Akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayaan Indonesia tampak pada bangunan masjid yang merupakan

Jakarta -

Sebagai negara multikultural, Indonesia sejak dahulu telah menerapkan toleransi yang salah satunya tercermin dari bangunan masjid. Bangunan-bangunan masjid di Indonesia terbilang unik karena memadukan berbagai budaya yang saling mempengaruhi atau disebut sebagai akulturasi.

Dirangkum detikTravel dari berbagai sumber, Selasa [28/4/2020] inilah sejumlah masjid di Indonesia yang mencerminkan akulturasi pada bangunannya.

1. Masjid Agung Demak

class="p_img_zoomin" />Foto: [Kurnia/detikTravel]

Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masjid ini telah berdiri sejak abad ke-15 tepatnya tahun 1479 M. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan raja pertama Kerajaan Demak yakni Raden Patah bersama dengan Wali Songo.

Pada waktu itu, Masjid Agung Demak menjadi simbol penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sebagaimana dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemendikbud], Kerajaan Demak berdiri ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat di Nusantara. Oleh sebab itu dalam menyebarkan agama Islam, Kerajaan Demak harus menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat pada saat itu pula.

Salah satu penyesuaian ini terlihat dari akulturasi budaya pada bangunan masjid yang menggabungkan kebudayaan Hindu dan Islam. Tujuannya agar Islam dapat diterima masyarakat karena tidak merubah sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

Wujud akulturasi di Masjid Agung Demak terlihat dari atap berundak tiga yang bermakna gambaran akibah Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Kemudian pintu masjid berjumlah lima sebagai lambang dari rukun Islam sementara jendela berjumlah 6 melambangkan rukun iman. Di sekitar masjid juga terdapat kolam wudhu, yang menurut F.F Pijper merupakan kelanjutan dari bentuk candi.

2. Masjid Menara Kudus

class="p_img_zoomin" />Foto: [Muhammad Ikhsan Burhanudin/d'Traveler]

Masih di Jawa Tengah, kita bergeser menuju Kudus, tepatnya di Desa Kauman, Kecamatan Kota. Di sana juga terdapat masjid bersejarah yang memperlihatkan akulturasi budaya Islam dan Hindu.

Namanya adalah Masjid Al Aqsa atau yang lebih populer disebut Masjid Menara Kudus. Masjid ini dibangun pada tahun 1549 oleh Sunan Kudus.

Wujud akulturasi Islam-Hindu terlihat ketika traveler memasuki kompleks masjid. Traveler akan disambut gapura berbentuk candi bentar. Setelah itu traveler akan melihat gapura berbentuk paduraksa yang terdapat di serambi masjid dan di halaman utama masjid.

Uniknya lagi, Masjid Menara Kudus ini memiliki menara yang terbuat dari batu bata merah. Menurut Tjandrasasmitra dalam bukunya berjudul Indonesia Dalam Sejarah: Kedatangan dan Peradaban Islam, Menara Kudus ini pada mulanya bukanlah bangunan menara tetapi bangunan menyerupai candi seperti bentuk kulkul yang ada di Bali.

Menara setinggi 18 meter itu dibangun tanpa perekat semen tetapi menggunakan teknik gosok atau disebut kosod. Dinding menara dihiasi 32 piring keramik yang berlukiskan kembang, masjid, manusia dan unta, serta pohon kurma.

Selain itu ada pula pancuran wudhu yang menunjukkan akulturasi dengan Buddha. Jumlah pancuran yang berjumlah 8 itu mengadopsi keyakinan Buddha yakni Asta Sanghika Marga atau Delapan Jalan Kebenaran.

Simak Video "Masjid Agung Demak, Tempat Berkumpulnya Para Wali Songo"



[pin/fem]

Saat ini Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam/ muslim. Namun, sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, maka Indonesia kembali mengalami akulturasi yang tercermin salah satunya dari seni bangunan.

Masuknya Islam ke Indonesia tidak berarti menghilangkan kebudayaan Hindu-Budha. Bahkan membentuk akulturasi budaya yang baru dan terlihat dari sisi bangunan. Dimana, seni arsitektur Islam yang menunjukan akulturasi dengan kebudayaan prasejarah dan Hindu-Budha antara lain makam dan masjid.

Masjid dan Menara

Akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudayaan Indonesia tampak dalam seni bangunan/ arsitektur masjid kuno. Arsitektur masjid kuno di Indonesia menunjukan ciri-ciri khusus yang berbeda dengan arsitektur masjid di negeri lainnya, karena menonjolkan gaya arsitektur yang masih memperlihatkan pengaruh Hindu-Budha.

Kekhususan gaya arsitektur masjid kuno Indonesia, antara lain terdapat dalam bentuk atap bertingkat lebih dari satu. Masjid kuno Indonesia yang mempunyai atap bertingkat merupakan kelanjutan dari seni bangunan tradisional Indonesia lama yang mendapat pengaruh Hindu-Budha. Beberapa contoh masjid beratap bertingkat satu, misalnya Masjid Agung Cirebon, Masjid Katangka di Sulawesi Selatan, Masjid Angke, Masjid Tambora, dan Masjid Marunda di Jakarta.

[Baca juga: Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia]

Untuk contoh masjid beratap bertingkat tiga diantaranya Masjid Agung Demak, Masjid Baiturahman Aceh, Masjid Jepara, Masjid-masjid di Ternate. Adapun bangunan masjid beratap bertingkat lima adalah Masjid Agung Banten.

Makam

Masuknya kebudayaan Islam juga berpengaruh besar terhadap bangunan makam. Bangunan makam terbuat dari bata yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat, khususnya bagi orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup.

Makam para raja biasanya dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta pengiringnya. Dengan demikian, kompleks pemakaman merupakan guguskan kijang yang dikelompokkan menurut hubungan keluarga. Antara makam keluarga satu dan keluarga lain dipisahkan oleh tembok yang dihubungkan dengan gapura.

Tempat pemakaman biasanya terdapat di atas bukit yang dibuat berundak-undak. Hal itu mengingatkan pada bangunan punden berundak pada zaman Hindu. Bangunan makam yang berupa jirat dan cungkup biasanya dihiasi dengan seni kaligrafi [seni tulisan indah].

Adapun makam tertua di Indonesia yang bercorak Islam adalah Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik [1082]. Makam tersebut bercungkup dan dinding cungkupnya diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip model hiasan candi.

Lihat Foto

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Keindahan arsitektur Menara Kudus di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yang telah menjadi sebuah monumen peradaban masa lalu dan pusat spiritualisme Islam hingga kini, Senin [18/7/2011]. Masjid Al-Aqsa atau dikenal Masjid Menara Kudus yang didirikan tahun 1549 ini tidak terlepas dari Sunan Kudus yang menyebarkan Islam melalui alkulturasi budaya.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejarah dan budaya di Indonesia punya kisah yang panjang. Perpaduan dan akulturasi budaya mewarnai berbagai hal di Indonesia, termasuk arsitektur bangunan, salah satunya masjid.

Sejumlah masjid yang ada di Tanah Air menunjukkan hasil akulturasi budaya.

Empat di antaranya adalah masjid-masjid di bawah ini. Berikut 4 masjid yang menunjukkan akulturasi budaya dalam bangunannya.

Masjid Menara Kudus

Lihat Foto

KOMPAS.com/PUTHUT DWI PUTRANTO

Masjid Menara Kudus di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu [30/5/2018] sore.

Sesuai namanya, masjid ini terletak di Kudus, Jawa Tengah.

Masjid yang dibangun pada 1549 ini juga disebut sebagai Masjid Al-Aqsha.

Di dalamnya terdapat makam dari Sunan Kudus, oleh karenanya masjid ini kerap dijadikan sebagai tujuan ziarah.

Baca juga: Menara Kudus Miliki Museum Sunan Kudus

Tak seperti masjid kebanyakan yang bergaya Timur Tengah, masjid ini menampilkan corak kebudayaan pra-Islam seperti Jawa, Hindu, dan Budha.

Hal itu terlihat dari menara dan gapura yang ada di sekitar masjid.

Menara Kudu dibangun menggunakan bata merah tanpa perekat. Menara ini terdiri dari 3 bagian, yakni kaki, badan, dan kepala, yang menunjukkan corak Hindu-Majapahit yang ada di Jawa. 

Baca tentang

Lihat Foto

KOMPAS.com

Masjid Menara Kudus, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang seni bangunan.

KOMPAS.com - Pada perkembangan budaya Islam di Indonesia, terjadi akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam dalam berbagai bentuk, antara lain seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender.

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, seni bangunan dan arsitektur Islam di Indonesia bersifat unik dan akulturatif. Seni bangunan zaman perkembangan Islam yang menonjol terutama adalah:

Berikut ini penjelasannya:

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Masjid dan menara

Dalam seni bangunan Islam, adaa perpaduan antara unsur Islam dengan budaya pra-Islam yang sudah lebih duku ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Sebab fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah umat Muslim.

Masjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.

Berdasarkan hadis shahih al Bukhari, Nabi Muhammad SAW menyatakan "Bumi ini dijadikan bagiku untuk masjid [tempat salat] dan alat pensucian [buat tayamum] dan di tempat mana saja seseorang dari umatku mendapat waktu salat, maka salatlah di situ.

Menurut pengertian hadis itu, agama Islam memberi pengertian secara universal terhadap masjid. Artinya, kaum Muslim leluasa beribadah salat di berbagai tempat yang bersih.

Meski begitu, tetap dirasa perlu mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam.

Masjid juga berfungsi untuk pusat penyelenggaraan keagamaan Islam, pusat mempraktikkan persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Sehingga masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan orang-orang Muslim.

Di Indonesia sebutan masjid serta bangunan tempat peribadatan lain, sesuai masyarakat dan bahasa setempat. Masjid disebut mesjid di Jawa, masigit dalam bahasa Sunda, meuseugit dalam bahasa Aceh, dan masigi dalam bahasa Makassar dan Bugis.

Baca juga: Pengaruh Islam di Indonesia

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề