Angklung diatonis yang memiliki jumlah 3 atau 4 tabung, merupakan angklung yang berfungsi untuk

1. Soal Berikanlah dan jelaskan contoh penggunaan keempat fungsi bahasa menurut Karl Raimund Poppe di daerah tempat tinggal saudara! 2. Jelaskanlah pe … rkembangan bahasa Indonesia pada zaman Jepang dengan menggunakan mind mapping! 3. Jelaskanlah empat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara! Bacalah artikel berikut untuk menerapkan teknik PQRST! 4. Sisi Positif Parenting Budaya Jepang Oleh: Buyung Okita Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari. Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut. Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak. Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan. Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak- anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius. Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putra- putrinya di berbagai aspek. Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus yang bergengsi. Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif? 1. Hubungan antara orang tua dan anak yang sangat dekat Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada. Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah. Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan 1 dari 4​

1. Soal Berikanlah dan jelaskan contoh penggunaan keempat fungsi bahasa menurut Karl Raimund Poppe di daerah tempat tinggal saudara! 2. Jelaskanlah pe … rkembangan bahasa Indonesia pada zaman Jepang dengan menggunakan mind mapping! 3. Jelaskanlah empat fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara! Bacalah artikel berikut untuk menerapkan teknik PQRST! 4. Sisi Positif Parenting Budaya Jepang Oleh: Buyung Okita Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari. Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut. Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak. Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan. Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak- anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius. Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putra- putrinya di berbagai aspek. Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus yang bergengsi. Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif? 1. Hubungan antara orang tua dan anak yang sangat dekat Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada. Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah. Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan 1 dari 4​

hello guys , am I beautiful ?? a. Yes beautiful b. no

hello guys , am I beautiful ?? a. Yes beautiful b. no

Apa yang menyebabkan kebutuhan listrik meningkat ​

Definisi Angklung


   Angklung adalah alat musik yang terbuat dari ruas-ruas bambu, cara memainkannya digoyangkan serta digetarkan oleh tangan, alat musik ini telah lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya.



   Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap. Kata Angklung diambil dari cara alat musik tersebut dimainkan.



   Menurut Karuhun Urang Sunda jaman dahulu,kehidupan manusia diibaratkan seperti tabung angklung. Tabung tersebut mempersonifikasikan manusia itu sendiri. Angklung bukanlah sebuah angklung apabila ia hanya terdiri dari satu tabung saja. Itu mengibaratkan layaknya manusia yang tidak dapat hidup sendiri (individu) tetapi juga menggambarkan bahwa manusia hidup bersosialisasi .


   Tak hanya itu, tabung angklung yang tediri dari tabung besar dan kecil mengibaratkan perkembangan manusia. Tabung kecil (sebelah kiri) merupakan gambaran manusia yang memiliki cita – cita dan upaya untuk menjadi besar (tabung besar – sebelah kanan). Kedua tabung tersebut mempunyai makna bahwa manusia tahu dan paham akan batasan – batasan dirinya, layaknya kedua tabung angklung yang dibunyikan beriringan menghasilkan harmonisasi, manusia pun berjalan beriringan menciptakan keharmonisasian dalam kehidupan masyarakat.

Sejarah Angklung

   Pada jaman dahulu kala, instrumen angklung merupakan instrumen yang memiliki fungsi ritual keagamaan. Fungsi utama angklung adalah sebagai media pengundang Dewi Sri (dewi padi/kesuburan) untuk turun ke bumi dan memberikan kesuburan pada musim tanam. Angklung yang dipergunakan berlaraskan tritonik (tiga nada), tetra tonik (empat nada) dan penta tonik (5 nada).  Angklung jenis ini seringkali disebut dengan istilah angklung buhun yang berarti “Angklung tua” yang belum terpengaruhi unsur-unsur dari luar . Hingga saat ini di beberapa desa masih dijumpai beragam kegiatan upacara yang mempergunakan angklung buhun, diantaranya: pesta panen, ngaseuk pare, nginebkeun pare, ngampihkeun pare, seren taun, nadran, helaran, turun bumi, sedekah bumi  dll.

   Tidak diketahui dari mana asal-usul Angklung Baduy dan sejak kapan jenis Angklung ini mulai muncul. Penyebarannya pun tidak terlalu luas. Hal ini diperkirakan karena bentuk pertunjukannya yang monoton dan membosankan bagi yang melihatnya. Pada masyarakat Baduy Jero, Angklung Baduy dipergunakan sebagai kesenian yang mendukung upacara adat tradisional menghormati Sang Hyang Asri atau Dewi Sri sebagai dewi pertanian dan kesuburan. Upacara tersebut dikenal dengan nama ngaseuk pare, yaitu upacara yang dilaksanakan saat penanaman benih padi di ladang, dan upacara ngampihkeun pare, yaitu pada saat mengangkut padi hasil panen ke lumbung.


   Angklung Baduy terdiri dari empat buah ancak yang masing-masing disebut king-king, indo, panempas, dan gong-gong. Dog-dog dan bedug berfungsi sebagai pengiring irama lagu dan tempo irama. Para pemain mengenakan pakaian kampret hitam atau putih, lomar, dan iket. Jumlah pemain mencapai lima belas orang, terdiri dari sembilan orang yang memainkan angklung, tiga orang pemain bedug, dan yang lainnya bertindak sebagi penari.

   Dalam permainannya, Angklung dan dog-dog mengiringi mereka yang bernyanyi dan menari (ngalagu jeung ngalage). Nyanyian dilakukan dengan cara bersahut-sahutan, sambil menari, dan bergerak berkeliling. Lagu-lagu yang dimainkan antara lain berjudul Ayun-ayunan, Bibi Lenjang, Cik Arileu, Hiah-hiah Panjang, Jari Gandang, Keupat Rendang, Lili-liyang, Nganteh, Ngaseh, Oray-orayan, Pong-pok, Salaela, Yandi Bibi, Ketek-ketek, dan Pileuleuyan.


   Angklung Buncis dibuat pertama kali oleh Pak Bonce pada tahun 1795 di Kampung Cipurut, Desa Baros, Arjasari, Bandung. Diceritakan, Pak Bonce yang sehari-hari bekerja sebagai pembubu ikan di sungai, suatu saat mendapati sungai tempat ia menyimpan bubu meluap dilanda banjir. Banjir tersebut menghanyutkan beberapa batang bambu yang kemudian ia bawa pulang dan disimpan di atas tungku. Setelah kering, bambu-bambu tersebut dipukul-pukul dan ternyata menghasilkan bunyi yang bagus dan nyaring. Bambu-bambu tersebut kemudian diolah dan dibuat alat musik Angklung. Angklung tersebut lalu dinamakan Angklung Buncis. Pak Bonce membuat tujuh set Angklung Buncis yang kemudian dijual kepada Aki Dartiam. Oleh Aki Dartiam, Angklung-angklung tersebut lalu dikombinasikan dengan dog-dog dan terompet.


   Angklung Buncis dimainkan sebagai kesenian yang mengiringi upacara – upacara rakyat atau acara-acara yang melibatkan orang banyak, di antaranya upacara nginebkeun pare atau mengangkut padi dari sawah ke rumah, upacara heleran atau pawai mengiringi anak khitanan dari rumah anak yang dikhitan ke rumah bengkong (pengkhitan), acara perkawinan, dan dalam menyambut hari-hari besar nasional.


   Pada zaman dahulu, Kampung Cipining, Bogor, diancam oleh bencana kelaparan akibat tanaman padi di ladang-ladang yang tidak tumbuh dengan baik. Penduduk meyakini bahwa musibah tersebut terjadi akibat kemarahan Dewi Sri yang sedang murung karena kurang mendapat hiburan, atau sedang murka kepada penduduk. Penduduk yang juga meyakini bahwa Dewi Sri bersemayam di angkasa kemudian melakukan berbagai usaha untuk mengundang kembali Dewi Sri untuk turun ke bumi dan memberikan berkahnya bagi kesuburan tanaman padi penduduk. Beberapa usaha dilakukan, di antaranya adalah menyediakan sedekah sesajian, mengadakan acara-acara kesenian seperti pertunjukan seruling, pertunjukan karinding, dan lain-lain.


   Namun usaha-usaha tersebut tidak membawa hasil. Dewi Sri tetap tidak berkenan turun ke bumi, dan tanaman padi penduduk tetap tidak tumbuh dengan baik. Akhirnya, tampillah kemudian seorang pemuda yang bernama Mukhtar. Ia mengajak kawan-kawannya pergi ke Gunung Cirangsad untuk menebang pohon bambu surat. Bambu tersebut kemudian dikeringkan dan sambil melakukan mati geni selama empat puluh hari, Mukhtar mengolah bambu-bambu tersebut menjadi waditra Angklung. Angklung tersebut lalu disempurnakan dengan ditambahkan dua buah dog-dog lojor. Ia kemudin mengajarkan permainan Angklung kepada penduduk dan mengatur suatu upacara bagi Dewi Sri, dengan mempergunakan kesenian Angklung sebagai media. Ternyata setelah upacara tersebut, tanaman padi penduduk tumbuh dengan baik, subur, dan butir-butirnya pun begitu bernas.

   Hal itu diyakini sebagai pertanda bahwa Dewi Sri telah menerima upacara tersebut, dan berkenan turun ke bumi memberikan berkah kesuburannya. Karena Angklung tersebut ternyata mampu memikat Dewi Sri untuk turun dari langit (dalam bahasa Sunda Ngagubrag), Angklung tersebut kemudian dinamakan Angklung Gubrag. Angklung Gubrag dimainkan pada upacara seren taun, yaitu upacara besarbesaran pada akhir tahun panen. Selain itu, Angklung Gubrag juga dimainkan pada upacara-upacara hajatan keluarga, perhelatan hari raya, hari-hari besar nasional, dan acara-acara lain yang menyangkut dan melibatkan orang banyak.


  Angklung Bungko terdapat di Desa Bungko yang terletak di perbatasan antara Cirebon dan Indramayu. Angklung Bungko yang pertama dibuat diyakini telah berusia lebih dari 600 tahun. Walaupun begitu, Angklung Bungko pertama masih ada, tersimpan dengan baik, walaupun sudah tidak bernada lagi. Angklung Bungko pertama ini selalu disertakan dalam setiap pergelaran kesenian Angklung Bungko sebagai simbol resminya pergelaran tersebut. Angklung Bungko dilestarikan oleh seorang tokoh masyrakat bernama Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, setelah dipergunakan sebagai kesenian yang mengiringi penduduk Desa Bungko berperang melawan serangan bajak laut. Oleh Ki Gede Bungko, Angklung Bungko kemudian dipergunakan sebagai kesenian yang mendukung penyebaran agama Islam. Selain jenis-jenis Angklung tersebut, masih banyak lagi jenis-jenis Angklung lain yang tersebar di hampir seluruh pelosok daerah Jawa Barat. Tercatat ada Angklung Jinjing yang kerap dimainkan dalam acara-acara hiburan, ada kesenian Angklung tanpa vokal di daerah Kanekes, kesenian Angklung dengan lirik berupa susualan di daerah Panamping, kesenian Angklung Sered di daerah Tasikmalaya yang berupa perlombaan memainkan waditra Angklung bagi anak-anak, dan lainlain.


   Salah satu usaha pelestarian dan pengembangan kesenian Angklung tradisional telah dilakukan oleh Udjo Ngalagena melalui program pelatihan kesenian Angklung tradisional di sanggar seni Saung Angklungnya, di mana tiap – tiap peserta pelatihan diharuskan mempelajari dan menguasai dulu Angklung tradisional sebelum melangkah ke pelatihan Angklung modern atau kesenian Sunda lainnya yang telah dimodifikasi.


Angklung diatonis yang memiliki jumlah 3 atau 4 tabung, merupakan angklung yang berfungsi untuk

   Angklung Melody berfungsi untuk memainkan nada pada lagu. Terdapat dua jenis Angklung Melody, yaitu 2 tabung dan 3 tabung. Perbedaan dari tabung adalah untuk mempernyaring suara yang dihasilkan. Angklung Melody terdiri dari 2,5 oktaf wilayah nada. Untuk memudahkan para pemain, Angklung Melody ini diberi nomor urut, dengan demikian cukup kiranya yang diingat hanya nomor Angklungnya saja. Namun, tentu saja lebih baik lagi jika nada mutlaknya pun diketahui.

Angklung yang terdiri dari satu tabung nada asli dan satu tabung nada +  1 oktaf (unisono)

Angklung yang terdiri dari dua tabung nada asli dan 1 tabung nada +1 oktaf. Terkesan lebih ramai jika dimainkan. (unisono)

Angklung diatonis yang memiliki jumlah 3 atau 4 tabung, merupakan angklung yang berfungsi untuk

   Angklung ini berfungsi sebagai pengiring (accord), dan terbagi atas dua jenis, yaitu Accord Mayor terdiri dari 4 tabung suara (nada akar, terst, kwint dan septime) dan Accord Minor yang terdiri dari 3 tabung suara murni tanpa septime. Angklung Akompanyemen (Angklung Accompaniment), bertugas sebagai pengiring lagu atau sebagai pengganti Guitar Pengiring pada Band. Perbedaannya dengan Angklung Melody, adalah bahwa tabung-tabung Angklung Akompanyemen ini mempunyai nada tersendiri, jadi tidak terdiri dari nada pokok dengan oktafnya (unisono) seperti pada Angklung Melody. Maka dengan sendirinya suara yang ditimbulkan oleh Angklung Akompanyemen ini adalah suara yang berbentuk Akord.




   Angklung Akompanyemen Minor ini terdiri dari 3 tabung disebut dengan Akor 'bunyi tiga'. Jadi kalau dalam lagu tertulis Cm, maka itu arti nya adalah Akompanyemen C minor, jika Dm, artinya Akompanyemen D minor, dan begitu seterusnya.




   Terdiri dari 4 buah tabung, misalnya Akor yang terdiri dari nada C – E – G, disebut Akor C mayor, kalau nadanya terdiri dari C – E – G – Bes disebut Akor C7 karena nada Bes merupakan nada Septime dari Akor tersebut. Bila Akor terdiri dari nada G – B – D disebut Akor G mayor, dan kalau nadanya G – B – D – F disebut Akor G7, karena nada F itu merupakan nada Septime dari Akor tersebut. Jadi kalau dalam lagu tertulis C7, artinya ke 4 tabung itu harus dibunyikan, tetapi bila tertulis C, maka yang dibunyikan hanya 3 tabung, sedangkan tabung yang satunya bernada Bes; harus dipegang agar tidak berbunyi.

   Fungsi Angklung ini sama dengan Angklung Akompanyemen, hanya nadanya lebih tinggi dari Akompanyemen. Angklung ini, baik susunan nada maupun bentuknya, sama seperti Akompanyemen di atas merupakan akor-akor. Tanda penulisan simbol akornya pun sama dengan Akompanyemen, hanya bunyinya satu oktaf lebih tinggi dari Angklung Akompanyemen. Kedua Akompanyemen ini (Angklung ACC dan Cuk) ini dibunyikan bergantian sesuai dengan aransemen lagu, baik ritme, beat yang sangat berkaitan dibantu dengan perkusi. Angklung Cuk umumnya sebagai pengganti Ukulele yang biasa dalam langgam Keroncong atau juga lagu-lagu berirama Beguine, kadang kadang Mars atau Rumba.

   Angklung Bass Party/Melody Rendah adalah Angklung yang berfungsi untuk memainkan nada oktaf bawah.

Angklung diatonis yang memiliki jumlah 3 atau 4 tabung, merupakan angklung yang berfungsi untuk


1. Merendahkan nada Angklung : 

Daun Angklung (sisi A) diraut dengan pisau raut sedikit demi sedikit hingga mencapai suara yang dikehendaki.

2. Meninggikan nada Angklung : 

Ujung Angklung (sisi B) dipotong sedikit demi sedikit sehingga suaranya menjadi normal kembali.

   Hal – hal dibawah ini merupakan cara memegang, menggetarkan dan memainkan angklung yang selama ini dianggap paling tepat.

  • Posisi angklung adalah tabung yang tinggi berada di sebelah kanan pemain, dan yang kecil berada di sebelah kiri, dengan posisi lurus, tidak miring.
  • Tangan kiri pemain memegang angklung pada bagian simpul atas angklung dan tangan kanan memegang angklung pada bagian bawah angklung. Posisi tangan kiri dapat menggenggam ke arah bawah maupun ke arah atas. Kedua tangan diharapkan dalam posisi lurus.
  • Tangan yang bertugas menggetarkan angklung adalah tangan kanan, sedangkan tangan kiri hanya memegang angklung, tidak turut digerakkan. Gerakan tangan kanan adalah arah kanan ke kiri, dan gerakan dilakukan dengan cepat dari pergelangan tangan
  • Apabila pemain memegang lebih dari satu angklung, maka angklung yang berukuran lebih besar ditempatkan lebih dekat dengan tubuh. Apabila ukurannnya cukup besar, angklung dapat kita masukkan ke dalam lengan pemain. Kalau kecil, angklung tetap dipegang dengan jari, tetapi harus tetap ada jarak antar angklung sehigga tidak saling bersinggungan.

Memainkan angklung ada beberapa cara:

Getaran panjang

   Angklung digerakan panjang sesuai dengan nilai nada yang dimainkan, sehingga nada dimainkan secara sambung menyambung.

Staccato (Centok)

   Angklung tidak digetarkan seperti biasanya, tetapi dengan cara dicetok, sehingga menghasilkan bunyi yang pendek. Biasanya cara memegang angklung untuk menghasilkan bunyi seperti ini adalah dengan sedikit memiringkan angklung dan tabung dasar kanan angklung dipukulkna ke tangan kanan.

Tengkep

   Cara ini dimainkan dengan menahan atau menutup tabung kecil sehingga tidak ikut berbunyi. Getaran untuk cara ini tetap panjang dan disambungkan. Cara ini dilakukan jika ingin menghasilkan suara yang lebih halus.

Hal lain adalah pengembangan nilai-nilai yang berarti dalam didikan seni suara seperti:

  • Membangkitkan perhatian terhadap musik.
  • Menghidupkan musikalitas.
  • Mengembangkan rasa ritme, melodi, harmoni, dan lain-lain.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah:

  • Pengembangan intelegensi.
  • Kreativitas, disiplin.
  • Sarana penyaluran emosi, ekspresi untuk kebahagian dalam bermain musik.
  • Serta melatih koordinasi gerak tubuh saat mengikuti irama musik dalam rangka pengembangan syaraf psikomotorik.
  • Bahkan saat ini, di beberapa pusat kesehatan telah ditemukan penelitian bahwa angklung dapat menjadi terapi penyembuhan seperti yang diungkapkan di atas mengenai pengembangan syaraf psikomotorik.
  • Lebih jauh, melalui kesenian tradisional diharapkan akan dapat merangsang idealisme dan minat generasi muda terhadap eksistensi kesenian tradisional Sunda dan pelestarian lingkungan hidup.

Hal tersebut menurut bahasa kami, merupakan “Sebuah Keajaiban Angklung”.

   Angklung dari sekian pesona dan daya tariknya, memiliki efek samping lain yang baik pula karena beberapa manfaat nyatanya adalah: Melalui kesenian angklung, diharapkan akan dapat menumbuhkan nilai-nilai baik yang terdapat didalamnya, terutama dalam character-buliding, seperti: Kerja sama, Gotong Royong, Disiplin, Kecermatan, Ketangkasan, Tanggung jawab dan lain-lain.

http://www.angklung-udjo.co.id/id

(dengan perubahan seperlunya)

http://www.angklung-udjo.co.id/id