Wali sanga yang berdakwah di wilayah Jawa Timur dan menurunkan dua orang wali di Jawa adalah

KOMPAS.com - Wali Songo adalah sembilan tokoh yang berperan besar dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Wali Songo yang memiliki arti sembilan wakil Allah ini menyebarkan agama Islam di daerah mereka masing-masing.

Daerah penyebaran mereka mulai dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Berikut ini anggota dari Wali Songo yang menyebarkan syiar Islam di Jawa Timur.

Baca juga: Wali Songo dan Wilayah Penyebarannya

Sunan Gresik

Anggota Wali Songo yang menyebarkan Islam di wilayah Jawa Timur adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Drajat, Sunan Giri, dan Sunan Bonang.

Sunan Gresik yang bernama asli Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi berasal dari Samarkand, Asia Tengah.

Ia menyandang gelar sebagai Sunan Gresik karena menyebarkan Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur.

Adapun cara dakwah yang dilakukan oleh Sunan Gresik adalah dengan mendekatkan diri kepada masyarakat dan mengajarkan cara bercocok tanam melalui pendidikan.

Sunan Gresik juga mendirikan pesantren serta surau, dan biasanya berdakwah di tempat-tempat terbuka seperti pelabuhan, supaya masyarakat tidak terkejut dengan ajaran yang dibawanya.

Setelah berhasil menarik simpati masyarakat setempat, Sunan Gresik diangkat sebagai syahbandar atau kepala pelabuhan.

Baca juga: Sunan Giri, Menyebarkan Islam Lewat Permainan Kanak-kanak

Sunan Ampel yang bernama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah lahir di Phan Tiet, Vietnam, pada 1401.

Sunan Ampel merupakan anggota Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Surabaya.

Dakwahnya dimulai pada 1443. Bersama saudaranya, Ali Musada, dan sepupunya yang bernama Raden Burere, Sunan Ampel pertama kali sampai di Pulau Jawa dan tinggal di Tuban, Jawa Timur.

Pada saat itu, Kerajaan Majapahit masih berdiri dan Sunan Ampel berani menyebarkan ajarannya di sekitar kerajaan.

Kala itu, banyak masyarakat Majapahit yang senang hidup dalam kemewahan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Sunan Ampel untuk memasukkan ajarannya, yaitu dasar akidah dan ibadah.

Di dalam ajaran tersebut, Sunan Ampel menyampaikan Moh Limo, yakni moh main [tidak berjudi], moh ngombe [tidak minum-minuman keras], moh maling [tidak mencuri], moh madat [tidak menggunakan narkotika], dan moh madon [tidak berzina].

Baca juga: Sunan Ampel, Berdakwah dengan Ajaran Moh Limo

Sunan Giri

Sunan Giri atau Raden Paku ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di Blambangan, Jawa Timur.

Sunan Giri berdakwah melalui seni, yaitu dengan Tembang Macapat dan Asmarandana.

Pengaruh dakwah yang disampaikan Sunan Giri tidak hanya menyebar di Blambangan, tetapi juga di Gresik dan diluar Pulau Jawa, seperti Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Sunan Bonang

Sunan Bonang atau yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim adalah putra dari Sunan Ampel.

Sunang Bonang menyebarkan ajaran Islam di daerah Kediri, Tuban, Rembang, Pulau Bawean, hingga ke Madura.

Cara penyebaran Islam yang dilakukannya adalah melalui kesenian, dengan melakukan akulturasi budaya.

Baca juga: Sunan Bonang, Seniman yang Berdakwah

Salah satu peninggalan Sunan Bonang yang paling dikenal adalah Gamelan Jawa, yang merupakan hasil modifikasi budaya Hindu dengan tambahan rebab dan bonang.

Kala itu, Sunan Bonang menyebarkan ajaran Islam dengan gamelan melalui sebuah lagu bernuansa Islam, salah satunya bertajuk Tombo Ati.

Sunan Drajat

Sunan Drajat juga putra dari Sunan Ampel yang bernama asli Raden Syarifudin atau Raden Qasim.

Sunan Drajat menyebarkan ajaran Islam di daerah pesisir Gresik dan berakhir di Lamongan, Jawa Timur.

Cara dakwah yang dilakukan Sunan Drajat adalah dengan menggunakan media seni, yaitu suluk dan tembang pangkur.

Sunan Drajat menanamkan ajaran Catur Piwulang, yang isinya adalah ajakan untuk selalu berbuat baik kepada sesama.

Sampai saat ini, ajaran Catur Piwulang masih terus digunakan bahkan sebagai pedoman hidup oleh sebagian masyarakat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Sejarah mencatat peran Wali Songo yang terdiri dari sembilan tokoh dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Pulau Jawa.

Wali Songo yang berarti sembilan wakil ini menyebarkan ajaran Islam di daerah masing-masing dengan mendekatkan diri kepada masyarakat melalui strategi budaya, pernikahan, maupun pendidikan.

Baca juga: Sunan Gunung Jati, Penyebar Islam di Tanah Pasundan

Setiap wali dipanggil dengan sebutan sunan, yang berasal kata susuhunan yaitu sebutan bagi orang yang dihormati.

Baca juga: Sunan Ampel, Berdakwah dengan Ajaran Moh Limo

Berikut adalah penjelasan mengenai wali songo, lengkap dengan nama, cara berdakwah, serta wilayah persebarannya.

Baca juga: Bubur Sunan Bonang, Takjil Khas yang Sudah Ada Sejak Ratusan Tahun

1. Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim dan dikenal juga dengan nama Syekh Magribi.

Sunan Gresik disebut berasal dari Samarkand, Asia Tengah.
Ia menyandang gelar Sunan Gresik karena menyebarkan ajaran Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur.

Metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik adalah dengan mendekatkan diri pada masyarakat dengan mengajarkan cara bercocok tanam, melalui pendidikan dengan mendirikan pesantren, serta membangun surau.

Sunan Gresik wafat pada tahun 1419 dan dimakamkan di Kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel memiliki nama asli Raden Muhammad Ali Rahmatullah, atau dikenal juga dengan nama Raden Rahmat.

Sunan Ampel merupakan anak dari putri raja Campa, yaitu sebuah kerajaan di Vietnam.
Ia juga memiliki hubungan darah dengan istri Prabu Brawijaya yang merupakan bibinya.

Sunan Ampel juga menjadi pendiri Kerajaan Demak, dengan Raden Patah sebagai rajanya.

Sunan Ampel menyebarkan agama islam di Surabaya dan terkenal dengan ajaran "Moh Limo".

Ajaran tersebut terdiri dari Moh Main [tidak berjudi], Moh Ngombe [tidak mabuk], Moh Maling [tidak mencuri], Moh Madat [tidak candu pada obat-obatan], dan Moh Madon [tidak berzina].

Gelar Sunan Ampel adalah Bapak Para Wali karena memiliki tujuh anak yang di antaranya adalah Maulana Makdum Ibrahim [Sunan Bonang] dan Syarifuddin [Sunan Drajat].

Sunan Ampel meninggal pada sekitar tahun 1467 Masehi dan dimakamkan di barat Masjid Ampel Surabaya.

3. Sunan Giri

Sunan Giri memiliki nama asli Muhammad Ainul Yaqin. IA juga dikenal dengan nama Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Joko Samudro.

Ia merupakan putra mubaligh asal Asia Tengah Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi Sekardadu anak dari Menak Sembuyu.

Sebutan Sunan Giri didapatnya dari nama Pesantren Giri yang didirikan di perbukitan Sidomukti, Kebomas, Gresik. Pesantren ini tersohor hingga Madura, Kalimantan, Sumba, Flores, Ternate, Maluku, dan Sulawesi.

Dalam perjalanannya, pesantren ini berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton.
Sunan giri juga dikenal dengan cara dakwah melalui seni dengan tembang Macapat, seperti Pucung dan Asmarandana.

Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M, dan dimakamkan di Dusun Giri Gajah Desa Giri Kecamatan Kebomas, Gresik.

Sunan Bonang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim yang merupakan putra dari Sunan Ampel.

Sunan Bonang menyebarkan ajaran agama Islam melalui kesenian dengan melakukan akulturasi budaya mulai dari Tuban, Rembang, Pulau Bawean, hingga Madura.

Peninggalan Sunan Bonang antara lain gamelan Jawa yang merupakan hasil modifikasi peninggalan budaya Hindu dengan menambah rebab dan bonang.

Sunan Bonang menggunakan gamelan memainkan lagu bernuansa Islam, yang salah satunya berjudul Tombo Ati.

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, namun makamnya ada di dua tempat. Yang pertama terletak di sebelah barat Masjid Agung Tuban dan yang kedua bu Pulau Bawean.

5. Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan anak dari Sunan Ampel sekaligus adik dari Sunan Bonang yang memiliki nama Raden Syarifudin atau Raden Qasim.

Ia mendapat gelar dari Raden Patah dari Kerajaan Demak sebagai Sunan Mayang Madu.

Ia berdakwah dari daerah pesisir Gresik hingga berakhir di Lamongan.

Cara berdakwahnya termasuk dengan memanfaatkan media seni dengan suluk dan tembang pangkur.

Selain itu ada pula ajaran Catur Piwulang yang isinya ajakan untuk berbuat baik kepada sesama.

Sampai saat ini ajaran tersebut masih digunakan turun-temurun sebagai pedoman hidup.

Sunan Drajat wafat pada tahun 1522 M dan makamnya berada di desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

6. Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Said adalah putra dari Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban.

Ia menjadi seorang wali setelah bertemu dengan Sunan Bonang yang menjadi guru spiritualnya.

Sunan Kalijaga memulai berdakwah di Cirebon, dan kemudian meluas hingga Pamanukan hingga Indramayu.

Sunan Kalijaga juga dikenal dengan cara dakwahnya yang menggunakan kearifan lokal termasuk kesenian melalui media wayang.

Sunan Kalijaga wafat pada 1513 M dalam usia 131 tahun dan dimakamkan di Desa Kadilangu, Demak, Jawa Tengah.

7. Sunan Muria

Sunan Muria yang memiliki nama asli Raden Umar Said juga dikenal sebagai Raden Parwoto.

Ia turut berperan dalam berdirinya Kerajaan Demak bersama Raden Patah.

Nama Sunan Muria diambil dari tempat ia tinggal di lereng Gunung Muria, sebelah utara Kudus.

Wilayah yang ia kunjungi untuk berdakwah mencakup Jepara, Tayu, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati.

Ia berdakwah dengan mengajarkan cara berdagang, bercocok tanam, dan melaut, serta melalui kesenian gamelan.

Dalam hal kesenian, Sunan Muria menciptakan Tembang Macapat, yakni Sinom dan Kinanti.
Sunan muria wafat pada tahun 1551 M dan lokasi makamnya berada di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

8. Sunan Kudus

Sunan Kudus memiliki nama asli Jaffar Shadiq atau Sayyid Ja'far Shadiq Asmatkhan, dan dikenal dengan panggilan Raden Undung.

Sunan Kudus pernah berperan di Kerajaan Demak sebagai panglima perang, hakim, dan penasihat bagi Arya Penangsang.

Keunikan dakwah Sunan Kudus adalah dengan menggunakan sapi yang disebut Kebo Gumarang.

Sapi India itu ia letakkan di pekarangan rumah sehingga masyarakat yang mayoritas beragama Hindu tertarik mendatanginya.

Dengan cara toleransi dengan melarang untuk menyembelih sapi dan menggantinya dengan kerbau, Sunan Kudus berhasil membuat masyarakat mau mengikuti ajaran Islam.

Selain itu dalam hal seni, Sunan Kudus berdakwah dengan menciptakan Tembang Macapat, yakni Gending, Maskumambang dan Mijil.

Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1550 Masehi dan dimakamkan di lingkungan Menara Kudus.

9.Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Syarif hidayatullah merupakan pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.

Ia juga menjadi satu-satunya wali yang menjabat sebagai kepala pemerintahan.

Ia berasal dari Pasai, Aceh yang kemudian singgah di Jawa Barat sepulangnya dari Mekkah.

Sunan gunung Jati melakukan pendekatan budaya untuk menyebarkan agama Islam di Jawa Barat.

Ia juga mendekati masyarakat dengan membangun berbagai infrastruktur di wilayah kepemimpinannya.

Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1968 M dan dimakamkan di puncak Bukit Sembung yang berlokasi di pinggirian kota Cirebon.

Sumber:
bappeda.kuduskab.go.id, disparbud.gresikkab.go.id, cagarbudaya.kemdikbud.go.id, gramedia.com, bobo.grid.id, dan kompas.com.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề