Apa hubungan Konstantinopel dengan penjajahan bangsa Barat?

KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam melimpah.

Salah satu hasil kekayaan alam Indonesia adalah rempah-rempah, yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan, jamu, dan pengobatan herbal.

Di Eropa, saat musim dingin tiba, rempah-rempah juga dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan dan penghangat tubuh.

Oleh karena itu, rempah-rempah pernah menjadi komoditas paling dicari bangsa-bangsa Eropa dan dihubungkan dengan penjajahan di Indonesia.

Lantas, apa hubungan rempah-rempah dengan penjajahan di Indonesia?

Baca juga: Tokoh-tokoh Penjelajah Samudra dari Inggris

Bangsa Eropa memburu rempah-rempah

Pemanfaatan rempah-rempah sebagai bumbu makanan, kosmetik, dan merawat jenazah telah digunakan oleh peradaban Mesir Kuno pada sekitar 3500 SM.

Kala itu, Mesir Kuno mendapatkan pasokan rempah-rempah dari China, India, dan Sri Lanka.

Sejak saat itu, penggunaan rempah-rempah juga berkembang luas di peradaban Timur Tengah, Mediterania Timur, hingga ke Eropa.

Selama hampir 5.000 tahun, bangsa Arab telah mengelola perdagangan rempah-rempah di Persia, Jazirah Arab, hingga Eropa.

Namun, permasalahan muncul saat Kesultanan Utsmaniyah menguasai Konstantinopel pada 1453 dan menutup pintu perdagangan bagi pedagang Eropa.

Baca juga: Mengapa Rempah-rempah Dibutuhkan Bangsa Eropa?

Permasalahan itulah yang kemudian mendorong bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudra guna mencari rute tercepat untuk sampai ke negara penghasil rempah-rempah.

Pada 1498, penjelajah Portugis, Vasco da Gama, berhasil mendarat di pantai barat daya India dan membawa pulang pala, cengkih, kayu manis, jahe, merica, serta rempah-rempah lainnya ke Portugis.

Setelah keberhasilan Vasco da Gama, bangsa Spanyol, Inggris, Perancis, dan Belanda gencar melakukan penjelajahan samudra untuk mencari negara penghasil rempah-rempah.

Hubungan rempah-rempah dan penjajahan di Indonesia

Hubungan rempah-rempah dengan penjajahan di Indonesia adalah pencarian rempah-rempah oleh bangsa Eropa mendorong penjajahan di Indonesia.

Salah satu latar belakang kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah mencari rempah-rempah.

Baca juga: Mengapa Maluku Dijuluki The Spicy Island?

Pasalnya, rempah-rempah yang dibutuhkan bangsa Eropa sebagian besar terdapat di Indonesia.

Jenis rempah-rempah yang dicari orang Eropa adalah cengkih, pala, dan lada, yang nilainya sempat melebihi logam mulia seperti emas.

Bangsa Eropa pertama yang menggunakan pengaruhnya di wilayah Indonesia adalah Portugis dan Spanyol.

Kedua bangsa tersebut mendarat di Maluku, yang kaya akan pala dan rempah lainnya. Bangsa Portugis kemudian bekerja sama dengan Kerajaan Ternate untuk melakukan perdagangan rempah-rempah.

Sedangkan Spanyol datang ke Maluku untuk mendapatkan rempah-rempah dengan bekerja sama kepada Kerajaan Tidore.

Namun, sesuai Perjanjian Zaragoza, Spanyol akhirnya hengkang dari Maluku. Setelah itu, Belanda mulai datang ke Indonesia pada 1596.

Baca juga: Monopoli Perdagangan Rempah-rempah di Maluku

Dalam perkembangannya, kekayaan alam Indonesia membuat bangsa Eropa gelap mata.

Mereka mulai melakukan praktik monopoli perdagangan rempah-rempah dan melakukan penjajahan di Indonesia.

Setelah berhasil mengusir bangsa Portugis dari Indonesia, Belanda mendirikan kongsi dagang VOC, yang menjadi pusat monopoli perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya di Indonesia.

Bahkan, keberhasilan monopoli VOC mengantarkannya sebagai perusahaan dagang paling kaya di dunia saat itu.

Dapat disimpulkan, kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Indonesia saat itu telah mendorong bangsa Eropa melakukan penjajahan atau kolonialisme di Indonesia.

Referensi:

  • Lukiawan, Reza. (2020). Menimbang Pala: Asa di Pasar Eropa. Yogyakarta: Deepublish.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki merupakan peristiwa penting yang menjadi salah satu penanda berakhirnya Abad Pertengahan.

Selama berabad-abad, Konstantinopel adalah pusat dunia Barat sekaligus pertahanan Kristen terhadap Islam.

Selama itu pula, kota ini tidak lepas dari ancaman, namun selalu selamat dari penyerangan.

Hingga akhirnya, pasukan Turki Ottoman yang dipimpin oleh Mehmet II atau Muhammad Al-Fatih berhasil menaklukkan Konstantinopel.

Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Ottoman pada 29 Mei 1453, setelah 53 hari dikepung oleh pasukan Mehmet II.

Konstantin XI selaku raja pun terbunuh saat ibu kota kekaisaran Bizantium atau Romawi Timur jatuh ke tangan muslim.

Konstantinopel yang terletak di tepi pantai Laut Marmora di dekat Selat Bosporus merupakan kota transit rempah-rempah pertama di sekitar Laut Tengah yang menghubungkan barang-barang antara Eropa dan Asia.

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki kemudian membuat kondisi perdagangan bangsa Eropa mengalami kemandegan.

Sebab, Bangsa Turki Usmani banyak membuat peraturan yang menyulitkan lalu lintas pelayaran bangsa Eropa, terutama dalam memperoleh rempah-rempah.

Itulah mengapa, jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Ottoman menjadi salah satu faktor yang mendorong kedatangan bangsa Barat ke Indonesia.

Baca juga: Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Konstantinopel telah menjadi ibu kota kekaisaran sejak pentahbisannya pada tahun 330 di bawah kaisar Romawi Konstantinus Agung.

Dalam kurun waktu 11 abad berikutnya, kota ini telah dikepung berkali-kali tetapi hanya pernah direbut sekali sebelumnya, selama Perang Salib Keempat pada 1204.

Tentara Salib kemudian mendirikan negara Latin di sekitar Konstantinopel, sementara Kekaisaran Bizantium terpecah menjadi negara-negara kecil, seperti Nicea, Epirus dan Trebizond.

Mereka bertempur sebagai sekutu melawan pendirian Latin, tetapi juga berjuang di antara mereka sendiri untuk takhta Bizantium.

Bangsa Nicea akhirnya merebut kembali Konstantinopel dari orang Latin pada tahun 1261 dan membangun kembali Kekaisaran Bizantium di bawah dinasti Palaiologos.

Setelah itu, kekaisaran ini semakin melemah karena harus terus menangkis serangan berturut-turut oleh orang Latin, Serbia, Bulgaria, dan Turki Usmani.

Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten

Jatuhnya Konstantinopel

Ketika Mehmed II mewarisi takhta ayahnya pada 1451, usianya baru 19 tahun.

Hal ini membuat pihak Eropa berasumsi bahwa penguasa muda Turki Usmani tersebut tidak akan mengancam hegemoni Kristen di Balkan dan Laut Aegea.

Bahkan bangsa Eropa sempat merayakan penobatan Mehmed II dan berharap minimnya pengalaman yang dimilikinya akan menyesatkan Ottoman.

Namun siapa sangka, pada 1452, Mehmed II mulai menjalankan rencananya dengan membangun benteng di Bosphorus, beberapa mil di utara Konstantinopel.

Pada Oktober 1452, Mehmed menempatkan pasukan di Peloponnese untuk memblokade Thomas dan Demetrios supaya tidak bisa memberi bantuan kepada saudara mereka, Konstantin XI, dalam serangan yang akan datang.

Berbekal persenjataan baru nan canggih, pada 6 April 1453, sebanyak 80.000 pasukan Muslim yang dipimpin Mehmed memulai serangan terhadap 8.000 pasukan Kristen di bawah pimpinan Konstantin XI, kaisar Bizantium ke-57.

Pemuda 21 tahun yang haus keagungan ini pun, berhasil melewati tembok pertahanan kota bersama bala tentaranya yang sangat besar.

Setelah 53 hari dikepung, Konstantinopel akhirnya jatuh pada 29 Mei 1453, menandai runtuhnya kekuasaan Bizantium dan berakhirnya Abad Pertengahan.

Setelah menaklukkan kota, Mehmed II menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota Ottoman yang baru, menggantikan Adrianople.

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Dampak jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki

Dampak jatuhnya Konstantinopel sangat besar sehingga mengubah peta kekuatan di wilayah Mediterania dan memperjelas ancaman bagi pemangku kepentingan dan bangsa-bangsa Kristen.

Orang-orang Eropa sangat terkejut dan melihat peristiwa bersejarah ini sebagai bencana bagi peradaban mereka.

Sementara di dunia Kristen, penaklukan ini memengaruhi kehidupan agama, militer, ekonomi, dan psikologis mereka.

Mereka khawatir kerajaan Kristen Eropa lainnya akan bernasib sama dengan Konstantinopel.

Selain itu, banyak ilmuwan Yunani dari Konstantinopel yang mengungsi ke Eropa dan menumbuhkan ilmu pengetahuan di sana.

Salah satu dampak jatuhnya Konstantinopel ke tangan bangsa Turki bagi bangsa Eropa adalah terputusnya jalur perdagangan rempah-rempah Asia-Eropa.

Sebab, Bangsa Turki Usmani banyak membuat peraturan yang menyulitkan lalu lintas pelayaran bangsa Eropa, terutama dalam memperoleh rempah-rempah.

Keadaan ini mendorong para pedagang Eropa mencari jalan lain ke pusat penghasil rempah-rempah di Asia, termasuk Indonesia.

Itulah mengapa, jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki telah mendorong bangsa Eropa datang ke Indonesia.

Penjelajahan samudera kemudian menjadi cara bangsa Eropa untuk mencapai Asia.

Bangsa Eropa yang memelopori penjelajahan samudera adalah Portugis dan Spanyol.

Sebab, di antara bangsa-bangsa lain, dua negara ini menghadapi kesulitan ekonomi paling parah setelah jatuhnya Konstantinopel.

Dalam perjalanannya, bangsa Eropa juga menemukan banyak wilayah baru di berbagai belahan dunia.

Referensi:

  • Crowley, Roger. (2011). 1453: Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim. (Ridwan Muzir, Terjemahan). Jakarta: Pustaka Alvabet.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.