Sebutkan pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam pembukaan uud 1945

Hubungan Proklamasi dengan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan “pernyataan” atau “pengumuman” bangsa Indonesia kepada dunia internasional bahwa rakyat Indonesia telah merdeka. Bahwa Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 telah berdiri. Jika kita cermati naskah Proklamasi tersebut di atas kita temukan bahwa Proklamasi memuat dua hal pokok yaitu:
1. Pernyataan kemerdekaan Indonesia.

2. Hal-hal yang harus segera diselenggarakan sehubungan dengan pernyataan kemerdekaan tersebut.

Proklamasi Kemerdekaan merupakan pernyataan atau pengumuman kepada dunia internasional bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, maka Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan penjelasan lebih lanjut dari Proklamasi kemerdekaan tersebut. Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan pernyataan
kemerdekaan yang terperinci, karena memuat penjelasan tentang dasar negara dan tujuan dari negara yang diproklamasikan. Demikianlah hubungan yang erat, yang tidak dapat dipisahkan antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.

Hubungan Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 Dengan Pasal-pasal

Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 yang merupakan Pokok Kaidah Fundamental Negara memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan Pasal-pasal atau Batang Tubuh UUD Negara RI Tahun 1945. Pokok-Pokok Pikiran yang terkandung dalam bagian Pembukaan yang pada hakikatnya adalah Pancasila, dijabarkan ke dalam Pasal-pasal UUD Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian, ketentuan pasal-pasal UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan penjabaran dari nilai-nilai  Pancasila yang terdapat dalam bagian Pembukaan.

Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.

Alinea I

Makna alinea pertama tersebut ialah bahwa bangsa Indonesia anti penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bangsa Indonesia mengakui bahwa setiap bangsa berhak untuk merdeka. Karena itu bangsa Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia.

Alinea II

Alinea kedua ini menggambarkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu ingin mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Alinea III

Isi alinea ketiga ini berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia, dan pengakuan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan yang dicapai adalah berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, bukan semata-mata hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.

Alinea IV

Alinea keempat Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945, memuat Dasar Negara yaitu Pancasila, tujuan negara, dan bentuk negara yaitu Republik yang berkedaulatan rakyat. Untuk lebih mendalami dan mengukur pencapaian hasil belajar Anda tentang Pokok Kaidah Fundamental Negara,

Top 1: Sebutkan 7 pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam pembukaan ...

Pengarang: brainly.co.id - Peringkat 105

Ringkasan: . Tokoh yang mengajukan dua konsep dasar Negara adalah… A. Ir Soekarno. B. Drs Moh Hatta. C. Mr MuhYamin D. Prof DrSoepomo.​ . 29. Tindakan yang dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan para pemuda di lingkungan masyarakat adalah .... a. anggota karang taruna saling bekerja s. … ama membantu korban banjir b. bekerja sama membersihkan sekolah c. mengikuti upacara di sekolah d. membantu saudara menyelesaikan pekerjaan rumah​ Apa yang dimaksud dengan tawar-menawar

Hasil pencarian yang cocok: 1. pokok" pikiran yang diciptakan dan di wujudkan dlm pasal" UUD · 2.pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa · 3. cita" nasional · 4. pernyataan ... ...

Top 2: Sebutkan pokok-pokok kaidah negara yang fundamental yang terdapat ...

Pengarang: brainly.co.id - Peringkat 104

Ringkasan: . Tokoh yang mengajukan dua konsep dasar Negara adalah… A. Ir Soekarno. B. Drs Moh Hatta. C. Mr MuhYamin D. Prof DrSoepomo.​ . 29. Tindakan yang dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan para pemuda di lingkungan masyarakat adalah .... a. anggota karang taruna saling bekerja s. … ama membantu korban banjir b. bekerja sama membersihkan sekolah c. mengikuti upacara di sekolah d. membantu saudara menyelesaikan pekerjaan rumah​ Apa yang dimaksud dengan tawar-menawar

Hasil pencarian yang cocok: Pembukaan UUD 1945 berfungsi sebagai norma dasar dan hukum dasar yang kemudian diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945, terdapat cita- ... ...

Top 3: Sebutkan 7 pokok kaidah fundamental yang terdapat pembukaan UUD ...

Pengarang: barang.live - Peringkat 130

Ringkasan: farrasdwiananta793 . farrasdwiananta793 Jawaban:Sebutkan 7 pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam Pembukaan UUD NRI• pokok" pikiran yang diciptakan dan di wujudkan dlm pasal" UUD.• pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa. bangsa.• cita" nasional.• pernyataan kemerdekaan.• tujuan negara.• kedaulatan rakyat.• 7.dasar negara pancasila. taniafrasiska. . taniafrasiska Jawaban:keda

Hasil pencarian yang cocok: 12 Sep 2021 — pokok" pikiran yang diciptakan dan di wujudkan dlm pasal" UUD. · pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa. bangsa. · cita" nasional. · pernyataan ... ...

Top 4: 7 Pokok Kaidah Fundamental Pembukaan UUD 1945 - Ruana Sagita

Pengarang: ruanasagita.blogspot.com - Peringkat 146

Ringkasan: . Pokok kaidah negara yang fundamental ini di dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat dan tidak berubah bagi negara yang dibentuk. Secara hukum, pembukaan sebagai pokok kaidah yang fundamental hanya dapat diubah atau diganti oleh pembentuk negara pada waktu negara dibentuk. Kelangsungan hidup negara Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 terikat pada diubah atau tidaknya pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pokok kaidah fundamental yang terdapa

Hasil pencarian yang cocok: 1 Okt 2017 — 1. Pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam pasal-pasal UUD. · 2. Pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa. · 3. Cita-cita nasional ... ...

Top 5: Tuliskan 7 pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam pembukaan ...

Pengarang: memperoleh.com - Peringkat 180

Ringkasan: Pernahkah kalian membaca teks pembukaan Undang-undang Dasar [UUD] 1945 dalam upacara di sekolah? Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan pokok pikiran pembukaan UUD 1945 [alinea 1-4] sebagai salah satu bagian fundamental bagi Indonesia kepada generasi penerus bangsa. Ya, seperti kita tahu, pembukaan UUD negara RI 1945 mempunyai isi yang terdiri dari 4 alinea, dimana setiap alinea pada pembukaan UUD 1945 mempunyai makna dan isi yang berbeda. Disamping itu, setiap alinea mempunyai makna khusus ter

Hasil pencarian yang cocok: 11 Apr 2022 — 1. Pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam pasal-pasal UUD. 2. Pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa. 3. Cita-cita nasional. ...

Top 6: Top 10 tuliskan 7 pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam ...

Pengarang: sepuluhteratas.com - Peringkat 201

Hasil pencarian yang cocok: Top 10: Top 10 sebutkan nilai pokok kaidah fundamental pada pembukaan uud . — Hasil pencarian yang cocok: Top 10: PEMBUKAAN UUD 1945 - Repository ... ...

Top 7: Begini Hubungan Pancasila dan UUD 1945 - BPIP

Pengarang: bpip.go.id - Peringkat 123

Hasil pencarian yang cocok: Mengutip dari buku Pendidikan Pancasila [2019] karya Irawaty, Pembukaan UUD 1945 adalah pokok kaidah yang dijadikan landasan serta peraturan hukum tertinggi ... ...

Top 8: tuliskan pokok kaidah fundamental yang terdapat dalam pembukaan ...

Pengarang: serbailmu.live - Peringkat 133

Ringkasan: SIHEBAT878897 . SIHEBAT878897 Jawaban:Pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam pasal-pasal UUD.Pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa.Cuta-cita nasional.Pernyataan kemerdekaan.Tujuan negara.Kedaulatan rakyat.Dasar negara Pancasila.maaf kalo salahjadikan jawaban terbaikPASTIRANGKING1

Hasil pencarian yang cocok: 23 Okt 2021 — Jawaban: Pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan diwujudkan dalam pasal-pasal UUD. Pengakuan kemerdekaan hak segala bangsa. ...

Top 9: Pancasila sebagai Dasar Negara Yuda Muhamad Efsa.docx

Pengarang: mahasiswa.yai.ac.id - Peringkat 177

Hasil pencarian yang cocok: Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara fundamental secara hukum tidak ... dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, ... ...

Top 10: penjelasan - JDIH Kemenkeu

Pengarang: jdih.kemenkeu.go.id - Peringkat 92

Hasil pencarian yang cocok: Apakah pokok-pokok yang terkandung dalam pembukaan Undang-undang Dasar. 1. "Negara" begitu bunyinya-yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah ... ...

Video yang berhubungan

  1. PENJABARAN DASAR NEGARA PANCASILA

Pengertian Pancasila yang kefilsafatan mengandung bawaan atau potensi untuk dijelmakan dalam kehidupan bernegara di Indonesia yang mempunyai sifat umum kolektif. Pengertian Pancasila yang kefilsafatan tersebut bersifat tetap tidak berubah, dan tidak dapat dipengaruhi oleh tempat dan waktu. Pengertian Pancasila yang umum kolektif merupakan suatu penjumlahan, maka isinya selalu dapat berubah sesuai keadaan hal-hal yang unsur-unsurnya dijumlahkan.

Pengertian Pancasila yang kefilsafatan dijadikan dasar untuk menjelaskan aktualisasi Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar filsafat negara merupakan dasar dan sekaligus cita-cita bangsa, sehingga harus dilaksanakan dalam penyelenggaraan hidup kenegaraan artinya diselenggarakan dalam kehidupan umum kolektif. Isi arti yang umum kolektif harus tetap mengandung unsur-unsur persatuan dan kesatuan, maka isinya harus mengandung unsur-unsur yang umum universal. Isi arti yang umum kolektif meliputi hal-hal yang mengandung unsur-unsur yang sama dan yang tidak sama. Isi arti yang umum kolektif merupakan suatu penjumlahan, maka isinya selalu dapat berubah sesuai keadaan hal-hal yang unsur-unsurnya dijumlahkan tersebut. Isi arti Pancasila yang umum kolektif memungkinkan seseorang dapat memberikan isi kepada arti Pancasila yang berlainan, tetapi tetap dalam batas-batas isi arti yang abstrak umum universal. Isi arti Pancasila yang umum kolektif merupakan penjumlahan atau pengumpulan isi-isi yang diberikan oleh masing-masing pihak yang berbeda, karena perbedaan agama, pandangan, dan pendirian hidup. Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal merupakan pembatas yang mutlak bahwa di antara semua isi yang berbeda tersebut terdapat unsur-unsur kesamaan. Isi arti Pancasila yang abstrak umum universal dapat menjadi kenyataan sebagai asas persatuan, kesatuan, damai, kerja sama, nasional dan internasional, sehingga Pancasila adalah sumber yang tak terhingga dalamnya dan luasnya bagi perkembangan hidup kenegaraan, kebangsaan, dan kemanusiaan [Notonagoro, 1980: 40-41].

Pengertian Pancasila yang umum kolektif, yaitu pelaksanaannya atau aktualisasinya dalam penyelenggaraan negara harus bersumber dan sesuai dengan isi artinya yang umum universal. Pengertian kesesuaian menyatakan adanya dua hal dan di antara dua hal tersebut ada hubungan, yaitu hubungan perbandingan. Dua hal yang diperbandingkan tersebut adalah negara pada satu pihak dan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil pada pihak yang lain. Hasil perbandingan di antara dua hal tersebut dapat bermacam-macam, yaitu mulai dari sama sampai dengan tidak sama. Kesesuaian termasuk dalam pengertian yang tidak sama. Dua hal yang tidak sama tersebut dapat diperinci mulai dari dari ketidaksamaan yang sedikit, banyak, dan sampai sepenuhnya tidak sama. Dua hal yang sepenuhnya tidak sama dapat diartikan berlainan atau berbeda, tetapi dapat juga diartikan bertentangan. Kesesuaian tidak mengandung arti sepenuhnya berlainan dan bertentangan, tetapi ada unsur kesamaan antara dua hal yang diperbandingkan. Kesesuaian terletak di antara sama dan sepenuhnya berlainan atau bertentangan. Hasil perbandingan di antara dua hal yang mempunyai hubungan tersebut disebut sebagai asas hubungan. Unsur-unsur dalam masalah hubungan dapat dibedakan menjadi tiga macam. Unsur hubungan pertama disebut pendukung hubungan. Unsur hubungan kedua disebut pokok pangkal hubungan. Unsur hubungan ketiga disebut asas hubungan atau hasil hubungan. Asas hubungan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu asas hubungan yang berupa sifat, asas hubungan yang berupa bentuk, luas, dan berat, serta asas hubungan yang berupa sebab-akibat. Unsur pendukung hubungan merupakan akibat dari unsur yang menjadi pokok pangkal hubungan.

Pancasila dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara mempunyai kedudukan yang menentukan. Negara berkedudukan sebagai unsur pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil berkedudukan sebagai unsur pokok pangkal hubungan. Unsur pokok pangkal hubungan mempunyai kedudukan menentukan, apalagi Pancasila bukan hanya sebagai unsur pokok pangkal hubungan saja, tetapi juga menjadi dasarnya. Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil merupakan dasar yang berganda dalam hubungannya dengan negara Republik Indonesia, yaitu merupakan pokok pangkal hubungan dan sebagai landasan Pancasila, sehingga benar-benar kuat dalam hal kedudukannya yang sangat menentukan tersebut. Negara Indonesia dengan unsur-unsur yang menjadi landasan Pancasila mempunyai hubungan yang istimewa yang hanya terjadi dalam hubungan yang berasas sebab-akibat, yaitu hubungan yang bersifat mutlak. Negara Republik Indonesia dengan hal-hal yang menjadi landasan Pancasila dan juga karena Pancasila merupakan dasar negara, maka hubungan tersebut merupakan suatu keharusan yang bersifat mutlak.

Praktek hidup kenegaraan seharusnya selalu dengan sengaja memelihara hubungan mutlak tersebut. Unsur hubungan yang bersifat mutlak antara negara dengan unsur-unsur yang menjadi landasan Pancasila bersifat dinamis, meliputi baik waktu yang sedang dialami maupun masa yang akan datang, justru dengan titik berat pada seluruh masa yang akan datang tersebut. Hubungan sebab-akibat antara negara dengan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebenarnya secara umum memang ada. Negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia. Tuhan adalah asal mula segala sesuatu termasuk manusia, sehingga ada hubungan sebab-akibat yang tidak langsung. Rakyat adalah jumlah manusia-manusia pribadi, sehingga ada hubungan sebab akibat antara negara dan rakyat, apalagi kekuasaan negara Republik Indonesia dengan tegas dinyatakan berasal dari rakyat, yang tersimpul dalam asas kedaulatan rakyat. Penjelmaan hakikat satu, yaitu kesatuan rakyat juga mempunyai hubungan sebab-akibat dengan negara yang bersifat tidak langsung. Meskipun adil tidak dapat digolongkan dalam asas hubungan sebab-akibat dengan negara, tetapi mempunyai peranan penting sebagai pendorong terjadinya akibat yang berupa negara. Adil adalah dasar citi-cita kemerdekaan bangsa. Apabila suatu bangsa tidak merdeka adalah tidak adil, karena tidak mempunyai negara sendiri dan akan adil apabila suatu bangsa telah merdeka dan mempunyai negara sendiri.

Unsur-unsur yang menjadi sebab dalam hubungan sebab-akibat menimbulkan unsur yang menjadi akibat. Unsur-unsur yang menjadi sebab menjelma dalam akibatnya dan akibatnya tersebut merupakan penjelmaan sebabnya, dalam keseluruhannya dan bagiannya. Unsur-unsur yang terdapat pada sebabnya, terutama unsur-unsur yang termasuk substansial atau keadaan-keadaan yang mutlak menjelma atau diturunkan kepada akibatnya sebagai keadaan bawaannya. Konsekuensinya, bahwa ada hubungan yang bersifat keharusan mutlak antara negara Republik Indonesia sebagai atau serupa akibat terhadap sebabnya yang langsung atau tidak langsung serta dalam arti luas, yaitu merealisasikan kesamaan dengan sebab-sebabnya, dalam segala sesuatunya. Keharusan untuk menyesuaikan diri dalam hal sifat-sifat dan bentuk, lingkungan kehidupannya, nilai-nilai dan martabat, memelihara kenyataan dan kebenaran, kebaikan atau kesusilaan, dan keindahan [Notonagoro, 1980: 55-57].

  1. PENYELENGGARAAN NEGARA SEBAGAI AKTUALISASI PANCASILA

Pandangan Notonagoro tentang aktualisasi Pancasila melalui penyelenggaraan negara didasarkan pada pandangannya, bahwa Pancasila merupakan ciri-ciri khas yang menjadi kepribadian bangsa Indonesia sepanjang masa. Bangsa Indonesia telah mendapatkan kepribadiannya sendiri, sehingga seharusnya mampu menjelmakannya di dalam bentuk atau bangun hidup, tingkah laku, cara, dan perbuatan hidup sebagai penjelmaan kepribadiannya yang sesuai dengan tuntutan jaman. Segala sesuatu sifat dan keadaan hidup kenegaraan akan mewujudkan penjelmaan dasar filsafatnya, yaitu Pancasila. Sifat-sifat dan keadaan-keadaan negara harus sesuai dengan Pancasila. Sifat-sifat dan keadaan-keadaan negara dapat dibedakan antara sifat dan keadaan batin; sifat dan keadaan yang berupa kekuatan, tenaga, dan daya; serta sifat dan keadaan lahir. Pokok-pokok kenegaraan sampai dengan penyelenggaraan negara, yaitu hakikat negara, kekuasaan, pendukung kekuasaan negara terlepas dari bentuk dan ujudnya dalam keadaan nyata, maka rakyat, bangsa, masyarakat, adat isitiadat, kebudayaan, kesusilaan, agama / kepercayaan, dan daerah, semuanya termasuk dalam lingkungan golongan sifat dan keadaan batin atau bawaan negara dan bangsa Indonesia. Bentuk republik, kesatuan, organisasi negara atas dasar kedaulatan rakyat, kekuasaan negara untuk memelihara keselamatan dan perdamaian abadi, kekuasaan untuk membangun, memelihara, mengembangkan kesejahteraan dan kebahagiaan, kekuasaan membuat peraturan hukum, kekuasaan untuk melakukan pemerintahan, kekuasaan untuk menjalankan pengadilan, kekuasaan untuk ikut melaksanakan ketertiban, kemerdekaan, dan perdamaian, semuanya termasuk lingkungan golongan sifat dan keadaan negara yang berupa kekuatan, tenaga, dan daya. Lingkungan sifat dan keadaan negara dan bangsa yang bersifat lahir adalah sifat yang berasal dari luar yang telah meresap dan berakar sehingga menjadi sifat baru.

Pandangan Notonagoro perlu dirinci lebih lanjut dalam hubungannya dengan pelaksanaan Pancasila dalam hidup kenegaraan tersebut. Pandangan Notonagoro tentang sifat dan keadaan negara sebagai penjelmaan pelaksanaan Pancasila dapat disintesiskan dari pandangannya tentang negara yang diuraikan pada masing-masing isi arti sila-sila Pancasila. Sifat-sifat dan keadaan-keadaan negara yang disintesiskan meliputi sifat dan keadaan batin serta sifat dan keadaan yang berupa kekuatan, tenaga, dan daya. Sintesis diadakan dengan berdasar pada rumusan kesatuan sila-sila pancasila yang hirarkhis piramidal. Sila ketiga Pancasila didasari dan dijiwai oleh sila pertama dan kedua, kemudian bersama-sama mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima.

Negara Indonesia adalah negara kesatuan. Sifat kesatuan kebangsaan dan wilayah negara Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan menjadi sifat mutlak, yang selanjutnya dalam keadaan senyatanya harus selalu diamalkan. Perbedaan dalam lingkungan bangsa harus ada kesediaan untuk tidak membiarkan atau untuk tidak memelihara dan membesar-besarkan perbedaan-perbedaan. Kesediaan untuk selalu membina kesatuan dengan berpegang teguh kepada adanya golongan-golongan bangsa, suku-suku bangsa, dan keadaan hidupnya yang beraneka ragam, tetapi tetap ada kesediaan, kecakapan, dan usaha untuk dengan kebijaksanaan melaksanakan pertalian kesatuan kebangsaan dengan berpegang kepada berbagai asas pedoman bagi pengertian kebangsaan dalam suatu susunan majemuk tunggal. Pengertian pembinaan kebangsaan dalam suatu susunan majemuk tunggal adalah menyatukan daerah [geopolitis], menyatukan darah, membangkitkan, memelihara, dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan mempunyai satu sejarah dan nasib, satu kebudayaan dalam lingkungan hidup bersama dalam satu negara, yang bersama-sama diselenggarakan dan diperkembangkan [Notonagoro, 1980: 106].

Negara Indonesia meskipun bukan lembaga agama, tetapi memiliki tertib negara dan tertib hukum yang mengenal hukum Tuhan, hukum kodrat, dan hukum susila [etis]. Hukum-hukum tidak tertulis tersebut menjadi sumber bahan dan sumber nilai bagi negara dan hukum positif Indonesia [Notonagoro, 1980: 74]. Segala aspek penyelenggaraan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Perincian masalah-masalah yang menyangkut penyelenggaraan negara antara lain meliputi penyelenggaraan negara yang bersifat material maupun yang bersifat spiritual. Penyelenggaraan negara yang bersifat material antara lain bentuk negara, tujuan negara, tertib hukum, dan sistem negara. Penyelenggaraan negara yang bersifat kerokhanian antara lain moral negara, para penyelenggaraan negara, dan warga negaranya.

Hubungan negara dengan Tuhan bersifat tidak langsung, yaitu negara mempunyai hubungan sebab akibat langsung dengan manusia sebagai pendukungnya, sedangkan manusia mempunyai hubungan sebab akibat yang langsung dengan Tuhan sebagai causa prima [sebab pertama]. Negara dengan Tuhan mempunyai hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung lewat manusia sebagai pendukung pokok negara.

Negara sebagai lembaga kemanusiaan dan lembaga kemasyarakatan senantiasa harus sesuai dengan nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan, yang disampaikan kepada manusia melalui wahyu. Penyelenggaraan negara yang berdasarkan Pancasila harus dijiwai dan bersumber pada nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan. Hukum Tuhan senantiasa merupakan sumber nilai bagi hukum positif di Indonesia.

Nilai-nilai religius merupakan dasar kerokhanian dan dasar moral bagi bangsa Indonesia dalam pelaksanaan kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan penguasa wajib menghormati dan memperhatikan nilai-nilai religius yang telah diwahyukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Negara yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung prinsip perikemanusiaan atau internasionalisme yang terjelma dalam hubungan dan penghargaan terhadap semua bangsa dan semua negara. Kebangsaan atau nasionalisme Indonesia tidak chauvinistis, yaitu tidak sempit mengandung harga diri yang berlebihan [Notonagoro, 1980: 92]. Negara Indonesia mempunyai sifat mutlak monodualis kemanusiaan, maka negara Indonesia bukan negara liberal dan bukan negara kekuasaan belaka atau diktatur. Negara Indonesia adalah negara terdiri atas perseorangan yang bersama-sama hidup baik lahiriah maupun batiniah, yang mempunyai kebutuhan dan kepentingan perseorangan serta kebutuhan dan kepentingan bersama, yang diselenggarakan tidak saling mengganggu, tetapi dalam kerjasama. Negara Indonesia adalah negara hukum kebudayaan.

Negara hukum kebudayaan mempunyai tujuan menghindarkan gangguan, memelihara ketertiban, keamanan, dan perdamaian ke dalam dan ke luar, serta menuju kepada pemeliharaan segala kebutuhan dan kepentingan agar tercapai keadilan. Negara hukum kebudayaan memberi jaminan kepada setiap orang mendapatkan segala sesuatu yang telah menjadi haknya, agar tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan bersama, yaitu setiap orang dipenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang meliputi kebutuhan sandang pangan, dalam hal kebudayaan, dan kerohanian [Notonagoro, 1971: 25].

Pengertian tentang negara hukum kebudayaan memberi kejelasan pandangan negara dan bangsa Indonesia terhadap hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan hakikat manusia. Hakikat manusia merupakan dasar ontologis hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi manusia bukan merupakan pemberian penguasa, bukan merupakan pemberian negara, bukan merupakan pemberian masyarakat melainkan telah melekat pada hakikat kodrat manusia. Hakikat manusia adalah dasar filsafat hak-hak asasi manusia, sehingga pandangan tentang hak-hak asasi manusia sangat ditentukan oleh pandangan filsafatinya tentang manusia. Pandangan negara dan bangsa Indonesia terhadap hak-hak asasi manusia berbeda kontradiktif dengan negara dan bangsa yang mengikuti pandangan Materialisme dan Atheisme. Pengikut Materialisme dan Atheisme berpandangan bahwa hak asasi manusia tidak ada hubungannya dengan hakikat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Negara Indonesia adalah negara kerakyatan. Negara Indonesia bukan negara untuk satu orang dan untuk satu golongan, tetapi negara didasarkan atas rakyat, tidak pada golongan, tidak pada perseorangan. Negara satu untuk semua dan semua untuk satu, berdasarkan permusyawaratan dan gotong royong, berdasarkan kekuasaan yang ada pada rakyat [kedaulatan rakyat]. Negara kerakyatan adalah negara demokrasi monodualis, yaitu dapat dikembalikan kepada sifat kodrat manusia sebagai perseorangan dan makhluk sosial dalam kesatuan monodualis. Sifat kesatuan yang keseimbangannya dinamis adalah sesuai dengan keadaan dan perkembangan jaman. Negara kerakyatan adalah negara keduatunggalan sifat kodrat manusia atau negara monodualis, yaitu negara yang terdiri atas perseorangan yang bersama-sama hidup untuk bersama-sama memenuhi baik kepentingan, kebutuhan, kesejahteraan, dan kebahagiaan perseorangan, serta kebutuhan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama. Asas kekeluargaan benar-benar mempunyai kedudukan pokok dalam hidup kenegaraan Indonesia. Asas hidup kekeluargaan, bukan hanya mencakup hidup kekeluargaan ke dalam, tetapi juga ke luar. Semboyan dalam hidup berkeluarga adalah bukan satu untuk satu seperti Liberalisme, bukan semua buat satu seperti tirani atau diktatur, tetapi satu untuk satu dan untuk semua, semua untuk satu dan untuk semua seperti demokrasi monodualis [Notonagoro, 1980 : 127].

Salah satu unsur pokok negara adalah rakyat. Rakyat pada hakikatnya merupakan kumpulan dari manusia, sehingga dasar pokok dalam setiap negara dikembangkan berdasarkan pada konsep dasar tentang hakikat manusia. Beberapa macam aliran kenegaraan dikembangkan berdasar pada hakikat sifat kodrat manusia, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara yang berpokok pangkal pada sifat kodrat manusia yang hanya sebagai makhluk individu belaka maka sifat kodrat hakikat negara tersebut adalah negara individualis atau atomis atau dalam sistem negaranya sering dikenal dengan negara demokrasi liberal. Apabila suatu negara mendasarkan sifat dan hakikat negara berdasarkan pada sifat kodrat manusia hanya sebagai makhluk sosial saja, maka sifat dan hakikat negara adalah merupakan negara klas atau negara organis bahkan mungkin negara diktatur.

Pendirian yang ketiga yaitu negara mendasarkan sifat hakikat negara pada sifat kodrat manusia baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai makhluk individu, yaitu sifat kodrat monodualis, yaitu negara yang terdiri atas perseorangan yang secara bersama-sama untuk kebahagiaan baik perseorangan [sebagai anggota masyarakat], maupun kepentingan bersama. Kedua-duanya diselenggarakan dengan tidak saling mengganggu, dalam keadaan bersama-sama hidup berdampingan, tenteram, damai, dan senantiasa mewujudkan suatu kerjasama, maka negara monodualis tersebut merupakan negara yang mencakup seluruh warganya [seluruh rakyat], jadi merupakan negara kerakyatan. Negara monodualis merupakan negara demokrasi yang mencakup seluruh rakyatnya. Sebenarnya negara demokrasi bukanlah terletak pada suatu ketentuan yang berdasarkan suatu pilihan [politik] belaka namun pada hakikatnya bersumber pada sifat kodrat manusia. Sifat demokrasi monodualis adalah senantiasa merupakan suatu keseimbangan yang dinamis di antara dua sifat kodrat manusia yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Kedinamisan sifat demokrasi tersebut dalam wujud dan tingkat keseimbangannya sesuai dengan tempat, kondisi, situasi, dan keadaan jaman.

Lapangan tugas bekerjanya negara dalam memelihara keadilan sosial dapat dikelompokkan menjadi enam. Pertama, memelihara kepentingan umum yang khusus tentang kepentingan negara sendiri sebagai negara. Kedua, memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama para warga negara yang tidak dapat dilakukan oleh para warga negara sendiri. Ketiga, memelihara kepentingan bersama warga negara perseorangan yang tidak dapat seluruhnya dilakukan oleh para warga negara sendiri dalam bentuk bantuan dari negara. Keempat, memelihara kepentingan warga negara yang tidak dapat seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri dalam bentuk bantuan negara, ada kalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan, yaitu fakir miskin dan anak terlantar. Kelima, bukan hanya bangsa Indonesia dalam keseluruhannya harus dilindungi, tetapi juga suku bangsa, golongan warga negara, keluarga, dan warga negara perseorangan. Keenam, tidak cukup hanya ada kesejahteraan dan ketinggian martabat kehidupan umum bagi seluruh bangsa, tetapi juga harus ada kesejahteraan dan martabat kehidupan tinggi bagi setiap suku bangsa, golongan warga negara, keluarga, dan setiap warga negara perseorangan [Notonagoro, 1980: 139].

Apabila Notonagoro berpendapat bahwa pelaksanaan Pancasila melalui penyelenggaraan negara adalah masalah pengembangan nilai-nilai Pancasila menjadi prinsip-prinsip dan norma-norma yang umum kolektif, maka Soerjanto-Poespowardojo dan Alfian berpendapat, bahwa masalah pengembangan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara yang bersifat umum kolektif adalah masalah pengembangan Pancasila sebagai ideologi terbuka yang dinamis.

  1. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Nilai-nilai Pancasila tidak langsung bersifat operasional, sehingga setiap kali harus dieksplisitkan pengembangannya. Pengembangan Pancasila dilakukan dengan menghadapkannya kepada berbagai masalah kehidupan yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional, sehingga terungkap makna operasionalnya. Nilai-nilai Pancasila perlu dijabarkan menjadi ideologi terbuka agar dapat terungkap prinsip-prinsip operasionalnya. Pengembangan nilai-nilai Pancasila menjadi ideologi dilaksanakan melalui interpretasi dan reinterpretasi yang kritis. Ideologi terbuka memiliki sifat yang dinamis dan tidak akan membeku. Agar nilai-nilai dasar Pancasila menjadi semakin operasional dan semakin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dewasa ini, maka perlu diperhatikan beberapa dimensi yang menunjukkan ciri khas orientasi Pancasila. Orientasi Pancasila meliputi dimensi-dimensi teleologis, etis, dan integral-integratif.

Dimensi teleologis menunjukkan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara mempunyai tujuan mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dimensi teleologis ini menimbulkan dinamika kehidupan bangsa. Manusia mempunyai cita-cita, semangat, dan niat atau tekad. Manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, dan niat atau tekad tersebut menjadi kenyataan dengan usaha dan kreasinya. Dimensi etis menunjukkan bahwa menurut Pancasila manusia dan martabatnya mempunyai kedudukan yang sentral. Seluruh proses menuju masa depan ditujukan untuk mengangkat derajat manusia melalui penciptaan mutu kehidupan yang manusiawi. Masa depan yang manusiawi seharusnya mewujudkan keadilan dalam berbagai bidang kehidupan. Manusia dituntut untuk bertanggungjawab atas usaha dan pilihannya. Dimensi etis menuntut perkembangan masa depan yang bertanggungjawab. Dimensi integral-integratif menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks strukturnya. Manusia adalah pribadi yang juga merupakan relasi. Manusia harus dilihat dalam keseluruhan sistem yang meliputi masyarakat, dunia, dan lingkungan hidupnya. Masa depan bukan hanya diarahkan pada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan kualitas strukturnya dan relasinya [Poespowardojo, 1991: 56-60].

Ideologi Pancasila memang seharusnya tetap mengandung nilai-nilai Pancasila, tetapi dikembangkan sebagai keyakinan yang normatif. Nilai-nilai Pancasila sangat berguna sebagai dasar dan sumber nilai bagi ideologi dan proses pengembangan ideologisnya. Ideologi seharusnya mengandung tiga dimensi agar dapat memelihara relevansinya terhadap perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan jaman. Ideologi yang kuat dan tahan uji dari masa ke masa perlu memiliki tiga dimensi yang saling berkaitan dan saling memperkuat, yaitu dimensi realitas, dimensi idealitas, dan dimensi fleksibilitas. Dimensi realitas dapat diartikan, bahwa suatu ideologi yang kuat mengandung nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang nyata hidup di dalam masyarakatnya. Nilai-nilai dasar ideologi nyata tertanam dan berakar di dalam masyarakatnya. Pancasila sebagai ideologi telah memenuhi dimensi realitas di dalam dirinya. Nilai-nilai dasar Pancasila bersumber atau digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai dasar Pancasila adalah sifat kekeluargaan atau kebersamaan yang direkat dan dijiwai oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, perikemanusiaan, semangat persatuan, semangat musyawarah / mufakat, dan rasa keadilan sosial.

Dimensi idealitas dapat diartikan, bahwa suatu ideologi yang kuat mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Idealisme atau cita-cita tersebut sehrusnya berisi harapan-harapan yang masuk akal dan mungkin direalisasikan. Ideologi yang kuat mewujudkan keterjalinan antara dimensi realitas dan dimensi idealitasnya. Ideologi yang kuat dapat menjadikan dirinya sebagai dasar [dimensi realitas] dan sekaligus tujuan [dimensi idealitas] untuk membangun berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai ideologi sekaligus menjadi landasan dan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bukan hanya memenuhi kedua dimensi tersebut, tetapi juga memenuhi sifat keterkaitan yang saling mengisi dan memperkuat.

Dimensi fleksibilitas adalah dimensi pengembangan, yaitu dimensi yang memperkuat dimensi realitas dan idealitas yang terkandung di dalam ideologi. Pengembangan pemikiran-pemikiran baru akan dapat memelihara makna dan relevansi suatu ideologi tanpa harus kehilangan hakikatnya, sehingga nilai-nilai dasarnya tetap relevan dan komunikatif dengan masyarakatnya yang terus berkembang [Alfian, 1991: 192-194].

Pengembangan Pancasila sebagai dasar negara menjadi ideologi negara sesuai dengan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 berfungsi menggambarkan tujuan negara maupun proses pencapaian tujuan negara tersebut. Tujuan negara yang secara material dirumuskan sebagai melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi harus mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila. Proses pencapaian tujuan negara tersebut dan perwujudannya melalui perencanaan, kebijaksanaan, dan keputusan politik harus tetap memperhatikan dan bahkan merealisasikan dimensi-demensi yang mencerminkan ciri wawasan Pancasila [Poespowardojo, 1991: 46].

  1. PANCASILA SEBAGAI SUMBER TERTIB HUKUM DI INDONESIA

Pelaksanaan Pancasila di dalam bidang-bidang hidup kenegaraan adalah perundang-undangan. Pandangan Notonagoro yang sangat penting tentang pelaksanaan Pancasila melalui perundang-undangan adalah pandangannya tentang tertib hukum dan kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara [Staatsfundamentalnorm]. Undang-Undang Dasar Negara yang merupakan hukum dasar negara yang tertulis tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi, karena Undang-Undang Dasar Negara masih mempunyai dasar-dasar pokok. Dasar-dasar pokok Undang-Undang Dasar Negara dalam hakikatnya terpisah dari Undang-Undang Dasar Negara, yaitu dinamakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental [Staatsfundamentalnorm].

Notonagoro menjelaskan, bahwa hubungan antara negara dan hukum mempunyai persoalan-persoalan utama, yaitu tentang hakikat, sifat, asal, dan tujuan negara. Penyelesaian permasalahan tentang negara dan hukum di bidang Filsafat Hukum telah memunculkan beberapa macam pendirian. Penyelesaian permasalahan khusus dalam bidang negara memunculkan tiga pendirian. Pertama, pandangan yang berpendirian, bahwa manusia dalam bernegara sepenuhnya terlepas dalam hubungan dengan asal mulanya [Tuhan] dan sebagai bagian universum artinya sifat manusia dalam bernegara hanya sebagai diri pribadi berdasar atas kekuasaan dirinya sendiri. Manusia dalam sifat diri pribadinya hanya sebagai makhluk individu. Kedua, pandangan yang berpendirian bahwa sifat diri pribadi manusia dalam bernegara hanya sebagai makhluk sosial. Ketiga, pandangan yang berpendirian bahwa manusia dalam sifat diri pribadinya mempunyai sifat kedua-duanya dalam kesatuan dwitunggal.

Penyelesaian permasalahan khusus dalam bidang hukum telah memunculkan dua pendapat. Pertama, pandangan yang berpendirian bahwa di dalam negara hanya ada satu hukum yang mengikat ialah hukum positif yang diadakan oleh negara dan yang berlaku atas kuasa negara. Kedua, pandangan yang berpendirian bahwa ada hukum lain di samping atau di atas hukum positif, yaitu hukum etis [hukum susila], hukum filosofis yang sifatnya abstrak, hukum kodrat yang tertanam pada diri manusia, dan hukum yang diberikan oleh Tuhan [Notonagoro, 1955: 10].

Soal-soal pokok Filsafat Hukum pernah dikesampingkan pada abad XIX. Ilmu hukum dipandang mampu menyelesaikan soal kenegaraan dan hukum dengan mendasarkan diri atas hukum positif saja. Sikap ilmu hukum ini akhirnya tidak dapat dilanjutkan, karena dalam semua lapangan hidup timbul soal-soal yang pemecahannya di luar batas kemampuan hukum positif dan ilmu hukum, serta hanya mungkin diselesaikan atas dasar ideal, spekulatif, dan teoritis, yaitu dengan menggunakan hasil-hasil Filsafat Hukum. Ajaran-ajaran di bidang Filsafat Hukum telah menjadi pedoman dan pegangan yang fundamental bagi hidup kenegaraan dan hukum positif pada jaman perubahan-perubahan besar, antara lain ketika di dunia Barat terjadi pembentukan negara-negara atas dasar agama, pada jaman pemisahan negara dari agama, dan pada jaman keunggulan demokrasi di Inggris, Perancis, Amerika Serikat, ketika revolusi di Rusia, jaman nasional sosialis di Jerman, dan jaman Fasis di Italia [Notonagoro, 1955: 11].

Negara dan tertib hukum di Indonesia perlu menyusun pertanggungjawaban dan mengusahakan memecahkan soal-soal pokok kenegaraan dan tertib hukum berdasarkan pengalaman negara-negara lain. Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum di Indonesia perlu menemukan pedoman dan pegangan yang fundamental bagi hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia. Pedoman dan pegangan yang fundamental yang perlu mendapat perhatian adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945, karena Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 merupakan penjelmaan Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Persoalan utama Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 yang perlu diperhatikan adalah tentang isi, tujuan, asal, hakikat, dan kedudukan, serta tentang kemungkinannya dipergunakan sebagai dasar penyelesaian soal-soal pokok kenegaraan dan tertib hukum Indonesia ditinjau dari sudut pandang Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum [Notonagoro, 1955: 12].

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 terdiri atas empat bagian. Bagian pertama merupakan pernyataan hak segala bangsa atas kemerdekaan, bagian kedua merupakan pernyataan tentang berhasilnya perjuangan kemerdekaan Indonesia, bagian ketiga merupakan pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia, dan bagian keempat mengikrarkan pernyataan pembentukan pemerintahan negara dengan dasar kerohanian lima sila yang disebut Pancasila.

Bagian-bagian pertama, kedua, dan ketiga Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan pernyataan yang tidak ada hubungan organis dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bagian-bagian tersebut menguraikan keadaan dan peristiwa yang mendahului terbentuknya negara Indonesia, sedangkan bagian keempat merupakan pernyataan tentang keadaan setelah negara Indonesia ada, serta mempunyai hubungan kausal dan organis dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hubungan kausal dan organis tersebut meliputi beberapa sudut. Pertama, Undang-Undang Dasar ditentukan akan ada. Kedua, yang akan diatur di dalam Undang-Undang Dasar adalah tentang pembentukan pemerintah negara, yang memenuhi berbagai syarat. Ketiga, negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat. Keempat, ditetapkannya dasar negara Pancasila. Susunan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tersebut akan menjadi unsur penting bagi penentuan hakikat dan kedudukannya [Notonagoro, 1955: 13 ].

Bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang keempat sebenarnya menjadi Pembukaan dalam arti yang murni bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Isi bagian keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dapat digolongkan menjadi empat macam. Pertama, tentang tujuan negara, tercantum dalam kalimat : untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kedua, tentang ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar tercantum dalam kalimat : maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Ketiga, tentang bentuk negara tercantum dalam kalimat : yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Keempat, tentang dasar kerokhanian [filsafat negara] tercantum dalam kalimat: dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penjelasan resmi tentang isi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7, seluruhnya mengenai bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang keempat tersebut. Penjelasan yang resmi itu menyebutkan, bahwa Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di samping Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.

Penjelasan resmi juga menyebutkan, bahwa pokok-pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ada empat macam. Pertama, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menerima aliran pengertian negara persatuan yang uraiannya tercantum dalam bagian Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang kedua. Kedua, negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Ketiga, negara berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Keempat, negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Undang-Undang Dasar Negara harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggaraan negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, mewujudkan cita-cita hukum [Rechtsidee] yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis [Undang-Undang Dasar Negara] maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar Negara menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya [Notonagoro, 1955: 24 – 25].

Hakikat dan kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah: Pertama, Pembukaan memuat dasar-dasar pokok kerohanian negara [dalam bagian-bagian pertama, kedua, dan ketiga]. Kedua, daerah negara. Ketiga, asas kerohanian Pancasila. Keempat, ketentuan tentang asas politik berupa bentuk negara [bagian keempat]. Kelima, saat mulai berlakunya adalah pada waktu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. Lima faktor tersebut memungkinkan ketentuan tentang hakikat dan kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menurut syarat-syarat ukuran yang diketemukan dalam Ilmu Hukum. Pada saat mulai berlakunya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tanggal 18 Agustus 1945 berhentilah berlakunya tertib hukum yang lama dan timbullah tertib hukum Indonesia.

Tertib hukum ialah keseluruhan peraturan-peraturan hukum dalam susunan yang hirarkhis dan harus memenuhi empat syarat. Pertama, ada kesatuan subjek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum. Kedua, ada kesatuan asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan hidup. Ketiga, ada kesatuan waktu dalam mana peraturan-peraturan hukum tersebut berlaku. Keempat, ada kesatuan daerah di mana peraturan-perturan hukum tersebut berlaku.

Pembagian susunan yang hirarkhis seluruh peraturan-peraturan hukum dapat diadakan di dalam tertib hukum. Undang-Undang Dasar yang merupakan hukum dasar negara yang tertulis tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi, seperti juga dinyatakan dalam penjelasan resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, karena diterangkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara masih mempunyai dasar-dasar pokok. Dasar-dasar pokok Undang-Undang Dasar Negara dalam hakikatnya terpisah dari Undang-Undang Dasar Negara, dinamakan Pokok Kaidah Negara yang Fundamental [Staatsfundamentalnorm]. Pokok kaidah fundamental negara mengandung tiga syarat mutlak. Pertama, ditentukan oleh pembentuk negara. Kedua, memuat ketentuan-ketentuan tentang dasar negara. Ketiga, memuat bukan hanya mengenai soal organisasi negara. Karena Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memenuhi persyaratan tersebut, maka merupakan hakikat Pokok Kaidah Fundamental Negara Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mempunyai kedudukan dua macam terhadap tertib hukum Indonesia. Pertama, menjadi dasarnya, karena Pembukaan yang memberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia. Kedua, memasukkan diri di dalamnya sebagai ketentuan hukum yang tertinggi sesuai dengan kedudukannya asli sebagai asas bagi hukum dasar lainnya, baik yang tertulis [Undang-Undang Dasar Negara] maupun yang convention, dan peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah [Notonagoro, 1955: 44 – 45].

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memuat empat hal yang menjadi syarat bagi adanya suatu tertib hukum. Pertama, adanya suatu pemerintah Republik Indonesia, maka ada kesatuan subjek atau penguasa. Kedua, adanya Pancasila, maka ada kesatuan asas kerohanian. Ketiga, dengan disebutkannya seluruh tumpah darah Indonesia, maka ada kesatuan daerah. Keempat, dengan disebutkannya, disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam bentuk negara, maka timbul suatu masa baru yang terpisah dari waktu yang lampau dan merupakan jangka waktu yang berlangsung terus. Jadi, peraturan-peraturan hukum yang ada di negara Indonesia mulai saat berdirinya negara Indonesia merupakan suatu tertib hukum ialah tertib hukum Indonesia [Notonagoro, 1959: 15].

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam segala sesuatunya memenuhi syarat-syarat mutlak bagi Pokok Kaidah Fundamental Negara yang menurut pengertian ilmiah mengandung beberapa unsur mutlak, yaitu:

  1. Pokok Kaidah Fundamental Negara dalam hal terjadinya:
    1. ditentukan oleh pembentuk negara.
    2. terjelma dalam suatu bentuk pernyataan lahir [ijab kabul] sebagai penjelmaan kehendak pembentuk negara untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar negara yang dibentuk.
  2. Pokok kaidah fundamental negara dalam hal isinya:
    1. memuat dasar-dasar negara yang dibentuk, atas dasar cita-cita kerohanian [asas kerohanian negara], serta untuk cita-cita negara [tujuan negara].
    2. memuat ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar Negara, merupakan sebab berada, sumber hukum bagi Undang-Undang Dasar Negara.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menurut sejarah terjadinya ditentukan oleh pembentuk negara sebagai penjelmaan kehendaknya yang dalam hakikatnya terpisah dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menurut isinya memuat asas kerohanian negara [Pancasila], asas politik negara [Republik yang berkedaulatan rakyat], tujuan negara [melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, menyerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial], serta menetapkan adanya suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Jadi Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam segala sesuatunya memenuhi syarat-syarat mutlak bagi Pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Pokok Kaidah Fundamental Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, sehingga dengan jalan hukum tidak dapat diubah [Notonagoro, 1959: 17].

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai hubungan hirarkhis dan organis dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempunyai kedudukan di bawah dan di dalam lingkungan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan isi penjelmaan asas kerohanian negara, asas politik negara, dan tujuan negara. Pancasila telah mempunyai bentuk dan isi formal maupun material untuk menjadi pedoman hidup kenegaraan dan hukum Indonesia. Seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan atas, ditujukan kepada, dan diliputi oleh Pancasila, asas politik, dan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [Notonagoro, 1971: 171-175].

Pandangan Notonagoro tentang Tertib Hukum Indonesia didasarkan pada pandangan Kelsen yang dikenal sebagai tokoh yang melahirkan pandangan Stufenbau des Rechts. Kelsen menjelaskan bahwa peraturan-peraturan hukum yang jumlahnya banyak merupakan suatu sistem, karena peraturan hukum yang satu [lebih tinggi] merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan hukum yang lain [lebih rendah]. Tingkat-tingkat atau jenjang-jenjang tersebut akhirnya sampai kepada dasar yang terakhir, yaitu norma dasar [basic norm]. Suatu peraturan hukum merupakan derivasi dari peraturan hukum yang lebih tinggi dan bukan merupakan suatu derivasi dari suatu fakta. Suatu peraturan hukum tertentu harus dapat dikembalikan kepada peraturan hukum yang lebih tinggi atau di atasnya. Kesimpulan dari pandangan Kelsen, bahwa norma dasar menjadi dasar bagi adanya sistem norma [a system of norm, a legal order]. Suatu peraturan hukum tertentu dapat diuji keabsahannya dalam arti kesesuaiannya dengan peraturan hukum yang lebih tinggi tingkatannya [Soejadi, 1999: 34].

Pandangan Notonagoro tentang Pokok Kaidah Fundamental Negara didasarkan pada pandangan Nawiasky. Nawiasky menjelaskan bahwa permasalahan staatsfundamentalnorm berkaitan dengan isinya, atau hakikat yuridisnya, tidak mengandung peraturan-peraturan yang bersifat memaksa untuk tingkah laku lahiriah, penetapan, dan perubahannya dilakukan oleh lembaga yang sama, serta berkaitan dengan konstitusi atau Undang-undang Dasar negara. Permasalahan Pokok Kaidah Fundamental Negara yang penting adalah menyangkut isinya, yaitu memuat ketentuan tentang prinsip-prinsip dasar politik negara yang secara hukum tidak dapat diubah.

Isi Staatsfundamentalnorm adalah memuat ketentuan tentang pembentukan konstitusi termasuk juga ketentuan perubahannya dan juga memuat ketentuan tentang prinsip-prinsip dasar politik. Prinsip-prinsip dasar politik tersebut secara hukum tidak dapat diubah. Hakikat yuridis Staatsfundamentalnorm adalah menetapkan syarat yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan pembentukan konstitusi, merupakan syarat berlakunya konstitusi, tidak hanya diisyaratkan, tetapi juga harus ditetapkan. Staasfundamentalnorm tidak mengandung peraturan-peraturan yang bersifat memaksa untuk tingkah laku lahiriah. Norma jenis ini berisi sesuatu yang bersifat kunnen [dapat], bukan sollen [seharusnya], dan bukan pula mussen [harus]. Norma fundamental memberikan wewenang atau dasar kuasa kepada konstitusi untuk menetapkan peraturan-peraturan tentang organisasi negara [Soejadi, 1999: 102].

Perspektif teleologis konsep Notonagoro terletak pada pemikirannya yang ontologis, bahwa nilai-nilai Pancasila yang substansial mempunyai bawaan mutlak untuk diwujudkan kan di masa yang akan datang. Pandangan Notonagoro tentang pelaksanaan Pancasila tersebut merupakan pandangan yang sesuai dengan pengertian perubahan yang ontologis. Unsur-unsur yang substansial tetap menjadi inti dan dasar dari perubahan yang terus menerus terjadi. Permasalahan hubungan antara keadaan bangsa Indonesia masa lalu dengan masa sekarang dan yang akan datang adalah permasalahan menyesuaikan diri dengan perubahan jaman, tetapi tanpa menegasikan Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila yang sejak Proklamasi Kemerdekaan telah diakui kebenarannya sebagai kepribadian bangsa akan tetap menjadi kepribadian bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Pandangan Notonagoro sangat tepat secara ontologis, bahwa nilai-nilai Pancasila yang telah diyakini bangsa Indonesia sejak lama dan disepakati untuk menjadi dasar negara akan menjadi inti dan dasar yang tetap bagi setiap perubahan yang terjadi untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman. Nilai-nilai Pancasila akan tetap menjadi inti kepribadian bangsa Indonesia masa sekarang dan yang akan datang. Nilai-nilai baru yang barasal dari bangsa-bangsa lain dapat menjadi ciri baru bangsa Indonesia apabila dapat diinkorporasikan atau disintesiskan ke dalam sistem nilai Pancasila.

Notonagoro secara beralasan berdasarkan teori di bidang Filsafat Hukum telah mempersiapkan dasar yang kuat untuk mempertahankan Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, yaitu menjadikan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara. Pengembangan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di masa sekarang dan yang akan datang prinsip-prinsip pokoknya telah terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Permasalahan pengembangan Pancasila dengan tidak memisahkan nilai-nilai Pancasila dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara sangat tepat dan secara ilmiah [Filsafat Hukum] dapat dipertanggungjawabkan. Pandangan Notonagoro, bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan prinsip-prinsip normatif pokok pengembangan Pancasila dalam masa sekarang dan masa yang akan datang juga telah disebutkan di bagian penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa pokok-pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah penjelmaan sila-sila Pancasila.

Perspektif teleologis pandangan Notonagoro terletak pada sifatnya yang epistemologis, yaitu pandangannya tentang pelaksanaan Pancasila di masa yang akan datang untuk pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan di bidang-bidang hidup kenegaraan. Pengertian Pancasila yang kefilsafatan dapat menjadi sumber bahan dan nilai untuk pengembangan pengetahuan-pengetahuan ilmiah di bidang-bidang kehidupan bernegara, terutama bidang-bidang hukum, politik, dan sosial budaya, serta bidang-bidang khusus yang lain. Pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu pengetahuan di bidang-bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia perlu memperhatikan dua sisi, yaitu landasan epistemologisnya dan perkembangan baru ilmu pengetahuan. Isi arti Pancasila yang kefilsafatan dapat menjadi sumber bahan dan nilai untuk menentukan landasan epistemologis pengetahuan ilmiah tentang bidang-bidang kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut. Landasan epistemologis Pancasila yang merupakan kesinambungan dengan landasan ontologis Pancasila adalah pengertian Pancasila yang substansial. Pengertian Pancasila yang substansial adalah pengetahuan rasional yang realistis. Landasan epistemologis Pancasila, yaitu pengetahuan substansial yang rasional realistis tersebut akan mampu menjadi dasar untuk menghindarkan diri dari jenis-jenis pengetahuan ilmiah tentang bidang-bidang kehidupan yang empiristis dan pragmatis. Pandangan Notonagoro sangat tepat, bahwa penyelesaian masalah-masalah kebangsaan dan kenegaraan tidak dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan ilmu Hukum saja, tetapi harus dipikirkan sampai ke dasar teoritisnya di bidang Filsafat Hukum. Masalah-masalah di bidang-bidang kehidupan juga tidak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan mengandalkan ilmu-ilmu hukum, politik, dan kemasyarakatan saja, tetapi harus dipikirkan sampai ke dasar teoritisnya, yaitu Filsafat Hukum, Filsafat Politik, dan Filsafat Sosial.

Perumusan tentang landasan ontologis Pancasila juga sangat penting untuk merumuskan landasan aksiologisnya. Ilmu pengetahuan memang mampu menemukan kebenaran yang objektif berdasarkan bukti-bukti faktual yang empiris, tetapi tidak akan pernah bersentuhan dengan nilai-nilai hidup. Agar pengetahuan-pengetahuan ilmiah tentang hidup berkebangsaan dan berkenegaraan dapat berguna bagi tujuan-tujuan sosial dan dapat dipertanggungjawabkan secara etis, maka diperlukan bahasan yang mendalam tentang cara memanfaatkannya, yaitu sampai ke landasan aksiologisnya. Landasan aksiologis Pancasila dapat dirumuskan berdasarkan kesinambungannya dengan landasan ontologisnya. Landasan aksiologis Pancasila diperlukan agar pengembangan pengetahuan-pengetahuan ilmiah di bidang-bidang kehidupan bernegara, terutama bidang-bidang hukum, politik, dan sosial budaya, serta bidang-bidang kehidupan bernegara yang lain tetap berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pengembangan pengetahuan-pengetahuan ilmiah di bidang-bidang kehidupan perlu tetap memperhatikan nilai-nilai hidup terutama penggunaannya atau penerapannya bagi kehidupan nyata. Landasan aksiologis Pancasila diperlukan agar kehidupan di masa yang akan datang terhindar dari kehidupan yang nihilistis. Landasan aksiologis Pancasila juga diperlukan agar pengembangan Pancasila di dalam peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan oleh para penyelenggara negara sesuai semangat kejiwaannya, yaitu nilai-nilai Pancasila.

Negara Indonesia sebagai negara hukum sebagai mana telah disepakati bersama, maka hukum harus dijadikan panduan sekaligus sarana utama dalam penyelenggaraan negara. Hukum dalam sebuah negara hukum menjadi pengendali sikap dan perilaku rakyatnya juga para penyelenggara negaranya. Maka hukumnya harus baik dulu [Sudjito Atmorejo, 2018]. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa sumber dari segala sumber hukum di Indonesia adalah Pancasila, Hukum yang dibuat dalam rangka kehidupan bernegara, ruhnya adalah nilai-nilai Pancasila.

Sebagai kelengkapan negara hukum, maka dalam UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7, Tata urutan peraturan perundang undangan adalah sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Undang-undang/Peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
  3. Peraturan pemerintah.
  4. Peraturan presiden.
  5. Peraturan daerah, yang meliputi:
    1. Peraturan daerah provinsi.
    2. Peraturan daerah kabupaten/kota.
    3. Peraturan desa.

Berdasarkan tata urutan peraturan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, agar tidak batal demi hukum.

Sistem Pemerintahan Negara Indonesia dijelaskan secara sistematis dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dikenal dengan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara yaitu:

  1. Sistem Negara Hukum.
  2. Sistem Konstitusional.
  3. Kekuasaan Tertinggi ada di tangan Rakyat.
  4. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di samping MPR.
  5. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  6. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Meneteri Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
  7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Materi ini diperkaya dengan pengayaan video yang bisa anda di akses pada link berikut.

V 4.4 Konsep Negara Hukum Berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945

Source: //www.youtube.com/watch?v=RCn0gsHNgvE

Dalam sistem ketatanegaraan dan penyelenggaraan negara Indonesia, setelah dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 di era reformasi, maka alat kelengkapan negara terdiri atas: Majelis Permusyawarataan Rakyat [MPR], dewan Perwakilan Rakyat [DPR], Dewan Perwakilan Daerah [DPD], Presiden, Mahkamah Agung [MA], Mahkamah Konstitusi [MK], Komisi Yudisial [KY], dan Badan Pengawas Keuangan [BPK], sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang dapat dikelompokkan menjadi fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Materi ini diperkaya dengan pengayaan video yang bisa anda di akses pada link berikut.

V 4.5 Tugas dan Fungsi Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945

Source: //www.youtube.com/watch?v=wOVUTcuHeJs

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề