Tentara Salib yang dikepung pasukan Salahuddin di Yerusalem dipimpin oleh

Pengepungan Yerusalem adalah sebuah pertempuran yang terjadi pada tanggal 20 September mencapai 2 Oktober 1187 selang Dinasti Ayyubiyyah dan Kerajaan Yerusalem. Pertempuran ini mengakibatkan Yerusalem diduduki kembali dari tangan tentara Salib oleh Salahuddin al-Ayyubi dan kehancuran Kerajaan Yerusalem.

Kerajaan Yerusalem yang lebih lemah karena permasalahan internal, hampir dikalahkan dalam Pertempuran Hattin pada tanggal 4 Juli 1187. Banyak tokoh-tokoh kerajaan tersebut tertangkap, termasuk Raja Guy, dan selama musim panas Saladin dengan cepat mengacaukan kerajaan. Pada menengah bulan September, Saladin merebut kota Akko, Nablus, Jaffa, Toron, Sidon, Beirut, dan Ashkelon. Para pengungsi melarikan diri ke Tirus, satu-satunya kota yang dapat menahan serangan Saladin.

Pada hari Minggu, tanggal 20 September 1187, Saladin mencapai Yerusalem dengan banyak pasukan membangun kemah dan memulai pengepungan. Pada tanggal 21 September pasukan Saladin mulai ke utara dan baratlaut tembok mulai menyerang Yerusalem. Karena mendapat perlawanan sengit dan matahari yang menyilaukan penyerang serta benteng Kerajaan Yerusalem terbukti terlalu kuat Saladin harus menunda serangan. Pada malam 25 mencapai 26 September, dia pindah kemahnya di Bukit Zaitun di sisi timur laut kota penghabisannya pada tanggal 29 September pasukan Saladin telah telah berhasil merobohkan dinding benteng.


Pertempuran ini berkesudahan dengan menyerahnya Yerusalem pada 2 Oktober 1187. Saladin berhasil merebut Yerusalem pada 2 Oktober 1187 setelah usia 88 tahun dikuasai Kristen. Tanggal itu juga memiliki makna simbolis khusus untuk Muslim karena bertepatan dengan tanggal 27 Rajab yaitu tanggal peringatan Isra dan Mikraj.

Referensi

  • James A. Brundage, The Crusades: A Documentary Survey. Marquette University Press, 1962.
  • Peter W. Edbury, The Conquest of Jerusalem and the Third Crusade: Sources in Translation. Ashgate, 1996.
  • P. M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. Longman, 1986.
  • Amin Maalouf, The Crusades Through Arab Eyes. London, 1984.
  • Steven Runciman, A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100-1187. Cambridge University Press, 1952.
  • Kenneth Setton, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 [available online].
  • R. C. Smail, Crusading Warfare, 1097-1193. Cambridge University Press, 1956.

edunitas.com

Page 2

Pengepungan Yerusalem adalah sebuah pertempuran yang terjadi pada tanggal 20 September mencapai 2 Oktober 1187 selang Dinasti Ayyubiyyah dan Kerajaan Yerusalem. Pertempuran ini mengakibatkan Yerusalem diduduki kembali dari tangan tentara Salib oleh Salahuddin al-Ayyubi dan kehancuran Kerajaan Yerusalem.

Kerajaan Yerusalem yang lebih lemah karena permasalahan internal, hampir dikalahkan dalam Pertempuran Hattin pada tanggal 4 Juli 1187. Banyak tokoh-tokoh kerajaan tersebut tertangkap, termasuk Raja Guy, dan selama musim panas Saladin dengan cepat mengacaukan kerajaan. Pada menengah bulan September, Saladin merebut kota Akko, Nablus, Jaffa, Toron, Sidon, Beirut, dan Ashkelon. Para pengungsi melarikan diri ke Tirus, satu-satunya kota yang dapat menahan serangan Saladin.

Pada hari Minggu, tanggal 20 September 1187, Saladin mencapai Yerusalem dengan banyak pasukan membangun kemah dan memulai pengepungan. Pada tanggal 21 September pasukan Saladin mulai ke utara dan baratlaut tembok mulai menyerang Yerusalem. Karena mendapat perlawanan sengit dan matahari yang menyilaukan penyerang serta benteng Kerajaan Yerusalem terbukti terlalu kuat Saladin harus menunda serangan. Pada malam 25 mencapai 26 September, dia pindah kemahnya di Bukit Zaitun di sisi timur laut kota penghabisannya pada tanggal 29 September pasukan Saladin telah telah berhasil merobohkan dinding benteng.


Pertempuran ini berkesudahan dengan menyerahnya Yerusalem pada 2 Oktober 1187. Saladin berhasil merebut Yerusalem pada 2 Oktober 1187 setelah usia 88 tahun diduduki Kristen. Tanggal itu juga memiliki makna simbolis khusus untuk Muslim karena bertepatan dengan tanggal 27 Rajab yaitu tanggal peringatan Isra dan Mikraj.

Referensi

  • James A. Brundage, The Crusades: A Documentary Survey. Marquette University Press, 1962.
  • Peter W. Edbury, The Conquest of Jerusalem and the Third Crusade: Sources in Translation. Ashgate, 1996.
  • P. M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. Longman, 1986.
  • Amin Maalouf, The Crusades Through Arab Eyes. London, 1984.
  • Steven Runciman, A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100-1187. Cambridge University Press, 1952.
  • Kenneth Setton, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 [available online].
  • R. C. Smail, Crusading Warfare, 1097-1193. Cambridge University Press, 1956.

edunitas.com

Page 3

Pengepungan Yerusalem adalah sebuah pertempuran yang terjadi pada tanggal 20 September mencapai 2 Oktober 1187 selang Dinasti Ayyubiyyah dan Kerajaan Yerusalem. Pertempuran ini mengakibatkan Yerusalem diduduki kembali dari tangan tentara Salib oleh Salahuddin al-Ayyubi dan kehancuran Kerajaan Yerusalem.

Kerajaan Yerusalem yang lebih lemah karena permasalahan internal, hampir dikalahkan dalam Pertempuran Hattin pada tanggal 4 Juli 1187. Banyak tokoh-tokoh kerajaan tersebut tertangkap, termasuk Raja Guy, dan selama musim panas Saladin dengan cepat mengacaukan kerajaan. Pada menengah bulan September, Saladin merebut kota Akko, Nablus, Jaffa, Toron, Sidon, Beirut, dan Ashkelon. Para pengungsi melarikan diri ke Tirus, satu-satunya kota yang dapat menahan serangan Saladin.

Pada hari Minggu, tanggal 20 September 1187, Saladin mencapai Yerusalem dengan banyak pasukan membangun kemah dan memulai pengepungan. Pada tanggal 21 September pasukan Saladin mulai ke utara dan baratlaut tembok mulai menyerang Yerusalem. Karena mendapat perlawanan sengit dan matahari yang menyilaukan penyerang serta benteng Kerajaan Yerusalem terbukti terlalu kuat Saladin harus menunda serangan. Pada malam 25 mencapai 26 September, dia pindah kemahnya di Bukit Zaitun di sisi timur laut kota penghabisannya pada tanggal 29 September pasukan Saladin telah telah berhasil merobohkan dinding benteng.


Pertempuran ini berkesudahan dengan menyerahnya Yerusalem pada 2 Oktober 1187. Saladin berhasil merebut Yerusalem pada 2 Oktober 1187 setelah usia 88 tahun diduduki Kristen. Tanggal itu juga memiliki makna simbolis khusus untuk Muslim karena bertepatan dengan tanggal 27 Rajab yaitu tanggal peringatan Isra dan Mikraj.

Referensi

  • James A. Brundage, The Crusades: A Documentary Survey. Marquette University Press, 1962.
  • Peter W. Edbury, The Conquest of Jerusalem and the Third Crusade: Sources in Translation. Ashgate, 1996.
  • P. M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. Longman, 1986.
  • Amin Maalouf, The Crusades Through Arab Eyes. London, 1984.
  • Steven Runciman, A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100-1187. Cambridge University Press, 1952.
  • Kenneth Setton, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 [available online].
  • R. C. Smail, Crusading Warfare, 1097-1193. Cambridge University Press, 1956.

edunitas.com

Page 4

Pengepungan Yerusalem adalah sebuah pertempuran yang terjadi pada tanggal 20 September mencapai 2 Oktober 1187 selang Dinasti Ayyubiyyah dan Kerajaan Yerusalem. Pertempuran ini mengakibatkan Yerusalem diduduki kembali dari tangan tentara Salib oleh Salahuddin al-Ayyubi dan kehancuran Kerajaan Yerusalem.

Kerajaan Yerusalem yang lebih lemah karena permasalahan internal, hampir dikalahkan dalam Pertempuran Hattin pada tanggal 4 Juli 1187. Banyak tokoh-tokoh kerajaan tersebut tertangkap, termasuk Raja Guy, dan selama musim panas Saladin dengan cepat mengacaukan kerajaan. Pada menengah bulan September, Saladin merebut kota Akko, Nablus, Jaffa, Toron, Sidon, Beirut, dan Ashkelon. Para pengungsi melarikan diri ke Tirus, satu-satunya kota yang dapat menahan serangan Saladin.

Pada hari Minggu, tanggal 20 September 1187, Saladin mencapai Yerusalem dengan banyak pasukan membangun kemah dan memulai pengepungan. Pada tanggal 21 September pasukan Saladin mulai ke utara dan baratlaut tembok mulai menyerang Yerusalem. Karena mendapat perlawanan sengit dan matahari yang menyilaukan penyerang serta benteng Kerajaan Yerusalem terbukti terlalu kuat Saladin harus menunda serangan. Pada malam 25 mencapai 26 September, dia pindah kemahnya di Bukit Zaitun di sisi timur laut kota penghabisannya pada tanggal 29 September pasukan Saladin telah telah berhasil merobohkan dinding benteng.


Pertempuran ini berkesudahan dengan menyerahnya Yerusalem pada 2 Oktober 1187. Saladin berhasil merebut Yerusalem pada 2 Oktober 1187 setelah usia 88 tahun dikuasai Kristen. Tanggal itu juga memiliki makna simbolis khusus untuk Muslim karena bertepatan dengan tanggal 27 Rajab yaitu tanggal peringatan Isra dan Mikraj.

Referensi

  • James A. Brundage, The Crusades: A Documentary Survey. Marquette University Press, 1962.
  • Peter W. Edbury, The Conquest of Jerusalem and the Third Crusade: Sources in Translation. Ashgate, 1996.
  • P. M. Holt, The Age of the Crusades: The Near East from the Eleventh Century to 1517. Longman, 1986.
  • Amin Maalouf, The Crusades Through Arab Eyes. London, 1984.
  • Steven Runciman, A History of the Crusades, vol. II: The Kingdom of Jerusalem and the Frankish East, 1100-1187. Cambridge University Press, 1952.
  • Kenneth Setton, ed. A History of the Crusades, vol. I. University of Pennsylvania Press, 1958 [available online].
  • R. C. Smail, Crusading Warfare, 1097-1193. Cambridge University Press, 1956.

edunitas.com

Page 5

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian agresi penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Agresi ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang aci, karena ketika mereka memainkan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim menyalakan bahwa agresi itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar balik

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim lainnya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan setelah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan setelah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Semenjak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berupaya menyerang kafilah Mekkah yang memainkan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi kelompokan sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama lain dalam mempertahankan hidup dari sekeliling yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditolak oleh kebutuhan untuk berperan sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain guna mencari air dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan memainkan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tidak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Agresi pertama

Berlandaskan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, sela tujuh sampai sembilan bulan setelah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu golongan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, sela Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang bersahabat dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di sela mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa memainkan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Agresi kedua

Ubaidah bin Harits memimpin agresi kedua. Agresi ini dilakukan sembilan bulan setelah hijrah, beberapa hari pertama setelah agresi yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan setelah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk memainkan agresi lain terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu diamankan oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim memainkan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy berada cukup jauh dari tempat para penyerang berada, sehingga tidak memungkinkan memainkan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini akhir dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang lainnya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Kejadian ini beberapa diistilahkan dalam kumpulan hadits Shahih Bukhari:[18]

Diri sendiri mendengar Sa'd bercakap, "Akulah yang pertama di sela orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Agresi Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin agresi ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Agresi ini dilakukan sekitar satu bulan setelah agresi sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa memainkan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Agresi keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah agresi pertama yang mana Muhammad ikut bawa anggota secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tidak berhasil mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi berhasil lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim berhasil mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak memainkan negosiasi dan akhir-akhirnya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tidak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tidak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tidak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, pokok dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana beliau [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat meminta bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif bila sang nabi meminta bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada agresi yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan setelah agresi di al-Abwa, beliau secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah agresi yang diikuti oleh beberapa orang Ansar bawa anggota untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] disertai oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari agresi ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada akhir-akhirnya, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tidak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tidak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Agresi keenam

Dua atau tiga bulan setelah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara beliau pergi memimpin agresi lainnya. Sela 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan setelah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka ada tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka mau untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad ada informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Beliau juga mengakhiri perjanjian lain yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Semua perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Agresi Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan berhasil
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk agresi terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tidak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad melepaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan agresi pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Setelah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk memainkan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka akan melaksanakan Haji kecil [Umrah], karena saat itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa kumpulan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena saat itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci hal telah tersedia larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, setelah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tidak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk memainkan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy akhir melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena waktunya, dan karena agresi itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Diri sendiri tidak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tidak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di lain pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai akhir-akhirnya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka berwawancara kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, semakin agung [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima anggota harta rampasan. Dia melepaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang pokoknya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun bila mereka diserang oleh musuh.

Segera setelah dimerdekakan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy memainkan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan waktu yang akurat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk melaksanakan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk memainkan perdagangan, karena kaum Muslim berhasil menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berupaya jalur perdagangan lainnya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah menempuh sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Akan tapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Setelah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka berhasil menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim berhasil menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan lainnya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan berhasil, sebanyak agung harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTidak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, berlanjut pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang dinamakan Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dimerdekakan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak agung perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa waktu kejadiannya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tidak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur setelah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Akhir-akhirnya mereka mesti berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada akhir-akhirnya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini dinamakan juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan berlanjut pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Agar tidak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak kumpulan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad akhir mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk semakin bersiap-siap ketika membunuh sesama Muslim secara tidak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad meminta kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tidak diizinkan mengganggu suku-suku yang ada kesepakatan dengan Muhammad.
  • Akhir Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Akhir Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah setelah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Bila para mahir kitab membayar pajak yang dinamakan Jizyah, maka kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berdamai dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim mesti menganggap mereka sebagai saudara sesama Muslim.[48]

Referensi

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 6

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian agresi penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Agresi ini biasanya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan sebagai mengumpulkan informasi dan merampas barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu diasumsikan sebagai tindakan yang sah, karena ketika mereka melaksanakan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim menyatakan bahwa agresi itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin sebagai mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar balik

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim lainnya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Semenjak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melaksanakan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi kelompok sangat penting sebagai kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama lain dalam mempertahankan hidup dari sekeliling yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditolak oleh kebutuhan sebagai bertindak sebagai suatu kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain guna mencari air dan padang rumput sebagai binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melaksanakan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai suatu kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Agresi pertama

Berlandaskan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], suatu hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, sela tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu golongan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, sela Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud sebagai menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di sela mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melaksanakan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam untuk Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Agresi kedua

Ubaidah bin Harits memimpin agresi kedua. Agresi ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa hari pertama sesudah agresi yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah sebagai melaksanakan agresi lain terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu diamankan oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim melakukan usaha menuju Thanyatul-Murra, suatu tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan melaksanakan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini yang belakang sekali dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang lainnya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Perihal jadinya ini beberapa diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Diri sendiri mendengar Sa'd bercakap, "Akulah yang pertama di sela orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Agresi Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan sebagai memimpin agresi ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Agresi ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah agresi sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu sebagai menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melaksanakan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Agresi keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah agresi pertama yang mana Muhammad ikut bawa anggota secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah sebagai mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melaksanakan negosiasi dan akhir-akhirnya kedua pemimpin menandatangani perjanjian sebagai tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji sebagai tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji sebagai tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, pokok dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana beliau [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat meminta bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan sebagai memberikan tanggapan positif bila sang nabi meminta bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada agresi yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah agresi di al-Abwa, beliau secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, suatu jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah agresi yang didampingi oleh beberapa orang Ansar bawa anggota sebagai awal mulanya.[15][19][19][24] Suatu kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] didampingi oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari agresi ini adalah sebagai merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada akhir-akhirnya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan suatu masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Agresi keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad sebagai menggantikannya di Madinah sementara beliau pergi memimpin agresi lainnya. Sela 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, suatu kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil belakang.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad mendapat informasi bahwa suatu kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka benar tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka mau sebagai menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad benar informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan sebagai menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad menyelenggarakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Beliau juga mengakhiri perjanjian lain yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Agresi Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk agresi terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan sebagai tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan adalah agresi pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla sebagai memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy sebagai melaksanakan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya sebagai menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan sebagai menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka akan melaksanakan Haji kecil [Umrah], karena ketika itu adalah bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan sebagai haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena ketika itu sedang bulan Rajab, berpegang pada kebenaran pada awal Rajab, atau pada belakang [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang adalah satu dari empat bulan suci hal telah tersedia larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu sebagai menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan sebagai melaksanakan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy yang belakang sekali melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana sebagai memberikan seperlima dari harta rampasan untuk Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena waktunya, dan karena agresi itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang sudah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] sebagai bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Diri sendiri tak menyuruh kalian sebagai bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di lain pihak, menggunakan kesempatan emas ini sebagai memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka sudah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai akhir-akhirnya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka berwawancara untukmu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir untuk Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, semakin agung [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima anggota harta rampasan. Dia membebaskan tawanan sebagai tebusan dan membayar uang darah sebagai korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah sudah menurunkan ayat yang pokoknya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin sebagai menyerang kapanpun bila mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dimerdekakan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim sebagai bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melaksanakan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu adalah waktu yang akurat untuk mereka sebagai pergi ke Suriah sebagai melaksanakan bisnis pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur sebagai melaksanakan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan lainnya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati suatu jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Akan tapi, Muhammad mendapat informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah mendapat informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan mendapat rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy sebagai menemukan jalur perdagangan lainnya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sebanyak agung harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, berlanjut pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke suatu tempat yang dinamakan Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dimerdekakan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak agung perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa waktu perihal jadinyanya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim sebagai menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim sebagai mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka mesti berjuang sebagai bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada akhir-akhirnya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu sebagai dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini dinamakan juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi untuk Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan berlanjut pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana sebagai menyerang Mekkah. Agar tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan sebagai mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] suatu kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang sudah terjadi.

Muhammad yang belakang sekali mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah untuk umat Muslim sebagai semakin bersiap-siap ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin sebagai menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad meminta kaumnya sebagai menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin sebagai memerangi orang kafir Quraisy diakibatkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy untuk umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin sebagai menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan sebagai menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan sebagai merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang benar kesepakatan dengan Muhammad.
  • Yang belakang sekali Muhammad dan para Muslim diizinkan sebagai menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Yang belakang sekali Muhammad dan kaum Muslim diizinkan sebagai menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan sebagai menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Bila para mahir kitab membayar pajak yang dinamakan Jizyah, maka kaum Muslim dilarang sebagai menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan sebagai berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang sudah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim mesti menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Referensi

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Tautan luar


edunitas.com

Page 7

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, center, of, studies hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 8

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, center, of, studies hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 9

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, pusat, ilmu, pengetahuan hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 10

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, pusat, ilmu, pengetahuan hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 11

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka memperagakan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim menyalakan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai mengalami kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berupaya menyerang kafilah Mekkah yang memperagakan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di daerah gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan memperagakan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] sebagian masyarakat juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tidak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang berkumpul di daerah pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang bersahabat dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa memperagakan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk memperagakan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim memperagakan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tidak memungkinkan memperagakan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Kejadian ini sebagian diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa memperagakan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tidak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak memperagakan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tidak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tidak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tidak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] didampingi oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tidak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tidak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid dibangun di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah daerah di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersiap untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tidak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan masyarakat sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih keberhasilan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk memperagakan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi kesan bahwa mereka hendak melaksanakan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tidak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk memperagakan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tidak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awalnya tidak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir masyarakatnya dari sekitarnya, semakin besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di daerah Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy memperagakan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk melaksanakan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk memperagakan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berupaya jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sejumlah besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTidak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sejumlah besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat kejadiannya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tidak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Kesudahannya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa sebagian daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tidak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk semakin berjaga-jaga ketika membunuh sesama Muslim secara tidak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Hingga titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awalnya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tidak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berdamai dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 12

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang memakai unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini biasanya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka memainkan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang memainkan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan memainkan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa memainkan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk memainkan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim memainkan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan memainkan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Peristiwa ini beberapa diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa memainkan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak memainkan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk awal mulanya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk memainkan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk memainkan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang sudah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka sudah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, semakin besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah sudah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy memainkan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk memainkan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan memakai pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sebanyak besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat peristiwanya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang sudah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk semakin berhati-hati ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy diakibatkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang sudah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 13

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang memakai unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini biasanya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka memainkan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang memainkan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan memainkan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa memainkan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk memainkan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim memainkan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan memainkan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Peristiwa ini beberapa diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa memainkan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak memainkan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk awal mulanya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk memainkan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk memainkan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang sudah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka sudah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, semakin besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah sudah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy memainkan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk memainkan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan memakai pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sebanyak besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat peristiwanya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang sudah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk semakin berhati-hati ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy diakibatkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang sudah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 14

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka memperagakan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim menyalakan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai mengalami kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berupaya menyerang kafilah Mekkah yang memperagakan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di daerah gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan memperagakan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] sebagian masyarakat juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tidak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang berkumpul di daerah pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang bersahabat dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa memperagakan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk memperagakan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim memperagakan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tidak memungkinkan memperagakan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Kejadian ini sebagian diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa memperagakan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tidak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak memperagakan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tidak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tidak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tidak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] didampingi oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tidak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tidak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tidak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid dibangun di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah daerah di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersiap untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tidak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan masyarakat sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih keberhasilan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk memperagakan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi kesan bahwa mereka hendak melaksanakan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tidak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk memperagakan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tidak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awalnya tidak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir masyarakatnya dari sekitarnya, semakin besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim semakin jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di daerah Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy memperagakan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk melaksanakan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk memperagakan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berupaya jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sejumlah besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTidak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sejumlah besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat kejadiannya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tidak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Kesudahannya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa sebagian daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tidak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk semakin berjaga-jaga ketika membunuh sesama Muslim secara tidak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Hingga titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awalnya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tidak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berdamai dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan semakin lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 15

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, center, of, studies hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 16

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, center, of, studies hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 17

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, pusat, ilmu, pengetahuan hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 18

Tags [tagged]: perang buwat, unkris, dari mekkah, komandan, muhammad umayyah bin, khalaf, bahran, al, asad badru ukhra, bani nadhir, thi, qerd hudaybiyyah, serangan, al abwa, ia, secara pribadi memimpin, dua, terjadi, tidak, ada rampasan didapatkan, hal, pusat, ilmu, pengetahuan hlm 244, isbn 978, 9960899558, a b haykal, husayn 1976, the, life perang buwat, perang

Page 19

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang memakai unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah yaitu serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini biasanya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka melaksanakan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Semenjak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melaksanakan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melaksanakan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melaksanakan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melaksanakan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini yaitu Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim bergerak menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan melaksanakan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah yaitu orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Peristiwa ini beberapa diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melaksanakan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, yaitu serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya yaitu untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses memperoleh posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melaksanakan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut yaitu sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini yaitu dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini yaitu serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk awal mulanya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini yaitu untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan berperang pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla yaitu pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy yaitu komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk melaksanakan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy yaitu sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melaksanakan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena kalanya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang sudah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk berperang pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk berperang pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka sudah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu dosa besar; tapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah sudah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim lebih jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melaksanakan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan kala yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk melaksanakan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan memakai pemandu yang terpercaya. Hendak tapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sebanyak besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kala peristiwanya yaitu bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka mesti berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang sudah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk lebih berhati-hati ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad yaitu orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy diakibatkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dahulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang sudah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim mesti menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan lebih lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 20

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka melakukan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melakukan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi kelompok sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku didorong oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melakukan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] sebagian warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir dekat al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melakukan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melakukan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim melakukan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan melakukan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Perihal jadinya ini sebagian diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melakukan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melakukan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid dibangun di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk melakukan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melakukan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awalnya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim lebih jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melakukan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bisnis pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk melakukan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sejumlah besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sejumlah besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat perihal jadinyanya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa sebagian daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup dekat dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk lebih berjaga-jaga ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awalnya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan lebih lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 21

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka melakukan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melakukan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi kelompok sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku didorong oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melakukan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] sebagian warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir dekat al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melakukan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melakukan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim melakukan usaha menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan melakukan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Perihal jadinya ini sebagian diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melakukan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melakukan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid dibangun di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan bertempur pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk melakukan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melakukan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena saatnya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk bertempur pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk bertempur pada bulan haram.

Muhammad pada awalnya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang bertempur pada bulan Haram. Katakanlah: "Bertempur dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim lebih jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melakukan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan saat yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bisnis pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk melakukan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang terpercaya. Hendak tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sejumlah besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sejumlah besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa saat perihal jadinyanya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa sebagian daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup dekat dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk lebih berjaga-jaga ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awalnya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan lebih lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 22

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue [1855], menggambarkan rombongan kafilah yang memakai unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah yaitu serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini biasanya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas benda/barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar, karena ketika mereka melaksanakan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim mencetuskan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakangan

Jalur Hijrah dan migrasi Muslim pautannya.

Para pengikut Nabi Muhammad mulai merasakan kemiskinan sesudah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan sesudah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Semenjak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melaksanakan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkumpul menjadi golongan sangat penting untuk kelangsungan hidup di kawasan gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama pautan dalam mempertahankan hidup dari ronde yang terkait dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku ditampik oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat pautan guna mencari cairan dan padang rumput untuk binatang ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melaksanakan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden [atau badui] beberapa warga juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ["khamar yang dilak"], sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Saif ur-Rahman Mubarakpuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan sesudah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang bersama-sama menjadi satu kumpulan di kawasan pesisir tidak jauh al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Sisa dari pembakaran Jahal [Amr bin Hisyam], pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah berjumpa Sisa dari pembakaran Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang berteman dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melaksanakan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Sisa dari pembakaran Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kinaz bin Husain an Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan sesudah hijrah, beberapa ahad sesudah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan sesudah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melaksanakan serangan pautan terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dikawal oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini yaitu Sisa dari pembakaran Sufyan bin Harb.

Para Muslim bergerak menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy telah tersedia cukup jauh dari tempat para penyerang telah tersedia, sehingga tak memungkinkan melaksanakan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah yaitu orang pertama yang membawa panji Islam, yang pautannya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Peristiwa ini beberapa diceritakan dalam himpunan hadits Shahih Bukhari:[18]

Saya mendengar Sa'd berucap, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

—Shahih Bukhari, 5:57:74

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan sesudah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melaksanakan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, yaitu serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil ronde secara langsung.[12][22] Dituturkan bahwa dua belas bulan sesudah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan [Abwa]. Tujuannya yaitu untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tak sukses memperoleh posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi sukses lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim sukses mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melaksanakan negosiasi dan kesudahannya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, inti dari pakta atau perjanjian tersebut yaitu sebagai berikut:[23][18][19][19][22]

Surat ini yaitu dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana dia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat menginginkan bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi menginginkan bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan sesudah serangan di al-Abwa, dia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini yaitu serangan yang disertai oleh beberapa orang Ansar ambil ronde untuk awal mulanya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] ditemani oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini yaitu untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada kesudahannya, tak telah tersedia pertempuran yang terjadi dan tak telah tersedia harta rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tak dikenal oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid didirikan di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa sekarang.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan sesudah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Sisa dari pembakaran Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara dia pergi memimpin serangan pautannya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah kawasan di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil kesudahan.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan sesudah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka mempunyai tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersedia untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Sisa dari pembakaran Sufyan. Muhammad mempunyai informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Dia juga mengakhiri perjanjian pautan yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Seluruh perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis untuknya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, NakhlaPihak yang terlibatKomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
Desember 623, 2 H
Nakhla
  • Penyergapan sukses
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan berperang pada bulan haram, membenarkan pembunuhan warga sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Muslim MadinahQuraisy Mekkah
Abdallah JahsyAmr al-Hadrami- †
8-124
01 tewas
[2 ditawan]

Penyergapan Nakhla yaitu pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih kesuksesan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy yaitu komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Sesudah kembali dari tugas di Badr [Pertempuran Safwan], Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk melaksanakan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy yaitu sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Sisa dari pembakaran Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi bekas bahwa mereka hendak menerapkan Haji kecil [Umrah], karena masa itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa himpunan tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai membangun kemah. Karena masa itu sedang bulan Rajab, patut pada awal Rajab, atau pada kesudahan [pendapat para mahir sejarah berbeda-beda], yang merupakan satu dari empat bulan suci telah tersedianya larangan total untuk peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awal mulanya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, sesudah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tak mau kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melaksanakan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci [bulan haram]. Karena kalanya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang sudah terjadi. Dia memarahi mereka [kaum Muslim] untuk berperang pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Saya tak menyuruh kalian untuk berperang pada bulan haram.

Muhammad pada awal mulanya tak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di pautan pihak, menggunakan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka sudah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai kesudahannya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur di bulan haram:[25]

Mereka meminta keterangan kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu yaitu dosa besar; tapi menghalangi [manusia] dari jalan Allah, kafir kepada Allah, [menghalangi masuk] Masjidilharam dan mengusir warganya dari sekitarnya, lebih besar [dosanya] di sisi Allah.

—Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima ronde harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah sudah menurunkan ayat yang intinya adalah: Penganiayan terhadap Muslim lebih jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera sesudah dilepaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di kawasan Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melaksanakan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan kala yang tepat untuk mereka untuk pergi ke Suriah untuk menerapkan bidang usaha pergangan musiman mereka.

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk melaksanakan perdagangan, karena kaum Muslim sukses menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan pautannya untuk kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil resiko dengan mengirim kafilah melewati sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan memakai pemandu yang terpercaya. Hendak tapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Sesudah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka sukses menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim sukses menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan pautannya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah [Al-Is]KomandanKekuatanKorban
TanggalLokasiHasil
September 627 M, bulan kelima tahun 6 H
Al-Is
Penyergapan sukses, sebanyak besar harta dirampas[15][35][36]
Zaid bin HaritsahSisa dari pembakaran al-As
170 penunggang kudaTak dikenal
0 [35]Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, jadi pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Sisa dari pembakaran al-As, kerabat Muhammad [suami Zainab] dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Sisa dari pembakaran al-As dilepaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sebanyak besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa kala peristiwanya yaitu bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Sisa dari pembakaran Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur sesudah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang telah tersedia sangat sedikit. Dampaknya mereka mesti berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada kesudahannya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging binatang itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa beberapa daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam [atau Batn Idam] dan jadi pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Sisa dari pembakaran Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup tidak jauh dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak himpunan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Sisa dari pembakaran Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang sudah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk lebih berhati-hati ketika membunuh sesama Muslim secara tak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad yaitu orang yang memerintahkan dilakukannya penyerangan terhadap kafilah kaum Quraisy Mekkah.

Sampai titik ini, Muhammad menginginkan kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy diakibatkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awal mulanya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dahulu menyiksa kaum Muslim. Kaum Muslim diperbolehkan untuk merampas harta benda mereka, namun tak diizinkan mengganggu suku-suku yang mempunyai kesepakatan dengan Muhammad.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah sesudah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim.
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang "Mahir Kitab", yaitu orang Kristen dan Yahudi. Jika para mahir kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, karenanya kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berbaik dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang sudah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim mesti menganggap mereka adik-beradik sesama Muslim.[48]

Pustaka

  1. ^ Montgomery Watt, William [21 Jan 2010]. Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. [2008], Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt [1964] hlm. 76
  7. ^ Peters [1999] hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt [1953], hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab [2010]. The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arabic]. Islamic Book Trust. 
  16. ^ here
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab [2010]. [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War [Arab]] . Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an 2:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217, free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery [1956]. Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  [online]
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Sisa dari pembakaran Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan lebih lanjut

  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2002], When the Moon Split, DarusSalam, ISBN 978-9960-897-28-8 
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The Sealed Nectar [Free Version], Darussalam Publications . Note: This is the free version available on Google Books
  • Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, ISBN 978-9960-899-55-8 
  • Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Imam [2003]. Mukhtaṣar zād al-maʻād. Darussalam publishers Ltd. ISBN 978-9960-897-18-9. 
  • Sisa dari pembakaran Khalil, Shawqi [1 March 2004]. Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks. Dar-us-Salam. ISBN 978-9960-897-71-4. 
  • Muir, William [1861], The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Smith, Elder & Co , Original from: Harvard University [according to Google books].

Pranala luar


edunitas.com

Page 23

Penyergapan Kabilah Mekkah di BuwatPihak yang terlibatKomandanKekuatan
TanggalLokasiHasil
Oktober 623,
Buwat
Penyergapan gagal [Kabilah mengambil rute yang tak diketahui][1][2]
Muslim dari MedinaQuraish dari Mekkah
MuhammadUmayyah bin Khalaf
200100 [1500-2500 Unta]

Perang Buwat terjadi pada 2 Hijriah, di bulan Rabiul Akhir. Ini adalah agresi ke 5 yang diperintahkan oleh Muhammad. Muhammad memimpin penyerbuan ini juga [2]

Latar balik dan Penyerbuan

Sebulan sesudah agresi di al-Abwa, beliau secara pribadi memimpin dua ratus orang Muhajir dan Ansar menuju Buwat, suatu jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraish. Suatu kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini, didampingi oleh seratus tentara di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraish. Tujuan dari agresi ini adalah sebagai menghadang dan menawan rombongan Quraish yang kaya akan harta hasil perdagangan. Tak telah tersedia pertempuran terjadi dan tak telah tersedia rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena rute yang dilewati kafilah, tak dikenal. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan suatu mesjid didirikan di tempat tersebut. Ini adalah agresi di mana beberapa Ansar bawa anggota sebagai awal mulanya. [3]

Catatan kaki

  1. ^ Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, hlm. 244, ISBN 978-9960899558 
  2. ^ a b Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  3. ^ The Sealed Nectar,Page 244-245, By Saifur Rahman al Mubarakpuri

edunitas.com

Page 24

Penyergapan Kabilah Mekkah di BuwatPihak yang terlibatKomandanKekuatan
TanggalLokasiHasil
Oktober 623,
Buwat
Penyergapan gagal [Kabilah mengambil rute yang tak diketahui][1][2]
Muslim dari MedinaQuraish dari Mekkah
MuhammadUmayyah bin Khalaf
200100 [1500-2500 Unta]

Perang Buwat terjadi pada 2 Hijriah, di bulan Rabiul Akhir. Ini adalah agresi ke 5 yang diperintahkan oleh Muhammad. Muhammad memimpin penyerbuan ini juga [2]

Latar balik dan Penyerbuan

Sebulan sesudah agresi di al-Abwa, beliau secara pribadi memimpin dua ratus orang Muhajir dan Ansar menuju Buwat, suatu jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraish. Suatu kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini, didampingi oleh seratus tentara di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraish. Tujuan dari agresi ini adalah sebagai menghadang dan menawan rombongan Quraish yang kaya akan harta hasil perdagangan. Tak telah tersedia pertempuran terjadi dan tak telah tersedia rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena rute yang dilewati kafilah, tak dikenal. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan suatu mesjid didirikan di tempat tersebut. Ini adalah agresi di mana beberapa Ansar bawa anggota sebagai pertama kalinya. [3]

Catatan kaki

  1. ^ Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, hlm. 244, ISBN 978-9960899558 
  2. ^ a b Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  3. ^ The Sealed Nectar,Page 244-245, By Saifur Rahman al Mubarakpuri

edunitas.com

Page 25

Penyergapan Kabilah Mekkah di BuwatPihak yang terlibatKomandanKekuatan
TanggalLokasiHasil
Oktober 623,
Buwat
Penyergapan gagal [Kabilah mengambil rute yang tak diketahui][1][2]
Muslim dari MedinaQuraish dari Mekkah
MuhammadUmayyah bin Khalaf
200100 [1500-2500 Unta]

Perang Buwat terjadi pada 2 Hijriah, di bulan Rabiul Akhir. Ini adalah agresi ke 5 yang diperintahkan oleh Muhammad. Muhammad memimpin penyerbuan ini juga [2]

Latar balik dan Penyerbuan

Sebulan sesudah agresi di al-Abwa, beliau secara pribadi memimpin dua ratus orang Muhajir dan Ansar menuju Buwat, suatu jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraish. Suatu kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini, didampingi oleh seratus tentara di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraish. Tujuan dari agresi ini adalah sebagai menghadang dan menawan rombongan Quraish yang kaya akan harta hasil perdagangan. Tak telah tersedia pertempuran terjadi dan tak telah tersedia rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena rute yang dilewati kafilah, tak dikenal. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan suatu mesjid didirikan di tempat tersebut. Ini adalah agresi di mana beberapa Ansar bawa anggota sebagai pertama kalinya. [3]

Catatan kaki

  1. ^ Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, hlm. 244, ISBN 978-9960899558 
  2. ^ a b Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  3. ^ The Sealed Nectar,Page 244-245, By Saifur Rahman al Mubarakpuri

edunitas.com

Page 26

Penyergapan Kabilah Mekkah di BuwatPihak yang terlibatKomandanKekuatan
TanggalLokasiHasil
Oktober 623,
Buwat
Penyergapan gagal [Kabilah mengambil rute yang tak diketahui][1][2]
Muslim dari MedinaQuraish dari Mekkah
MuhammadUmayyah bin Khalaf
200100 [1500-2500 Unta]

Perang Buwat terjadi pada 2 Hijriah, di bulan Rabiul Akhir. Ini adalah agresi ke 5 yang diperintahkan oleh Muhammad. Muhammad memimpin penyerbuan ini juga [2]

Latar balik dan Penyerbuan

Sebulan sesudah agresi di al-Abwa, beliau secara pribadi memimpin dua ratus orang Muhajir dan Ansar menuju Buwat, suatu jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraish. Suatu kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini, didampingi oleh seratus tentara di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraish. Tujuan dari agresi ini adalah sebagai menghadang dan menawan rombongan Quraish yang kaya akan harta hasil perdagangan. Tak telah tersedia pertempuran terjadi dan tak telah tersedia rampasan yang didapatkan. Hal ini diakibatkan karena rute yang dilewati kafilah, tak dikenal. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan suatu mesjid didirikan di tempat tersebut. Ini adalah agresi di mana beberapa Ansar bawa anggota sebagai awal mulanya. [3]

Catatan kaki

  1. ^ Mubarakpuri, Saifur Rahman Al [2005], The sealed nectar: biography of the Noble Prophet, Darussalam Publications, hlm. 244, ISBN 978-9960899558 
  2. ^ a b Haykal, Husayn [1976], The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  3. ^ The Sealed Nectar,Page 244-245, By Saifur Rahman al Mubarakpuri

edunitas.com

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề