Apa tujuan agresi militer belanda

tumbuhan hijau dapat membuat makanannya sendiri bayam merupakan tumbuhan hijau Itulah sebabnya bayam dapat membuat makanannya sendiri dalam proses sos … ialisasi cara-cara seperti ini menurut Piaget sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak​

Kakak Andi seorang petualang saat halangan ke suatu tempat Desa menggunakan peta pada suatu waktu dia akan mengunjungi suatu lokasi yang baru kali ini … ditetapkan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi tersebut hal ini karena pada peta baru yang dia gunakan dia tidak menemukana. skala peta b. judul petac. legenda petad. tanda arah​

Apa manfaat radio dalam bidang ekonomi bagi masyarakat? ​

13. Hutan yang merupakan yang dikelilingi/ditumbuhi semak belukar adalah.. padang rumput tanaman seperti​

3. Apa yang dimaksud perubahan sosial cepat? ​

Agresi Militer Belanda 1 merupakan kejadian penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi setelah Belanda melanggar Perjanjian Linggarjati. Adanya agresi militer ini menimbulkan protes dari dunia internasional.

Bagi Indonesia, peristiwa agresi militer memberikan beberapa dampak. Ulasan lengkap tentang Agresi Militer Belanda 1 akan dijabarkan pada penjelasan di bawah ini.

Latar Belakang Agresi Militer Belanda 1

Mengutip dari tirto.id, perjanjian Linggarjati yang sudah disepakati ternyata tidak membuat perselisihan antara Indonesia dan Belanda mereda. Pihak Indonesia merasa bahwa setelah proklamasi kemederkaan, maka Indonesia telah menjadi negara yang berdaulat dan berhak mempertahankan kemedekaannya atas seluruh wilayah bekas jajahan Belanda.

Di lain hal, Belanda tetap teguh pada isi pidato Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942. Pidato tersebut berisi bahwa suatu hari akan dibentuk persemakmuran antara Kerjaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerjaan Belanda. Hal tersebut yang menjadi penyebab Agresi Militer Belanda 1.

Dari sumber lain diterangkan setidaknya ada tiga tujuan Agresi Militer Belanda I, yaitu tujuan politik, ekonomi, dan militer.

  • Tujuan politik: menghilangkan negara Indonesia secara de facto dengan cara mengepung ibu kota Indonesia dan menghapus nusantara dari peta.
  • Tujuan ekonomi: merebut daerah yang menghasilkan bahan pangan, produk eksport, dan pertambangan.
  • Tujuan militer: menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca Juga

Menurut penjelasan dalam skripsi berjudul “Agresi Militer Belanda I dan II (Periode 1947 – 1949) dalam Sudut Pandang Hukum Internasional”, disebutkan bahwa Belanda menyebut Agresi Militer Belanda 1 terjadi pada tanggal 21 Juli 1947 hingga 5 Agustus 1947. Operasi militer terjadi terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra.

Belanda juga menyebut operasi ini sebagai Aksi Polisionil dan menyebutkan bahwa tindakan yang dilakukannya sebagai urusan dalam negeri demi mengembalikan ketertiban umum. Maka dari itu, Belanda mengabaikan seruan dunia internasional untuk menaati isi perjanjian Linggarjati dan menghentikan pertikaian dengan Indonesia.

Agresi militer dilancarkan setelah Gubernur Jendral Van Mook mengeluarkan ultimatum agar pihak Indonesia menarik mundur pasukannya sejauh 10 km dari garis demarkasi. Tentu saja ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia.

Tak hanya mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan pasukan Indonesia mundur, Van Mook juga dengan lantang menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Perjanjian Linggarjati. Setelah itu, Belanda mulai melakukan serangan dengan cepat dan mendadak menggunakan kekuatan militer yang besar dengan perlengkapan modern.

Serangan tersebut membuat pihak Indonesia terkejut dan Indonesia tidak bisa menandingi kekuatan belanda pada saat itu. Akibatnya, Belanda dengan mudah menduduki beberapa wilayah di Jawa dan Sumatra. Tak hanya itu, para diplomat Indonesia yang berada di Jakarta juga banyak yang ditangkap Belanda.  

Baca Juga

Agresi Militer Belanda 1 menulai banyak kecaman dari dunia internasional termasuk Inggris dan Amerika Serikat. Kedua negara tersebut merasa kecewa dengan serangan yang dilakukan Belanda. Sebagian besar negara mengkhawatirkan terjadi pergolakan berkepanjangan yang mengakibatkan kekacauan politik, militer, dan ekonomi.

Banyak negara yang memanfaatkan situasi tersebut untuk memperbesar pengaruh di Indonesia. Di lain hal, Belanda membela tindakan mereka dengan mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, dengan isi surat antara lain:

  1. Belanda menuduh Indonesia tidak sanggup melaksanakan Perjanjian Linggarjati.
  2. Gencatan senjata terjadi pada 14 Oktober 1946 selalu dilanggar oleh tentara Indonesia dan pemerintah Indonesia tidak menyangkal pelanggaran yang terjadi.
  3. Di garis demarkasi selalu ada penyerbuan terhadap Belanda dan penyerbuan ke Indonesia Timur serta Kalimantan Barat.
  4. Banyak terjadi pemusnahan alat berharga.
  5. Blokade ekomoni terus dilakukan sehingga membuat kelaparan.
  6. Banyak tawanan di daerah Indonesia yang belum dilepaskan oleh pihak RI.
  7. Propaganda perang dibesar-besarkan oleh radio Indonesia dari Yogyakarta.

Dari isi surat tersebut Belanda mengklaim bahwa pihak RI melakukan tindakan kejahatan dan perlu dihukum. Sehingga Belanda merasa perlu melakukan Aksi Polisionil demi ketertiban umum. Belanda merasa Indonesi tidak sanggup mempertahankan keamanan dan enggan bekerja sama dengan Belanda.

Baca Juga

Namun dunia internasional tidak bisa menerima argumentasi yang disampaikan Belanda. Dengan demikian, dunia internasional juga tidak bisa menerima kenyataan bahwa Belanda telah mengerahkan kekuatan militer secara besar-besaran untuk agresi militer di Indonesia.

Tanggal 31 Juli 1947, Indonesia juga menulis surat kepada Dewan Keamanan PBB yang berisi permintaan agar Dewan Keamanan bertindak untuk mengatasi sengketa Indonesia-Belanda. Berkat inisiatif India dan Australia, persoalan agresi tersebut berhasil dibawa ke Dewan Keamanan PBB.

Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya Dewan Keamanan PBB mencela agresi militer tersebut dan berpendapat bahwa pertikaian tersebut harus segera dihentikan.

Belanda kemudian menyadari bahwa pihaknya harus menaati PBB agar tidak terkena sanksi. Maka pada tanggal 5 Agustus 1947, Agresi Militer Belanda 1 dihentikan dan penyelesaian masalah dilanjutkan melalui meja perundingan.

Dampak Agresi Militer I

Agresi Militer Belanda 1 ternyata memiliki dampak positif dan negarif bagi Indonesia. Melansir dari tirto.id, berikut uraiannya:

Dampak Positif

  1. Dukungan dunia internasional kepada Belanda menurun, sebaliknya Indonesia mendapat banyak dukungan dan simpati dari negara-negara di dunia.
  2. Beberapa negara mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure.
  3. Posisi Indonesia dalam perjanjian internasional semakin kuat.

Baca Juga

  1. Melehakan kekuatan militer Indonesia.
  2. Wilayah Indonesia menjadi lebih sempit.
  3. Banyak korban dari Indonesia baik tentara maupun masyarakat sipil.
  4. Mempengaruhi ekonomi negara.
  5. Menggangu stabilitas politik Indonesia.

"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.[1] Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.

Apa tujuan agresi militer belanda
Agresi Militer Belanda I
Operatie ProductBagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia
Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi 211111Produk, Aksi Polisionil Belanda yang pertama.
Tanggal21 Juli - 5 Agustus, 1947
LokasiJawa, Sumatra
Hasil Pengambilalihan pusat ekonomi Sumatra dan pelabuhan Jawa oleh Belanda
Pihak terlibat
Apa tujuan agresi militer belanda
Republik Indonesia
Apa tujuan agresi militer belanda
Kerajaan BelandaTokoh dan pemimpin
Apa tujuan agresi militer belanda
Soedirman

Apa tujuan agresi militer belanda
Simon Hendrik Spoor

Apa tujuan agresi militer belanda
Alvin Spoor

Apa tujuan agresi militer belanda
Hubertus van MookKekuatan sekitar 500.000 200,000

Kemenangan Jepang dalam[Perang Asia Timur Raya]menyebabkan Belanda harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan Kemerdekaannya. Pada tanggal 23 Agustus 1945, [pasukan Sekutu] dan [NICA] mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain, yaitu menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait konsepsi kenegaraan di Indonesia.Pidato pada tanggal 6 Desember 1942 melalui siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Pimpinan RI menolak permintaan Belanda tersebut. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.

Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal Ilham Ard mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatra Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatra Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatra Barat.

Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.

Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB. PBB langsung merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. PBB mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama “Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan resminya.[1]

Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

Gencatan senjata akhirnya tercipta, akan tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. operasi militer tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.[1]

  1. ^ a b c "Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati - Tirto.ID". tirto.id. Diakses tanggal 2018-07-29. 

  • Agresi Militer Belanda II
  • Aksi Polisionil

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Agresi_Militer_Belanda_I&oldid=21619296"