Tokoh yang dikenal sebagai bapak angklung diatonis kromatis yakni

Jakarta, CNN Indonesia --

Angklung dikenal sebagai alat musik tradisional yang berkembang di daratan Sunda atau wilayah Jawa Barat. Cara memainkan angklung pun berbeda dengan alat musik pada umumnya. Angklung dimainkan dengan cara digoyang atau digetarkan.

Sejarah angklung pun dimulai dari tanah Sunda. Dalam tradisi Sunda masa lampau, instrumen angklung digunakan dalam berbagai acara, khususnya perayaan bercocok tanam.

Di masa itu, Angklung dimainkan sebagai bentuk pemanggilan kepada Dewi Sri, sosok yang digambarkan sebagai Dewi Kesuburan, yang memberikan berkah pada tanaman padi agar subur makmur dan menyejahterakan masyarakat.


Dilansir dari Sejarahlengkap.com, Kata angklung berasal dari bahasa Sunda "angkleung-angkleung", yang artinya gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata "klung" adalah suara nada yang dihasilkan instrument musik tersebut.

Setiap nada dihasilkan dari bentuk tabung bambu yang berbeda ukuran. Sehingga jika digoyangkan akan menghasilkan melodi indah yang enak didengar. Maka dari itu, untuk menciptakan sebuah melodi, angklung dimainkan secara kolektif.

Angklung biasanya dibuat dengan jenis bambu hitam [Awi wulung] atau bambu ater [Awi temen], yang mempunyai ciri khas berwarna kuning keputihan saat mengering. Angklung dirangkai dengan mengumpulkan 2 hingga 4 tabung bambu beda ukuran dan dirangkai menjadi satu dengan cara diikat dengan rotan.

Cara Memainkan Angklung

Cara memainkan angklung tergolong sederhana, pemain angklung cukup memegang kerangka angklung [bagian atas] dan menggoyang bagian bawahnya untuk menghasilkan suara. Ada tiga teknik dasar memainkan angklung:

1. Kerulung [Getar]

Teknik ini paling umum dan mendasar, dimana kedua tangan memegang dasar tabung bambu dan menggetarkan ke kiri-kanan berkali-kali selama memainkan nada.

2. Centok [Sentak]

Pada teknik ini, tabung ditarik dengan cepat oleh jari ke telapak tangan, sehingga angklung akan berbunyi sekali saja seperti suara yang menghentak.

3 Tengkep

Pada teknik ini, pemain angklung menggetarkan salah satu tabung, sementara tabung pada bagian lain ditahan sehingga tidak ikut bergetar dan hanya menghasilkan satu suara saja.

Untuk memainkan sebuah lagu menggunakan angklung, biasanya dibutuhkan banyak peserta dan seorang konduktor yang akan memandu pembagian nada. Setiap pemain, akan dibagikan satu hingga empat angklung dengan nada berbeda-beda.

Kemudian, konduktor akan menyiapkan partitur lagu untuk dimainkan, dan masing-masing pemusik harus memainkan angklung sesuai nada dan ketukan irama yang diminta konduktor. Tidak hanya menghasilkan nada yang berbeda, angklung juga mempunyai jenis yang berbeda.

Angklung merupakan sebuah warisan budaya Indonesia. Sejarah angklung di mulai dari tanah Sunda dan kini sudah mendunia. [Foto: Dok. Akun Twitter @indoworldexpo]

Jenis-jenis Angklung

Dalam perjalan sejarah alat musik angklung, banyak daerah di Indonesia menghasilkan jenis angklung baru. Berikut jenis-jenis angklung:

1. Angklung Kanekes

Angklung Kanekes berasal dari Baduy dan ditampilkan hanya saat upacara menanam padi. Pembuatan angklung pun hanya dilakukan oleh orang suku Baduy Dalam.

2. Anklung Reog

Jenis angklung ini digunakan untuk mengiringi tarian Reog Ponorogo di Jawa Timur. Angklung ini memiliki ciri khas bentuk dan suara yang berbeda dengan angklung umum. Suara pada jenis angklung reog lebih keras dan hanya memiliki dua nada. Angklung Reog juga biasanya digunakan sebagai hiasan. Angklung ini juga dikenal dengan sebutan klong kluk.

3. Angklung Dogdog Lojor

Dogdog Lojor adalah sebuah tradisi penghormatan kepada tanaman padi. Angklung jenis ini digunakan hanya pada saat ritual tradisi berjalan. Tradisi ini masih dilakukan masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan atau kesatuan adat Banten Kidul. Masyarakat adat Banten Kidul setiap tahunnya menyelenggarakan tradisi Dogdog Lojor.

Pemain angklung dalam tradisi Dogdog Lojor hanya berjumlah enam orang, di mana dua orang memainkan angklung Dogdog Lojor, dan empat lainnya memainkan angklung besar.

4. Angklung Badeng

Berasal dari Garut, angklung Badeng awalnya digunakan sebagai alat musik pengiring dalam ritual penanaman padi. Seiring dengan masuknya penyebaran Islam pada masa lampau, terjadi pergeseran fungsi, angklung Badeng digunakan sebagai alat pengiring dakwah.

Dibutuhkan 9 angklung untuk melengkapi proses pengiringan dakwah. Kesembilan angklung tersebut terdiri dari dua angklung roel, satu angklung kecer, empat angklung indung, dua angklung anak, dua dogdog, dan dua gembyung.

5. Angklung Padaeng

Jenis angklung ini diperkenalkan pertama kali oleh Daeng Soetigna tahun 1938. Daeng Soetigna melakukan modifikasi pada struktur batang, sehingga mampu menghasilkan nada diatonik. Dengan demikian, angklung ini dapat dimainkan bersama alat musik populer dan modern.

Nawacita Daeng Soetigna kemudian diteruskan oleh Handiman Diratmasasmita, yang ingin angklung dari segi penggunaan sejajar dengan alat musik internasional.

Handiman melanjutkan pembuatan angklung diatonik namun dengan pengembangan yang lebih baik. Selain Handiman Diratmasasmita, sosok lain yang giat mengenalkan angklung ke masyarakat adalah Udjo Ngalegena.

Saung Angklung Udjo di Bandung Jawa Barat merupakan salah satu tempat mengenal eksistensi, keindahan, dan sejarah angklung. [Foto: Anadolu Agency/Mahendra Moonstar]

Saung Angklung Udjo adalah bentuk kecintaan beliau atas alat musik angklung. Udjo berhasil membuat angklung menjadi pertunjukan seni musik yang menarik dan harmonis, dengan memainkan ragam lagu daerah, nasional, dan mancanegara. Saungnya di Bandung Jawa Barat pun kini ramai dikunjungi turis dalam dan luar negeri.

Selain itu, kesenian angklung kini juga telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia. UNESCO menetapkan Angklung sebagai warisan dunia pada 10 November 2010, angklung tercatat sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia. Selain angklung, warisan budaya takbenda lainnya yang masuk representative list UNESCO adalah wayang, batik, dan keris.

Itu lah sejarah angklung, cara memainkan, dan jenis-jenisnya. Sebagai warga negara baiknya kita mengenal entitas budaya dan juga melestarikannya.

[imb/fjr]

[Gambas:Video CNN]

Lihat Foto

Kompas/Rony Ariyanto Nugroho

Bengkel pembuatan angklung Saung Angklung Mang Udjo, Bandung.

BANDUNG, SABTU — Daeng Soetigna, penemu angklung diatonis-kromatis pantas dijadikan sebagai tokoh bangsa karena telah menciptakan alat musik yang mengandung filosofi hidup yang tinggi.

"Pantas jika Daeng Soetigna dijadikan sebagai tokoh bangsa karena berhasil mengangkat watak pemuda dengan angklung," ungkap staf Kementerian Pemuda dan Olahraga Jauhari Arifin mewakili Menteri Pemuda dan Olahraga RI Adhyaksa Dault saat membuka acara penghormatan untuk Daeng Soetigna di Saung Angklung Udjo, Jl Padasuka Bandung, Sabtu [20/12].

Menurut dia, moral atau watak Daeng Soetigna kini melekat dan diteruskan oleh para anak didiknya. Angklung yang diciptakan Daeng Soetigna mengandung filosofi hidup yang tinggi seperti ajaran tentang menciptakan kebersamaan, toleransi, dan kerja sama antarsesama manusia.

Ia mengatakan, dari filosofi yang ada pada alat musik angklung, diharapkan keberagaman tidak menimbulkan perpecahan tetapi justru menjadi pemersatu yang dapat menciptakan sebuah keharmonisan hidup.

Penghormatan terhadap Daeng Soetigna direalisasikan dalam sebuah acara yang mengambil tema "Daeng Soetigna: A-trail Top Inovation In World Music History". Acara penghormatan terhadap Daeng Soetigna ini akan diisi oleh berbagai jenis kegiatan seminar yang dipandu oleh musisi Dwiki Dharmawan.

Sebelumnya, dalam acara pembukaan tersebut, ditampilkan beberapa pertunjukan angklung melibatkan siswa SD, SMA, mahasiswa Unisba. Daeng Soetigna pada 1968 menerima Satyalancana Kebudayaan dari Presiden Soeharto dan pada 2007 menerima Anugerah Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Angklung diatonis yang kini terkenal di mancanegara, untuk pertama kali diciptakan Daeng Soetigna pada 1938 di Kuningan. Pembuatan angklung tersebut diawali dengan kisah dua pengemis yang datang ke rumah Daeng Soetigna di Kuningan. Di depan Daeng, kedua pengemis tersebut memainkan angklung pentatonis.

Bunyi angklung tersebut membuat hati Daeng tergetar. Daeng kemudian membeli dua angklung pentatonis yang menarik perhatiannya itu seusai dimainkan kedua pengamen tersebut. Ketika dua angklung pentatonis ada di tangannya, pikiran Daeng mulai bekerja, yakni ingin membuat angklung diatonis. Persoalan timbul karena secara teknis Daeng tidak bisa membuat angklung. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Daeng kemudian belajar kepada pakar angklung bernama Djaya yang sudah berumur 80 tahun.

Setelah bisa membuat angklung, pikiran Daeng Soetigna melayang pada tangga nada diatonis. Ia kemudian berupaya sedemikian rupa membuat angklung yang bertangga nada diatonis. Bekal Daeng Soetigna membuat angklung diatonis berawal dari kepiawaiannya menguasai beberapa alat musik yang berasal dari Barat, seperti gitar dan juga piano.

Ketika Daeng Soetigna berhasil membuat angklung diatonis, ia secara tidak langsung telah menyumbangkan sebuah alat musik baru ke dunia seni yang diciptakan dari bahan lokal.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề