Sebutkan 5 dampak akibat terjadinya eutrofikasi pada perairan

Rebutan oksigen antara fitoplankton dan ikan menjadi penyebab kematian massal ikan di Pantai Ancol.

Gurit Ady Suryo

MASYARAKAT Jakartatengahdigegerkan dengan fenomena jutaan ikan yang mati dan terdampar di tepi Pantai Ancol, Jakarta Utara, Selasa [1/12]. Direktur Eksekuti! Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Jakarta Puput TD Putra menyatakan kematian ribuan ikan itu disebabkan perebutan oksigen antara ikan dan alga merah yang berkembang biak secara pesat Pesatnya perkembangan alga. dikatakan Puput, disebabkan meningginya kandungan limbah yang masuk ke hilir. Fenomena tersebut tidak lepas dari proses eutrofikasi di perairan Pantai Ancol.

Eutrofikasi merupakan proses pengayaan nutrisi dan bahan organik dalam air atau pencemaran air yang disebabkan munculnya nutrisi yang berlebihan ke dalam ekosistem perairan. Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organik maupun anorganik ke dalam air Hubungan itu terkadang tidak seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda-beda. Ada yang diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat, sedangkan organisme lain terdesak. Perkembangan organisme perairan secara berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran, yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak langsung. Ini merupakan masalah yang sering dihadapi di seluruh dunia di ekosistem perairan tawar maupun laut. Eutrofikasi dapat disebabkan beberapa hal, di antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan Emisi nutrisi dari industri digadang-gadang sebagai penyebab utama eutrofikasi perairan di Pantai Ancol. Limbah nutrisi sendiri bisa berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri [background source], industri, detergen, pupuk pertanian, limbah manusia, dan peternakan. Limbah yang mengandung unsur harafoslor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya dalam keadaan berlebihan itu akan memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang ada di perairan. Penumpukan bahan nutrisi itu akan menjadi ancaman kehidupan ikan di perairan pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya gotakan air di perairan. Hal itu menyebabkan arus naik dari dasar perairan yang mengangkat massa air yang mengendap. Massa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau atau laut mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak.

Kajian Pusat Oseanografi LIPI terhadap sampel air laut dan ikan yang mati di Pantai Ancol juga memberikan hasil yang sama, yaitu tak lain disebabkan meledaknya populasi [booming] dan fitoplankton dari jenis Cosdnocfocus sp. Menurut peneliti Oseanografi LIPI Indra Bayu Vimono, fitoplankton jenis Coscinodiscus sp merupakan salah satu jenis fitoplankton yang tidak berbahaya. Namun, karena jumlahnya yang banyak dan membutuhkan oksigen yang banyak, hal itu menyebabkan kadar oksigen menipis.

Hasil pengamatan menyatakan kepadatan fitoplankton di lokasi mencapai 1-2 juta sel per liter. Kondisi tersebut dipicu meningkatnya kadar fosfat dan nitrat di perairan. Hasil analisis terhadap sampel air laut yang diambil di tuiuh titik sampling menyatakan kadar oksigen terlarut di air pada 3 stasiun lokasi terdamparnya ikan sangat rendah. Kadar oksigen yang tersedia di air hanyasebesar 0,765 ml/L atau 1,094 mg/L di saat keadaan normal seharusnya dapat mencapai 4-5 mg/liter. Rendahnya oksigen merupakan penyebab utama dari kematian massal tersebut.

Penanggulangan eutrofikasi

Kematian massal ikan akibat arus balik, eutrofikasi, dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Di Danau Maninjau pada Januari 2009 saja, kerugian telah mencapai Rp 150 miliar dan menyebabkan kredit macet Rp 3,6 miliar. Kerugian itu diakibatkan kematian ikan sekitar 13.413 ton dari 286 petak keramba jaring apung [KJA]. Upaya penanggulangan yang utama ialah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk [birth control]. Karena sejalan dengan populasi penduduk yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan perairan. Selain itu, pemerintah harus mendorong para pengusaha agar tidak membuang limbah ke perairan untuk mencegah lebih banyaknya lagi fosfat dan bahan emisi nutrisi berbahaya lepas ke lingkungan perairan [Oseanografi LIPI/ Walhi/Water Science and Technology/L-1]

Sumber : Media Indonesia, edisi 5 Desember 2015. Hal: 16

Sivitas Terkait : Indra Bayu Vimono

Perbesar

Suasana Kali Prancis yang dipenuhi enceng gondok di Dadap, Tangerang, Banten, Selasa [23/11/2021]. Kali yang dipenuhi sampah dan eceng gondok [Eichhornia crassipes] menimbulkan bau tidak sedap bagi masyarakat sekitar dan membuat aliran menjadi terhambat. [merdeka.com/Imam Buhori]

Liputan6.com, Jakarta Eutrofikasi adalah masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat, khususnya dalam ekosistem air tawar. Secara umum, eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrien yang berlebihan ke dalam ekosistem air.

Air tersebut dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus [TP] dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Bahkan, terjadinya eutrofikasi dapat ditandai dengan pertumbuhan alga dan tanaman padat lainnya di permukaan air.

Terjadinya eutrofikasi adalah karena aktivitas manusia yang menggunakan pupuk nitrat dan fosfat hingga memicu pertumbuhan tanaman padat yang menutupi permukaan air.  Tak hanya itu, masih banyak penyebab eutrofikasi yang berdampak buruk pada ekosistem air.

Berikut ini ulasan mengenai pengertian eutrofikasi beserta penyebab, dampak, dan upaya pencegahannya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa [1/2/2022].

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Rawapening terancam Eceng Gondok [Liputan6.com / Edhie Prayitno Ige]

Definisi dasar eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya zat yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk tumbuh [nutrien] yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Sedangkan, menurut Effendi, eutrofikasi adalah pengayaan [enrichment] air dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik unsur nitrogen dan fosfat yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya produktivitas primer perairan. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], eutrofikasi adalah perairan yang mengandung organisme dan bahan organik dalam jumlah besar.

Lebih lanjut menurut Effendi, membagi eutrofikasi menjadi dua, yaitu artificial atau culture eutrophication apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas manusia dan natural eutrophication jika peningkatan unsur hara di perairan bukan disebabkan oleh aktivitas manusia, melainkan aktivitas alam.

Dari berbagai riset dan penelitian, peningkatan nutrien dapat berasal dari dalam ekosistem perairan itu sendiri. Proses tersebut berasal dari penguraian [dekomposisi] bahan organik yang ada pada endapan lumpur [sedimen]. Sedangkan dari luar ekosistem, nutrien masuk ke badan air melalui berbagai bahan buangan [limbah] baik yang disengaja ataupun tidak dari aktivitas manusia yang ada di sekitarnya.

Melalui penelitian jangka panjang pada berbagai danau kecil dan besar, para peneliti akhirnya bisa menyimpulkan bahwa fosfat merupakan elemen kunci di antara nutrien utama tanaman seperti karbon [C], nitrogen [N], dan fosfat [P] di dalam proses eutrofikasi. Pada konsentrasi yang normal, bahan organik, unsur hara N, dan P menguntungkan bagi pertumbuhan fitoplankton. Namun ketika konsentrasi unsur-unsur tersebut tinggi, terjadi pertumbuhan fitoplankton yang berlebih [blooming] atau eutrofikasi dan bisa terjadi pencemaran air danau. fitoplankton merupakan makanan ikan sehingga dapat meningkatkan produksi ikan pada perairan. Tidak semua elemen-elemen tersebut mengakibatkan eutrofikasi hanya nitrogen dan fosfat. Dari dua unsur tersebut fosfat mempunyai andil yang besar.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Pemandangan dari laguna yang berubah menjadi merah muda karena limbah industri perikanan, di provinsi Patagonian, Chubut, Argentina, pada 23 Juli 2021. Namun mereka menegaskan cairan yang dibuang tidak akan menyebabkan kerusakan dan akan hilang dalam hitungann hari. [DANIEL FELDMAN / AFP]

Berikut ini terdapat beberapa penyebab eutrofikasi adalah:

1. Pupuk Nitrat dan Fosfat

Penyebab yang pertama yaitu berasal dari pupuk nitrat dan fosfat. Seperti disebutkan, aktivitas manusia memberikan pengaruh lebih besar pada proses eutrofikasi. Seperti penggunaan pupuk nitrat dan fosfat pada pertanian, lapangan golf, atau bidang lainnya terakumulasi dan mengalir ke perairan. Akibatnya nutrisi yang berasal dari pupuk ini akan mempercepat fotosintesis tanaman padat di permukaan air seperti eceng gondok maupun alga. Semakin lama, tanaman tersebut akan tumbuh luas dan merata di permukaan air.

2. Pemberian Makan Ternak Terkonsentrasi

Penyebab eutrofikasi berikutnya yaitu pemberian makan ternak yang terkonsentrasi. Operasi pemberian makan hewan terkonsentrasi [CAFO] juga merupakan kontributor utama nutrisi fosfor dan nitrogen yang bertanggung jawab atas eutrofikasi. Operasi pemberian makan hewan terkonsentrasi biasanya melepaskan sejumlah besar nutrisi yang kemudian mengalir ke sungai, danau, dan lautan sehingga nutrisi ini akan terakumulasi dalam konsentrasi tinggi. Ini akan mempercepat pertumbuhan tanaman padat yang dapat mengganggu badan air.

3. Pembuangan Limbah Langsung ke Perairan

Penyebab eutrofikasi juga berasal dari pembuangan limbah industri langsung ke perairan. Di beberapa negara terutama negara berkembang, air limbah langsung dibuang ke badan air seperti sungai, danau, dan lautan. Akibatnya, nutrisi kimia dalam jumlah tinggi akan terkumpul dan merangsang pertumbuhan padat ganggang dan tanaman air lainnya, yang mengancam kelangsungan hidup kehidupan air dalam banyak cara. Beberapa negara mungkin juga mengolah air limbah, tetapi masih membuangnya ke badan air setelah pengolahan.

4. Akuakultur

Akuakultur juga termasuk salah satu penyebab eutrofikasi yang tidak kalah penting untuk diperhatikan. Akuakultur adalah teknik budidaya kerang, ikan bahkan tanaman air [tanpa tanah] dalam air yang mengandung nutrisi terlarut. Teknik budidaya ini cukup populer dan banyak dilakukan oleh masyarakat. Jika budidaya tidak dikelola dengan baik, partikel makanan yang tidak dikonsumsi bersama dengan ekskresi ikan dapat secara signifikan meningkatkan kadar nitrogen dan fosfor di dalam air. Kondisi ini selanjutnya akan mempercepat pertumbuhan tanaman padat terapung di permukaan air.

5. Peristiwa Alam

Penyebab eutrofikasi yang terakhir bisa terjadi karena peristiwa alam. Peristiwa alam seperti banjir dan aliran alami sungai juga dapat mengalirkan nutrisi dari tanah ke sistem air, sehingga menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan. Selain itu, seiring bertambahnya usia danau, secara alami akan terjadi akumulasi sedimen serta nutrisi fosfor dan nitrogen yang berkontribusi pada pertumbuhan eksplosif fitoplankton dan cyanobacterial.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Sampah bercampur eceng gondok di Situ Pengarengan, Depok, Jawa Barat, Minggu [10/10/2021]. Sampah dan sedimentasi lumpur menjadi pemandangan baru di Situ Pengarengan akibat proyek normalisasi yang dikerjakan oleh DPUPR Kota Depok tidak berjalan sejak hampir sebulan. [merdeka.com/Iqbal S Nugroho]

Jika diabaikan, tentu proses eutrofikasi ini dapat mengancam kelangsungan makhluk hidup di dalam air dan kebersihan sumber air yang semakin buruk. Berikut beberapa dampak yang ditimbulkan dari proses eutrofikasi adalah:

1. Eutrofikasi dapat menyebabkan kelimpahan zat partikulat seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, jamur dan puing-puing yang kekeruhan dan pewarnaan air bergantung.

2. Meningkatkan bahan kimia anorganik seperti amonia, nitrit, hidrogen sulfide dapat menyebabkan pembentukan zat berbahaya seperti nitrosamin yang mempengaruhi industri pengolahan air minum.

3. Tumbuhnya tanaman padat di permukaan air akibat eutrofikasi yang menyebabkan jumlah oksigen terlarut semakin terbatas sehingga bisa mengancam kelangsungan hidup spesies hewan dan tumbuhan lain di dalam air.

4. Ketika oksigen terlarut mencapai tingkat hipoksia, spesies hewan dan tumbuhan di bawah air, seperti udang, ikan, dan biota air lainnya mati lemas. Dalam kasus ekstrem, kondisi anaerobik mendorong pertumbuhan bakteri yang menghasilkan racun mematikan bagi mamalia laut dan burung.

5. Tumbuhnya fitoplankton akibat eutrofikasi juga menyebabkan berkurangnya penetrasi cahaya ke dalam perairan yang lebih dalam. Hal ini dapat menyebabkan zona mati air, hilangnya kehidupan air, dan mengurangi keanekaragaman hayati.

6. Proses eutrofikasi juga dapat menyebabkan penurunan kualitas air dan terbatasnya akses air yang aman untuk dikonsumsi.

7. Eutrofikasi dapat melepaskan racun yang sangat kuat di dalam air. Kondisi anaerobik yang berasal dari tanaman air ini juga menghasilkan senyawa beracun. Jika dikonsumsi, ini akan menyebabkan kematian pada hewan maupun manusia.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Pupuk Indonesia melakukan edukasi ke petani [dok: Pupuk Indonesia]

Eutrofkasi memerlukan sebuah penanganan yang serius untuk menguranginya, berbagai tindakan dapat dilakukan seperti:

1. Pemerintah perlu membuat sebuah regulasi agar pengusaha tidak menggunakan fosfat dalam detergen dan sabun.

2. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung fosfat.

3. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan.

4. Diperlukan peran pemerintah dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyak lagi fosfat terlepas ke lingkungan air.

5. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.

6. Melakukan edukasi terhadap masyarakat agar menjadi konsumen produk yang memiliki kesadaran lingkungan [green consumers] untuk membeli produk kebutuhan rumah tangga yang mencantumkan label bebas fosfat [phosphate free] dan produk ramah lingkungan [environmentally friendly].

7. Penggunaan pupuk anorganik secara arif dan sesuai dosis anjuran untuk menghindari terlepasnya atau tercuci pupuk akibat air hujan.

8. Limbah rumah tangga seharusnya tidak langsung dibuang ke sungai. Diperlukan perlakuan khusus untuk menetralisirnya. Bila limbah dalam bentuk organik, dapat dilakukan perlakuan pembuatan kompos ataupun pupuk organik cair [POC] yang bisa meningkatkan nilai ekonominya.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề