Seseorang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh allah namun sebaik-baiknya ilmu adalah

Arivaie Rahman [penulis]

Tulisan ini berupaya menafsirkan surah al-Mujahadah [58]: 11 berbicara tentang kedudukan orang yang berilmu di sisi Allah sebagaimana yang disitir melalui ayat al-Qur’an.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan [QS. al-Mujadalah [l58]: 11].

Fokus penafsiran ayat di atas adalah tentang derajat orang yang beriman dan berilmu yang diangkat serta ditinggikan oleh Allah, “yarfaʼillahu alladzin amanū minkum walladzina ūtū al-ilma darajāt”. Penulis mengutip beberapa tafsir untuk menjelaskan maksud potongan ayat tersebut, di antaranya: Tafsir Mafatih al-Ghaib, Tafsir al-Qurthubi, Tafsir al-Maraghi, Tafsir al-Munir, dan Tafsir Fath al-Qadir.

Fakhruddin al-Razi menerangkan, bahwa Allah mengangkat derajat orang beriman yang taat kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang berilmu di antara mereka dengan derajat yang spesial. Lalu apa maksud dari diangkat derajatnya itu? Pertama, pendapat klasik mengatakan: diangkat kedudukannya sebagaimana orang yang pernah semajlis dengan Rasulullah. Kedua, pendapat yang populer: akan diberikan pahala, dan marabat yang diridhai Allah [Tafsir Mafatih al-Ghaib, 1420: 29/496]. Pendapat pertama dan kedua merupakan pendapat yang menerangkan kedudukan kemuliaan bagi orang yang beriman dan berilmu.

Menurut imam al-Qurthubi, Allah akan memberikan pahala di akhirat dan kemuliaan ketika di dunia, maka diangkat derajat orang beriman atas orang yang tidak beriman, dan diangkat derajat orang berilmu atas orang yang tidak berilmu. Kata Ibn Mas’ud, melalui ayat ini Allah memuji kedudukan orang berilmu. Sedangkan derajat orang yang berilmu atas orang beriman yang tidak berilmu adalah derajat agama apabila mereka melakukan amal berdasarkan ilmu. Sumpulan secara umum, pada ayat ini Allah mengangkat derajat seseorang karena keimanannya, kedua karena ilmunya [Tafsir al-Qurthubi, 1964: 17/299-230]. Jadi yang diangkat derajatnya itu adalah orang berilmu yang telah beriman. Diangkat derajatnya karena keimanan, kemudian derajat kerena ilmu yang mereka miliki. Mereka ini akan mendapat kemuliaan di dunia dan balasan pahala di akhirat.

Al-Maraghi menegaskan bahwa Allah mengangkat derajat orang beriman adalah dengan menaikkan status mereka pada Hari Kiamat. Dan mengangkat derajat orang berilmu dengan derajat yang spesial, derajat dalam soal kemuliaan dan matartabat yang tinggi [Tafsir al-Maraghi, 1365, 15/28]. Wahbah al-Zuhaili menambahkan, Allah mengangkat derajat secara spesial berupa kemuliaan dan martabat yang tinggi bagi mereka yang memadukan antara ilmu dan amal, karena ilmu dan matabat yang tinggi menghendaki amaliyah dan peningkatan [Tafsir al-Munir, 1418: 28/38]. Sampai di sini kita pahami bahwa kedudukan orang yang berilmu sangatlah mulia, kemuliaan tersebut tidak hanya mereka dapatkan ketika di dunia tatapi juga di akhirat, tetapi dengan catatan mereka mengaplikasikan ilmunya.

Al-Syaukani menjelaskan, ayat ini secara umum untuk setiap orang beriman dan orang yang berilmu agama, tidak ada pengkhususan bagi umat tertentu, ayat ini merupakan kemuliaan besar bagi orang yang berilmu, bahkan tentang kemuliaannya telah disebutkan dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi. [Tafsir Fath al-Qadir, 1414: 5/226]. Di antara hadits-hadits yang banyak dikutip oleh para mufasir terkait dengan kedudukan dan derajat orang yang berilmu antara lain, sebagimana yang terdapat dalam Tafsir al-Qurthubi:

وَرُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: [بَيْنَ الْعَالِمِ وَالْعَابِدِ مِائَةُ دَرَجَةٍ بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ حَضْرُ الْجَوَادِ الْمُضَمَّرِ سَبْعِينَ سَنَةً]. وَعَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: [فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ]. وَعَنْهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: [يَشْفَعُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَلَاثَةٌ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْعُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ] فَأَعْظِمْ بِمَنْزِلَةٍ هِيَ وَاسِطَةٌ بَيْنَ النُّبُوَّةِ وَالشَّهَادَةِ بِشَهَادَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Diriwayatkan dari Nabi Saw, sesunggunya ia bersabda: “Jarak antara orang yang berilmu dan seorang budak adalah seratus derajat, jarak antara dua derajatnya seperti tujuh puluh tahun perjalanan kuda”. Dan dari Nabi Saw, “Keutamaan orang berilmu atas seorang budak adalah laksana bulan purnama ketika malam atas sekalian bintang-gemintang”. Dan dari Nabi Saw: “Pada hari kiamat akada ada tiga golongan yang memberi syafaat: para nabi, para ulama, dan para syuhada”, maka tempat yang paling mulia adalah di pertengahan antara kenabian dan kesaksian Rasulullah [Tafsir al-Qurthubi, 1964: 17/ 300].

Unsur iman ada dua, yakni kekuatan hati dan kekuatan amanah.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Allah SWT meninggikan derajat orang-orang tertentu sesuai kehendak-Nya. Di antaranya adalah seperti yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat Mujadilah [58]  ayat 11, “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu,  ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

“Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan kriteria orang yg akan ditingkatkan derajatnya,” kata Prof Dr Didin Hafihuddin MS saat mengisi pengajian guru dan tenaga kependidikan Sekolah Bosowa Bina Insani [SBBI], di Masjid Al Ikhlas Bosowa Bina Insani,  Bogor, Jawa Barat, Jumat [6/3].

Guru Besar IPB Bogor itu menyebutkan, kriteria pertama adalah orang yang beriman. “Unsur iman ada dua, yakni kekuatan hati dan kekuatan amanah. Hal itu seperti dipaparkan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Mukminun ayat 1-11,” ujarnya seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Terjemah Surat Al-Mukminun ayat 1-11 sebagai berikut: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, [yaitu] orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”

Kiai Didin menegaskan, sifat amanah seperti disebutkan dalam Surat Al Mukmun di atas, berlaku bagi semua orang. Termasuk mereka yang berprofesi sebagai guru. “Guru yang amanah selalu mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar. Baginya, mengajar bukan semata- mata panggilan tugas. Melainkan, sebagai ibadah dan amanah yang harus ditunaikan dengan sebaik mungkin,” paparnya.

Kriteria kedua adalah orang yang berilmu pengetahuan. Terkait ilmu pengetahuan itu tidak hanya  berarti orang-orang yang pintar, tapi juga mereka yang gemar belajar dan mencintai ilmu. 

“Bicara tentang orang yang ditinggikan derajatnya terkait ilmu pengetahuan itu mencakup orang yang mengajarkan ilmu, orang yang selalu belajar ilmu, orang yang mendengarkan ilmu, dan orang yang mencintai ilmu. Jangan  jadi orang kelima, yakni mereka yang  tidak ada perhatiannya kepada ilmu, karena kesibukannya terkait urusan dunia,” papar Kiai Didin.

Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun [UIKA] Bogor itu menambahkan, Surat Mujadilah ayat 11 itu juga membahas tentang adab. “Adab itu sangat penting. Bahkan, adab itu lebih dulu dari ilmu,” tuturnya.

Termasuk adab [akhlak] terhadap ilmu. “Misalnya, sebelum seorang guru mengajarkan tahsin kepada para siswa, ajarkanlah terlebih dahulu kepada mereka adab membaca Alquran,” paparnya.

Kiai Didin mengemukakan, yang menguatkan iman dan adab  adalah membaca Alquran. “Tidak hanya sekadar membaca Alquran, tapi juga saling menyimak dan  saling menasehati,” ujarnya.

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề