Tidak mengejek orang yang berbeda agama adalah contoh sikap

Isu mengenai keragaman bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia saat ini. Dengan adanya media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Facebook, Twitter, Youtube dan Tiktok, banjirnya informasi tidak dapat dihindari setiap orang, berapa pun usianya, baik orang dewasa yang telah mengerti banyak hal, maupun anak-anak yang masih berproses menangkap segala informasi di sekitarnya, salah satunya dari gawai di rumah mereka.

Dengan maraknya informasi yang beragam, anak-anak jadi menyerap banyak hal, mulai ragam jenis manusia, sikap, gaya, isu kekinian, hingga persoalan agama. Bagi anak-anak, informasi yang baru mereka dapatkan melalui indra akan menjadi sesuatu unik yang baru, sehingga terkadang dengan mudah memori mereka menyerap apa yang dilihat, bahkan ada usaha untuk menirunya. Di sinilah perlunya orang tua untuk membatasi anak dalam penggunaan gawai sehari-hari.

Terkait banjirnya informasi yang tak dapat dibendung, isu kerenggangan antarpenganut agama merupakan hal yang perlu diwaspadai. Dewasa ini banyak kita lihat isu-isu relasi antaragama ramai muncul di media sosial. Kita perlu mendidik anak sejak dini, agar dapat menghormati semua orang, apa pun agama, suku dan rasnya.

Mendidik anak untuk menghormati perbedaan agama dapat kita contohkan, sebagai orang tua, dengan berbuat baik dan santun kepada tetangga yang nonmuslim. Misalnya, dengan berolahraga dengan mereka, mengobrol santai, bertukar pengalaman keseharian di sekolah, membincangkan hobi dan hal-hal ringan lainnya yang sekiranya anak dapat diajak dan dilibatkan. Semisal kita sedang membicarakan perihal hobi anak kita dengan anak tetangga yang nonmuslim, kita libatkan dialog di antara keduanya.

“Nak, kamu kan juga suka menggambar, besok menggambarnya bareng sama dia ya...” [sambil mengisyaratkan kepada anak tetangga yang nonmuslim]

“Okay, Mah. Eh, kamu mau kan menggambar bareng besok di rumahku... banyak peralatan menggambar, lho…”

“Wih, boleh...” jawab anak tetangga kita yang nonmuslim tersebut.

Di atas adalah salah satu misal percakapan yang merekatkan hubungan antarpenganut agama yang bisa dimulai sejak dini, agar tidak ada kerenggangan dan stereotip yang terjadi di antara anak-anak. Tujuan utamanya adalah menghilangkan dalam diri si anak akan kecanggungan yang memungkinkan terjadi akibat perbedaan.

Hal ini kita praktikkan di luar rumah. Adapun di dalam rumah, kita kenalkan dan ajarkan anak-anak kita pada akidah yang benar, agar mereka mengenal Allah dan Rasul-Nya sejak dini, sehingga fondasi keimanan tumbuh dan menguat dalam diri si anak.

Apabila, misalnya, terjadi perkelahian dan saling ejek satu sama lain antara anak-anak kita dengan anak-anak tetangga yang berbeda agama, sehingga hal tersebut berimplikasi kepada mengejek dan mengolok-olok agama temannya, maka sudah semestinya orang tua melerai dan mendamaikan keduanya. Ajaklah mereka berdialog dengan baik dan lembut.

“Nak, kamu kenapa berantem sama dia?”

“Itu mah, mainan aku diambil..”

“Oh.. Itu cuma dipinjam sebentar doang kok, nanti dibalikin lagi. Pinjamkan dulu ya sebentar, nanti di rumah kamu bisa main sepuasnya pakai mainan itu.. Sekarang saling bermaafan ya...”

Di sini, jangan sampai orang tua memihak kepada siapa pun, baik kepada anak sendiri ataupun tetangga, sebab hal tersebut menghilangkan kemandirian anak untuk menyelesaikan konflik kecil yang ada di sekitarnya.

Sesampainya di rumah, ajarkan anak untuk lebih menghormati dan tidak mengolok-olok agama lain seperti kejadian tadi. Tentunya dengan bahasa yang halus dan perumpamaan yang mudah ditangkap oleh anak seusianya. Biasanya mereka mengolok-olok tidak dengan serius sebagaimana konflik dan perdebatan yang terjadi antara orang dewasa. Hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan si anak dan informasi yang baru ia tangkap hanyalah soal perbedaan saja, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dalih untuk menyebut temannya ketika sedang berkonflik bahkan mengolok-olok sisi perbedaan tersebut.

“Nak, jangan mengejek teman kamu lagi ya, dia kan yang tiap hari main sama kamu. Nanti, kalau dia nggak mau main lagi sama kamu, kamu nggak ada teman main dong... Apalagi mengejek agama orang, jangan ya, nanti kalau kamu mengejek agama lain, maka mereka juga akan mengejek agama kamu, Nak.”

Ajaklah anak berdialog. Jangan mudah menghakimi mereka. Akan tetapi, ajarkan dan bimbing mereka, bahwa setiap sesuatu yang mereka lakukan pasti memiliki konsekuensi yang didapat. Konsekuensi dari mengejek adalah permusuhan dan hilangnya pertemanan, juga konsekuensi dari mengejek agama lain adalah akan mendapat ejekan yang sama.

Dibandingkan dengan hukuman, lebih baik kita kenalkan anak tentang konsekuensi perbuatan. Sebab, sesuatu yang diwarisi dan ditangkap anak dari sebuah hukuman adalah ketakutan serta kepatuhan sementara. Sementara pengetahuan akan membentuk kepekaan mereka terhadap berbagai manfaat dan risiko dari pilihan sikap mereka sendiri.

Mengenai larangan mengejek agama lain, Allah subhânahu wa ta’âla berfirman dalam surah Al-An'am Ayat 108:

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat.

Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak perbedaan yang akan ditemui. Mulai dari beda suku, beda kepercayaan, dan masih banyak lainnya. Tentu saja dengan latar belakang yang berbeda akan ada banyak pendapat dan cara pandang yang juga berbeda. Ini bisa diatasi dengan sikap toleransi. Adapun pengertian dan contoh sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yaitu sebagai berikut ini:

Pengertian Sikap Toleransi

Pada dasarnya, sikap toleransi adalah sikap yang menghargai antar sesama baik antar individu maupun kelompok. Sikap ini merupakan sikap yang bersifat positif sebab tujuan dari sikap ini adalah untuk menjaga kedamaian dan kerukunan. Dengan menerapkan sikap ini diharapkan masyarakat dapat saling menghargai dan menghormati terlepas dengan identitas atau latar belakangnya.

Sikap toleransi ini kerap digunakan, terutama di Indonesia yang diketahui mempunyai masyarakat dengan suku, agama, dan budaya yang berbeda. Semestinya sikap ini memang diajarkan sedini mungkin supaya kelak generasi muda bisa meneruskan kehidupan bernegara yang tentram dan damai.

Dilihat dari asal mulanya, toleransi diambil dari bahasa Latin yang berarti menahan diri. Dengan demikian menerapkan sikap toleransi berarti adalah sikap menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, latar belakang, maupun cara pandang. Meskipun hal yang disampaikan orang lain bertentangan, bukan berarti harus dipaksakan setuju. Toleransi berarti cukup menerima adanya perbedaan tersebut.

Contoh Sikap Toleransi dalam Menghadapi Perbedaan

Ada banyak contoh nyata dari sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan. Meski sudah mengetahui teori berupa pengertian sikap toleransi di atas, semestinya pembaca juga mengetahui contoh nyatanya. Dengan mengetahui contoh nyata sikap toleransi, pembaca bisa mengaplikasikannya langsung di kehidupan sehari-hari. Adapun contoh sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yaitu:

1. Tidak Membeda-bedakan Teman

Berteman dengan siapa saja tanpa melihat latar belakang suku atau agamanya merupakan salah satu contoh sikap toleransi. Semua orang berhak untuk diperlakukan setara berdasarkan asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Sikap toleransi berarti memandang setiap individu dan kelompok sama tanpa berusaha menghakimi berdasarkan latar belakangnya.

2. Menghargai Perbedaan

Seperti yang disebutkan sebelumnya, sikap toleransi berarti menghargai perbedaan yang ada. Bukan berarti seseorang harus menyetujui atau menentang suatu pendapat atau cara pandang yang berbeda. Menyikapinya dengan bertoleransi berarti cukup dengan menerima bahwa pendapat dan cara pandang pribadi berbeda dengan orang lain.

3. Tidak Menghina Budaya atau Agama Lain

Selanjutnya, contoh sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yaitu tidak menghina budaya atau agama lain. Tidak jarang budaya satu daerah dengan daerah lainnya berbeda bahkan bertentangan. Meskipun bertentangan, pembaca tidak boleh menghina budaya atau ajaran agama lain lantaran tidak selaras dengan ajaran yang diikuti dan dipercaya oleh pembaca.

4. Tidak Memaksakan Pendapat Pribadi

Cara pandang dan pendapat yang berbeda merupakan hal yang wajar. Namun ini menjadi salah jika salah satu pihak memaksakan pendapat atau cara pandangnya untuk diakui sebagai suatu hal yang benar bagi semua orang. Jalan keluar untuk permasalahan demikian ialah mengedepankan musyawarah demi tercapainya mufakat atau keputusan bersama.

5. Saling Peduli dan Membantu Antar Sesama

Selain yang di atas, contoh sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yaitu saling peduli dan membantu antar sesama. Sikap peduli terhadap orang atau kelompok dengan latar belakang yang berbeda termasuk dalam aplikasi sikap toleransi. Ini menunjukkan bahwa pembaca menghormati dan menghargai budaya atau agama lain.

6. Menghormati Perayaan Agama Lain

Sikap toleransi ini sangat sering digunakan di Indonesia. Ini dikarenakan masyarakat Indonesia hidup berdampingan dalam kepercayaan dan agama yang berbeda-beda. Mentoleransi agama lain berarti menghormati kepentingan ibadahnya serta waktu perayaan hari keagamaannya. Misalnya saja tidak membuat kegaduhan saat peringatan Nyepi.

Selain itu, contoh sikap lainnya ialah tidak membuat acara keramaian di dekat rumah ibadah masjid saat waktu shalat tarawih di bulan Ramadhan. Hal-hal demikian bukan hanya dapat menjaga kerukunan saja, namun juga memupuk rasa empati dan solidaritas antar sesama. Dengan demikian hidup berdampingan terasa tentram dan damai.

7. Ikut Memberikan Rasa Aman pada Umat Agama Lain

Banyak sekali kejadian yang tidak diinginkan terjadi tatkala waktu ibadah. Sebagai bentuk toleransi, sudah semestinya untuk saling memberikan rasa aman untuk umat lain dalam beribadah. Misalnya saja dalam suatu desa terdapat beragam umat agama. Sudah semestinya warga desa tersebut bergotong royong untuk saling membantu mengadakan acara keagamaan agar berjalan dengan lancar dan aman.

Sikap toleransi ini akan menumbuhkan rasa saling percaya dan solidaritas di antara masyarakat. Dengan demikian dinamika antar budaya maupun agama yang berbeda bisa rukun dan silaturahmi tetap terjaga. Kelompok maupun individu yang dibantu pun juga akan mendapatkan rasa senang dan dihargai.

8. Menghormati Budaya Suku Lain

Sama seperti ajaran agama lain, prosesi dan ajaran kebudayaan suatu daerah dengan daerah lainnya bisa saja berbeda. Meskipun ini berlawanan dengan budaya yang dianut, sudah semestinya pembaca untuk tetap menghormatinya. Bukan berarti pembaca harus ikut menyetujui atau berpartisipasi di dalamnya. Namun, menghormati tanpa mencelanya saja sudah cukup.

Dapat disimpulkan bahwa contoh sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yaitu memiliki rasa saling menghargai dan menghormati pada orang maupun kelompok lain. Dengan mengedepankan sikap toleransi niscaya kehidupan berdampingan akan lebih selaras, damai, dan tentram.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề