Sebutkan sebab-sebab terjadinya perang di maluku

Jakarta -

Perlawanan rakyat Maluku pada penjajahan tercatat sebagai salah satu perlawanan terhebat di negeri ini. Kawasan ini selalu menjadi incaran negara asing karena kekayaan rempah-rempah. Dua negara pernah mencoba menguasai kawasan ini, Portugis lalu kemudian Belanda.

Selain Maluku, perlawanan juga terjadi di beberapa daerah, seperti Jawa, Sumatera Barat, dan Aceh. Bentuk perlawanan tersebut dilakukan untuk mengusir penjajah dari Nusantara. Berikut ringkasan perjuangan perlawanan rakyat Maluku pada VOC Belanda yang dikutip dari berbagai sumber:

1. Latar Belakang

Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa Belanda karena adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat sengsara. Belanda melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi terutama rempah- rempah kepada VOC.

Kompeni juga melangsungkan sistem pelayaran Hongi [hongitochten]. Dengan cara itu, para birokrat Kompeni dapat menginspeksi satu per satu pulau-pulau di Maluku yang bertujuan menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah. Kompeni juga punya hak ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon pala dan cengkeh jika harganya turun.

2. Perlawanan

Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah pimpinan Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh, perjuangannya dilanjutkan Kapitan Tulukabessy. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Sampai akhir abad ke-18 tak terdengar lagi perlawanan pada VOC.

Baru kemudian muncul nama Sultan Jamaluddin, dan Sultan Nuku dari Tidore. Namun VOC dengan cepat bisa memadamkan perlawanan itu. Lalu pada 1817 muncul tokoh dari di Pulau Saparua bernama Pattimura. Dalam aksi Pattimura itu, Benteng Duurstede berhasil dihancurkan oleh rakyat Maluku. Bahkan, Residen Belanda Van den Bergh terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Tak sampai di situ, Belanda terus membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi mengalahkan rakyat Maluku. Peristiwa ini menjalar ke kota lainnya di Maluku, seperti Ambon, Seram, dan pulau lainnya agar rakyat Maluku mundur.

Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan. Demi menyelamatkan rakyat dari kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra menyerahkan diri dan dihukum mati.

3. Tokoh Perlawanan Rakyat Maluku

Ada dua tokoh yang terlibat dalam perlawanan tersebut, yakni Patimurra sebagai pemimpin perlawanan pertama dan pejuang perempuan Khristina Martha Tiahahu.

Khristina Martha Tiahahu diketahui menggantikan kepemimpinan Pattimura yang menyerahkan diri demi rakyat. Sayang, perjuangannya harus berhenti ketika ia dibawa ke pengasingan di Jawa dan meninggal dunia.

Kolonial pun semakin menerapkan kebijakan yang berat terhadap rakyat Maluku, terutama rakyat Saparua setelah perlawanan rakyat Maluku. Monopoli rempah-rempah kembali diberlakukan.

[pay/pal]

Perang Pattimura merupakan bentuk perlawanan masyrakat Maluku dalam melawan penjajah. Maluku merupakan daerah yang kaya dengan rempah-rempah. Maka dari itu, banyak bangsa lain yang datang ke Maluku untuk berdagang. Seiring berjalannya waktu, kehadiran bangsa lain ternyata membuat kehidupan masyarakat Maluku terganggu terutama dalam tatanan ekonomi.

Bagaimanakah kronologis perlawanan rakyat Maluku dalam mengusir penjajah? Simak penjelasannya berikut ini.

Mengutip dari buku “Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 1”, latar belakang Perang Pattimura diawali dengan kedatangan bangsa barat ke tanah Maluku untuk melakukan perdagangan. Maluku menjadi salah satu daerah yang banyak dituju orang-orang Eropa karena kekayaan yang dimilikinya. Hasil alam yang melimpah membuat daerah ini mendapat julukan “mutiara dari timur”.

Kekayaan yang ada di dalamnya membuat bangsa Eropa datang berbondong-bondong datang ke tanah Maluku. Kedatangan orang-orang Eropa awalnya hanya untuk berdagang saja, namun seiring berjalannya waktu mereka semakin berkuasa dan membuat masyarakat Maluku merasa terganggu.

Pada masa pemerintahan Inggris di bawah Raffles, keadaan Maluku cukup tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi berkurang dan para pemuda diberi kesempatan bekerja di dinas angkatan perang Inggris.

Namun kondisi berubah saat Hinida Belanda datang. Kegiatan monopoli perdagangan di Maluku kembali diperketat. Dengan demikian, beban masyarakat semakin besar. Pasalnya, selain penyerahan wajib, masyarakat Maluku juga wajib kerja paksa, menyerahkan ikan asin, dendeng, dan kopi.

Advertising

Advertising

Jika diketahui ada yang melanggar, maka pemerintah Hindia Belanda akan bertindak tegas untuk menghukum. Selain penyerahan sejumlah hasil Bumi, pada masa Hindia Belanda juga terjadi desas desus bahwa para guru akan diberhentikan dan para pemuda akan dijadikan tentara di luar Maluku.

Kabar tersebut membuat situasi semakin panas. Hal lain yang juga menyulut kemarahan masyarakat Maluku yaitu sikap arogan dan sewenang-wenang dari Redisen Saparua. Sikap tidak terpuji itu tercerminkan saat masyarakat menuntut pembayaran atas perahu yang dijualnya ke Belanda.

Pada saat itu, Belanda enggan untuk membayar perahu tersebut. Para pembuat perahu kemudian mengancam akan mogok apabila tidak dibayarkan. Residen Saparua Van den Berg menolak tuntutan tersebut. Kejadian ini membuat kebencian rakyat Maluku semakin bertambah.  

Baca Juga

Ketidakadilan yang diterima rakyat Maluku membuat banyak pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Contohnya pertemuan yang diadakan di Pulau Haruku, pulau yang dihuni umat Islam..

Kemudian pada tanggal 14 Mei 1817, mereka mengadakan pertemuan kembali di Pulau Saparua [pulau yang dihuni umat Kristiani] atau lebih tepatnya di Hutan Kayu Putih. Dalam pertemuan tersebut disipulkan bahwa rakyat Maluku tidak ingin menderita. Maka dari itu, mereka perlu melawan untuk menetang Belanda.

Thomas Matulessi atau yang kemudian dikenal sebagai Pattimura dipercaya sebagai pemimpin. Penunjukkan tersebut dikarenakan Pattimura pernah bekerja di dinas angkatan perang Inggris. Dari pengalamannya tersebut, harapannya bisa menguntungkan rakyat Maluku.

Pergerakan Perang Pattimura

Perlawanan masyarakat Maluku dimulai dengan menghancurkan kapal Belanda yang ada di pelabuhan. Setelah itu, para pejuang menuju Benteng Duurstede. Ternyata di benteng tersebut sudah berkumpul pasukan Belanda. Maka dari itu, terjadilah pertempuran antara pejuang Maluku dengan pasukan Belanda.

Pasukan Maluku dipimpin oleh Christina Martha Tiahahu, Tomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. Sedangkan pasukan Belanda di pimpin oleh Residen van den Berg. Pada tertempuran kali ini, Residen van den Bergs terbunuh dan pasukan Maluku berhasil menguasai benteng Duurstede.

Belanda kemudian meminta bantuan dari Ambon sejumlah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes. Namun bantuan ini berhasil digagalkan pasukan Pattimura. Dalam peristiwa ini, Mayor Beetjes juga terbunuh. Kemenangan tersebut membuat pejuang lain semakin bersemangat.

Selanjutnya Pattimura fokus menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat strategi ini, maka pasukan Belanda, kemudian mempekuat pertahanan di benteng. Patroli juga diperketat, sehingga Pattimura dan pasukannya gagal menembus Benteng Zeelandia.

Selain melakukan bergerak dengan perlawanan fisik, upaya perundingan juga dilakukan. Sayangnya perundingan tersebut tidak menemui kesepakatan antar kedua belah pihak. Hingga akhirnya Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut Benteng Duurstede.

Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng Duurstede dikepung berserta tembakan meriam yang bertubi-tubi. Satu persatu perlawanan di luar benteng lumpuh. Daerah di kepualauan kemudian bisa dikuasai Belanda.

Kondisi tersebut membuat Pattimura memerintahkan pasukannya untuk meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahannya. Dengan demikian, Benteng Duurstede berhasil di kuasai Belanda. Pattimura dan pasukannya terus melawan dengan cara bergerilya.

Namun pada bukan November, beberapa pasukan Pattimura tertangkap salah satunya Kapitan Paulus Tiahahu [ayah Christina Martha Tiahahu]. Kapitan Paulus kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar kabar tersebut, Christina Martha Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya.

Baca Juga

Meskipun sudah menguasai benteng dan berhasil menghukum mati Kapitan Paulus, Belanda belum puas sebelum berhasil menangkap Pattimura. Bahkan, Belanda mengumumkan siapapun yang berhasil menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1000 gulden.

Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap tanggal 16 Desember 1817, Pattimura kemudian digantung di alun-alun Kota Ambon. Tokoh Perang Pattimura lainnya yaitu Christina Martha Tiahahu lalu melanjutkan perang gerilya walaupun akhirnya tertangkap juga.

Christina tidak dihukum mati, namun dia dibuang bersama 39 orang lainnya ke Jawa untuk melaksanakan kerja rodi. Dikisahkan bahwa dalam kapan, Christina Martha Tiahahu melakukan aksi mogok makan dan enggan buka mulut.

Ia kemudian jatuh sakit dan meninggal dunia pada 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Meninggalnya Christina Martha Tiahahu menjadi petanda berakhirnya Perang Pattimura.  

Baca Juga

Perlawanan yang dilakukan oleh Pattimura dan pejuang lainnya ternyata memberikan dampak yang berarti untuk masyarakat Maluku pada saat itu. Jika dilihat dari cerita sejarahnya, perlawanan tersebut berhasil merebut salah satu benteng pertahanan Belanda yaitu Benteng Duurstede.

Meskipun pada akhirnya benteng tersebut kembali dikuasai Belanda, setidaknya para pejuang Maluku sudah membuktikan bahwa mereka tidak bisa remehkan. Semangat itulah yang kemudian menjadi modal untuk melakukan perlawanan lain.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề