Ahli waris perempuan berjumlah 10, jika semuanya ada maka yang berhak menerima warisan adalah

Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki yang memerdekakan budak.

Catatan

Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya, yang penting laki-laki dan dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan kakek, dan seterusnya.

I. Ahli Waris dari Golongan Wanita

Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6) saudara kandung perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.

Catatan

Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit dan seterusnya, yang penting perempuan dari keturunan anak laki-laki. Demikian pula yang dimaksud dengan nenek --baik ibu dari ibu maupun ibu dari bapak-- dan seterusnya.

Ahli waris perempuan berjumlah 10, jika semuanya ada maka yang berhak menerima warisan adalah

Proteksi

Hak warisan kerap memicu perselisihan antar ahli waris sehingga membuat terputusnya tali persaudaraan. Makanya, penting untuk tahu aturannya sedini mungkin.

Tak bisa dipungkiri, permasalah terkait harta warisan sering kali menimbulkan kekhawatiran tersendiri dalam sebuah hubungan keluarga. Ini karena hak warisan kerap memicu perselisihan antar ahli waris sehingga membuat terputusnya tali persaudaraan. Biasanya, persengketaan tersebut dipicu oleh perbedaan pendapat mengenai kesetaraan dan keadilan terkait hak waris yang diterima. Oleh karena itu, Anda sebaiknya tidak menomorduakan hal ini agar tidak menjadi masalah besar di kemudian hari.

Selain mengetahui cara pembagian yang adil, Anda juga perlu tahu hukum waris yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hukumnya, penerima hak waris dikelompokkan lagi menjadi tiga, yaitu islam, perdata, dan adat. Ketiganya memiliki pendapatnya tersendiri terkait siapa yang berhak menerima harta warisan. Untuk mengetahui perbedaan ketiganya, simak ulasan selengkapnya berikut ini.

Pengertian Warisan dan Ahli Waris

Sebelum lanjut ke pembahasan utamanya, ada baiknya Anda memaknai terlebih dahulu pengertian warisan dan ahli waris. Secara istilah, warisan adalah berpindahnya harta benda dari seseorang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup.

Sementara, ahli waris adalah orang yang mendapatkan bagian dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Biasanya, seseorang dapat dinyatakan sebagai penerima hak waris bila ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta tersebut, baik itu islam, perdata, ataupun adat.

Secara umum, harta warisan terbagi menjadi dua, yaitu bergerak dan tidak bergerak.

Harta bergerak terdiri dari kendaraan, saham, piutang, hewan ternak, dan hak pakai atas benda bergerak lainnya. Sedangkan, harta tidak bergerak terdiri dari tanah dengan segala yang ada di atasnya, misalnya saja rumah atau perusahaan.

Golongan Ahli Waris Menurut Hukumnya

Ahli waris perempuan berjumlah 10, jika semuanya ada maka yang berhak menerima warisan adalah

Seperti yang sudah disinggung di atas tadi, kalau di Indonesia dikenal tiga hukum dalam pembagian harta warisan, yakni Islam, perdata, dan adat. Berikut penjelasan lengkap dari ketiganya.

1. Hukum Islam

Berdasarkan hukum Islam, terdapat tiga syarat agar hak waris bisa diberikan kepada seseorang atau ahli waris, yaitu:

  • Orang yang mewariskan harta sudah meninggal dunia. Dan, status meninggalnya telah dinyatakan secara hukum yang berlaku di Indonesia. Jika orang tersebut belum meninggal, maka harta yang dibagikan disebut sebagai hibah dan bukan warisan.
  • Penerima hak waris haruslah mereka yang dalam keadaan hidup saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
  • Pewaris dan ahli waris harus memiliki hubungan pertalian keluarga, baik pertalian ayah dan anak, maupun anak dan cucu.

Islam juga telah membagi orang yang menerima hak waris ke dalam tiga kelompok, yaitu:

  • Zawil Furudh: Ini merupakan kelompok pertama yang berhak mendapatkan hak waris setelah pewaris meninggal dunia. Orang yang termasuk ke dalam kelompok zawil furudh ini adalah keturunan laki-laki dan perempuan.
  • Ashabah: Ini adalah kelompok penerima sisa hak waris setelah harta warisan dibagikan kepada zawil furudh. Namun, kelompok ashabah bisa saja mendapat seluruh hak waris bila tidak ada ahli waris yang termasuk kelompok pertama tadi.
  • Zawil Arham: Ini adalah golongan penerima waris yang tidak mendapatkan apa-apa. Kecuali, bila tidak ada golongan pertama dan kedua dalam pembagian harta warisan, maka golongan zawil ahram barulah mendapatkan haknya itu.

2. Hukum Perdata

Jika sebelumnya pembagian hak waris dilakukan secara Islam, maka hukum waris satu ini dilakukan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP). Pembagian hak waris menurut hukum perdata biasanya banyak dipilih oleh mereka yang non-muslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa.

Dalam hukum perdata, terdapat dua cara untuk membagi hak waris, yaitu:

  • Pasal 830 KUHP: Hak waris baru dapat dibagikan kepada orang lain bila sang pewaris telah meninggal dunia.
  • Pasal 832 KUHP: Hak waris baru bisa dibagikan jika adanya hubungan darah antara pewaris dan ahli waris. Dengan kata lain, orang yang berhak menerima hak waris hanyalah mereka yang mempunyai hubungan darah dengan si pewaris.

Masih terkait dengan Pasal 832 KUHP, kelompok yang memiliki pertalian darah masih dibagi lagi ke dalam empat golongan berbeda berdasarkan KUHP, yaitu:

  • Golongan I: Mereka yang berada pada satu garis lurus ke bawah, seperti pasangan suami-istri, anak, serta keturunannya.
  • Golongan II: Mereka yang yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orangtua, saudara, beserta keturunannya.
  • Golongan III: Mereka yang masuk ke golongan ini adalah keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah si pewaris, seperti kakek dan nenek.
  • Golongan IV: Golongan terakhir adalah mereka yang terdiri dari keluarga dalam garis menyimpang jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III serta keturunannya.

Perlu dipahami, bagi mereka yang terikat hubungan pernikahan, pasangan seperti suami-istri. Dan, salah satu dari mereka meninggal dunia dalam keadaan sudah bercerai, maka mantan suami/istri tidak berhak lagi atas harta warisan yang ditinggalkan.

Sementara dalam hukum perdata, pewaris yang meninggalkan istri dan anak kandung, ataupun sebaliknya, maka golongan ini bersifat prioritas dari golongan di bawahnya. Beda halnya jika, si pewaris tidak memiliki suami/istri atau keturunan, maka golongan kedua yang berhak menerima hak waris dari sang mendiang. Jika tidak ada golongan kedua, maka yang berhak menerima warisan adalah golongan ketiga, begitupun seterusnya.

3. Hukum Adat

Dalam hukum adat, pembagian hak waris dibedakan menjadi dua garis pokok, yakni garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian. Berikut ulasan keduanya:

Garis pokok keutamaan: Ini merupakan garis hukum yang menentukan urutan keutamaan dalam keluarga pewaris. Yang artinya, golongan yang satu bisa saja lebih diutamakan daripada golongan yang lain. Berikut penggolongan pada garis pokok keutamaan:

  • Golongan keutamaan I: Anak kandung
  • Golongan keutamaan II: Orangtua
  • Golongan keutamaan III: Saudara dan seterusnya
  • Golongan keutamaan IV: Kakek, nenek, dan seterusnya

Garis pokok pengganti: Ini merupakan garis hukum yang digunakan untuk memilih siapa yang berhak menerima warisan di antara mereka yang termasuk ke dalam golongan keutamaan. Biasanya, orang yang dipilih sebagai ahli waris pengganti harus memiliki kriteria sebagai berikut:

  • Tidak memiliki hubungan dengan pewaris
  • Tidak ada lagi hubungannya dengan si pewaris

Sederhananya, garis pokok pengganti ini adalah mereka yang mendapatkan hak waris langsung si pewaris sebelum ia meninggal. Mereka yang termasuk ke dalam golongan ini adalah yang berstatus sebagai anak angkat, anak tiri, dan anak akuan.

**

Mengingat hak warisan jadi hal yang sangat krusial dalam hubungan keluarga, sudah semestinya Anda mempersiapkan sejak jauh-jauh hari guna menghindari konflik yang bisa saja terjadi di kemudian hari. Mempersiapkan hak warisan tidak hanya dilakukan dengan harta benda saja, tapi juga bisa dengan produk asuransi jiwa berjangka, seperti Asuransi Mega Warisan dari PFI Mega Life.

Dengan asuransi tersebut, Anda pun telah memberikan jaminan kepada ahli waris bila sewaktu-waktu meninggal dunia. Jaminan yang diberikan berupa Uang Pertanggungan sebesar 100% jika meninggal dunia bukan karena kecelakaan dan 200% jika meninggal dunia karena kecelakaan.

PFI Mega Life juga telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).