Tokoh Indonesia yang dipilih menjadi ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang 1974 adalah

Lihat Foto

Dok. Humas Kementerian Luar Negeri

Menlu RI Retno Marsudi memimpin debat terbuka Dewan Keamanan PBB DK PBB dengan tema ?Menabur Benih Perdamaian: Meningkatkan Keselamatan dan Kinerja Misi Pemeliharaan Perdamaian [MPP] PBB? di Markas PBB di New York, Rabu [7/5/19]

KOMPAS.com - Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa Bangsa ke-60 pada 28 September 1950.

Sejak pertama bergabung hingga kini, Indonesia berkontribusi banyak bagi PBB beserta program-programnya.

Sebagai anggota PBB, Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah naungan PBB. Misalnya, ECOSOC [Dewan Ekonomi dan Sosial], ILO [Organisasi Buruh Internasional], maupun FAO [Organisasi Pangan dan Pertanian].

Salah satu prestasi Indonesia di PBB adalah saat Menteri Luar Negeri Adam Malik menjabat sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Apa saja peran Indonesia dalam PBB?

Baca juga: Pencapaian dan Tugas Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB

DK PBB adalah organisasi PBB yang tanggung jawab utama adalah pemeliharaan dan keamanan internasional. Organisasi DK sudah ada pada 1945 dan markas besar ada di New York Amerika Serikat.

Sebanyak enam negara merupakan anggota tidak tetap. Pada 1965 lewat Amandemen Piagam PBB, anggota tidak tetap bertambah menjadi 10 anggota dari enam anggota.

Anggota tidak tetap dipilih sesuai letak geografis dengan lima anggota dari Afrika atau Asia. Satu anggota dari Eropa Timur, dua anggota dari Amerika Latin, dan dua anggota dari Eropa Barat atau daerah lain.

Anggota tidak tepak dipilih oleh Majelis Umum PBB untuk masa jabatan dua tahun. Presiden dipegang oleh setiap anggota yang dipilih secara bergilir.

Setiap anggota memiliki satu suara, namun hanya lima anggota tetap memiliki hak veto. Hak veto adalah suara yang memungkina lima anggota tetap untuk mencegah adopsi resolusi Dewan Keamanan PBB yang subtansi.

Ini adalah nama Suku Mandailing; Marga tokoh ini adalah "Batubara".

H. Adam Malik Batubara [22 Juli 1917 – 5 September 1984] adalah seorang politikus Indonesia dan mantan jurnalis yang menjabat sebagai wakil presiden ketiga. Sebelumnya ia menjabat sebagai ketua parlemen, menteri luar negeri, presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan jurnalis. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]

H.

Adam Malik Batubara

Wakil Presiden Indonesia ke-3Masa jabatan
23 Maret 1978 – 11 Maret 1983PresidenSoehartoPendahuluHamengkubuwono IXPenggantiUmar WirahadikusumahKetua Dewan Perwakilan Rakyat ke-7Masa jabatan
1977–1978PendahuluIdham ChalidPenggantiDaryatmoPresiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-BangsaMasa jabatan
1971–1972PendahuluEdvard HambroPenggantiStanisław TrepczyńskiMenteri Luar Negeri Indonesia ke-11Masa jabatan
28 Maret 1966 – 23 Maret 1978PresidenSoekarno
SoehartoPendahuluSoebandrioPenggantiMochtar KusumaatmadjaMenteri Perdagangan Indonesia ke-16Masa jabatan
13 November 1963 – 27 Agustus 1964PresidenSoekarnoPendahuluSuhartoPenggantiAchmad YusufWakil Ketua III Komite Nasional Indonesia PusatMasa jabatan
29 Agustus 1945 – Februari 1950PresidenSoekarnoKetua KNIPKasman Singodimedjo Informasi pribadiLahir[1917-07-22]22 Juli 1917
Pematangsiantar, Sumatra Utara, Hindia BelandaMeninggal5 September 1984[1984-09-05] [umur 67]
Bandung, Jawa Barat, IndonesiaKebangsaanIndonesiaPartai politikPartai Murba
Golongan KaryaSuami/istriNelly Adam MalikProfesiPolitisiTanda tangan
Karier militerPihak
 
IndonesiaDinas/cabangPemberontak IndonesiaMasa dinas1940anPangkatKomandanPertempuran/perangPerang dunia kedua
Revolusi Nasional Indonesia

Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3] Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]

Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama dengan Soemanang, Albert Manoempak Sipahoetar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.[3]

 

Menteri Utama Bidang Politik/Menteri Luar Negeri Adam Malik sedang berbicara di mimbar PBB pada tahun 1966.

 

Menteri Luar Negeri Adam Malik mendampingi Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan Perdana Menteri Takeo Miki di Jepang pada tahun 1975.

 

Pengambilan sumpah jabatan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI pada 24 Maret 1978.

 

Adam Malik sudah resmi menjadi Wakil Presiden RI. Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberi ucapan selamat kepadanya.

 

Suasana Pelantikan Adam Malik sebagai Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR RI.

Kariernya diawali sebagai wartawan dan tokoh pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secara autodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, antara lain melalui pendirian Kantor Berita Antara yang berkantor pada waktu itu di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia [Jl. Pinangsia II Jakarta Utara] kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebagai Direktur diangkat Mr. Soemanang, dan Adam Malik menjabat Redaktur merangkap Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr. Soemanang bersama Djohan Sjahroezah datang ke rumah Sugondo Djojopuspito minta agar Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur.

Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia [Partindo] Pematang Siantar dan Medan. Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia [Gerindo] di Jakarta. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya melawan Pemerintahan Jepang dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Menjelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, ia pernah membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta.

Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat [1945-1947] yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat [KNIP], sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat [DPR-RI] yang lahir dari hasil pemilihan umum.

Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya,yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi [KOTOE]. Pada masa semakin menguatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia, Adam Malik bersama Roeslan Abdulgani dan Jenderal Abdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai trio sayap kanan yang kontra-revolusi.

Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahan Orde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengan kelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baru Soeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung dengan Golkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II [Waperdam II] sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di kabinet Dwikora II.

Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di kabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagai Wakil Presiden RI yang diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] pada tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr. Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Bersama Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN, Adam Malik memelopori terbentuknya ASEAN tahun 1967.

Sebagai seorang diplomat, wartawan bahkan birokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.

Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H.Adam Malik meninggal di Bandung pada 5 September 1984 karena kanker hati. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.

Pada tahun 1982, Adam Malik menerima Dag Hammarskjöld Award dari PBB. Ia juga ditetapkan menjadi pahlawan nasional pada tahun 1998.

Tanda kehormatan nasional

  •   Bintang Republik Indonesia Adipradana [10 Maret 1973][4]
  •   Bintang Mahaputera Adipurna [23 Maret 1973][5]
  •   Bintang Mahaputera Pratama [17 Agustus 1961][5]

Tanda kehormatan luar negeri

  •   Malaysia
    •   Seri Maharaja Mangku Negara [S.M.N.] – Tun [1970][6]
  • Daftar Wakil Presiden Indonesia
  • Adam Malik Award
  • Halte Busway Adam Malik

  1. ^ Daftar Nama Pahlawan Nasional Republik Indonesia Diarsipkan 2012-05-25 di WebCite, Departemen Sosial RI Online, Januari 2010. Diakses 26 Agustus 2012.
  2. ^ a b c d Sunudyantoro, Sedikit Nasi, Banyak Minyak Rambut, 1 Desember 2008, Copyright 2011 TEMPOinteraktif. Diakses 24 September 2011.
  3. ^ a b Akhir Matua Harahap, Surat Kabar di Padang Sidempuan ‘Tempo Doeloe’ dan Lahirnya Tokoh-Tokoh Pers Nasional dari Tapanuli Bagian Selatan, akhirmh.blogspot.com. Diakses 24 September 2011.
  4. ^ "Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Tahun 1959–Sekarang" [PDF]. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 
  5. ^ a b "Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003" [PDF]. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Diakses tanggal 2021-01-20. 
  6. ^ "Semakan Penerima Darjah Kebesaran, Bintang dan Pingat" [dalam bahasa Melayu]. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-19. Diakses tanggal 2021-06-01. 

  • [Indonesia] Adam Malik Wakil Presiden RI [1978-1983]
Jabatan politik Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Wakil Presiden Republik Indonesia
1978–1983
Diteruskan oleh:
Umar Wirahadikusumah
Didahului oleh:
K.H. Idham Chalid
Ketua DPR/MPR
1977–1978
Diteruskan oleh:
Daryatmo
Didahului oleh:
Subandrio
Menteri Luar Negeri Indonesia
1966–1978
Diteruskan oleh:
Mochtar Kusumaatmadja
Didahului oleh:
Suharto
Menteri Perdagangan Indonesia
1963–1964
Diteruskan oleh:
Achmad Yusuf
Didahului oleh:
Lambertus Nicodemus Palar
Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet
1960–1964
Diteruskan oleh:
Manai Sophiaan
Jabatan baru Duta Besar Indonesia untuk Polandia
1959–1962
Diteruskan oleh:
Gustaaf Adolf Maengkom
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Adam Malik.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Adam_Malik&oldid=21213457"

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề