Apa saja uu tentang hak cipta

Apa saja uu tentang hak cipta

Dosen Pembimbing: Dr. Mas Rahmah, S.H., M.H. LL.M.

             Sabtu, 3 Juli 2021 Telah terlaksana Seri Diskusi Hak Kekayaan Intelektual dengan tema “Copyright 101: Mengenali Hak Cipta Di Indonesia Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014”. Diskusi kali ini diselenggarakan oleh para mahasiswa program S1 FH UNAIR sebagai salah satu agenda dari Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pusat Kajian Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Diskusi diadakan dalam dua sesi, yaitu sesi pemaparan materi dan sesi tanya jawab. Pemaparan materi terkait Hak Cipta dipantik oleh Dina Amini, dan dipandu oleh Cahya Putri selaku Moderator.

            Hak Cipta diatur di dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Di dalam pasal 1 angka 1 UU Hak Cipta disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di dalam UU Hak Cipta sendiri ternyata mengatur mengenai 2 macam hak, yaitu Hak Cipta dan Hak Terkait. Hak Terkait merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.[1] Hak Cipta melekat pada produk ciptaan sebagaimana diatur dalam pasal 40 ayat (1) UU Hak Cipta, antara lain lagu, novel, atau potret. Sedangkan hak terkait melekat pada produk ciptaan yang disiarkan atau ditayangkan sehingga produknya meliputi karya pertunjukan, karya rekaman, atau karya siaran.

            Lebih lanjut diterangkan bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi, sebagaimana diatur dalam pasal 4 UU Hak Cipta. Makna hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta, hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.[2] Hak ekonomi merupakan hak untuk dapat mempergunakan ciptaan dalam tujuan komersial atau mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. [3] Sedangkan hak moral adalah hak yang bersifat absolut ada pada diri Pencipta.[4]

            Tidak hanya itu, dalam pemaparan materi dijelaskan pula ketentuan-ketentuan hukum lain dalam UU Hak Cipta seperti tentang ketentuan Pencipta, Ciptaan yang dilindungi hukum, hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta, masa berlaku Hak Cipta dan produk hak terkait, peralihan Hak Cipta, perjanjian lisensi, penyelesaian sengketa pelanggaran Hak Cipta, serta ketentuan pidana atas pelanggaran Hak Cipta. Diterangkan pula mengenai prosedur pencatatan Hak Cipta yang ternyata tidak bersifat wajib seperti pendaftaran Hak Merek ataupun Paten, karena sejatinya Hak Cipta memiliki sifat automatic protection atau perlindungan yang secara otomatis muncul berdasarkan prinsip Deklaratif ketika suatu ciptaan diwujudkan dan dipublikasikan. Namun pencatatan ciptaan tetap dirasa perlu untuk memudahkan pembuktian sengketa Hak Cipta, dan memberi rasa aman bagi pemilik atau pemegang Hak Cipta.

       Diakhir pemaparan disinggung pula mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik (PP 56/2021) yang baru disahkan oleh Presiden RI pada 30 Maret 2021 lalu. Dalam PP 56/2021 tersebut dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional).[5] Layanan publik yang dimaksud meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut, serta pameran, dan bazar. Kemudian juga bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel, dan usaha karaoke.[6]

Apa saja uu tentang hak cipta

Setelah sesi pemaparan berakhir, diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dilakukan oleh para peserta dan pemapar materi, dengan didampingi oleh Ibu Ria Setyawati, S.H., M.H., LL.M. selaku salah satu dosen pembimbing PKL di Unit Pusat Kajian Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum UNAIR. Peserta dihadiri oleh mahasiswa dan mahasiswi FH UNAIR, serta peserta umum.

            Pertanyaan yang diajukan dalam diskusi cukup beragam. Salah satu pertanyaan menarik adalah mengenai “apakah meng-cover lagu yang diunggah di Youtube merupakan pelanggaran Hak Cipta?” Menjawab pertanyaan tersebut, ternyata membuat cover lagu milik orang lain dan mengunggah ke YouTube bukan merupakan suatu bentuk pelanggaran selama tidak bertujuan komersial, serta pembuatan dan pengumuman tersebut dilakukan dengan tidak melanggar hak-hak eksklusif pemegang Hak Cipta sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 huruf d UU Hak Cipta. Kendati demikian, ada kemungkinan ketika video yang diunggah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan, Youtube dapat memberikan manfaat ekonomi (monetizing) kepada sang uploader. Sehingga memungkinkan adanya benturan pada Hak Cipta dari pemilik lagu yang dicover. Apabila pembuatan dan pengumuman cover lagu tersebut dilakukan tanpa hak atau izin dari pencipta lagu dan untuk mencari keuntungan atau bertujuan komersial, maka pembuatan dan pengumuman cover lagu tersebut merupakan pelanggaran Hak Cipta. Sehingga pencantuman keterangan Pencipta yang merupakan hak moral dari Hak Cipta disini juga wajib hukumnya.

         Dengan diadakannya diskusi Hak Kekayaan Intelektual mengenai Hak Cipta ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan para pertisipan terkait Hak Cipta, terkhusus dari perspektif UU No. 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, diharapkan dengan pengetahuan dan wawasan tersebut akan meningkatkan kesadaran untuk menghargai setiap karya dan ciptaan dari pemilik atau pemegang Hak Cipta.

[1] Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta

[2] Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta

[3] Pasal 8 UU Hak Cipta

[4] Pasal 5 UU Hak Cipta

[5] Pasal 3 ayat (1) PP 56/2021

[6] Pasal 3 ayat (2) PP 56/2021

Download (PPTX, 1.54MB)

PPT HAK CIPTA_DINA AMINI

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bacaan 10 Menit

Apa saja uu tentang hak cipta

Ilustrasi dasar hukum hak cipta. Foto: pexels.com

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta atau yang dikenal dengan UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta atau yang dikenal dengan UU Hak Cipta.

Dalam UUHC, Ada 19 bab dengan 126 pasal yang membahas sejumlah ketentuan hak cipta, simak isinya berikut ini.

Bab I: Ketentuan Umum

Bab pertama membahas ketentuan umum seputar hak cipta. Dalam bab ini, diterangkan sejumlah definisi terkait hak cipta, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHC mengartikan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pasal 1 ayat (2) UUHC menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Ketiga, Pasal 1 ayat (3) UUHC mengartikan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Baca juga:


Page 2

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bacaan 10 Menit

Lebih lanjut, Pasal 2 UUHC menerangkan bahwa dasar hukum hak cipta ini berlaku terhadap:

  1. semua ciptaan dan produk hak terkait warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
  2. semua ciptaan dan produk hak terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk pertama kali dilakukan pengumuman di Indonesia; dan
  3. semua ciptaan dan/atau produk hak terkait dan pengguna ciptaan dan/atau produk hak terkait bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan ketentuan:
  1. negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan Indonesia mengenai perlindungan hak cipta dan hak terkait; atau
  2. negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan hak cipta dan hak terkait.

Bab II: Hak Cipta

Dalam bab ini diterangkan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUHC, hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk:

  1. tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
  2. menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. mengubah judul dan anak judul ciptaannya, dan
  5. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup. Namun, pelaksanaan hak moral dapat dialihkan dengan wasiat saat pencipta meninggal dunia.

Beralih ke hak ekonomi, Pasal 8 UUHC mengartikan hak ekonomi adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya.

Dengan adanya hak ekonomi, pencipta atau pemegang hak cipta berhak untuk melakukan:

  1. penerbitan ciptaan;
  2. penggandaan ciptaan dalam segala bentuk;
  3. penerjemahan ciptaan;
  4. pengadaptasian, pengaransemanan, atau pentransformasian ciptaan;
  5. pendistribusian ciptaan atau salinannya;
  6. pertunjukan ciptaan;
  7. pengumuman ciptaan;
  8. komunikasi ciptaan; dan
  9. penyewaan ciptaan.


Page 3

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bacaan 10 Menit

Dalam bab ketiga dasar hukum hak cipta ini dibahas seputar hal terkait. Ketentuan Pasal 20 UUHC menerangkan bahwa hak terkait adalah hak eksklusif yang meliputi:

  1. hak moral pelaku pertunjukan;
  2. hak ekonomi pelaku pertunjukan;
  3. hak ekonomi produser fonogram; dan
  4. hak ekonomi lembaga penyiaran.

Bab IV: Pencipta

Pada bab empat, dasar hukum hak cipta ini membahas perihal pencipta. Pasal 31 UUHC menerangkan bahwa yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya:

  1. disebut dalam ciptaan;
  2. dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan;
  3. disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan; dan/atau
  4. tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta.

Kemudian, jika suatu ciptaan diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang memimpin dan mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan. Namun, jika orang yang memimpin dan mengawasi tidak ada, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpun ciptaan dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya.

Bab V: Ekspresi Budaya Tradisional dan Ciptaan yang Dilindungi

Pada bab kelima dasar hukum hak cipta ini membahas ekspresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi ke dalam tiga bagian. Bagian kesatu membahas ekspresi budaya dan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui. Bagian kedua membahas ciptaan yang dilindungi. Kemudian bagian ketiga membahas hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta.

Ekspresi budaya dan hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui

Penting untuk diketahui bahwa hak cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara. Kemudian, jika dalam suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya atau yang diketahui sebatas nama samarannya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang mengabulkan pengumuman untuk kepentingan pencipta. Lalu, jika ciptaan yang telah diterbitkan tidak diketahui pencipta atau pihak yang melakukan pengumumannya, hak cipta atas ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan pencipta.


Page 4

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bacaan 10 Menit

Ciptaan yang dilindungi hak cipta meliputi karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang terdiri atas:

  1. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
  2. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
  3. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
  7. karya seni terapan;
  8. karya arsitektur;
  9. peta;
  10. karya seni batik atau seni motif lainnya;
  11. karya fotografi;
  12. potret;
  13. karya sinematografi;
  14. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi;
  15. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;
  16. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;
  17. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;
  18. permainan video, dan
  19. program komputer.

Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta

Kemudian, hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:

  1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam ciptaan; dan
  3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

Lebih lanjut, tidak ada hak cipta atas karya-karya berikut.

  1. Hasil rapat terbuka lembaga negara.
  2. Peraturan perundang-undangan.
  3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
  4. Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
  5. Kitab suci atau simbol keagamaan.

Bab VI: Pembatasan Hak Cipta

Pada bab keenam dasar hukum hak cipta ini dibahas pembatasan hak cipta. Perlu diketahui bahwa ada sejumlah tindakan atau perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Perbuatan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.
  2. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah.
  3. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
  4. Pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau penciptanya menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
  5. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden, wakil presiden, mantan presiden, mantan wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bab VII: Sarana Kontrol Teknologi

Dalam bab ini, diterangkan bahwa setiap orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung ciptaan atau produk hak terkait serta pengaman hak cipta atau hak terkait. Terkecuali, untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diperjanjikan lain.


Page 5

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Bacaan 10 Menit

Apa saja uu tentang hak cipta

Ilustrasi dasar hukum hak cipta. Foto: pexels.com

Dasar hukum hak cipta saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta atau yang dikenal dengan UUHC. Sebagai informasi, UUHC ini menggantikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Hak Cipta atau yang dikenal dengan UU Hak Cipta.

Dalam UUHC, Ada 19 bab dengan 126 pasal yang membahas sejumlah ketentuan hak cipta, simak isinya berikut ini.

Bab I: Ketentuan Umum

Bab pertama membahas ketentuan umum seputar hak cipta. Dalam bab ini, diterangkan sejumlah definisi terkait hak cipta, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHC mengartikan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pasal 1 ayat (2) UUHC menerangkan bahwa yang dimaksud dengan pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Ketiga, Pasal 1 ayat (3) UUHC mengartikan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Baca juga:


Page 6

Bacaan 10 Menit

Pada bab kedelapan dasar hukum hak cipta ini dibahas seputar konten hak cipta dan hak terkait dalam teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mencegah pelanggaran hak cipta dan hak terkait melalui sarana teknologi informasi dan komunikasi, pemerintah berwenang untuk melakukan sejumlah hal, antara lain:

  1. pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait;
  2. kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan penyebarluasan konten pelanggaran hak cipta dan hak terkait; dan
  3. Pengawasan terhadap tindakan perekaman dengan menggunakan media apapun terhadap ciptaan dan produk hak terkait di tempat pertunjukan.

Kemudian, dalam bab ini, tepatnya ketentuan Pasal 55 UUHC menerangkan bahwa setiap orang yang mengetahui pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait melalui sistem elektronik untuk penggunaan secara komersial dapat melaporkan pelanggaran tersebut kepada menteri. Nantinya, menteri akan memverifikasi laporan tersebut.

Bab IX: Masa Berlaku hak cipta dan hak terkait

Pada bab kesembilan dasar hukum hak cipta ini dibahas masa berlaku hak cipta dan hak terkait ke dalam dua bagian. Bagian kesatu membahas masa berlaku hak cipta. Bagian kedua membahas masa berlaku hak terkait.

Masa berlaku hak cipta terbagi atas masa berlaku hak moral dan masa berlaku hak ekonomi. Hal moral pencipta berlaku tanpa batas waktu. Kemudian, masa berlaku hak ekonomi pencipta atas ciptaannya berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung (50 tahun atau 70 tahun) tergantung jenis ciptaannya sebagaimana diterangkan dalam undang-undang.

Kemudian, terkait masa berlaku hak terkait, masa berlaku hak moral berlaku secara mutatis mutandis terhadap hak moral pelaku pertunjukan. Lalu, ada pula perlindungan hak ekonomi bagi:

  1. pelaku pertunjukan, berlaku selama 50 tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam fonogram atau audiovisual;
  2. produser fonogram, berlaku selama 50 tahun sejak fonogramnya difiksasi; dan
  3. lembaga penyiaran, berlaku selama 20 tahun sejak karya siarannya pertama kali disiarkan.

Bab X: Pencatatan Ciptaan dan Produk Hak Terkait

Bab kesepuluh dasar hukum hak cipta ini menerangkan bahwa pencatatan dan penghapusan ciptaan dan produk hak terkait dilakukan oleh menteri. Pasal 65 UUHC menerangkan bahwa pencatatan ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni lukis yang berupa logo atau tanda pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum.

Untuk melakukan pencatatan, sebagaimana ketentuan Pasal 66 UUHC, perlu diajukan permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasanya kepada menteri. Permohonan tersebut dapat diajukan secara elektronik dan/atau nonelektronik dengan:

  1. menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau penggantinya;
  2. melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan hak terkait; dan
  3. membayar biaya.

Bab XI: Lisensi dan Lisensi Wajib

Dalam bab kesebelas dasar hukum hak cipta ini diterangkan bahwa pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis. Perjanjian lisensi tersebut berlaku selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait.

Kemudian, yang dimaksud dengan lisensi wajib adalah lisensi untuk melaksanakan penerjemahan dan/atau penggandaan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra yang diberikan berdasarkan keputusan menteri atas dasar permohonan untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan.

Bab XII: Lembaga Manajemen Kolektif

Bab kedua belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan bahwa untuk mendapatkan hak ekonomi, setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

Lembaga Manajemen Kolektif tersebut wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada menteri. Adapun izin operasional yang dimaksud harus memenuhi syarat, antara lain:

  1. berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba;
  2. mendapat kuasa dari pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti;
  3. memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 orang pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik hak terkait dan/atau objek hak cipta lainnya;
  4. bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti; dan
  5. mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.

Bab XIII: Biaya

Bab ketiga belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan bahwa biaya dalam konteks hak cipta merupakan penerimaan negara bukan pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Bab XIV: Penyelesaian Sengketa

Bab keempat belas dasar hukum hak cipta ini membahas penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa, penyelesaian hak cipta dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan. Adapun pengadilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa adalah pengadilan niaga. Pengadilan selain pengadilan niaga tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa hak cipta.

Bab XV: Penetapan Sementara Pengadilan

Bab kelima belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan bahwa atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan hak cipta atau hak terkait, pengadilan niaga dapat mengeluarkan penetapan sementara untuk:

  1. mencegah masuknya barang yang diduga basil pelanggaran hak cipta atau hak terkait ke jalur perdagangan;
  2. menarik dari peredaran dan menyita serta menyimpan sebagai alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut;
  3. mengamankan barang bukti dan mencegah penghilangannya oleh pelanggar; dan/atau
  4. menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar.

Bab XVI: Penyidikan

Bab keenam belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan sejumlah kewenangan penyidik terkait hak cipta. Adapun kewenangan penyidik, antara lain:

  • pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • permintaan keterangan dan barang bukti dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • penyitaan dan/atau penghentian peredaran atas izin pengadilan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
  • permintaan keterangan ahli dalam melaksanakan tugas penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait;
  • permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang, pencegahan dan penangkalan terhadap pelaku tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait; dan
  • penghentian penyidikan jika tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang hak cipta dan hak terkait.

Bab XVII: Ketentuan Pidana

Bab ketujuh belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan sejumlah ketentuan pidana. Salah satunya, ketentuan Pasal 112 UUHC yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan penghilangan, pengubahan, atau perusakan informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta untuk penggunaan secara komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.

Bab XVIII: Ketentuan Peralihan

Bab kedelapan belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan sejumlah ketentuan peralihan, antara lain:

  1. Permohonan pencatatan ciptaan dan produk hak terkait yang masih dalam proses, diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
  2. surat pendaftaran ciptaan yang telah dikeluarkan sebelum UUHC ini, masih tetap berlaku sampai dengan masa perlindungannya berakhir;
  3. perikatan jual beli terhadap hak ekonomi atas ciptaan berupa lagu dan/atau musik yang dilakukan sebelum UUHC ini berlaku tetap berlaku sampai dengan jangka waktu perikatan berakhir;
  4. perkara hak cipta yang sedang dalam proses, tetap diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; dan
  5. penghimpunan dan pendistribusian royalti yang dilakukan oleh organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun yang telah ada sebelum UUHC ini berlaku tetap dapat dilakukan sampai dengan terbentuknya Lembaga Manajemen Kolektif.

Bab XIX: Ketentuan Penutup

Bab kesembilan belas dasar hukum hak cipta ini menerangkan sejumlah ketentuan penutup. Diterangkan bahwa saat UUHC sebagai dasar hukum hak cipta mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Kemudian, UUHC mulai diberlakukan pada Oktober 2014.

Kesulitan mengikuti perubahan berbagai peraturan? Pusat Data Hukumonline menyediakan versi konsolidasi yang menghimpun perubahan peraturan dalam satu naskah. Akses penuh Pusat Data Hukumonline dengan berlangganan Hukumonline Pro Plus sekarang!