Yang menjadi alasan pemberian nama al- hamra pada simbol kejayaan Islam pada masa tersebut adalah

Istana Alhambra di Buki La Sabica, Granada, Spanyol. Istana dan benteng ini menjadi saksi bisu kejayaan Islam di Spanyol. [Foto: istimewa].

Irfan Ma'ruf Minggu, 03 Mei 2020 - 02:55:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Cendekiawan muslim Indonesia Komaruddin Hidayat suatu ketika mengenang awal kedatangannya di Turki pada 1985. Sambil menunggu masuk kuliah doktoral di Middle East Technical University [METU], mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyempatkan untuk menikmati keindahan kota.

Kekaguman Komar tentang bangunan-bangunan indah, termasuk yang kini digunakan sebagai masjid, terekam dalam sebuah tulisan apik, "Pesona Istanbul" [2016]. Dia menggambarkan, melihat Istanbul bagaikan menyeret dalam pertempuran di masa lalu.

BACA JUGA:
Kisah Sunan Bonang, Syiarkan Islam dengan Kelembutan

"Kejatuhan Konstantinopel ke tangan kekuasaan Islam seakan sebagai perimbangan dengan jatuhnya Granada pusat Islam di Spanyol yang jatuh ke tangan penguasa Katolik," ucapnya dalam tulisan tersebut.

Tak salah memang. Sejarah ibarat "merotasi" Turki dan Spanyol. Kisah penaklukan berabad lampau telah menjadikan Konstantinopel [Istanbul] yang dulunya salah satu jantung kekuasan Katolik menjadi milik Muslim lewat tangan Muhammad Al-Fatih.

Di sisi lain, Andalusia [Spanyol] yang merupakan pusat imperium Islam di Eropa takluk dalam kekuasaan Katolik. Kisah kekuasaan Islam di Andalusia malah bagaikan dua sisi mata uang: kejayaan sekaligus keruntuhan.

Cerita itu dapat ditemukan di La Alhambra. Datanglah ke Granada. Di bukit La Sabica, berdiri kokoh bangunan megah dengan pemandangan indah. Inilah Alhambra, istana sekaligus benteng yang dahulu menjadi pusat kekuasaan Dinasti Bani Ahmar [Daulah Bani Ahmar].

Alhambra didirikan pada 1232 Masehi oleh Sultan Muhammad bin Al-Ahmar, penguasa Daulah Bani Ahmar. Dalam bahasa Arab, istana ini disebut qa’lat al-Hamra atau Istana Merah.

"Disebut Alhambra [merah] mungkin karena warna kemerahan dari dinding yang diterpa sinar matahari," ucap penulis Amerika Serikat Washington Irving dalam bukunya yang termahsyur, Tales of The Alhambra, dikutip Minggu [3/5/2020].

Kendati demikian, ada pula yang berpendapat Alhambra sesungguhnya diambil dari nama Sultan Muhammad bin Al-Ahmar, raja dari bangsa Moor [Mooria], Afrika Utara. Ketika menguasai Granada, dia menjadikan benteng ini sebagai tempat tinggalnya.

Pembangunan Alhambra berlangsung selama beberapa tahun. Sejumlah literatur menyebut dari 1232-1358 Masehi. Alhambra berada di ketinggian, memungkinkannya untuk melihat wilayah Granada.

Dengan luas kurang lebih 14 hektare, menurut Irving, Alhambra kerap disebut sebagai “mukjizat seni”. Betapa tidak, bangunan ini benar-benar indah dan megah.

Bukan hanya taman bunga yang ketika semua mekar akan menebarkan aroma harum, namun interiornya juga ditata demikian apik. Salah satu ikon di bangunan ini yaitu Hausyus Sibb atau Taman Singa. Disebut demikian lantaran ada air mancur yang di bawahnya terdapat 12 patung singa melingkar.

Adapula Baitul Bani Siraj, ruangan bujur sangkar yang dipenuhi kaligrafi Arab. Selain itu Baitul Hukmi, ruangan yang digunakan sebagai pengadilan kala Sultan Yusuf I bertakhta. Di masa Sultan Yusuf I dan Sultan Muhammad V [putra Yusuf], Alhambra berada di puncak kejayaannya.

Kedua sultan ini yang merenovasi Alhambra dan menambahkan sejumlah bagian hingga menjadi wujudnya seperti sekarang ini. Mereka pula yang menjaga imperium Islam tetap berkibar di Andalusia.

Selama ratusan tahun sultan-sultan Daulah Bani Ahmar menjaga Granada dan Andalusia sebagai jantung muslim di Eropa sekaligus bagian dari kekuasaan Islam di dunia. Mereka berupaya memakmurkan rakyat dan negara ini melalui berbagai sektor, dari pertanian hingga perdagangan.

Namun, kisah keagungan Islam di Andalusia itu akhirnya sirna. Perang dan penaklukan menjadi penyebab. Pada 1491 M, Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella mengepung Granada. Selama tujuh bulan, satu demi satu wilayah di kota itu mereka taklukkan.

Hingga akhirnya Granada keseluruhan jatuh. Sultan Muhammad XII atau Abu Abdillah yang juga dikenal sebagai Boabdil oleh bangsa Eropa mengakui kekalahan dan menyerahkan Granada ke Raja Ferdinand V.

Dalam perjanjian damai sekaligus penyerahan kekuasaan di halaman Istana Alhambra itu, disebutkan pula Boabdil dan rakyatnya, kaum muslimin, harus meninggalkan Spanyol. Penyerahan kekuasaan itu sekaligus menjadi akhir dari imperium Islam di Spanyol.

“Boabdil merupakan sultan terakhir dari dinasti Nasrid [Bani Ahmar], dinasti Muslim terakhir di Semenanjung Iberia yang memerintah Granada dari 1230 hingga 1492,” tulis Livescience.

Kejayaan Bani Ahmar memang tinggal sejarah. Namun, Alhambra tetap abadi. Pesona dan keindahan bangunan ini telah menarik jutaan turis tiap tahun

Bagi penggemar drakor alias drama korea, keindahan dan kemegahan Alhambra tidak asing. Bangunan ini telah menginspirasi serial “Memories of Alhambra” yang dibintangi Hyun Bin dan Park Shin-hye.

Sayangnya, di masa pandemi virus corona atau Covid-19, istana megah ini turut terdampak. Alhambra untuk sementara ditutup untuk wisatawan.


Editor : Zen Teguh

TAG : spanyol istanbul islam Hyun Bin

​ ​

Di sebuah negeri mayoritas non muslim sana telah ditemukan sebuah bangunan tua nan megah yang masih kokoh. Bangunan ini ada kaitan kental dengan Islam sebagaimana sejarah Taj Mahal dan sejarah Petra Yordania. Cat dominannya merah, arsitekturnya datang dari bangunan masa lalu. Orang-orang menyebutnya istana Al Hamra. Sebuah bangunan dalam bentuk istana yang menjadi saksi bisu kebesaran Islam masa lalu di sebuah negeri yang terkenal sulit ditaklukkan, Andalusia di Spanyol.

Sama seperti sejarah Machu Picchu yang lokasinya ditemukan di antara rangkaian pegunungan Andes. Istana Al Hamra bertempat di Granada, sebuah dataran tinggi ujung tepi pegunungan Siera Nevada. Walaupun berada di pegunungan, bukan berarti istana ini selalu diselimuti salju sepanjang tahun. Wilayah keberadaan istana Al Hamra beruntung karena menerima pasokan air dari salju abadi Siera Nevada yang mencair.

Daerah sekitar istana Al Hamra tergolong bertanah subur. Ketinggiannya cukup, tidak terlalu tinggi atau rendah. Sangat strategis untuk menempatkan sebuah benteng pertahanan. Yap, bangunan ini bukanlah istana kepresidenan atau istana negara yang megah. Melainkan sebuah istana yang berfungsi sebagai benteng untuk melindungi diri para penghuninya.

Batu bata yang menyusun tembok bangunan dengan rancang arsitektur megah menjadi simbol terkenalnya Al Hamra. Genteng sebagai atap bangunan terbuat dari tanah liat yang menciptakan warna merah serupa. Karena faktor  dominasi merah inilah bangunan ini diberi nama Al Hamra alias istana merah.

Meskipun berada di Spanyol, bukan berarti istana ini adalah mutlak disusun dari sejarah setempat. Justru kenyataan menunjukkan bukti bahwa Al Hamra adalah peninggalan kekhalifahan Islam, sebuah agama dari Timur Tengah. Islam juga memberi pengaruh besar terhadap banyak peninggalan di Spanyol, selain tentunya yang paling terkenal masih berupa sejarah kakbah di Mekkah, Saudi Arabia.

Awal Pembangunan

Khalifah Nasrid melaksanakan pembangunan awalnya tahun 1250 Masehi. Sebagaimana sejarah Colosseum, sejarah Taj Mahal, dan beberapa bangunan besar skala dunia, pembangunan Istana Al Hamra tidak langsung selesai dalam satu periode kepemimpinan. Ada perjalanan panjang yang melibatkan emosi antar agama dan bangsa yang turut memberi warna pada benteng istana Al Hamra.

Dibutuhkan waktu sekira 2,5 abad untuk menyelesaikan bangunan ini. Inilah jejak pungkasan kejayaan Islami di Andalusia. Setelahnya, Ferdinan serta Isabella of Castille beserta prajuritnya berhasil merebut kekuasannya di tahun 1492 Masehi.

Sepeninggal kekuasaan Islam di bumi Spanyol, rakyat dan pemerintah setempat tidak lantas menghancurkan istana Al Hamra sebagai bentuk kebencian. Justru mereka memberi beberapa tambahan berupa bangunan lain selepas Islam meninggalkan bumi Spanyol. Sampai sekarang istana bekas benteng pertahanan ini terus berkembang menjadi objek wisata yang mengundang pemasukan ke kantong pemerintah setempat.

Pembangunan Tambahan

Turis yang mengunjungi Al Hamra bukan hanya datang dari penjuru Spanyol saja, melainkan dari seluruh dunia. Mengingat bangunan ini merupakan bekas peradaban Islam yang pernah besar di bumi mayoritas non muslim tersebut, jumlah peminat wisatawan terus bertambah. Untuk menunjang kebutuhan para turis, saat ini sudah dibangun banyak restoran, motel, hotel dan perluasan lahan parkir demi kenyamanan bersama.

Yang disesalkan dari pembangunan tambahan adalah peletakannya yang terkesan sembarangan. Fasilitas-fasilitas tersebut seakan menyatu dengan kompleks situs. Sehingga menutupi situs Al Hamra sendiri yang seharusnya ditampilkan seterbuka mungkin agar menjadi titik utama. Kesalahannya juga terletak pada peta petunjuk arah dan keberadaan pemandu yang seakan menjadi keharusan bagi wisatawan jika ingin mengunjungi situs Al Hamra dan tidak tersesat.

Salah satu bangunan baru yang dibangun untuk melengkapi situs adalah pintu gerbang masuk istana. Di sana bukan hanya berupa pagar saja, tetapi juga merangkap tempat penjualan tiket, majalah, cinderamata dan booklet tentang sejarah istana Al Hamra. Seharusnya mereka ini diletakkan lebih maju sedikit atau di jajaran tempat fasilitas umum agar tidak mengganggu kenyamanan pengunjung yang ingin mengabadikan foto atau momen dari depan istana.

Arsitekturnya

Arsitektur Al Hamra tidaklah semewah yang terlihat. Ada banyak pohon cemara menjulang tinggi di sepanjang jalan sehabis melalui gerbang masuk. Pohon-pohon ini tampak berusia tua, menjadi saksi perjalanan kekokohan Al Hamra. Ada banyak taman di sekeliling komplek istana Al Hamra. Taman-taman ini dirawat dengan baik oleh pihak yang berwenang. Pohon cemara kipas di dalamnya sengaja dibuat bentuk dinding yang terbuka dengan beberapa lengkung. Bukankah sebuah istana sederhana yang menyejukkan ?.

Masjid yang berada di area istana Al Hamra sekarang ini telah digantikan menjadi gereja, sesuai kepercayaan mayoritas rakyat Spanyol. Ada istana Charles V yang pembangunannya dilaksanakan pada abad ke-16, sama seperti masjid di sana. Bagian benteng ada di atas, sehingga pengunjung harus melewati tangga terlebih dahulu sebelum dapat mengunjungi benteng. Barulah bangunan utama berupa istana ada di pusat. Saat ini komplek Al Hamra sudah menjadi museum.

Baca juga :

  • Sejarah Keruntuhan Tembok Berlin
  • Sejarah Minangkabau
  • Sejarah Manusia Purba

Pintu masuk menuju istana Al Hamra telah dirubah. Awalnya pintu masuk harus melalui benteng bagian barat, terus menuju ke halaman taman istana. Raja Charles V lah yang merubahnya menjadi lewat selatan yang bercelah di antara istana Al Hamra dan istana Charles V sendiri. Dahulunya celah tersebut digunakan sebagai pintu darurat.

Orang-orang Spanyol mungkin tidak menghancurkan istana Al Hamra sebagai jejak sejarah Islam di bumi Andalusia. Namun mereka membangun bangunan-bangunan lain di komplek sana seakan ingin menunjukkan ada kekuasaan yang lebih besar dan dapat menyaingi keberadaan Al Hamra. Contohnya selain fasilitas umum adalah keberadaan istana Charles V.

Istana Charles V sengaja dibuat lebih besar dari istana Al Hamra. Bangunannya lebih luas dari luas Al Hamra, dan kemegahannya jangan ditanya. Istana Charles V dibuat menempel dengan istana Al Hamra. Seakan Al Hamralah bagian dari istana Charles. Bagi orang-orang yang kritis, pastinya mereka akan merasa prihatin dengan tata letak situs bersejarah ini yang harus menghadapi perubahan zaman serta pemerintahan.

Bagian Dalam Istana

Desain interior istana Al Hamra terdiri dari banyak ruangan yang dinamis. Ruang-ruang tersebut dibuat menjadi satu kesatuan kuat. Ada banyak jendela dan pintu melengkung yang menyatukan antar ruangan. Ornamen-ornamennya banyak berbentuk geometris dengan bubuhan kaligrafi [seni menulis Al Qur’an dalam huruf Arab] yang bernilai tinggi. Bahan penyusunnya adalah kolom bulat dari alabaster alias marmer putih. Semua bahan ditemukan dalam kondisi utuh. Temboknya disesaki dengan ornamen geometris kreatif pada level 130 cm. Bentuknya dari mozaik keramik dengan dlazur warna-warni.

Yang masih menjadi misteri dan menggemaskan dari ornamen lainnya terletak pada kaligrafi di dinding Al Hamra. Polanya sangat imajinatif, tekstur kaligrafi amat halus. Dan kaligrafi tersebut ternyata bukan sekadar ornamen. Diketahui, tulisan Arab itu isinya “La ilaaha illallah” [tiada Tuhan selain Allah] dan la ghaliba ilallah” [Hanya Allah satu–satunya penakluk]. Rupanya pasukan Islam dulu sangat menggantungkan usahanya kepada Tuhan Allah SWT. Hingga setiap dinding bentengnya saja dipenuhi tulisan semacam itu untuk motivasi agar tidak takabbur [sombong].

Konon ceritanya dahulu kala pasukan muslim berhasil menduduki Granada, Spanyol. Pemimpin mereka dijuluki oleh para prajuritnya sebagai Al Ghalib [sang penakluk]. Pemimpin yang kuat dan rendah hati ini menolak pemberian gelar tersebut dengan berkata ‘wallah, la ghaliba ilallah.’ Tentu saja semua orang tersentak dan merasa termotivasi dengan sikap beliau ini. Akhirnya ucapannya diabadikan di dinding Al Hamra. Kata-kata itu lalu juga menjadi prinsip bagi para penguasa di Granada pada generasi-generasi berikutnya.

Baca juga :

Dilihat dari seluruh bangunan, istana Al Hamra memiliki bentuk dengan halaman dalam terbuka atau innercourt. Ada dua buah halaman dalam terbuka yang ukurannya cukup besar. Orang-orang menyebutnya court of lion yang memiliki cawan-cawan air mancur dengan topangan banyak patung singa. Sementara yang lain bernama court of myrtles yang memiliki kola persegi panjang di tengahnya. Kolam tersebut diapit banyak tanaman khas taman dan memiliki air mancur mini di ujungnya.

Air mancur di sana sudah merasakan kebaikan manajemen air yang sudah ditemukan oleh ilmuwan muslim sejak dulu. Poin utamanya adalah permainan hitung gravitasi yang baik. Air sengaja dialirkan ke halaman terbuka bagian dalam yang kemudian membentuk kolam air mancur. Cara pengalirannya melalui saluran tertutup. Kemudian muncullah mata air di ruangan. Selanjutnya air mengalir lewat saluran kecil menuju kolam di innercourt. Begitulah bagan manajemen air sejak era Islam di Andalusia.

Kemajuan Islam dahulu memang bukan hanya meninggalkan bangunan saja, namun juga kemajuan ilmu pengetahuan. Dahulu sebelum Islam datang, orang-orang Eropa masih berada di zaman kegelapan akan pengetahuan. Bagi para ilmuwan Islam, pengetahuan dan penemuan mereka didasari oleh cerita-cerita di Qur’an. Contohnya manajemen air yang terinspirasi oleh ayat “jannatin tajri min tahtih al-anhar” artinya ‘surga yang mengalir di bawahnya sungai.’

Sementara itu, plafon istana Al Hamra terbuat dari kayu jati. Bagian ini pun tak luput dari hiasan berbentuk geometris. Segala ornamen yang ada di istana Al Hamra sudah terbukti dibuat secara proporsional menurut skala manusia. Kemudian barulah pengembangannya berasal dari imajinasi dan kreativitas tanpa batas.

Istana Al Hamra banyak diakui menjadi seni arsitektur klasik kelas atas dunia. Besaran ruangan mungkin tidak membuat gempar. Namun hasil bangunan yang setelah diteliti secara detail, ternyata masih merupakan bangunan monumental sepanjang sejarah.

Misteri

Ada misteri yang masih tersimpan di Al Hamra. Magnet utamanya justru terletak di misteri yang belum terpecahkan ini. Para sejarahwan, arkeolog serta para turis sampai sekarang datang ke Al Hamra untuk memecahkan misteri kaligrafi di dindingnya. Tidak ada katalog, prasasti atau kitab yang mendukung pendapat mereka. Sehingga sampai kini orang-orang hanya bisa berspekulasi tanpa dapat mendatangkan bukti otentik.

Bukan hanya berupa dua kalimat seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. Masih ada kaligrafi berisi lain yang tersebar sepanjang atap dan bangunan Al Hamra. Ucapan yang mengakui bahwa penakluk hanya Allah SWT memang ditulis ratusan kali di dinding. Jargon ini digunakan pemerintahan Dinasti Nasrid semenjak 1238 Masehi hingga 1492 Masehi.

Baca juga :

  • Sejarah Olahraga Basket
  • Sejarah Danau Toba
  • Sejarah Great Wall China

Selepas itu ada banyak pesan berupa kata mutiara yang sejarah keberadaan belum dapat ditelisik. Misalkan saja pesan ‘kebahagiaan abadi.’ Kita hanya dapat menebak mungkin saja orang-orang Islam pada waktu itu berorientasi ke akhirat. Mereka selalu berusaha mencari kebahagiaan abadi dan tidak memprioritaskan kenikmatan dunia. Artinya kebanyakan dari mereka termasuk kaum zuhud [memasukkan segala tindakannya untuk kepentingan akhirat sekalipun ia sedang bekerja di dunia].

Pesan lain seakan menjadi motivasi dan cambukan bagi kita. Di antaranya ‘jangan terlalu banyak bicara, dan kau pun akan pergi dengan damai.’ kemudian ada lagi ‘bersukacitalah dalam hidup karena Allah selalu menolongmu.’ Kemungkinan para tentara Islam sudah terbiasa mendapatkan pendidikan mental dan pengetahuan sebelum mereka berlatih di medan perang untuk mempertahankan kebesaran agama serta kerajaannya.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề