Apa hukum orang tua yang menyakiti hati anaknya?

parenting

5 Perlakuan Orang Tua yang Menyakiti Anak Seumur Hidup

link telah dicopy
Apa hukum orang tua yang menyakiti hati anaknya?
caption
Washington DC - Sebagian besar orang tua (ortu) tentu sudah tahu kalau pekerjaan menjadi ortu itu tidak mudah. Sebagai manusia biasa, ortu juga bisa berbuat kesalahan. Tapi, tak ada kata terlambat bagi setiap ortu untuk mengubah pola pengasuhan yang dianggap buruk.

Itulah yang disampaikan Brynn Burger, seorang ibu yang juga berprofesi sebagai guru seperti dilansir Additudemag.

Kata Brynn, dalam beberapa dekade terakhir sejumlah pihak mengatakan nggak sedikit orang tua yang menyakiti anak-anaknya Bun, hingga membutuhkan terapi seumur hidup. Tentu kita tak ingin itu terjadi. Kita sebagai orang tua ingin membesarkan anak tanpa membuatnya tersakiti. Sehingga anak-anak tak memerlukan pemulihan di masa dewasanya.


Menurut Brynn, orang tua yang membesarkan anak-anaknya dengan cara ekstrem hanya membuat masa dewasanya menuju ke jurang kehancuran, Bun. Yang diperlukan anak-anak adalah sikap positif dari orang tua dan sesuai untuk anak-anak.

"Ketika kita menjadi orang tua, kita tidak menerima instruksi manual atau penjelasan tentang apa yang diharapkan dari setiap anak. Setiap anak, bahkan di rumah yang sama, mungkin memerlukan hal-hal yang berbeda dari orang tua yang berbeda, dan ini bisa sulit diarahkan," kata Brynn.

Lantas seperti apakah ajaran ortu yang bisa meracuni kehidupan anak-anak? Berikut beberapa tanda kalau orang tua sudah melewati batas wilayah yang secara emosional beracun dan apa saja solusinya.

Baca juga: Dampak Orang Tua Selalu Menuruti Keinginan Anak


1. Anak berperan sebagai orang tua

Kita sering nggak sadar Bun, memperlakukan anak seakan sudah dewasa. Brynn bilnag, orang tua suka memberi tanggung jawab keluarga ke anak-anaknya. Seperti meminta anaknya yang masih berusia 7 tahun mengawasi adiknya yang berusia 5 tahun sepulang sekolah sampai sore hari.

Solusi untuk mengubahnya, Bunda bisa mengingat kembali bagaimana ketika diasuh? Apakah dulu orang tua meminta Bunda melakukan pekerjaan di luar usianya?

Sebenarnya Bunda enggak perlu juga meniru apa yang dialami semasa kecil. Ketika Bunda menyadari bahwa pola pengasuhan yang diterapkan belum tepat, cobalah mengubahnya.

Seorang anak berusia 8 tahun bisa saja dipercaya mengasuh adiknya. Tapi, pada usia tersebut jangan mengharapkan anak sudah berpikir layaknya orang dewas, Bun. Brynn mengatakan, seharusnya orang tua tak membuat anak-anaknya menjadi pengasuh atau pengurus rumah tangga, di luar pekerjaan sehari-hari mereka.

Selain itu, anak-anak tidak boleh mendengarkan percakapan tentang topik dewasa yang tidak pantas. Contohnya tentang kesulitan keuangan rumah tangga atau hubungan orang tua yang tidak harmonis. Anak-anak bukanlah pundak orang tua untuk menangis, peran itu harusnya diisi teman terpercaya yang sudah dewasa.

2. Orang tua membuat anak merasa bersalah

Apa ajaran yang selalu Bunda utarakan ke anak? Berbaik hati kepada orang lain dan berbuatlah sesuatu kepada orang lain seperti yang kita inginkan dari orang lain. Begitu bukan, Bun?

Tapi bagaimana ketika orang tua melakukan hal itu untuk anak-anaknya? Apakah kita mengharapkan sesuatu dengan balasan? Apakah kita membuat mereka merasa bersalah akibat perbuatan atau situasi di luar kendali mereka?

Misalnya saja, ketika anak ingin pergi menonton pertandingan sepak bola, tapi Bunda kesepian. Bunda mengatakan ke anak boleh saja si kecil pergi. Tapi Bunda juga bilang kalau anak-anak butuh, bunda akan selalu di rumah untuk mereka. Perkataan ini bisa bikin anak merasa bersalah lho.

Lantas apa yang bisa Bunda lakukan? Pertama, minta maaf ke anak. Jika anak-anak sudah cukup dewasa untuk memahami kalau bunda terbiasa melakukan hal-hal seperti ini dengan mereka, cobalah mengatakan penyesalan.

Baca juga: Anak-Anak Bukan Robot


3. Marah-marahi anak di depan umum

Anak juga memiliki perasaan, Bun. Mengomeli mereka di depan banyak orang akan meninggalkan bekas luka seumur hidupnya.

Brynn mencontohkan ketika si kecil berulah sepanjang hari di rumah neneknya saat acara keluarga. Si kecil mungkin saja marah dengan berteriak dan melempar apa saja ke lantai. Saat itu, orang tua bisa saja langsung marah dengan berbicara suara tinggi,"Bunda sangat marah! Bunda marah. Apa ini benar-benar yang kamu mau Nak?"

Brynn mengatakan pernah mengalaminya. Anaknya selama tiga jam marah-marah. Saat itu ia ingin sekali marah-marah, berteriak, atau memukul anaknya. Tapi ia sadar, mengolok-ngolok anak-anak bisa memalukan dan merusak harga dirinya di depan orang lain, Bun.

Anak-anak pada usia berapapun juga paham, marah-marah bukan perbuatan yang pantas. Kita sebagai orang tua juga sering mengingatkan anak-anak untuk tidak melakukan hal yang sama ke temannya.

Apabila Bunda terlanjur marah-marah, hal pertama yang perlu dilakukan harus meminta maaf. Bunda perlu menjelaskan bahwa perilaku kita tidak sesuai dan hanya kelelahan. Selain itu, Bunda bisa meminta suami, teman percaya, atau anggota keluarga lain untuk mengingatkan diri ini saat sedang emosi.

Kalau kata Roseanne Lesack, Direktur Klinik Psikologi Anak di Nova Southeastern University, teriakan apalagi kata-kata kurang pantas yang disampaikan ke anak bisa menyakiti perasaannya.

Maka dari itu, Roseanne menekankan orang tua perlu minta maaf ke anak atas apa yang sudah dilakukan. Tapi tetap juga, Bun, kita sampaikan kenapa sampai marah-marah kayak gitu ke anak.

4. Meminta anak menyimpan rahasia

Anak-anak kita bukan teman kita, Bun. Tidak peduli betapa kita mencintai anak-anak kita atau seberapa muda kita memilikinya, sampai sang buah hati tumbuh dewasa. Orang tua tidak dapat bersahabat dengan anak-anak. Ini akan merusak mental salah satunya atau kedua pihak.

Contohnya Bunda memberi tahu ke anak tentang belanja hingga menghabiskan terlalu banyak uang dan meminta anak merahasiakannya dari ayah.

Sebagai orang tua, kata Brynn, kita bisa menjadi orang kepercayaan anak-anak. Tapi anak-anak belum bisa mencerna informasi kita. Menurur Brynn, tak peduli berapapun usia anak, mereka tidak perlu mendengar rahasia orang tuanya.

Apa hukum orang tua yang menyakiti hati anaknya?
5 Perlakuan Orang Tua yang Menyakiti Anak Seumur Hidup (Foto: Thinkstock)


5. Tak memberi batasan sesuai usia

Penggunaan ponsel pintar, media sosial, kini tak mengenal usia, Bun. Tapi ingat, otak anak-anak masih berkembang dan mereka belum bisa membuat keputusan yang matang ketika dihadapkan sesuatu hal.

Misalnya saja, anak Bunda yang masih berusia 12 tahun ingin bermain video game di internet. Saat yang bersamaan bunda ingin istirahat sejenak jadi bunda mengizinkannya. Bunda mungkin susah mengatur kontrol orang tua pada sistem game, tapi anak usia belasan tahun sudah bisa melihat apa saja saat chatting dengan orang lain yang sama-sama main game secara online. Sayangnya Bun, sebagian besar dari mereka mungkin lebih dari usia anak Bunda.

Yang perlu orang tua lakukan adalah ketika kita mengakui telah melewati batas, cobalah meminta maaf. Ini akan sangat membantu, tanpa memandang usia, cara ini membuat anak merasa dirinya penting bagi orang tua.

"Pikirkan apakah Anda merasa nyaman dengan apa yang dilakukan anak. Anda adalah orang tua."

Berbicara tentang permintaan maaf, Julia Colangelo, pekerja sosial berlisensi di New York City mengatakan kalau orang tua adalah role model bagi anak. Kalau kita ingin anak nantinya berperilaku baik termasuk mau meminta maaf ketika dia melakukan kesalahan, jangan segan yuk untuk meminta maaf ke anak.

"Di segala umur kita ingin anak mencontoh apa yang kita lakukan terhadap anak lain dan orang dewasa. Apalagi mengucapkan maaf ketika kita memang melakukan kesalahan bisa berdampak baik pada pribadi juga kehidupan sosial anak. Maka dari itu orang tua tak perlu sungkan minta maaf ke anak," kata Julia dikutip dari Essential Baby. (nwy/nwy)
Share yuk, Bun!
link telah dicopy
menyakiti anak orang tua menyakiti anak perlakuan orang tua ucapan orang tua