Apa bahasa yang digunakan dalam Alquran?

Selain itu, cara membaca Bahasa Arab Fusha tidak menggunakan irama, sementara dalam Al-Qur’an digunakan irama sehingga menjadikannya indah bagi orang yang membacanya maupun yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an.

Selain Ferdinand De Saussure yang sering disebut Bapak atau pelopor linguistik, ada beberapa tokoh yang fokus dalam kajian lingustik seperti Leonard Bloomfield, Jhon Rupert Firth, Noam Chomsky dan lain-lain. Dalam Islam ada beberapa nama seperti abu Aswad ad-Duali, imam Khalil, Sibaweh, Ibnu Jinni, Ibnu Faris dan yang lainnya. Islam, Al-Qur’an dan Fenomena Linguistik Islam sering didefenisikan dengan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman untuk kebahagian hidup di dunia dan di akhirat, wahyu terdiri atas dua macam: wahyu yang berbentuk al-Qur’an dan wahyu yang berbentuk hadis, sunnah Nabi Muhammad saw, menguatkan hal ini Baidan mengemukakan hadis yang diriwayatkan Al-Hakim dari Abu Hurairah: Saya telah meninggalkan dua pusaka padamu. Kamu tidak akan sesat selama keduanya (dijadikan pedoman), yaitu kitab Allah dan Sunnahku.

Terkait dengan wahyu yang artinya perkataan (kalam) Allah, Menarik apa yang diungkapkan Toshihiko Izutsu, menurutnya Allah mewahyukan melalui bahasa, dan bukan dalam bahasa yang misterius melainkan dengan bahasa manusia yang jelas dan dapat dimengerti. Itulah sebabnya manusia dapat mempelajari al-Qur’an dari berbagai aspek, termasuk bahasa atau linguistiknya.

Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diwahyukan kepada nabi Muhammad memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia. Bukan hanya diperuntukan bagi manusia saja, bahkan makhluk selain manusiapun merasakan arti penting akan kehadiran al-Qur’an. Sebagai kitab suci yang sempurna, didalam al-Qur’an termuat segala macam yang terkait dengan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, alam semesta, alam ghaib dan yang lebih menariknya lagi al-Qur’an mampu berbicara melewati waktunya. Sebagai sebuah mukjizat al-Qur’an mampu berbicara tentang kehidupan yang akan datang, mengulas fenomena-fenomena ilmu pengetahuan yang belum pernah terfikirkan oleh manusia yang hidup pada zaman al-Qur’an diturunkan , oleh karena itu tidak salah bila dikatakan al-Qur’an merupakan mukjizat akhir zaman.[4]

Al-Qur’an sebagai hudan (petunjuk) dapat dikaji dan diselami samudra hikmah dan keilmuanya dari berbagai aspek, sebagai kitab suci yang sempurna sudah tentu al-Qur’an dapat difahami dari sisi manapun, Sebagaimana yang dikatakan oleh Izutsu bahwa al-Qur’an bisa didekati dengan sejumlah cara pandang yang beragam seperti teologi, psikologi, sosiologi, tata bahasa, tafsir dan lain sebagainya. Dalam memahami kandungan al-Qur’an kaum muslimin senantiasa berpegang teguh pada keyakinannya bahwa al-Qur’an tidak ada keraguan di dalamnya, asumsi yang dibangun dalam memahami al-Qur’an berpijak pada keyakinan akan kebenaran al-Qur’an bukan berangkat dari keragu-raguan. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum orientalis dalam mengkaji al-Qur’an, asumsi yang mereka bangun berdasarkan pada keraguan akan kebenaran al-Qur’an.

Untuk dapat memahami isi kandungan al-Qur’an dengan baik dan benar, menurut Doktor A’isyah Abdurahman atau yang biasa dikenal dengan “Bintusy Syathi” paling tidak dibutuhkan kemampuan dalam memahami mufradat (kosakata) al-Qur’an dan uslub (gaya bahasa)-nya, dengan pemahaman yang bertumpu pada kajian metodologis-induktif dan menelusuri rahasia-rahasia ungkapannya. Issa J. Boullata dalam kata pengantarnya terhadap buku tafsir Bintusy-Syathi’ menjelaskan bahwa, dalam mengkaji al-Qur’an Bintusy-Syathi’ menggunakan empat butir metode yang salah satunya disebutkan, “ karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an, maka untuk memahami arti kata-kata yang termuat dalam kitab suci itu harus dicari arti linguistik aslinya yang memilki rasa keakraban kata tersebut dalam berbagai penggunaan material dan figuratifnya”.[5]

Al-Qur’an sebagai sumber dari segala sumber, panduan hidup dan kehidupan, ia tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat Islam. Oleh karena itu, banyak para pakar yang mencoba menggali dan menyelami samudra ilmu yang terkandung didalamnya. Untuk dapat memahaminya dibutuhkan keahlian dan kemampuan salah satunya adalah penguasaan bahasa. Menjadi problem bagi umat Islam dalam memahami al-Qur’an yang diwahyukan dengan menggunakan bahasa Arab, Islam telah tersebar keseluruh penjuru dunia, dianut oleh semua bangsa dengan bahasa yang beranekaragam. Bahasa menjadi problem yang cukup mendasar bagi mereka yang ingin mendalami al-Qur’an. bahkan disyaratkan bagi seorang Faaqih dan ahli tafsir untuk menguasai bahasa Arab. Sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:[6]

Artinya:

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)

Dan Allah juga berfirman lagi dalam ayat lain:

Artinya:

“Dan Demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab . . . “ (QS. Ar-Ra’d : 37)

Mengulang kembali apa yang diungkapkan Shihab setidaknya ada beberapa hal yang menjadikan al-Qur’an istimewa selain kemukjizatan dan kedalaman maknanya, yakni:

Apa bahasa yang dipakai di dalam Alquran?

Bahasa Arab sebagai bahasa Alquran juga bukan semata-mata karena Rasululullah SAW itu orang Arab dan kaumnya adalah bangsa Arab, melainkan banyak faktor dan hikmah dapat dijadikan pelajaran linguistik mengapa Alquran diturunkan dalam bahasa Arab.

Apakah bahasa Arab merupakan bahasa Alquran?

Dikarenakan bahasa arab merupakan bahasa Al-Qur'an, aturan agama islam. Bahasa yang digunakan dalam beribadah, ilmu-ilmu dan sastra islam sejak diutusnya nabi Muhammad dan turun wahyu ilahi, dan bahasa hadist.

Kenapa Alquran memakai bahasa Arab *?

Keberadaan Al-Qur'an yang menggunakan Bahasa arab mempermudah para pembesar kafir Quraish untuk memahami jawaban Allah di dalam Al-Qur'an. Al-Qur'an disusun dalam Bahasa Arab agar orang yang diajak bicara, yaitu bangsa Arab, dapat memahaminya. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam ayat kedua Q.S. Yusuf.