Saat ini nelayan dapat memanfaatkan info cuaca, suhu bahkan aliran air laut melalui satelit

Tulungagung - BMKG menilai, nelayan tradisional di Indonesia masih minim yang memanfaatkan teknologi prakiraan cuaca. Padahal itu untuk keamanan saat melaut.

Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo mengatakan, nelayan tradisional lebih banyak yang menggunakan ilmu perkiraan cuaca dari tanda-tanda alam, yang ada di sekitarnya. Menurutnya, teknologi informasi cuaca BMKG saat ini lebih akurat dan simpel.

"Masih kami edukasi terus, agar semakin mudah dalam memahami informasi cuaca maritim dari BMKG. Memang, sebelum dilakukan sosialisasi, nelayan kesulitan di mana mendapatkan informasi cuaca maritim," kata Eko, Sabtu [26/6/2021] di Pendapa Agung Pantai Popoh.

Guna mendorong pemanfaatan teknologi cuaca untuk aktivitas maritim, BMKG menggelar Sekolah Lapang Cuaca Nelayan [SLCN] bagi 60 nelayan di Pantai Popoh Tulungagung. Mereka mendapatkan literasi terkait berbagai cara dalam mengakses informasi cuaca untuk aktivitas pelayaran.

Para nelayan mendapatkan pemahaman tentang cara merencanakan aktivitas melaut yang aman. Namun tetap mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah.

"Di mana posisi ikan berkumpul, di situlah daerah tangkap nelayan yang harus dituju, dengan segala informasi tentang keselamatan cuaca maritim. Tinggi gelombang, arus laut maupun kecepatan angin menjadi perhatian utama," jelasnya.

Eko menjelaskan, pada dasarnya berbagai data prakiraan cuaca maritim telah tersedia secara lengkap pada laman informasi milik BMKG. Bahkan saat ini, dengan kemudahan akses internet, informasi cuaca dapat diperoleh melalui aplikasi Android.

Lebih lanjut dijelaskan, jika masyarakat telah memahami dan bisa mengakses informasi cuaca maritim, maka tingkat keamanan dalam melakukan aktivitas pelayaran akan menjadi lebih baik.

BMKG menyebut, kurangnya pemanfaatan informasi cuaca dapat berakibat fatal bagi para nelayan. Bahkan Ia menjelaskan data dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi [KNKT] angka kecelakaan laut yang terjadi akibat cuaca, pada periode 2019-2020 cukup tinggi.

"Kami berharap laka laut tidak terjadi kembali," jelasnya.

Eko menambahkan, program sekolah cuaca bagi nelayan merupakan salah program prioritas nasional dari BMKG. Kegiatan serupa juga digelar di berbagai daerah yang menjadi kantong-kantong nelayan.

Sementara itu, Bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengaku, pemanfaatan teknologi informasi cuaca di kalangan nelayan tradisional masih cukup minim.

"Selama ini informasi cuaca nelayan tradisional ya dari ilmu titen atau mencermati lingkungan yang sudah turun-temurun. Atau dapat info dari teman," kata Maryoto.

Pihaknya berharap dengan sekolah cuaca yang diselenggarakan BMKG, nelayan di wilayahnya bisa mendapatkan tambahan ilmu dan dapat diaplikasikan secara nyata dalam aktivitas pelayaran.

"Saya rasa ilmu cuaca ini sangat penting bagi nelayan. Apalagi nelayan di Tulungagung ini ada sekitar 1.600 orang," pungkasnya.

Simak juga 'Hampir di Seluruh Sumatera dan Kalimantan Berpotensi Hujan':

[sun/bdh]

SIARAN PERS

CILACAP [28 September 2021] - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dwikorita Karnawati mendorong nelayan Indonesia memanfaatkan aplikasi InfoBMKG sebagai acuan dalam melaut dan menangkap ikan.

Menurutnya, cuaca ekstrem yang terjadi beberapa tahun belakangan ini menjadikan kondisi cuaca gampang berubah dan sulit ditebak dengan hanya mengandalkan tanda-tanda alam.

"Kondisi cuaca sedikit banyaknya akan memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan ikan dari para nelayan, apalagi kondisi cuaca ektrim yang berpotensi membahayakan keselamatan nelayan yang tengah melaut," ungkap Dwikorita di saat membuka Sekolah Lapang Cuaca Nelayan [SLCN] di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa [28/9].

Hadir dalam acara tersebut Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji dan Anggota DPR RI Komisi V Novita Wijayanti. SLCN diikuti 100 orang nelayan dari berbagai wilayah di Cilacap.

Dwikorita mengatakan, kondisi cuaca bagi nelayan tangkap maupun budidaya sangat penting untuk mendukung kegiatan nelayan agar dapat melaut dengan aman dan tenang. Melalui aplikasi yang didesign untuk mengetahui berbagai informasi meteorologi, klimatologi, dan geofisika tersebut, nelayan dapat memutuskan apakah akan melaut atau tidak. Termasuk, mempersiapkan kebutuhan apa saja ketika melaut untuk mengantisipasi perubahan cuaca.

"Informasi yang dihadirkan cukup lengkap. Mulai dari prakiraan cuaca tiga harian, tujuh harian termasuk perkiraan angin, arah kecepatannya, perkiraan arus, gelombang tinggi atau tidaknya, kondisi aktual hujan atau tidak," paparnya.

"Jadi jangan nekat melaut saat mengetahui kondisi cuaca buruk. Tidak hanya akan kesulitan mencari ikan, namun juga membahayakan keselamatan," tambah dia.

Sementara itu, Dwikorita menuturkan bahwa BMKG secara rutin menggelar SLCN untuk memberikan pemahaman kepada nelayan terkait pemanfaatan informasi cuaca dan iklim secara efektif dalam mendukung kegiatan perikanan.

Selama SLCN, nelayan diberikan pemahaman tentang informasi cuaca dan iklim perikanan, proses pembentukan angin, awan, hujan, dan gelombang agar dapat meningkatkan pemahaman, keterampilan dan pengetahuan dalam mengakses informasi cuaca maritim.

Tujuannya, tidak hanya sekedar meningkatkan keselamatan nelayan saat turun melaut, tetapi juga meningkatkan tangkapan nelayan saat mencari ikan. Mengingat, selama beberapa tahun terakhir ini, situasi iklim dan cuaca sangat beragam dan dinamis.

"Penyelenggaraan SLCN ini juga menjadi salah satu wujud komitmen BMKG mendukung Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama," pungkasnya.

Sementara itu, Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji menyambut baik langkah BMKG yang menggelar SLCN di Cilacap. Dirinya berharap SLCN ini mampu meningkatkan kapasitas dan pengetahuan para nelayan tentang keberadaan ikan dan cuaca yang terjadi saat melakukan aktifitas.

Senada, Anggota DPR RI Komisi V Novita Wijayanti mengatakan bahwa BMKG memiliki peran yang sangat strategis dalam mendorong sektor perikanan nasional. SLCN yang digelar BMKG, kata dia, memberi manfaat besar bagi nelayan karena memberi pemahaman mendalam kepada nelayan mengenai cuaca dan iklim yang saat ini sangat sulit ditebak. [*]

Biro Hukum dan Organisasi
Bagian Hubungan Masyarakat

Instagram : @infoBMKGTwitter : @infoBMKG @InfoHumasBMKGFacebook : InfoBMKG

Youtube : infoBMKG

Pada produk Himawari-8 EH menunjukkan suhu puncak awan yang didapat dari pengamatan radiasi pada panjang gelombang 10.4 mikrometer yang kemudian diklasifikasi dengan pewarnaan tertentu, dimana warna hitam atau biru menunjukkan tidak terdapat pembentukan awan yang banyak [cerah], sedangkan semakin dingin suhu puncak awan, dimana warna mendekati jingga hingga merah, menunjukan pertumbuhan awan yang signifikan dan berpotensi terbentuknya awan Cumulonimbus.

Selengkapnya →

Produk Himawari-8 NC menggunakan metode RGB [Red Green Blue] dimana beberapa band dari data satelit digabungkan sehingga diperoleh identifikasi warna yang lebih jelas. Produk ini digunakan untuk mengamati proses konvektifitas, ketebalan awan, serta mikrofisis awan. Produk ini menggunakan band visible yang dipancarkan oleh matahari, sehingga produk ini hanya tersedia pada saat pagi hingga sore hari.

Selengkapnya →

Produk Himawari-8 WE menampilkan kondisi kelembaban atmosfer pada lapisan menengah hingga atas yang didapat dari radiasi infrared pada panjang gelombang 6.2 mikrometer. Produk ini dapat menunjukkan kondisi kelembapan udara sebagai bahan pembentukan awan, dimana wilayah yang berwarna coklat menunjukkan kondisi kering dan berwarna biru menunjukkan kondisi basah. Produk ini digunakan untuk mengamati pergerakan massa udara kering dari benua Australia pada musim kemarau.

Selengkapnya →

Produk turunan Himawari-8 Potential Rainfall adalah produk yang dapat digunakan untuk mengestimasi potensi curah hujan, yang disajikan berdasarkan kategori ringan, sedang, lebat, hingga sangat lebat, dengan menggunakan hubungan antara suhu puncak awan dengan curah hujan yang berpotensi dihasilkan.

Selengkapnya →

Produk ini adalah hasil kolaborasi penelitian dengan JMA untuk menentukan awan Cumulus yang berpotensi menjadi Cumulonimbus [tanda positif merah] dalam 1 jam ke depan.

Selengkapnya →

Produk ini adalah hasil kolaborasi penelitian dengan JMA untuk mengidentifikasi secara objektif jenis awan yang ditangkap oleh band infrared dan visibel dari satelit Himawari. Produk ini diupdate setiap 1 jam.

Selengkapnya →

Produk ini adalah hasil kolaborasi penelitian dengan JMA untuk mengidentifikasi secara objektif tinggi puncak awan yang ditangkap oleh band infrared dari satelit Himawari. Produk ini diupdate setiap 1 jam.

Selengkapnya →

Produk ini adalah hasil kolaborasi penelitian dengan JMA untuk mengidentifikasi secara objektif jenis awan konvektif yang ditangkap oleh band infrared dan visibel dari satelit Himawari. Produk ini diupdate setiap 1 jam.

Selengkapnya →

Potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan dapat teramati dengan citra satelit Himawari-8 dengan menggunakan data suhu kecerahan kanal infrared untuk filtering awan, serta menentukan anomali suhu panas yang menunjukkan potensi terjadi kebakaran hutan [titik merah].Selain itu ditampilkan juga citra RGB pada kanal visibel dan near infrared untuk mendeteksi sebaran asap [warna coklat] untuk lebih memastikan didaerah tersebut terjadi kebakaran.

Selengkapnya →

Deteksi Hotspot [titik api] menggunakan sensor VIIRS dan MODIS pada satelit polar [NOAA20, S-NPP, TERRA dan AQUA] memberikan gambaran lokasi wilayah yang mengalami kebakaran hutan. Satelit akan mendeteksi anomali suhu panas dibandingkan dengan sekitarnya. Observasi ini dilakukan pada siang dan malam hari untuk masing-masing satelit. Pada daerah yang tertutup awan atau blank zone, hotspot di wilayah tersebut tidak dapat terdeteksi.

Selengkapnya →

Estimasi curah hujan dapat diperoleh dengan memanfaatkan satelit geostasioner [sensor Infrared] dan satelit polar [sensor microwave]. Produk ini menunjukan estimasi curah hujan [mm/jam].

Selengkapnya →

Estimasi curah hujan dapat diperoleh dengan memanfaatkan satelit geostasioner [sensor Infrared] dan satelit polar [sensor microwave]. Produk ini menunjukan estimasi curah hujan [mm/jam] dalam 1 hari.

Selengkapnya →

Perhitungan hari tanpa hujan [HTH] yang digunakan berdasarkan data GSMaP harian, sehingga diperoleh peta yang lebih detail untuk menentukan wilayah yang berpotensi terjadi kekeringan.

Selengkapnya →

Menunjukkan reflektivitas yang didapat dari pengamatan radiasi pada panjang gelombang 0.65 mikrometer. Panjang gelombang merupakan panjang gelombang yang sama dengan yang digunakan mata manusia. Sensor visible akan merekam besarnya radiasi matahari yang dipantulkan kembali oleh obyek. Oleh karena itu, citra satelit visibel tidak tersedia pada malam hari.

Selengkapnya →

Produk ini merupakan overlay citra satelit IR1 [Inframerah pada panjang gelombang 10.4 mikrometer] dan vektor angin lapisan 850mb dari data model GSM [kecepatan angin dinyatakan dalam satuan m/s].

Selengkapnya →

Produk ini menampilkan citra satelit inframerah 10.4 mikrometer Enhanced khusus untuk wilayah Jabodetabek.

Selengkapnya →

Citra sebaran asap merupakan hasil analisis sebaran asap berdasarkan metode RGB [Red Green Blue] yang di overlay dengan arah dan kecepatan angin lapisan 1000 mb, dan titik panas berdasarkan Geohotspot. Pada produk ini, wilayah sebaran asap di tandai dengan poligon berwarna merah. Oleh karena penggunaan kanal visibel pada kombinasi RGB, produk ini hanya tersedia pada siang hingga sore hari.

Selengkapnya →

Sebaran abu vulkanik menampilkan hasil analisis abu vulkanik yang ditunjukkan dengan warna merah ditandai dengan poligon berwarna kuning. Produk ini hanya dibuat sesuai dengan informasi aktivitas gunung berapi dari VAAC Darwin.

Selengkapnya →

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề