Apa pola dakwah yang tepat untuk diterapkan di zaman sekarang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKKARTA -- Kata dakwah merupakan masdar [kata benda] dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Jadi, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai garis akidah, syariat dan akhlak Islam.

Dalam perkembangannya, kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata 'Ilmu' dan 'Islam', sehingga menjadi 'ilmu dakwah' dan 'ilmu Islam' atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Tujuan utama dakwah yakni mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai Allah SWT. Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.

Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia [Iran] dan Raja Najasyi dari Habasyah [Ethiopia].

Adapun dakwah bisa dipelajari, dan ini menyangkut ilmu dakwah. Di dalamnya, mencakup pemahaman terhadap aspek hukum dan tatacara berdakwah, sehingga para mubalig bukan saja paham tentang kebenaran Islam, akan tetapi mereka juga didukung oleh kemampuan yang baik dalam menyampaikan risalah al Islamiyah.

Terdapat beberapa metode dakwah. Pertama, dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain [satu orang] atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas.

Kedua, dakwah Ammah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Mereka biasanya menyampaikan khotbah [pidato].

Ketiga, dakwah bil-Lisan, yakni penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan [ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah]. Keempat, dakwah bil-Haal, dengan mengedepankan perbuatan nyata.

Yang kelima, dakwah bit-Tadwin, atau pola dakwah melalui tulisan, baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah.

Keenam adalah dakwah bil Hikmah, yang berdakwah dengan cara arif bijaksana, semisal melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Dakwah merupakan ajakan kebaikan untuk taat kepada Allah dan nilai Islam, yang dilakukan dengan berbagai macam penyampaian. Ada da’i yang menyampaikannya secara lemah lembut, serta ada yang tegas maupun intonasi tinggi. Penyampaian dakwah dengan intonasi yang tinggi, tak jarang disalahartikan oleh sebagian orang, karena dianggap terlalu ‘keras’ dalam menyampaikan kebaikan dan hal tersebut pun menuai pro kontra di masyarakat.

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi [FDIKOM], Rubiyanah, M. A., menyampaikan, dakwah merupakan bentuk ajakan manusia kepada sesamanaya menuju kepada jalan yang Allah ridhoi. Apapun bentuk, metode, dan media penyampaiannya, selama yang disampaikan adalah ajaran kebaikan itu disebut dengan dakwah.

“Namun, meskipun seseorang atau suatu media menyatakaan bahwa apa yang dilakukannya adalah dakwah, tetapi apa yang disampaikannya bukan ajaran atau ajakan kepada kebaikan, maka itu tidak bisa disebut sebagai dakwah dan kita boleh untuk tidak mengikutinya,” jelasnya.

Menurut Rubiyanah, dakwah yang umumnya dapat diterima adalah dakwah yang disampaikan dengan damai dan bahasa menyejukkan. Namun, dakwah dengan intonasi tinggi bukan berarti tidak diperbolehkan. Boleh tegas, asal tidak keras seperti menghina, mencela, menjelekkan kelompok lain atau justru memecah belah.

“Namun, kalau keras dalam artian intonasi atau penggunaan retorika dengan nada tinggi guna membangkitkan semangat terutama dalam kebaikan itu boleh saja. Hal yang perlu digaris  bawahi adalah seorang da’i tidak sekadar memiliki retorika yang baik, tetapi juga memiliki ilmu yang mumpuni supaya isi dakwahnya tidak melanggar etika di masyarakat,” ujarnya.

Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan [FITK], jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini [PIAUD] semester lima, Hidayatun Nadiyah menyampaikan, dirinya tidak mempermasalahkan penyampaian dakwah dengan intonasi yang tinggi.

“Dakwah yang berkembang sekarang ditunjang dengan perkembangan tekonologi dan informasi yang artinya dakwah sekarang dapat dengan mudah diakses oleh siapa saja dan dimana saja,” jelasnya.

Nadiyah mengungkapkan, sebagai pendengar kita juga dapat memilah siapa pendakwah yang akan kita dengarkan. Hal yang perlu digarisbawahi ketika mendengarkan da’i adalah siapa pendakwahnya, bagaimana beliau mendapatkan ilmu yang kemudian dijadikan bahan dakwahnya, dan apakah yang di dakwahkannya sudah sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

[Kiki Farika G]

Di era milenial dan digital ini, terdapat sarana dan metode dalam dakwah agar lebih efektif disampaikan kepada khalayak. Dalam mengoptimalkannya, ada 5 kiat yang bisa kita lakukan saat berdakwah di era milenial dan digital saat ini, diantanya:

Oleh : Ir. Habib Nabiel Al Musawa, M.Si

Di era milenial dan digital ini, terdapat sarana dan metode dalam dakwah agar lebih efektif disampaikan kepada khalayak.

Dalam mengoptimalkannya, setidaknya ada 5 kiat yang bisa kita lakukan saat berdakwah di era milenial dan digital saat ini, agar bisa mencapai keridaan Allah, diantaranya sebagai berikut.

1. Optimalkan Semua Potensi dalam Berdakwah

Rasulullah SAW  bersabda: "Sesungguhnya  Allah mewajibkan Ihsan [sempurna] dalam segala hal." [HR Muslim]

Artinya dalam konteks dakwah adalah harus benar-benar menguasai konten yg akan disampaikan, jangan hanya sekedar copas [copy-paste] dari media tanpa pemahaman yang mendalam tentang masalah atau isu yang akan disampaikan.

2. Lakukan Studi Banding dari Banyak Sumber

Ibroh dari Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS dalam Al Gur'an [QS. Al Kahfi/ 18 : 60-82].

Pendakwah di era digital hendaklah sering melakukan riset dari berbagai sumber, karena pendengar kita adalah majemuk, dan berasal dari berbagai latar belakang dan berbagai tingkat pendidikan yang berbeda-beda.

Dakwah yang minim riset dan berkesan kacamata kuda, akan menimbulkan berbagai reaksi yang tidak diinginkan dari pihak lain yang bersebrangan pemahamannya.

Kita tidak perlu menyenangkan semua orang karena hal itu mustahil, tapi hendaknya kita mengetahui berbagai sudut padang agar konten yang kita sampaikan bisa mewakili berbagai mustami' [pendengar] yang berbeda latar belakang.

3. Hati-hati dengan Kepentingan Kelompok atau Golongan

Allah berfirman pada Qs. Al Maidah: 8, artinya sebagai berikut.

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi orang-orang yabg selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah & menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." [QS. Al Ma'idah /5:8]

Jauhi sikap ta'ashub [fanatik], baik dengan pemikiran, aliran, kelompok ataupun pendapat pribadi.

Selalulah ber-husnuzhan dan berusaha merangkul semua pihak, termasuk yang berbeda pandangan dengan kita. Sebab dakwah yang santun dan inklusif akan lebih diterima oleh hati nurani, dibandingkan dakwah yang eksklusif dan penuh dengan caci-maki dan fanatisme kelompok.

4. Perlunya Kerja Tim [Teamwork]

Allah berfirman pada Qs. Al Anfal: 73, artinya sebagai berikut.

"Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah [saling melindungi], niscaya akan terjadi kekacauan di bumi dan kerusakan yang besar." [QS. Al-Anfal Ayat 73].

Dalam dakwah di era digital, maka kita perlu mengoptimalkan kerja tim [teamwork], bukan single fighter atau one man show yang akan merepotkan dan menyulitkan kita sendiri, baik saat mencari tema, melakukan riset maupun memperkaya sumber-sumber data kita.

5. Hindari Kepentingan Sesaat dalam Berdakwah

Allah berfirman pada Qs. Al Baqarah: 200, artinya sebagai berikut.

"Maka di antara manusia ada yang berdoa, 'Ya Tuhan kami, berilah kami [kebaikan] di dunia,' dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun." [Qs. Al Bagarah, 2:200]

Hal yang paling menggoda pada dakwah di era digital adalah godaan dunia.

Hal itu bisa tergambar dalam bentuk popularitas, yang sering mengakibatkan seorang Da'i menjadi tokoh selebritis yang menghalalkan segala cara demi meningkatnya followers atau subscribernya, dibanding membawa misi Sayyidina Muhammad SAW dalam berdakwah.

Belum lagi jika jumlah penggemar sudah banyak, maka godaan jabatan pun sudah datang menunggu. Baik dari Politisi, Pejabat atau berbagai kelompok kepentingan yang merayu sang Da'i untuk memanfaatkan followers atau subscribernya untuk kepentingan-kepentingan sesaat.

Lalu godaan keuntungan materi yg juga menanti dalam diri dengan bentuk yg lain, yaitu rayuan berupa penetapan tarif, baik oleh pribadi, maupun dengan alasan pihak manajemen.

Demikian beberapa hal yang perlu kita perhatikan dlm Dakwah di Era Milenial dan Digital ini semoga bermanfaat buat kita semua. [NF]

Humas dan Media Masjid Istiqlal

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề