Siapa yang menjahit bendera Merah Putih

Berita Nasional

Kisah Ibu Fatmawati Menjahit Bendera Pusaka Merah Putih Walau Sedang Dalam Kondisi Hamil Tua

Minggu, 15 Agustus 2021 17:22
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ibu Fatmawati ketika sedang menjahit bendera Merah-Putih yang akhirnya menjadi Bendera Pusaka, bulan Oktober 1944

Baca Selanjutnya:

RESMI Dosen Unsri Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi, Langsung Ditahan

X

TRIBUN-BALI.COM - Beginilah kisah Ibu Fatmawati menjahit bendera pusaka Merah Putih sebelum dikibarkan saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia [RI].

Bung Karno tidak dapat mempertahankan rumah tangganya dengan Inggit Garnasih.

Keduanya resmi bercerai pada 1943.

Selanjutnya Bung Karno menikahi Fatmawati dengan cara yang unik.

Baca juga: Sejarah Bendera Merah Putih yang Dijahit Fatmawati

Saat itu keduanya menikah dengan cara perwalian.

Bung Karno berada di Jawa dan Fatmawati berada di Bengkulu.

Fatmawati menikah dengan wakil Bung Karno, Opseter Sarjono, pada 1 Juni 1943.

Setelah prosesi pernikahan itu, Ibu Fatmawati dibawa ke Jakarta.

Setelah menikah dengan Soekarno, menjadi Ibu Negara merupakan peran yang sangat berat dan penting bagi Fatmawati.

Ia harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan terpisah dari Bung Karno untuk menghindari penangkapan.

Fatmawati jadi pejuang kemerdekaan

Selama masa memperebutkan kemerdekaan, Fatmawati berperan ganda.

Selain sebagai Ibu Negara, ia juga berperan dalam menyiapkan dan memberikan ransum untuk pejuang di pasukan terdepan pertempuran.

Tidak saja urusan makan, Fatmawati kerap juga menjadi orator ulung untuk menyemangati rakyat dan pejuang merebut kemerdekaan.

Kepiawaian berorasi Fatmawati ini membuat Bung Karno makin bangga dan mencintai Fatmawati.

Baca juga: Resmikan Monumen Fatmawati, Presiden Sebut Beliau sebagai Ibu Seluruh Rakyat Indonesia

Bahkan, saat pasca-kemerdekaan, ia juga dikenal pandai menjalin hubungan dengan para kepala negara pada level internasional.

Menjahit Merah Putih

Saat hamil tua Jelang kemerdekaan Indonesia, Fatmawati mendapatkan tugas untuk menjahit bendera Merah Putih.

Sejumlah kutipan Fatmawati yang cukup heroik ditulis oleh Bondan Winarno [2003] dalam bukunya Berkibarlah Benderaku.

"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu, kenang Fatmawati, istri Proklamator Republik Indonesia, Soekarno.

Ungkapan tersebut dikarenakan Fatmawati sedang hamil tua dan sudah bulannya untuk melahirkan Guntur Soekarnoputra, putra sulung pasangan Bung Karno dan Fatmawati.

Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah Putih, kata Fatmawati.

Dua hari menjahit, baru selesai Ia menghabiskan waktunya menjahit bendera besar itu di ruang makan dengan kondisi fisik yang cukup rentan.

Jadi saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab, dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit, katanya.

Fatmawati baru menyelesaikan jahitan bendera Merah Putih itu dalam waktu dua hari.

Bendera Merah Putih berukuran 2 x 3 meter itu akan dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Bendera yang dijahit Fatmawati itu menjadi Bendera Pusaka hingga saat ini.

Baca juga: Bersemi dalam Sepi dan Pengasingan, Inilah Kisah Cinta Bung Karno dan Fatmawati

Peran perwira Jepang di balik Merah Putih

Keberadaan Bendera Pusaka itu berawal dari rencana seorang perwira Jepang bernama Shimizu untuk memenuhi "janji kemerdekaan" dari Jepang bagi Indonesia.

Ia merupakan Kepala Bagian Propaganda Gunseikanbu atau pemerintah militer Jepang di Jawa dan Sumatera. Shimizu memosisikan diri sebagai orang yang pro-Indonesia.

Sikap pro-Indonesia Shimizu merupakan skenario yang ia mainkan sebagai kepala barisan propaganda.

Saat Bung Karno berkunjung ke kantor Shimizu di Gunseikanbu [sekarang kantor pusat Pertamina di Jakarta Pusat], Shimizu menginstruksikan anak buahnya bernama Chaerul Basri agar mencari rumah untuk Bung Karno.

Chaerul pun melakukan pencarian dan menemukan rumah di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini.

Bahan katun untuk Bendera Pusaka

Rumah itu yang menjadi tempat bagi Fatmawati menjahit bendera Merah Putih sesuai permintaan Shimizu.

Waktu itu, sulit mendapatkan bahan kain untuk membuat bendera dengan ukuran yang besar.

Rakyat saja menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan karung atau goni.

Situasi itu disebabkan oleh kelangkaan tekstil.

Pada akhirnya Shimizu menginstruksikan seorang perwira Jepang mencari kain merah dan putih untuk diberikan ke Fatmawati.

Sang perwira yang ditugaskan berhasil membawa dua kain merah dan putih dari bahan katun yang halus.

Dua kain itu diperoleh dari sebuah gedung di Jalan Pintu Air, Jakarta Pusat, dan diantarkan oleh Chaerul ke Pegangsaan.

Tetesan air mata Fatmawati dan simbol nasionalisme

Tetesan air mata Fatmawati merupakan ungkapan keharuannya atas perjuangan panjang rakyat Indonesia dan para pemimpinnya meraih kemerdekaan secara mandiri hingga tahap akhir.

Perjuangannya menjahit dua kain katun halus itu menunjukkan sumbangsih seorang perempuan Indonesia yang ikut memperjuangkan nasib bangsanya.

Fatmawati telah mengisi kepingan besar perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Bendera yang telah dijahit dengan susah payah dan tetesan air mata itu kini menjadi Bendera Pusaka sekaligus simbol nasionalisme yang selalu dibentangkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan ke depannya.

Terakhir dikibarkan pada tahun 1968

Pada rentang tahun 1946 1968, bendera buatan Fatmawati hanya dikibarkan saat perayaan kemerdekaan di tanggal 17 Agustus saja.

Sejak 1969, Sang Saka dipensiunkan dan tak pernah absen dalam upacara bendera di Istana Kepresidenan, meskipun hanya berada di kotak penyimpanan.

Asal-usul bendera replika

Ide pembuatan replika bendera merah putih muncul dari usulan Husein Mutahar yang saat itu bekerja di bawah naungan Kemendikbud.

Bendera pertama berkibar selama 16 tahun.

Bendera duplikat kedua merupakan bendera yang paling lama berkibar di Istana Negara.

Setidaknya selama 30 tahun, bendera duplikat kedua berkibar dari tahun 1985 hingga tahun 2014.

Tahun selanjutnya, tepatnya pada upacara kemerdekaan tahun 2015 telah menggunakan bendera replika ketiga.

Duplikasi ketiga bendera Merah Putih sebenarnya telah dibuat sejak tahun 1995.

Namun pada saat itu bendera tidak dikibarkan dan hanya disimpan karena bendera replika kedua dirasa masih layak untuk digunakan.[*]

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Fatmawati Teteskan Air Mata Saat Menjahit Merah Putih"

Sumber: Kompas.com
Tags:
Fatmawati
Bendera Merah Putih
hamil tua
Soekarno
pejuang kemerdekaan
mesin jahit
bendera replika
Tribun Bali
Berita nasional
Berita Terkait:Berita Nasional

PPKM Level 3 Dibatalkan, Aturan Baru yang Lebih Spesifik Dikeluarkan, Ini Kata Kemendagri

HARTA KEKAYAAN Dirut Baru PLN Darmawan Prasodjo Rp 14 Miliar, Paling Banyak Tanah dan Bangunan

Video Pilihan

Sosok Anak Kecil yang Lari Ketakukan kala Erupsi Gunung Semeru, Masjid Jadi Pelindung dan Penyelamat

Ikuti kami di

Video

Bài mới nhất

Chủ Đề