3 berikan contoh fungsi pgri yaitu pengabdian kepada masyarakat

2.1 Pengertian PGRI dan Otonomi Daerah

1)      Pengertian PGRI

PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila. Melalui PGRI, sesama anggota mengembangkan profesinya, berjuang memecahkan masalah untuk anggota dengan tanpa henti dan meningkatkan kesejahteraan anggota untuk kejayaan PGRI[1].

2)      Peranan PGRI

Membina, mengarahkan dan melindungi PGRI dan anggotanya dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

3)      Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian otonomi daerah yang digunakan di Indonesia adalah pengertian sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.2 Peranan PGRI dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru di Era Otonomi Daerah.

Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan meksimal. Atau dengan kata lain, guru dituntut memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya, (Agus F. Tamyong, 1987)[2].

  • Sebagai organisasi perjuangan, maka peran yang diemban PGRI berpijak pada tiga hal, yaitu sebagai :

1.  Pemikir

Dalam posisi ini, peran yang dilaksanakan PGRI adalah melakukan kajian-kajian akademis, empirik-kontekstual mengenai pengelolaan pendidikan, dengan berbagai variabel di dalamnya, misalnya SDM pendidik dan tenaga kependidikan, biaya pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya. Hasil dari kegiatan ini, ke depannya PGRI akan berperan sebagai penggagas dan penghasil konsep-konsep pengelolaan pendidikan secara inovatif.

2. Penyeimbang pola kemitraan

Era otonomi daerah, pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara otonom oleh pemerintah  daerah kabupaten/ kota, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, sampai evaluasi dan pengembangan. Dalam konteks ini, peran PGRI adalah sebagai penyeimbang pola kemitraan dengan pemerintah kabupaten/ kota dalam mengawal dan mengembangkan pengelolaan pendidikan secara profesional.

3. Penekan

Maksud penekan di sini bukan menekan tanpa rasional yang jelas, akan tetapi PGRI berperan sebagai pihak yang menjembatani aktualisasi permasalahan, potensi, dan harapan para guru di lapangan untuk direalisasikan oleh kabupaten/kota.

  • Sebagai organisasi profesi, peran yang harus dikembangkan PGRI ke depan, antara lain:

1. Memperjuangkan harkat, martabat, dan karir guru.

2. Meningkatkan kemampuan SDM anggota.

3. Menjamin terwujudnya pertanggungjawaban publik profesi guru, dimana output dari profesi  guru  harus jelas yakni melayani kebutuhan hak-hak pendidikan bagi masyarakat.

PGRI sebagai organisasi profesi ini dimaksudkan untuk meningkatkan sikap profesionalisme, loyalitas, dedikasi guru sebagai anggota utama PGRI. Dengan meningkatkan dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru akan berdampak positif terhadap kinerja dan prestasi guru. Pada akhirnya juga akan berdampak pada peningkatan kualitas lulusan peserta didiknya sebagai kontribusinya dalam kegiatan pembangunan bangsa. Prestasi kerja guru ini semakin penting, karena merupakan wujud dari harkat dan martabat guru yang mulia dalam mengabdi pada kemanusiaan dan kesetiaan pada bangsa dan negara.

PGRI sebagai organisasi profesi melakukan pengabdian pada pemerintah dan masyarakat dengan berpijak pada kerangka sistem pendidikan nasional, terfokus dalam memperjuangkan harkat dan martabat guru, terdepan dalam mewujudkan profesionalisme guru serta terpanggil untuk ikut aktif membantu pemerintah meningkatkan profesionalisme guru Indonesia[3].

  • Sebagai organisasi ketenagakerjaan, PGRI telah dan akan terus berjuang untuk memfasilitasi terwujudnya hak-hak guru sebagai pekerja profesional.  Wujud  dari upaya tersebut, PGRI Pusat telah melakukan kerjasama dengan lembaga internasional di bidang ketenagakerjaan, terlibat aktif dalam perumusan Undang-Undang Guru, dll.

Dalam konteks otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan, mengalami permasalahan. Salah satunya yaitu kurangnya kualitas SDM guru.

2.3 Upaya PGRI dalam meningkatkan profesionalisme guru di era otonomi daerah.

Upaya peningkatan mutu pendidikan dipengaruhi oleh faktor majemuk. Faktor yang satu saling berpengaruh terhadap faktor yang lainnya. Namun demikian, faktor yang paling penting adalah guru, karena hitam-putihnya proses belajar mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu gurunya. Guru dikenal sebagai ‘hidden currickulum’ atau kurikulum tersembunyi, karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran.

Untuk mengatasi masalah kualitas SDM guru, PGRI harus melakukan berbagai upaya edukatif, di antaranya:

  • Menyelenggarakan berbagai diklat bagi para guru sesuai dengan perkembangan kebijakan dan inovasi di bidang pengelolaan pendidikan.
  • Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk program bantuan subsidi (Beasiswa) bagi para guru yang melanjutkan studi ke jenjang S1, S2, dan S3.

 Untuk dapat melaksanakan peran tersebut secara efektif dalam proses pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan harus ditingkatkan mutunya dengan skenario yang jelas, yaitu :

      1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru.

Hak utama pendidik yang harus memperoleh perhatian dalam kebijakan pemerintah adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak, bukan ‘upah minimum’. Kebijakan “upah minimun” boleh jadi telah menyebabkan pegawai bermental kuli, bukan pegawai yang mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan adalah memberikan kesejahteraan guru dengan gaji yang layak untuk kehidupannya.

  • Lima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah;

1. Bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat,

2. Bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu,

3.Bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge),

4. Bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan

5. Bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional.

               Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya. Kalau perlu, agar langkah pertama tersebut tidak menjadikan iri bagi pekerjaan lainnya, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan maraknya tindak korupsi yang telah mencapai tingkat yang berbahaya seperti virus yang telah menjangkiti semua aspek kehidupan manusia.

    2. Alih Tugas Profesi dan Rekruitmen Guru Untuk Menggantikan Guru

   atau Pendidik yang Dialihtugaskan ke Profesi Lain.

Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasan tersebut dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

(1) mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan.

(2) guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya.

Jika syarat tersebut telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau kalau perlu dipensiundinikan.

3. Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.

4. Membangun Satu Standar Pembinaan Karir (Career Development Path).
               Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan mantap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.

5. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan.

                  Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara inergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru.

Kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki meliputi: 1) Kompetensi kognitif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.

2) Kompetensi afektif, yaitu kompetensi atau kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam menghargai hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.

3) Kompetensi psikomotorik, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku.