Pada abad ke-7, muncul kerajaan yang berkembang begitu pesat di wilayah Sumatra, yaitu Kerajaan Sriwijaya. Awalnya Kerajaan Sriwijaya ini muncul setelah munculnya kota-kota perdagangan. 

Wilayah pantai timur Sumatra merupakan wilayah yang sangat ramai, hal ini dikarenakan wilayah tersebut menjadi salah satu jalur perdagangan.Kerajaan Sriwijaya terletak di Sumatera Selatan tepatnya di Sungai Musi, Palembang.


Menurut Prasasti Kedukan Bukit, raja Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang, berhasil menaklukkan daerah Minangatamwan yang diperkirakan saat ini adalah daerah Jambi. 

Letak Sriwijaya yang cukup strategis mendorong interaksi antara Sriwijaya dengan kerajaan di luar Nusantara, seperti kerajaan Nalanda dan kerajaan Chola dari India. 

Sriwijaya juga melakukan hubungan baik dengan pedagang-pedagang dari Tiongkok yang sering singgah. Perluasan daerah kekuasaan ini, mendorong perekonomian kerajaan menjadi maju.


Selain Dapunta Hyang, Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Balaputradewa yang merupakan keturunan Dinasti Syailendra. 

Di bawah kepemimpinan Balaputradewa, Sriwijaya menjadi kerajaan yang sangat berjaya. 

Pada abad ke-7 M, kerajaan Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan di Selat Sunda, Selat Malaka, Selat Bangka, dan Laut Jawa. 

Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari Dinasti Tang, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. 

Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.


Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.Setelah keruntuhannya, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari sejarawan Prancis George Coedès dari École française d'Extrême-Orient.

4. Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah yang dikenal dengan sebutan Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi pegunungan, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. 

Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur. Pada awal pemerintahan, penguasa Mataram adalah Dinasti Sanjaya. 

Bukti adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti Canggal, di kaki Gunung Wukir, Magelang. Prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Sanjaya berangka tahun berbentuk candrasengkala yang berbunyi "sruti indriyarasa" atau tahun 654 Saka = 732 M [dengan huruf Pallawa bahasa Sanskerta]. 

Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian sebuah lingga di bukit Stirangga. Sang Raja Sanjaya mendirikan lingga yang ditandai dengan tanda-tanda di bukit yang bernama Stirangga untuk keselamatan rakyatnya. 

Disamping itu juga ada Prasasti Canggal juga Prasasti Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh raja Balitung yang menyebutkan bahwa nama Sanjaya adalah raja pertama [wangsakarta] dengan ibukota di Mdang ri Poh Pitu. 

Dalam prasasti itu disebutkan raja-raja yang pernah memerintah ialah : Sanjaya, Panangkaran, Panunggalan, Warak, Garung, Pikatan, Kayuwangi, dan Dyah Balitung. Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. 

Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan melalui Sungai Bengawan Solo. 

Pada Prasasti Wonogiri [903] bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut. 

Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. 

Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-candi seperti Gedong Songo dan Dieng. 

Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. 

Semula terjadi perebutan kekuasan namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan [Sanjaya] yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani [Syailendra] yang beragama Buddha. 

Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingn secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. 

Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan.
 

Dinasti Isana di Jawa Timur.
Seperti telah dikemukakan di depan bahwa pada abad ke-10 pusat pemerintahan di Jawa Tengah yang dipindahkan ke Jawa Timur dipengaruhi oleh berbagai faktor. 

Pendapat lama menyatakan karena 

[1] bencana alam, yakni meletusnya gunung berapi, dan 

[2] akibat banyak tenaga laki-laki yang dipekerjakan untuk membuat candi sehingga sawah menjadi terbengkalai. 

Pemindahan kekuasaan ke Jawa Timur dilakukan oleh raja Empu Sendok, dan membentuk dinasti baru yakni Isana. Nama Isana diambil dari gelar resmi Empu Sendok yakni Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikramatunggadewa. 

Wilayah kekuasaan Empu Sendok meliputi Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di timur, Surabaya di utara dan Malang di selatan. Empu Sendok memegang pemerintahan dari tahun 929–947 dengan pusat pemerintahannya di Watugaluh. 

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kerajaan di Jawa Timur ini cukup baik, karena mendapat perhatian dari raja-raja yang memerintah. 

Di antaranya Airlangga yan memerintahkan membuat tanggul di Waringit Pitu [Prasasti Kalegen 1037] dan waduk-waduk di beberapa bagian Sungai Brantas untuk pengairan sawah-sawah dan mengurangi bahaya banjir.

5. Kerajaan Singasari


 

Kerajaan Singasari  diperintah oleh Ken Arok sejak tahun 1222-1227 M usai Kabuten Tumapel memberontak dan menaklukan Kerajaan Kediri. 

Kerajaan Singasari berlangsung sekitar 70 tahun , dan awalnya memiliki ibu kota, yaitu Tumapel . 

Pada awalnya, Tumapel adalah wilayah kabupaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Kediri dengan bupati/akuwu bernama Tunggul Ametung. 

Akan tetapi, Tunggul Ametung kemudian dibunuh oleh Ken Arok yang terpikat dengan Ken Dedes, yaitu istri dari Tunggul Ametung.


Ken Arok membunuhnya dengan sebilah keris buatan Mpu Gandring.

Padahal, keris itu belum siap untuk dipakai, tapi karena Ken Arok sudah tidak sabar ingin memperistri Ken Dedes, direbutlah keris itu dari Mpu Gandring, sekaligus Mpu Gandring dibunuh dengan keris buatannya sendiri oleh Ken Arok. 

Sebelum meninggal, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu nantinya akan membunuh sampai tujuh turunan Ken Arok. 

Akhirnya Ken Arok menjadi Bupati/akuwu Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang terbunuh.


Ken Arok menjadi raja setelah ia menyerang kerajaan Kediri yang saat itu dipimpin oleh Kertajaya. 

Kertajaya mengalami kekalahan dan Ken Arok berhasil menguasai wilayah Tumapel dan melepaskannya dari kerajaan Kediri. Ken Arok memiliki gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabumi. 

Singasari juga memiliki hubungan baik dengan Majapahit, semua itu tertulis dalam Kitab Negarakertagama. 

Pergantian kekuasaan terjadi karena Ken Arok dibunuh oleh kaki tangan Anusapati yang merupakan anak tirinya. Anusapati kemudian menjadi raja menggantikan Ken Arok. Anusapati kemudian tewas di gantikan Tohjaya. Dalam sebuah pemberontakan Tohjaya tewas dan di gantikan Ranggawuni.

Singasari mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Raja Kertanegara [1272 - 1292]

Kertanegara bertujuan untuk menyatukan seluruh Nusantara dibawah kerajaan Singasari.


Di bawah pemerintahannya dilakukan ekspedisi Pamalayu 1275-1286 M dengan tujuan untuk menaklukkan kerajaan Melayu ,  melemahkan kerajaan Sriwijaya dan
untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. 

Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya [kelanjutan dari Kerajaan Malayu]. Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.

Selain itu Kertanegara juga berhasil menguasai Bali [1284 M], Jawa Barat [1289 M], Pahang dan Tajung Pura. 


Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. 

Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara dengan memotong telinga utusan Mongol yang akhirnya membuat Kaisar Kubilai Khan murka dan mengirim pasukan untuk menghukum Kertanegara.

Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

6. Kerajaan Majapahit

Peta wilayah kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan.

Pada tahun 1291 M Raja Kertanegara di Singasari tewas dibunuh dalam penyerangan  oleh besannya yang bernama  Jayakatwang yang merupakan raja Kediri. 

Pada masa itu menantu  Kertanegara, Raden Wijaya berhasil melarikan diri ke Madura dan memohon perlindungan bupati Sumenep.


Raden Wijaya mengumpulkan kekuatan untuk menyerang balik Jayakatwang dan bekerjasama dengan pasukan Mongol yang baru tiba. 

Pasukan Mongol yang dikirim Kaisar Kubilai Khan  untuk menyerang Singasari tidak tahu bahwa kekuasaan telah berpindah tangan.

Setelah kerajaan Kediri berhasil ditaklukkan dan Jayakatwang tewas, Raden Wijaya ingin kemenangan tunggal. 

Sehingga ia kembali melakukan penyerangan terhadap pasukan Cina . Raden Wijaya mencapai kemenangan dari penyerangan tersebut dan menjadi penguasa tunggal di Jawa. 

Sehingga pada tahun 1292 M, kerajaan Majapahit resmi berdiri. Masa pemerintahan kerajaan ini berlangsung cukup lama, sekitar 193 tahun.


Setelah Raden Wijaya wafat, tahta Raja digantikan oleh Raden Jayanegara yang merupakan anak dari Raden Wijaya. 

Pada masa pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan seperti pemberontakan  Ranggalawe kemudian Gajah Biru hingga  Nambi.

Pemberontakan yang paling besar adalah pemberontakan Kuti, yang akhirnya menyebabkan ia harus mengungsi ke Desa Bedander bersama Gajah Mada. 

Kemudian Jayanegara merencanakan serangan balik kepada Kuti bersama Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkara .

Setelah penyerangan berhasil, Gajah Mada diangkat menjadi patih. Setelah Jayanegara wafat, tahta diberikan kepada saudarinya, Tribhuwana Tunggadewi karena Jayanegara tidak memiliki anak.


Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan Sadeng pada tahun 1331 M, yang akhirnya mampu ditumpas oleh Gajah Mada. Berkat upayanya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Mangkubumi Majapahit dan memiliki wewenang menetapkan politik pemerintah. 

Saat upacara pelantikan, Gajah Mada menyampaikan sumpahnya yang dikenal dengan Sumpah Palapa. Ia bersumpah tidak akan hidup mewah sebelum menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.


Peninggalan sastra dari kerajaan Majapahit ini cukup banyak, diantaranya adalah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca, Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, dan Kitab Arjunawiwaha karangan Empu Tantular.
 

C. Latihan Soal
Jawablah pertayaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang tepat!

 1. Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa Arya adalah sistem kasta. Sistem kasta mengatur hubungan sosial bangsa Arya dengan Dravida, pembentukan sistem stratifkasi ini bertujuan ....A. membedakan status sosial masyarakat pemeluk HinduB. menjaga kemurnian keturunan suku bangsa AryaC. membedakan status ekonomi masyarakat pemeluk agama HinduD. membedakan kekuatan politik untuk menguasai bangsa DravidaE. supaya terdapat kelas sosial dalam masyarakat Hindu

2. Dalam konsep agama Hindu terdapat pengelompokan masyarakat berdasarkan kasta atau stasus sosialnya. Ada empat kasta yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Namun di Indonesia keberadaan kasta kurang begitu kuat, hal ini terlihat dalam penggambaran dalam cerita wayang yakni dengan munculnya tokoh punakawan. 

Punakawan adalah gambaran rakyat namun dekat dengan pemimpinnya. Konsep kasta kurang begitu mengakar di Indonesia karena ....A. latar historis masyarakat Indonesia yang kesukuan dengan sistem paguyubanB. konsep kasta terlalu kaku dalam membagi masyarakatC. masyarakat Indonesia kurang terbiasa dengan adanya kastaD. munculnya agama Buddha yang tidak mengenal kastaE. sistem kerajaan yang telalu menonjolkan keturunan3. Proses masuknya agama dan budaya Hindu-Buddha atau sering disebut Indianisasi di Kepulauan Indonesia terdapat berbagai pendapat atau teori, satu diantaranya adalah teori arus balik. Teori ini lebih menekankan pada peran aktif dari ....A. para pedagang India yang berdagang di wilayah NusantaraB. kasta Brahmana yang paling memahami kitab WedaC. prajurit India yang melarikan diri akibat adanya konflikD. para raja India yang mendirikan kerajaan Hindu di JawaE. bangsa Indonesia dalam proses penyebaran budaya India4. Perhatikan pernyataan-pernyataan di bawah ini![1] letak Nusantara strategis, yaitu berada di jalur pelayaran yang menghubungkan India dan Cina[2] pola angin musim yang berubah setiap enam bulan sekali, memudahkan kapal-kapa dagang asing singgah di Indonesia dalam waktu yang cukup lama[3] kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia mendukung penyebaran Hindu-Buddha[4] agama dan kebudayaan Hindu-Buddha tidak mengenal sistem kasta[5] kaum Brahmana aktif menybarkan ajarannya ke seluruh duniaFaktor geografis yang memudahkan masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia ditunjukkan nomor ....A. [1] dan [2]B. [1] dan [3]C. [2] dan [3]D. [3] dan [4]E. [4] dan [5]

5. Proses interaksi di bidang perdagangan antara India dan Nusantara, kemudian berkembang ke arah komunikasi budaya. Dalam hal ini budaya India berpengaruh atau menyuburkan budaya Nusantara. Berdasarkan bukti-bukti arkeologi tertua masuknya pengaruh budaya India di Nusantara diperkirakan pada abad ke-2 atau ke-3 Masehi. 

Hal ini didasarkan pada ....A. penemuan prasasti dalam bentuk Yupa di Kutai Kalimantan TimurB. penemuan arca perunggu di daerah Sempaga Sulawesi SelatanC. penemuan arca perunggu di bukit Siguntang di Sumatra SelatanD. peninggalan berupa Candi Borobudur dan Candi PrambananE. penemuan prasasti dari Kerajaan Tarumanegara

6. Prasasti Yupa selain menginformasikan tentang silsilah penguasa Kutai, juga menginformasikan tentang kehidupan masyarakat Kutai dalam bidang sosial dan agama, hal ini dibuktikan dengan Vratyastoma dan Waprakeswara. 

Dengan adanya Waprakeswara menunjukkan bahwa ....A. Kerajaan Kutai sebagai pusat penyebaran agama Buddha di KalimantanB. yupa menjadi sarana pemujaan kepada dewaC. Kerajaan Kutai menganut Hindu aliran SyiwaD. banyak dibangun candi pada masa Kerajaan KutaiE. kerajaan Kutai menjadi bangian kekuasaan kerajaan di India

7. Berdasarkan Prasasti Tuga yang diketemukan di daerah Tugu Cilincing Jakarta Utara, didapatkan informasi bahwa Raja Purnawarman memerintakan pengalian saluran air Sungai Gomati untuk kepentingan transportasi dan irigasi. 

Namun jika dihubungankan dengan konteks saat ini selain untuk kepentingan di atas, penggalian saluran air tersebut bertujuan untuk ....A. mencegah terjadinya banjir di musim hujanB. sarana pertahanan Kerajaan TarumanegaraC. untuk ritual agama HinduD. menjadikan daerah yang suburE. membangun sarana keagamaan

8. Pada masa Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai zaman keemasan. Sriwijaya memiliki wilayah kekuasaan yang luas sebagain besar di wilayah Sumatra, sebagian Jawa Barat, Tanjung Pura, Semenanjung Malaysia. 

Kebesaran Kerajaan Sriwijaya tersebut satu diantaranya dipengaruhi oleh faktor geografis yaitu ....A. kaya akan hasil bumi dan komoditas lautB. Sriwijaya menarik bea cukai dari pelayaranC. letak yang strategis dekat dengan Selat MalakaD. menghasilkan rempah-rempah sebagai barang daganganE. berhasil menaklukkan Kerajaan Majapahit9. Jika dianalisis dengan berbagai faktor seperti ekonomi, politik dan bencana alam, perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan faktor ekonomi perpindahan pusat kekuasaan untuk ....A. Jawa Timur banyak terdapat pelabuhan untuk perdagangan antarpulauB. Jawa Timur lebih aman dari ancaman serangan Kerajaan SriwijayaC. tanah di Jawa Timur lebih subur daripada di Jawa TengahD. Jawa Timur tidak memiliki gunung berapi sehingga aman dari bencana alamE. masyarakat Jawa Tengah telah meninggalkan kehidupan agraris menjadi maritim10. Keberhasilan Kerajaan Majapahit memperluas hegemoninya sampai hampir ke seluruh Asia Tenggara didukung oleh kekuatan militer dan politik luar negerinya yang dikenal dengan “mitreka satata”, yang artinya ....A. kerajaan yang tidak bersedia tunduk pada Majapahit akan diserangB. raja Majapahit dianggap sebagai pemimpin persekutuan kerajaan di NusantaraC. setiap vasal harus menyerahkan upeti setiap tahun kepada Majapahit sebagai tanda setiaD. menjalin persahabatan sederajat dengan kerajaan tetangga yang memiliki pengaruh besar

E. kerajaan Majapahit wajib melindungi kerajaan yang berada dibawah pengaruhnya jika mendapat serangan kerajaan lain

SILAHKAN KIRIM JAWABAN ANDA KEPADA GURU MELALUI WHATSAPP

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề